Pengaruh Faktor Psikologis dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan

(1)

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN

PERSALINAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Oleh

HENNY SAHRIANI SIREGAR 107032008/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

THE INFLUENCES OF PSYCHOLOGICAL FACTORS AND ORGANIZATIONAL FACTORS ON MIDWIVES’

PERFORMANCE IN IMPLEMENTING THE CONFINEMENT SECURITY PROGRAM

AT PADANGSIDEMPUAN

THESIS

By

HENNY SAHRIANI SIREGAR 107032008/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN

PERSALINAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

HENNY SAHRIANI SIREGAR 107032008/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

Nama Mahasiswa : Henny Sahriani Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 107032008

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Khaira Amalia Fachrudin, S.E., Ak., M.B.A., MAPPI(Cert)) Ketua

(Dra. Syarifah, M.S) Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Khaira Amalia Fachrudin., S.E., Ak., M.B.A., MAPPI(Cert) Anggota : Dra. Syarifah, M.S

Dr. Juanita, S.E., M.Kes


(6)

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN

PERSALINAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Henny Sahriani Siregar 107032008/IKM


(7)

ABSTRAK

Kebijakan program jaminan persalinan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Program Jaminan persalinan di Kota Padangsidimpuan dimulai sejak bulan Juni 2011. Namun angka kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya persepsi bidan yang salah terhadap program Jaminan persalinan, sehingga sikap dan motivasi bidan rendah dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian asosiatif kausal. Sampel penelitian adalah bidan yang mengikat perjanjian kerja sama terhadap program jaminan persalinan di Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 70 orang. Data faktor psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) serta kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap, motivasi, sumber daya, dan imbalan berpengaruh signifikan pada alpha 5% terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan. Variabel motivasi adalah paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan.

Untuk meningkatkan motivasi bidan dalam melaksanakan program Jaminan persalinan, maka disarankan bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan agar melakukan pengawasan terkait dengan besar imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada setiap bidan yang ikut program Jaminan persalinan agar besar imbalan yang bidan dapatkan sesuai dengan tarif yang ditetapkan.

Kata kunci: Sikap, Motivasi, Sumber Daya, Imbalan, Kinerja, Bidan, Jaminan Persalinan


(8)

ABSTRACT

The policy of confinement security program is expected to be able to decrease mortality rate of mothers and babies in Indonesia. This program began in June, 2011 at Padangsidempuan, but the mortality rate of mothers and babies is still high. This is because midwives’ wrong perception on the confinement security program so that their attitude and motivation in providing health service are low.

The aim of the research was to know the influences of psychological factors (attitude and motivation) and organizational factors (resources and reward) on midwives’ performance in implementing the confinement security program at Padangsidempuan. The type of the research was associative clausal. The samples comprised 70 midwives who made the cooperative agreement in confinement security program at Padangsidempuan. The data of psychological factors (attitude and motivation), organizational factors (resources and reward), and performance were gathered by performing in-depth interviews and using questionnaires. The gathered data were analyzed by using logistic linear regression tests.

The result of the research showed that the variables of attitude, motivation, resources, and reward had significant at alpha 5% influence on midwives’ performance in implementing confinement security program. The variable of motivation had the most significant influence on midwives’ performance in implementing confinement security program at Padangsidempuan.

In order to increase midwives’ motivation in implementing confinement security program, it is recommended that Padangsidempuan Regional Administration should carry out control on the amount of reward given by the Health Service to each midwife who participates in the confinement security program; the amount of reward should be in line with the standard tariff.

Keywords: Attitude, Motivation, Resources, Reward, performance, midwife, Confinement Security


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Psikologis dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatant pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.


(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Khaira Amalia Fachrudin, S.E., Ak., M.B.A., MAPPI(Cert) selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Juanita, S.E., M.Kes dan dr. Antonius Ginting, SpOG, MARS sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Padangsidimpuan yang telah membantu memberikan izin penelitian.

9. Teristimewa kepada Suamiku Sofyan Adli Hasibuan, S.E., M.A.P dan buah hati tercinta Muthi Amrullah dan Danish Zaidah Hasibuan yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdoa‟a sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan.


(11)

10. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010, yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Henny Sahriani Siregar


(12)

RIWAYAT HIDUP

Henny Sahriani Siregar dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1979 di Padangsidimpuan. Anak pertama dari 6 (enam) bersaudara, dari pasangan ayahanda Drs. H. Ahmad Sailan Siregar dan ibunda Hj. Haminah Harahap. Menikah pada tahun 1999, dengan Sofyan Adli Hasibuan, S.E., M.A.P, dan dikaruniai 2 (dua) anak, yaitu Muthi Amrullah dan Danish Zaidah Hasibuan.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1985-1991 di SD Negeri 10 Tanjung Balai, tahun 1991-1994 pendidikan SMP Negeri 2 Selat Lancang Tanjung Balai, tahun 1994-1997 pendidikan SPK Depkes RI Sumatera Utara, tahun 1997-1998 Program Pendidikan Bidan (PPB) Pemda Asahan, tahun 2005-2007 pendidikan di Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Graha Nusantara, dan tahun 2010-sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Tahun 2000-2003 diangkat menjadi CPNS di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan diperbantukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan. Tahun 2004-sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Kinerja ... 13

2.2.1. Pengertian Kinerja ... 13

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 14

2.2.3. Metode Penilaian Kinerja ... 17

2.2.4. Penilaian Kinerja ... 21

2.3. Faktor Psikologis ... 24

2.3.1. Sikap ... 24

2.3.1.1. Pengertian Sikap... 24

2.3.1.2 Komponen Sikap ... 26

2.3.1.3 Pengukuran Sikap ... 27

2.3.2. Motivasi Kerja ... 29

2.3.2.1. Pengertian Motivasi Kerja... 29

2.3.2.2. Teori-Teori Motivasi ... 31

2.4. Faktor Organisasi ... 36

2.4.1. Sumber Daya ... 36

2.4.1.1. Pengertian Sumber Daya ... 36

2.4.1.2. Hubungan Sumber Daya dengan Kinerja ... 37

2.4.2. Imbalan ... 38

2.4.2.1. Tujuan Memberikan Imbalan ... 39

2.4.2.2. Macam-Macam Imbalan ... 40

2.5. Bidan ... 41

2.6. Jaminan Persalinan ... 42


(14)

2.6.2. Tujuan ... 42

2.6.3. Sasaran ... 43

2.6.4. Ruang Lingkup Jaminan Persalinan ... 43

2.7. Landasan Teori ... 45

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... . 47

3.1. Jenis Penelitian ... 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1. Populasi ... 47

3.3.2. Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1. Data Primer ... 48

3.4.2. Data Sekunder ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.6 Metode Pengukuran ... 49

3.7. Metode Analisis Data ... 50

BAB 3. HASIL PENELITIAN ... . 52

4.1. Program Jampersal di Pemerintah Kota (Pemko) Padangsidimpuan 52 4.2. Analisis Univariat... 54

4.2.1. Sikap Bidan ... 54

4.2.2. Motivasi Bidan ... 56

4.2.3. Sumber Daya ... 58

4.2.4. Imbalan ... 60

4.2.5. Kinerja ... 60

4.3. Analisis Bivariat ... 62

4.3.1. Hubungan Sikap dengan Kinerja Bidan ... 65

4.3.2. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan ... 66

4.3.3. Hubungan Sumber Daya dengan Kinerja Bidan ... 66

4.3.4. Hubungan Imbalan dengan Kinerja Bidan ... 67

4.4. Analisis Multivariat ... 67

4.4.1. Model Logistik ... 68

4.4.2. Pengujian Hipotesis ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... . 73

5.1. Pengaruh Faktor Psikologis terhadap Kinerja Bidan ... 73

5.1.1. Pengaruh Sikap terhadap Kinerja Bidan ... 73

5.1.2. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Bidan ... 75

5.2. Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Bidan ... 79

5.2.1. Pengaruh Sumber Daya terhadap Kinerja Bidan ... 79


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... . 88 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 50

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Responden terhadap Program Jampersal ... 54

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Program Jampersal ... 56

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Responden terhadap Program Jampersal ... 57

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi terhadap Program Jampersal ... 58

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Daya ... 59

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sumber Daya yang Dimiliki dalam Melaksanakan Program Jampersal ... 60

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan ... 61

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Imbalan yang Diperoleh dalam Melaksanakan Program Jampersal ... 62

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja ... 63

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Pelaksanaan Program Jampersal ... 65

4.11. Hubungan Sikap dengan Kinerja Bidan ... 65

4.12. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan ... 66

4.13. Hubungan Sumber Daya dengan Kinerja Bidan ... 66

4.14. Hubungan Imbalan dengan Kinerja Bidan ... 67

4.15. Hasil Uji Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test ... 68


(17)

4.17. Hasil Uji Model Fit 2 ... 69 4.18. Model Summary ... 70 4.19. Pengaruh Faktor Psikologis (Sikap Dan Motivasi) dan Organisasi (Sumber

Daya dan Imbalan) terhadap Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan ... 71


(18)

ABSTRAK

Kebijakan program jaminan persalinan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Program Jaminan persalinan di Kota Padangsidimpuan dimulai sejak bulan Juni 2011. Namun angka kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya persepsi bidan yang salah terhadap program Jaminan persalinan, sehingga sikap dan motivasi bidan rendah dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian asosiatif kausal. Sampel penelitian adalah bidan yang mengikat perjanjian kerja sama terhadap program jaminan persalinan di Kota Padangsidimpuan yaitu sebanyak 70 orang. Data faktor psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) serta kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap, motivasi, sumber daya, dan imbalan berpengaruh signifikan pada alpha 5% terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan. Variabel motivasi adalah paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan.

Untuk meningkatkan motivasi bidan dalam melaksanakan program Jaminan persalinan, maka disarankan bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan agar melakukan pengawasan terkait dengan besar imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada setiap bidan yang ikut program Jaminan persalinan agar besar imbalan yang bidan dapatkan sesuai dengan tarif yang ditetapkan.

Kata kunci: Sikap, Motivasi, Sumber Daya, Imbalan, Kinerja, Bidan, Jaminan Persalinan


(19)

ABSTRACT

The policy of confinement security program is expected to be able to decrease mortality rate of mothers and babies in Indonesia. This program began in June, 2011 at Padangsidempuan, but the mortality rate of mothers and babies is still high. This is because midwives’ wrong perception on the confinement security program so that their attitude and motivation in providing health service are low.

The aim of the research was to know the influences of psychological factors (attitude and motivation) and organizational factors (resources and reward) on midwives’ performance in implementing the confinement security program at Padangsidempuan. The type of the research was associative clausal. The samples comprised 70 midwives who made the cooperative agreement in confinement security program at Padangsidempuan. The data of psychological factors (attitude and motivation), organizational factors (resources and reward), and performance were gathered by performing in-depth interviews and using questionnaires. The gathered data were analyzed by using logistic linear regression tests.

The result of the research showed that the variables of attitude, motivation, resources, and reward had significant at alpha 5% influence on midwives’ performance in implementing confinement security program. The variable of motivation had the most significant influence on midwives’ performance in implementing confinement security program at Padangsidempuan.

In order to increase midwives’ motivation in implementing confinement security program, it is recommended that Padangsidempuan Regional Administration should carry out control on the amount of reward given by the Health Service to each midwife who participates in the confinement security program; the amount of reward should be in line with the standard tariff.

Keywords: Attitude, Motivation, Resources, Reward, performance, midwife, Confinement Security


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laporan Pencapaian Tujuan Milenium Indonesia Tahun 2010 ditegaskan, penurunan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan kecenderungan kemajuan yang baik, namun masih memerlukan kerja keras untuk mencapai sasaran yang ditetapkan pada 2015. Menurut data survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan AKB 34 per 1000 kelahiran hidup (BPS, 2007). Berdasarkan kesepakatan global MDGs, pada tahun 2015 diharapkan AKI turun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi turun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT, 2001 dalam Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan, yaitu: 1) terlambat dalam pemeriksaan kehamilan; 2) terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan 3) terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam


(21)

keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Dari survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 terhadap perempuan usia 10-59 tahun berstatus kawin, diperoleh gambaran pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan 83,8%, 6% yang tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan 3,2% pergi ke dukun. Tenaga yang memeriksa kehamilan adalah bidan (71,4%), dokter kandungan (19,7%), dan dokter umum (1,7%).

Data empiris memperlihatkan, 90% kematian ibu terjadi pada saat persalinan. Hal ini karena masih banyak ibu yang persalinannya tidak dilayani oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang baik dikarenakan terhambat masalah biaya. Dalam menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pelayanan selama masa nifas, maka digulirkankan kebijakan jaminan persalinan (Jampersal) (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).

Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin baru mencapai 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya, sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan (Jampersal).


(22)

Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang di dalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jampersal diharapkan dapat mengurangi terjadinya tiga terlambat tersebut, sehingga dapat mengakselerasi pencapaian MDGs.

Beberapa poin penting dalam petunjuk teknis pelaksanan Jaminan Persalian yang perlu dipahami dan perlu di sosialisasikan dengan baik antara lain (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011): 1) Penerima manfaat Jaminan Persalinan mencakup seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan; 2) Penerima manfaat Jaminan persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (rumah sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan Bantuan Operasional Kesehatan Kabupaten/Kota; 3) Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota; 4) Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola /Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut; 5) Fasilitas kesehatan seperti Bidan praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan kerja sama (PKS) dengan


(23)

Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya; dan 6) Pelayanan Jampersal diselenggarakan dengan prinsip portabilitas.

Hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Komunikasi Publik terhadap 363 bidan di wilayah Tangerang, Bekasi, dan Depok tahun 2011 dalam Mediakom Edisi Februari, (2012): 1) Sebagian besar bidan sepakat bahwa Program Jampersal memberikan kemudahan bagi calon ibu yang akan melahirkan. Hanya saja, belum dapat memberikan kemudahan bagi praktek para bidan. Terdapat 54,3% bidan tidak setuju bahwa Jampersal memberi kemudahan bagi praktek bidan. Hal ini dikarenakan belum lancarnya proses pencairan dana setelah memberikan pertolongan persalinan; 2) Pada umumnya bidan tidak setuju apabila Jampersal harus digunakan oleh semua ibu di Indonesia. Menurut bidan, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sehingga bagi para ibu yang mampu tidak perlu mendapat jaminan Jampersal, sebab mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan sarana kesehatan yang diinginkan; 3) Terkait kesan bidan terhadap Jampersal, sebagian besar bidan (80%) setuju bahwa program Jampersal akan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Hanya saja kebijakan Jampersal masih perlu sosialisasi lebih luas dan pelaksanaan program Jampersal belum berjalan sebagaimana mestinya. Terutama kendala pada prosedur pelaksanaan dan pengajuan klaim yang sulit, masih banyak prosedur yang belum pasti, sehingga masih ada kendala psikologis untuk menangani pasien yang menggunakan fasilitas Jampersal; 4) Kesan lain, risiko bidan terlalu besar, sementara kompensasi dianggap kecil. Untuk


(24)

itu, mereka berharap, dapat memberi imbalan yang layak sesuai dengan kekuatan ekonomi setiap provinsi, infrastruktur, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan tenaga medis, khususnya bidan. Namun demikian, masih ditemukan 44,9% responden tidak menyarankan pasien mengikuti program Jampersal dan 54,9% responden menyatakan tidak mendorong pasien mengikuti program Jampersal.

Beberapa kendala teknis dalam pelaksanaan Jampersal di lapangan, antara lain: 1) Belum adanya sosialisasi yang baik di tingkat masyarakat, tentang adanya Jaminan Persalinan; 2) Adanya perbedaan persepsi pemahaman tentang Jaminan Persalinan, baik ditingkat petugas kesehatan maupun pada masyarakat pengguna, misalnya tentang akses pelayanan persalinan di rumah sakit; 3) Adanya keengganan Penyedia Layanan Kesehatan untuk melakukan kerjasama Jampersal, antara lain alasan biaya klaim yang dianggap relatif kecil, dibandingkan tarif yang diberlakukan; dan 4) Kesulitan teknis klaim, apabila ibu hamil datang berkunjung untuk pertama kali, tidak pada awal kehamilannya atau ibu hamil yang berpindah-pindah tempat periksa karena ketidaktahuannya.

Berdasarkan data Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Padangsidimpuan (2011), diketahui jumlah bidan yang masuk dalam keanggotaan IBI sebanyak 175 orang, dan dari keseluruhan bidan tersebut ada yang masih aktif di pemerintahan maupun swasta. Selain bertugas di instansi pemerintahan, bidan juga menjalankan praktek mandiri. Praktik bidan mandiri yang mengikat perjanjian kerja sama dengan Program Jampersal sebanyak 70 orang.


(25)

Program Jampersal dimulai sejak bulan Juni 2011 di Kota Padangsidimpuan. Bidan merupakan pemberi pelayanan terdepan sesuai dengan tujuan Jampersal, yaitu meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.

Meskipun Program Jampersal sudah dimulai di Kota Padangsidimpuan, namun program ini masih berjalan dengan berbagai masalah. Banyak bidan di Kota Padangsidimpuan, khususnya bidan swasta keberatan dengan program tersebut. Sempat menjadi pro-kontra dikalangan bidan karena, program ini dianggap tidak menghargai profesi kebidanan. Alasannya dikarenakan anggaran yang disediakan untuk penanganan program jampersal terlalu kecil, terutama tentang harga jasa yang ditawarkan pemerintah untuk biaya Jampersal untuk persalinan normal yang hanya berkisar Rp. 500.000,- itu pun yang sampai ke pada bidan lebih rendah dari yang telah ditetapkan. Penolakan ini juga dilatarbelakangi tanggung jawab bidan yang dinilai sangat berat karena harus menolong dua nyawa sekaligus. Selain itu, bidan juga harus membeli obat-obatan dan menyediakan alat medis. Dengan adanya keberatan oleh bidan membuat program Jampersal belum berjalan secara optimal di Kota Padangsidimpuan.

Ketidakberhasilan Program Jampersal di Kota Padangsidimpuan dapat diketahui dari pencapaian pelaksanaan Jampersal berdasarkan Indikator Kinerja Program yaitu cakupan kesehatan Ibu dan anak di Kota Padangsidimpuan terutama pelayanan kepada ibu hamil dan melahirkan belum dilaksanakan secara optimal.


(26)

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan tahun 2011, diketahui kondisi pencapaian Standar Pelayanan Miminal (SPM) di Kota Padangsidimpuan, seperti pada Tabel 1.1. berikut.

Tabel 1.1. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Kota Padangsidimpuan Tahun 2011

No. Upaya Kesehatan Target Capaian Persentase

1. Cakupan Ibu Hamil 88% 71% 80,7

2. Cakupan komplikasi Kebidanan yang

ditangani 61% 34% 55,7

3. Cakupan pertolongan persalinan oleh nakes

yang memiliki kompetensi kebidanan 86% 72% 83,7 4. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang

ditangani 81% 7% 8,6

5. Cakupan kunjungan bayi 91% 74% 81,3

6. Cakupan pelayanan balita 91% 47% 51,6

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan, 2011

Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan menyebutkan bahwa selama tahun 2011 kasus kematian ibu bersalin adalah 13 dari 2.875 kelahiran hidup. Sementara kasus kematian Bayi tahun 2011 sebanyak 21 per 1000 kelahiran hidup. Masih tingginya kasus kematian ibu mengindikasikan bahwa kinerja bidan dalam pertolongan persalinan belum optimal (masih rendah).

Hasil wawancara terhadap 5 (lima) bidan, dapat disimpulkan bahwa bidan sebagai provider bersedia melayani orang miskin pengguna Jampersal, walau hanya mendapat penggantian di bawah standar biaya pada umumnya. Tetapi, untuk pasien kaya yang menggunakan Jampersal, sebagian besar bidan merasa keberatan. Apalagi, pengguna Jampersal dari orang yang mampu ini lebih banyak tuntutannya. Persepsi


(27)

bidan yang salah terhadap program Jampersal, sehingga motivasi bidan tersebut rendah dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kebijakan Program Jampersal sebenarnya kurang didukung oleh para bidan. Sehingga pada akhirnya masyarakat enggan memanfaatkan Jampersal karena selalu ada persepsi bahwa segala sesuatu yang berbau gratis itu terkesan kualitas pelayananannya relatif kurang baik. Akhirnya sudah terlihat gejala masyarakat yang termasuk kelompok menengah ke atas, enggan menggunakan Jampersal dan lebih baik bayar sendiri langsung ke bidan, namun pelayanan yang diberikan bisa lebih baik.

Adanya perbedaan antar bidan dalam menentukan layanan terhadap para pasien melahirkan dapat dikarenakan sikap bidan terhadap program Jampersal. Menurut Sarlito (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Sikap dapat memengaruhi kinerja seseorang baik sebagai individu ataupun sebagai manusia yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Pernyataan tersebut sesuai dengan Gibson (1996), dimana salah satu variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja adalah variabel psikologis yaitu sikap. Selain faktor sikap, motivasi juga merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja. Kinerja seorang pegawai dapat dipengaruhi oleh motivasi. Ishak dan Hendri (2003), menyatakan bahwa sesuatu yang


(28)

dikerjakan karena ada motivasi yang mendorong. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras.

Suparjo (2003), dengan judul penelitian analisa faktor-faktor yang memengaruhi kinerja bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di desa dalam Pelayanan antenatal di Kabupaten Kudus, diperoleh hasil bahwa sikap dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja bidan. Demikian juga dengan hasil penelitian Surani (2007), dengan analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja. Hasil penelitian Setiawan (2007), menunjukkan bahwa sikap dalam pelayanan berpengaruh terhadap kinerja bidan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan juga diketahui bahwa belum adanya bantuan dari pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang memadai dalam peningkatan cakupan pertolongan persalinan. Sarana kegiatan pertolongan persalinan diantaranya adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Setiawan (2007), yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara ketersediaan sumberdaya dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan.

Berdasarkan hasil survei dan fenomena tersebut di atas, maka penting dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh Psikologis (sikap, motivasi) dan Organisasi (sumber daya, imbalan) terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan.


(29)

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh psikologis (sikap, motivasi) dan organisasi (sumber daya, imbalan) terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan.

1.4 Hipotesis

Faktor psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan dan Dinkes Kota Padangsidimpuan serta pihak lainnya yang terkait di dalam hal psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) bidan tentang Program Jampersal di Kota Padangsidimpuan dan pengaruhnya terhadap kinerja bidan. 2. Sebagai bahan masukan dalam pengembangan wawasan dan menambah ilmu


(30)

(sumber daya dan imbalan) bidan tentang Program Jampersal di Kota Padangsidimpuan dan pengaruhnya terhadap kinerja bidan.

3. Bagi peneliti, dapat menjadi wahana pembanding antara teori yang didapat di bangku kuliah dengan penerapannya di lapangan, khususnya tentang psikologis (sikap dan motivasi) dan organisasi (sumber daya dan imbalan) bidan tentang Program Jampersal di Kota Padangsidimpuan dan pengaruhnya terhadap kinerja bidan.

4. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga pendidikan dimasa mendatang.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Setiawan (2007), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Tasikmalaya”. Jenis penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan cross-sectional serta data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistic Rank-Spearman. Diperoleh hasil bahwa faktor yang mempunyai hubungan dengan kinerja: adalah kemampuan (p-value = 0,002), pengalaman (p-value = 0,000), pembelajaran (p-value = 0,000), imbalan (p-value = 0,003, sumberdaya (p-value) = 0,000 sikap dalam pelayanan (p-value = 0,000) dan persepsi tehadap beban kerja (p-value = 0,000).

Surani (2007), dengan judul penelitian “Analisis Karakteristik Individu dan Faktor Instrinsik yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Kendal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik. Metode penelitian dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Analisis data dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kinerja (p-value =0,031), motivasi dengan kinerja (p-value =0,0001), persepsi terhadap kepemimpinan dengan kinerja (p-value =0,001), persepsi terhadap insentif dengan kinerja value =0,022), persepsi terhadap beban kerja dengan kinerja (p-value =0,004), pengalaman dengan kinerja (p-(p-value =0,027), sedangkan yang tidak


(32)

berhubungan dengan kinerja adalah umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan, status kepegawaian dan persepsi terhadap supervisi dengan kinerja (p-value =0,943).

Darsiwan (2002), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Bidan di Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Magelang”. Jenis penelitian adalah Explanatory research, dan data dianalisis dengan uji korelasi pearson product moment. Diperoleh hasil bahwa ada hubungan signifikan antara pengalaman dengan kinerja (p-value =0,018), dan tidak ada hubungan signifikan antara: kemampuan dengan kinerja (p-value =0,487), gaya kepemimpinan dengan kinerja (p-value =0,444), imbalan dengan kinerja (p-value =0,963), sikap bidan di desa dengan kinerja (p-value =0,230), dan motivasi kerja dengan kinerja (p-value =0,626).

2.4. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Batasan kinerja menurut Guilbert (1997) adalah apa yang dikerjakan seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Seperti yang dikutip oleh Thoha (2000) dari pendapat Kurb yang mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang. Sedangkan menurut Ilyas (1999) dalam bukunya yang berjudul “Kinerja”, yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.


(33)

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang baik sebagai individu ataupun sebagai manusia yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu, setiap orang mempunyai ciri dan karaktersitik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan sebagai manusia yang berbeda dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal ataupun tempat kerjanya.

Menurut Gibson (1996), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu : variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas. Diagram skematis teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut :


(34)

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja

Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografi, menurut Gibson (1996), mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson, banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur. Gibson juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia etnis, latar belakang budaya, dan keterampilan berbeda satu dengan lainnya.

Variabel Individu :

a. Kemampuan dan keterampilan :

Mental Fisik

b. Latar belakang : Keluarga Tingkat sosial Pengalaman c. Demografi :

Umur Etnis

Jenis kelamin

Perilaku individu

(Apa yang dikerjakan)

Kinerja

(hasil yang diharapkan)

Variabel Organisasi :

Sumber daya Kepemimpinan Imbalan Struktur Disain pekerjaan Psikologis : Persepsi Sikap Kepribadian Belajar Motivasi


(35)

Kopelman (1998), mengemukakan bahwa ada empat determinan utama dalam produktifitas organisasi termasuk didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah lingkungan karakteristik organisasi, karakterisik kerja dan karaktersitik. Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi akan memengaruhi karakteristik individu seperti imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi kerja, sedangkan prosedur seleksi tenaga serta latihan dan program pengembangan akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu. Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.

Stoner (1996) mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi tinggi. Kemampuan (ability) menunjukkan potensi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau tugas. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2000), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIVEVE” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun nonmaterial), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).

Davis (1999) juga mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor


(36)

kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan tugas sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

2.2.5. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Ilyas (1999), mengenai metode penilaian yang digunakan dalam penilaian pekerjaan tidak ada kesepakatan antara ahli yang satu dengan yang lain, namun demikian pada dasarnya penilaian ini dapat dibedakan atas beberapa metode, yaitu :

a. Metode Penilaian Tehnik Essai Menyeluruh

Pada metode ini, penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan kekurangan seorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama dan pengetahuan personel tentang pekerjaannya. Dalam penilaian ini atasan melakukan penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan. Keuntungan cara ini adalah dapat dilakukannya analisis secara mendalam, tetapi tehnik ini memakan waktu banyak dan sangat tertantung kepada kemampuan penilai.

b. Metode Penilaian Komparasi

Penilaian yang didasarkan perbandingan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil pelaksana pekerjaan seorang personel dengan personel yang lain, yang melakukan pekerjaan sejenis. Penggunaan metode ini dianggap cukup sederhana dan tidak memerlukan analisis yang sulit. Dengan membandingkan hasil pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel


(37)

mana yang terbaik prestasinya, sehingga mendapatkan nilai bobot tinggi, yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung jawab yang tinggi dan sebagainya.

c. Metode Penggunaan Daftar Perilaku

Dalam melakukan penilaian pekerjaan seorang personel, kita dapat menggunakan daftar periksa (check list) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi komponen-komponen yang dikerjakan seorang personel, yang dapat diberi bobot “ya” atau „tidak”, “selesai” atau “belum”, atau dengan bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan. Biasanya komponen-komponen tigkah laku dalam pekerjaan yang dinilai itu disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan singkat. Dengan demikian setiap personel perlu disediakan daftar checklist sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing.

d. Metode Penilain Langsung

Melakukan penilaian kinerja tidak hanya dapat dilakukan di atas kertas berdasarkan catatan atau laporan-laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat langsung pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Petugas yang melakukan penilaian ke lapangan ini adalah orang yang mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai. Kemudian hasil penilaian ini disampaikan pada pejabat yang berwenang yang menentukan penilaian pekerjaan selanjutnya. Sewaktu melakukan penilaian di lapangan, si penilai dapat saja langsung memberitahukan kepada personel yang dinilai kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang telah dilakukan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian si personel dapat


(38)

memperbaiki kekurangan-kekurangan itu berdasarkan arahan atau informasi dari penilai tadi.

e. Metode Penilaian Berdasarkan Perilaku

Penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah disusun sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh seorang personel untuk melaksanakan pekerjaan itu. Oleh sebab itu metode ini memberi kesempatan kepada personel yang dinilai untuk mendapat umpan balik. Dengan umpan balik itu, ia dapat memperbaiki kelemahannya dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tuntutan uraian pekerjaan. Melalui metode ini akan jelas terlihat apa yang menyebabkan tidak memuaskannya pelaksanaan pekerjaan tersebut. Apakah faktor kekurangmampuan, faktor kurang motivasi, kurang disiplin, dan sebagainya, sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya dengan memberi pelatihan, peningkatan kompensasi dan lain-lain.

f. Metode Penilaian Berdasarkan Kejadian Kritis

Penilaian didasarkan pada kejadian kritis, dilaksanakan oleh atasan melalui pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku personel yang dinilai dalam melaksanakan pekerjaan penilaian didasarkan insiden kritis ini, menghendaki kerajinan seorang atasan untuk selalu mencatat peristiwa perilaku yang terjadi baik positif maupun negatif. Dan pada waktu catatan-catatan ini akan menjadi sumber penilaian atasan yang diadakan pada akhir tahun.


(39)

g. Metode Berdasarkan Efektivitas

Penilaian ini berdasarkan efektivitas (effectiveness based evaluation) dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode penilaian ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang mengerjakan banyak personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS). Metode ini cukup rumit karena dalam penilaian yang diukur adalah kontribusi personel, bukan kegiatan atau perilaku seperti pada yang dilakukan dalam metode penilaian lainnya. Dalam metode MBS ini para personel tidak dinilai bagaimana menggunakan waktunya dalam pelaksanaan pekerjaan tetapi yang dinilai adalah apa yang mereka hasilkan.

h. Metode Penilaian Berdasarkan Peringkat

Metode penilaian peringkat berdasarkan pembawaan yang ditampilkan personel. Penilaian berdasarkan metode ini dianggap lebih baik, karena keberhasilan pekerjaan yang dilaksanakan seorang personel amat ditentukan oleh beberapa unsur ciri pembawaan yang bersangkutan. Oleh sebab itu dalam metode ini yang dinilai adalah unsur-unsur: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja sama, kepemimpinan dan sebagainya.

Tata cara penilaian setiap unsur dalam metode berdasarkan peringkat ini dinyatakan dalam bentuk spektrum angka, yang masing-masing spektrum ditetapkan sebutannya masing-masing, misalnya :


(40)

Spektrum angka Sebutan 91 – 100 Sangat baik

81 – 90 Baik

71 – 80 Cukup

61 – 70 Sedang

60 Kurang

2.2.4. Penilaian Kinerja

Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu upaya terhadap penampilan kerja seseorang dengan membandingkannya terhadap standar penampilan yang diharapkan. Menurut Douglas dalam Ilyas (1999), definisi penilaian prestasi kerja adalah suatu proses yang terus menerus dimana organisasi menilai kulitas dan berusaha memperbaiki prestasi kerja mereka. Menurut Certo dalam Ilyas (1999), penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen.

Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja (Ilyas, 1999) : a. Penilaian sendiri (self assessment)

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Ada dua teori yang menyatakan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri.

Menurut teori kontrol, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka. Pertama, mendapatkan standar untuk perilaku mereka.


(41)

Kedua, mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik). Ketiga, berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya disarankan agar individu perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan.

Inti dari teori interaksi simbolik adalah preposisi yaitu kita mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada kepercayaan kita tentang bagaimana orang lain memahami dan mengevaluasi kita. Teori ini menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain disekitar mereka terhadap perilaku mereka. Preposisi ini penting sebagai pedoman interpretasi tentang penilaian sendiri yang digunakan dalam mengukur atau menilai kinerja personel dalam organisasi. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan, penilaian/kinerja dan lainnya. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman dan pengetahuan, serta sosio demografis seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut dipertimbangkan.

b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assesment)

Tehnik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra, dan atasan personel. Data penilaian merupakan penilaian kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan, bila penilai kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja. Menurut Ilyas (1999), penilaian dalam


(42)

360º terhadap karyawan adalah menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa yang menilai yaitu: penilaian atasan, penilaian mitra, dan penilaian bawahan.

Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh atasan yang tingkatannya lebih tinggi. Penilaian ini termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Sebaliknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi.

Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh panelis. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu diperhatikan pada penelitian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai.

Penilaian bawahan, didalam penilaian bawahan terhadap kinerja personel terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel. Pada penilaian bawahan ini meminta kepada atasan untuk dapat menerima penilaian bawahannya sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Atasan diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.


(43)

2.3. Faktor Psikologis 2.3.1. Sikap

2.3.1.1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap;

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Saifuddin (1998), sikap dapat dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu gejala yang menghendaki timbulnya suatu reaksi individu. Bentuk respon tersebut disebut sebagai respon evaluatif. Respon evaluatif didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang akan memberikan kesimpulan nilai dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian membentuk sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek sikap. Dengan respon


(44)

evaluatif, akan lebih mendekatkan kepada suatu operasionalisasi sikap, dalam kaitannya dengan penyusunan alat ungkapnya yang nantinya akan dapat mengklasifikasikan respon evaluatif seseorang pada suatu posisi setuju atau tidak setuju. Hal itu juga didukung oleh Ajzen (1994) bahwa sikap tumbuh karena adanya suatu kecenderungan untuk merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek, orang lembaga, atau peristiwa tertentu. Mueller (1996) mempertegas pernyataan diatas bahwa sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berkowitz, “sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) ataupun perasaan tidak mendukung (tak-favorabel) terhadap objek,” (Saifuddin, 1998). Dengan kata lain, sikap dapat bersifat positif dan negatif.

Menurut Sarlito (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Kotler (2000), menjelaskan bahwa sikap merupakan hasil dari proses pembentukan persepsi seseorang. Mangkunegara dalam Arindita (2002), berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara pembentukan sikap dan mempengaruhi perilaku.


(45)

2.3.1.2 Komponen Sikap

Menurut Sarlito (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative).

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar bagi objek termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan perasaan memengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan berprilaku dalam situasi tertentu dan


(46)

terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecendrungan berprilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual. Kecendrungan berprilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi bentuk-bentuk prilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.

2.3.1.3 Pengukuran Sikap

Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scale). Suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataanpernyataan sikap. Pertanyaan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi halhal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorabel. Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan pernyataan yang unfavorable (Notoatmodjo, 2007).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur sikap seseorang, yaitu (Notoatmodjo, 2007):


(47)

a. Metode Wawancara langsung

Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang termudah adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.

b. Observasi Langsung

Pendekatan obervasi langsung adalah dengan mengobservasi secara langsung tingkah laku individu terhadap objek psikologisnya. Pendekatan ini terbatas penggunaannya, karena tergantung individu yang diobservasi. Dengan kata lain, bertambahnya faktor yang diobservasi, maka makin sukar dan makin kurang objektif terhadap tingkah laku yang dilakukan.

c. Pernyataan Skala

Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologis. Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan/atau dikonstruksikan, yang akhirnya menghasilkan sejumlah butir yang distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir yang membentuk skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan untuk menentukan perasaan sesorang. Salah satu cara untuk mengukur sikap adalah dengan menggunakan metode skala Likert.


(48)

2.3.2. Motivasi Kerja

2.3.2.1. Pengertian Motivasi Kerja

Pengertian motivasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Stonner (1996) adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Menurut George and Jones (2002), bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.

Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu yang dihadapinya. Adalah penting untuk diperhatikan bahwa tingkat motivasi berbeda antara seseorang dengan orang lain dan berbeda pula dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.

Dalam kehidupan orgaisasi yang menjadi sasaran utama pemberian motivasi oleh para pemimpin kepada bawahannya adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi kerja tidak dapat ditingkatkan hanya melalui pemberian motivasi kerja karena merupakan perkalian antara kemampuan dan motivasi.

Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan motivasi yaitu (George and Jones, 2002):

a. Pemberian motivasi berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi para anggota yang diberi motivasi.


(49)

b. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan perumusan kebutuhan tertentu. Dengan kata lain, motivasi merupakan kesediaan untuk mengarahkan usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Kebutuhan yaitu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu dalam diri seseorang. Untuk menghilangkan ketegangan mereka melakukan usaha tertentu.

Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik dan juga dari luar diri orang yan bersangkutan yang disebut motivasi eksternal atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik maupun ekstrinsik ada yang bersifat positif maupun negatif. Kunci keberhasilan seorang manajer dalam menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuannya untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa, sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.

Seseorang yang merasa berhasil menunaikan kewajibannya dengan sangat memuaskan, memperoleh dorongan positif untuk bekerja lebih keras lagi dimasa yang akan datang sehingga meraih keberhasilan yang lebih besar dalam kariernya. Dengan demikian jelas terlihat motivasinya positif. Sebaliknya jika seseorang kurang berhasil dalam melakukan tugasnya, sehingga mendapat teguran dari atasannya, maka teguran itu yang merupakan faktor motivasional yang negatif. Oleh yang bersangkutan


(50)

dijadikan dorongan untuk memperbaiki kekurangan atau kesalahannya sehingga dimasa depan situasi kekurangberhasilan itu tidak terulang kembali.

Kedua contoh di atas menggambarkan motivasi yang sifatnya internal meskipun stimulasi berasal dari luar dirinya. Sedangkan contoh faktor motivasional eksternal yang sifatnya positif adalah seorang pimpinan memberikan pujian kepada seorang bawahan yang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik disertai dengan penghargaan. Dalam hal demikian seorang manajer memberikan dorongan bagi pekerja yang bersangkutan dan karena itu diharapkan lebih baik giat meningkatkan prestasi kerjanya.

Jadi yang dapat diidentifikasi dari motivasi seseorang adalah manifestasinya seperti produktifitas, kehadiran atau perilaku kerjanya. Manivestasi inilah yang dapat diukur dan dinilai secara objektif.

2.3.2.2. Teori-Teori Motivasi

Banyak dikemukakan teori tentang motivasi dalam berbagai literature. Masing-masing teori motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung (Handoko, 1998). a. Teori Hirarkhi Kebutuhan Maslow

Maslow mengemukakan bahwa individu mempunyai lima kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki dan berawal dari yang paling besar. Kelima kebutuhan manusia tersebut adalah.


(51)

1. Kebutuhan fisiologis (Physiological needs)

Manifestasi kebutuhan ini yaitu sandang, pangan, papan dan kesehatan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.

2. Kebutuhan rasa aman (Safety needs)

Manifestasi kebutuhan ini antara lain kebutuhan akan keamanan jiwa, keamanan harta, perlakuan yang adil dan jaminan hari tua.

3. Kebutuhan sosial (Social needs)

manifestasi kebutuhan ini adalah kebutuhan perasaan dierima orang lain, kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kebutuhan untuk ikut serta.

4. Kebutuhan penghargaan atau prestasi (Esteem needs)

Semakin tinggi status semakin tinggi pula prestasi. Prestasi dan status ini dapat dimanifestasikan dalam jabatan, kedua dan sebagaimana.

5. Kebutuhan Aktualisasi (Self Actualization)

Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan potensi secara maksimal.

Hirarkhi kebutuhan menurut Maslow tidak dimaksudkan sebagai kerangka yang berguna dalam meramalkan tingkah laku berdasarkan kemungkinan yang tinggi atau rendah. Apabila dikatakan bahwa timbulnya perilaku seseorang pada saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang memiliki kekuatan tinggi, maka penting bagi manajer untuk memiliki pengertian tentang kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan penting bagi bawahan.


(52)

b. Teori Dua Faktor Herzberg

Teori dua faktor tentang motivasi yang mempunyai implikasi-implikasi luas bagi manajemen dan usaha-usahanya kearah pemanfaata sumber daya manusia yang efektif.

1. Faktor yang membuat orang merasa tidak puas.

Ada serangkai kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas diantara karyawan, apabila kondisi ini tidak ada. Jika kondisi ini ada, maka hal ini tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktor-faktor kesehatan, karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah, yakni tingkat tidak adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor ini mencakup upah, keadman kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervisi teknis, mutu dari hubuangan interpersonal diantara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.

2. Faktor yang membuat orang merasa puas

Ada serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan, yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor ini m eliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang.


(53)

c. Teori Kebutuhan Alderfer

Teori ini merupakan perluasan dari teori Maslow dan teori Herzberg Alderfer mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu :

1. Kebutuhan akan keberadaan adalah akan tetap bisa hidup. Kebutuhan ini kira-kira sama dengan kebutuhan fisik dari Maslow dan sama dengan faktor higiene dari Herzberg.

2. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan sesamanya, melakukan hubungan sosial dan bekerja sama dengan orang lain. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan sosial dari Maslow dan sama dengan faktor higiene dai Herzberg.

3. Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi dan Maslow dan sama dengan faktor motivator dan Herzberg. Pada teori ini Alderfer tidak menyatakan bahwa tingkat yang di bawah harus terlebih dahulu dipenuhi baru naik ke tingkat yang di atasnya. Lebih lanjut Alderfer mengatakan bahwa makin sedikit suatu kebutuhan dipuaskan makin besar dorongan individu pada tingkat hirarki (menurut Maslow) yang tinggi dipuaskan, makin banyak pula kebutuhan-kebutuhan dari tingkat yang lebih renda diinginkan. Makin banyak suatu kebutuhan dipuaskan, makin banyak pula kebutuhan dari tingkat yang lebih tinggi diharapkan.


(1)

Tasikmalaya (2007), dengan menggunakan pendekatan cross-sectional diperoleh hasil bahwa sikap dalam pelayanan berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value = 0,000). Sementara Darsiwan (2002), memperoleh hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara sikap bidan di desa dengan kinerja bidan dalam Pertolongan Persalinan (p-value =0,963).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, meskipun sebagian besar bidan menjawab setuju setiap indikator, namun dari hasil juga diketahui bahwa masih banyak bidan yang mengatakan kurang setuju pada beberapa indikator, yaitu sebesar 38.6% bidan kurang setuju untuk mengajak bidan lain ikut serta dalam program Jampersal, dikarenakan program Jampersal belum sepenuhnya diminati bidan praktik swasta. Hal ini disebabkan pendapatan bidan lebih besar jika melayani pasien di luar Jampersal. Sebesar 25.7% kurang setuju bila bidan dinyatakan senang dalam penyampaian laporan bukti-bukti pelayanan yang sah dan harus ditanda tangani oleh peserta Jampersal. Adanya sikap yang kurang senang karena pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui sebesar 48.6% bidan kurang setuju apabila bidan tidak menarik biaya tambahan kepada peserta program Jampersal diluar tarif yang ditentukan dengan alasan apapun. Sikap bidan yang kurang setuju dikarenakan biaya persalinan normal yang dibutuhkan tidak mencukupi apabila hanya mengandalkan dari klaim

Jampersal. Biaya itu mencakup persalinan, obat, alat habis pakai, kamar, dan makanan bergizi. Selain itu, untuk menambah pendapatan bidan maka ada bidan yang menyediakan fasilitas cuci pakaian dan mengurus akta kelahiran. Selain itu, dari hasil juga diketahui sebesar 48.6% bidan kurang setuju bila bidan diberi sanksi apabila bidan memungut biaya tambahan pelayanan kesehatan kepada peserta program Jampersal, karena bidan beranggapan bahwa uang pengganti persalinan dari pemerintah dianggap tidak sepadan.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebesar 30.0% bidan kurang setuju bila bidan dinyatakan akan memperpanjang kerjasama dalam program Jampersal sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama. Timbulnya sikap kurang setuju untuk tidak menandatangani kontrak jampersal lagi dikarenakan bidan berpandangan bahwa unit biaya yang ditanggung Jampersal terlalu kecil untuk di Kota Padangsidimpuan, sekalipun adanya isu bahwa pemerintah Kota Padangsidimpuan akan menaikkan tarif untuk membantu persalinan normal dan tarif pemeriksaan ibu hamil per kunjungan.

Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Bidan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya ada 1 (8.3%) dari 12 responden yang motivasinya tidak baik, memiliki kinerja baik. Sementara responden yang motivasinya baik, memiliki kinerja baik yaitu sebanyak 53 (91.4%) dari 58 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel motivasi berpengaruh secara signifikan


(2)

terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.036 (p-value < 0.05).

Hasil penelitian tersebut senada dengan Surani (2007), dengan judul penelitian “Analisis Karakteristik Individu dan Faktor Instrinsik yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Kendal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Diperoleh hasil bahwa motivasi berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan (p-value

=0,0001). Sementara hasil penelitian Darsiwan (2002), memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja bidan dalam Pertolongan Persalinan (p-value =0,626).

Beberapa hal yang membuat beberapa bidan kurang termotivasi terhadap Program Jampersal adalah karena program jampersal juga diberlakukan bagi ibu yang tergolong mampu. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Program Jampersal memang berlaku untuk semua kalangan, baik kaya maupun miskin. Untuk mendapatkan pelayanan program tersebut cukup gampang, masyarakat cukup memberikan KTP saja dan tidak perlu memberikan keterangan surat kurang mampu, karena program tersebut berlaku untuk semua masyarakat baik kaya maupun miskin. Menurut bidan, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sehingga bagi para ibu yang berkecukupan secara ekonomi, rasanya kurang tepat bila melayani pasien

persalinan orang kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan. Sehingga persepsi bidan tersebut mempengaruhi kinerja bidan terhadap pelaksanaan program Jaminan Persalinan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Selain masalah kepesertaan Program Jampersal yang berlaku untuk semua ibu tanpa memandang sosial ekonominya, dari hasil juga diketahui bahwa sebesar 37,1% bidan mengatakan tidak tertantang untuk bekerja semaksimal mungkin melaksanakan tugas sebagai bidan dalam pelaksanaan program Jampersal. Bidan akan tertantang untuk bekerja maksimal bila layanan Jampersal di Kota Padangsidimpuan hanya diperuntukan bagi ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi. Misalnya, umur si ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun, tingginya kurang dari satu meter, juga punya riwayat penyakit. Dengan adanya petunjuk seperti itu, diharapkan para ibu hamil yang mempunyai kondisi normal tidak lagi berbondong-bondong ingin melahirkan di tempat praktik bidan secara gratis serta memanfaatkan program Jampersal.

Di luar semua masalah yang berkaitan dengan motivasi bidan terhadap Program Jampersal, namun secara keseluruhan diketahui bahwa semua bidan memiliki tujuan ikut program Jampersal karena keinginannya untuk ikut serta dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, dan akan tetap memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, meskipun ekonomi mereka tergolong mampu namun merupakan pasien Jampersal (70,0%), serta bekerja sesuai dengan standar


(3)

pelayanan kebidanan agar program Jampersal dapat tercapai (100,0%). Kecenderungan ini mendukung teori yang menyatakan bahwa jika seseorang termotivasi, maka dia akan berusaha keras. Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Gibson, 2000).

2. Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Bidan

Pengaruh Sumber Daya terhadap Kinerja Bidan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya ada 1 (7.1%) dari 14 responden yang memiliki sumber daya tidak baik, namun kinerjanya baik. Sementara responden yang sumber dayanya baik, memiliki kinerja baik sebanyak 53 (94.6%) dari 56 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, variabel sumber daya berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.020 (p-value < 0.05).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Setiawan (2007), memperoleh hasil bahwa sumber daya berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value

= 0,001). Ketersedian sumber daya dalam bentuk sarana pelayanan sebagai

salah satu faktor pendukung juga dikemukakan Gitosudarmo, dkk., (2000), yang mengatakan bahwa faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan adalah sarana atau alat dalam pelaksanaan tugas pelayanan, sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masih ada bidan yang mengatakan bahwa sumber daya yang mereka miliki belum memadai dalam melakukan praktik kebidanan. Hal tersebut diketahui dari hasil kuesioner yang menunjukkan sebesar 18,6% bidan mengatakan bahwa transportasi tidak tersedia untuk merujuk ibu hamil dengan cepat jika terjadi kegawat daruratan ibu dan janin, sebesar 30,0% bidan mengatakan bahwa peralatan praktek tidak lengkap, sebesar 12,9% bidan mengatakan bahwa perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV (set infuse, Ringer laktat dan alat suntik sekali pakai) tidak tersedia, dan sebesar 12,9% bidan mengatakan bahwa obat anti hipertensi yang dibutuhkan untuk kegawatdaruratan (mis: Magnesium Sulfat, kalsium glukonas) tidak tersedia. Pengaruh Imbalan terhadap Kinerja Bidan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 16 (51.6%) dari 31 responden yang mendapatkan imbalan kategori tidak baik, namun kinerjanya baik. Sementara responden yang mendapatkan imbalan kategori baik, memiliki kinerja baik sebanyak 38 (97.4%) dari 39 responden. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan


(4)

uji regresi logistik, variabel imbalan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Kota Padangsidimpuan, dengan p-value=0.021 (p-value < 0.05).

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa sebesar 52,9% bidan mengatakan bahwa imbalan yang diterima saat ini tidak sesuai dengan tantangan pekerjaan yang dirasakan, dan sebesar 50,0% bidan mengatakan bahwa imbalan yang diterima dari pihak tim pengelola program Jampersal tidak sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Dengan adanya persepsi bidan terhadap pemberian imbalan dalam menjalankan program Jampersal yang belum sesuai dengan harapan mereka, maka hal tersebut mempengaruhi kinerja bidan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Setiawan (2007), memperoleh hasil bahwa imbalan berhubungan secara signifikan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value = 0,003). Sementara hasil penelitin Darsiwan (2002), memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara imbalan dengan kinerja bidan dalam pertolongan persalinan (p-value =0,963)

Program Jampersal yang memberikan bantuan persalinan dengan gratis memiliki segi negatif. Sebab, program Jampersal bisa dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Seharusnya program tersebut lebih tepat diarahkan khusus untuk masyarakat ekonomi lemah. Selain itu, imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan sangatlah kecil. Padahal, dalam proses persalinan, tenaga yang harus dikeluarkan oleh bidan sangatlah besar

dan sangat berisiko. Belum lagi ketegangan yang harus dialami selama menunggu proses persalinan serta observasi yang dilakukan oleh bidan kadang membutuhkan waktu lebih dari 24 jam. Seorang bidan tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan proses persalinan, melainkan ada bantuan dari beberapa orang asisten. Para asisten tersebut juga harus mendapatkan hak mereka yaitu berupa gaji dan bonus setiap persalinan yang dilakukan. Belum lagi obat-obat serta alat medis sekali pakai yang dibutuhkan saat proses persalinan. Maka imbalan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan belumlah cukup.

. KESIMPULAN

Hasil analisis menggunakan uji regresi logistik diketahui bahwa variabel sikap (p-value = 0.044), motivasi (0.036), sumber daya (0.020), dan imbalan (0.021) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan. Variabel motivasi adalah paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja bidan dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan di Kota Padangsidimpuan.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan kepada pihak Pengelola program Jampersal, yaitu Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan, sebagai berikut: 4. Meningkatkan sosialisasi kepada

setiap bidan yang memiliki perjanjian kerja sama dengan tim pengelola program Jampersal guna


(5)

menjelaskan tentang program jampersal secara keseluruhan agar bidan tidak mengalami kesalahan persepsi mengenai program tersebut.

5. Untuk meningkatkan keberhasilan program Jampersal, maka Dinas Kesehatan perlu mengajukan anggaran kepada Pemerintah Kota Padangsidimpuan yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sebagai upaya untuk menambah imbalan bagi bidan yang ikut program Jampersal. DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2010.

Laporan Pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium

Indonesia 2010.

Badan Pusat Statistik, 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

2562/MENKES/ PER/XII/2011. Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

Gibson, Ivancevich, and Donelly, 1996. Nursing Management System Approach, Second Edition, Philadelphia, WB Sauders Company.

Sarlito Wirawan Sarwono, 1998. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta

Ishak, Arep dan Hendri, 2003. Manajemen Motivasi. Penerbit

PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta.

Suparjo, 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Pegawai Tidak Tetap Di Kabupaten Kudus, (Tesis) MIKM Universitas Diponegoro, Semarang.

Surani, Endang, 2007. Analisis Karakteristik Individu Dan Faktor Intrinsik Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa Dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Di Kabupaten Kendal Tahun 2007. PS Magister IKM. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Setiawan Wawan, 2007. Beberapa Faktor Yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Di Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Tasikmalaya. Program Pasca Sarjana IKM Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang.

Darsiwan, 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bidan di Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Magelang. Tesis Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang

Ajzen, Icek, 1994. Encyclopedia of psychology. John Wiley dan Sons. New York


(6)

Mueller, Daniel. 1992. Mengukur sikap sosial: Pegangan untuk peneliti dan praktisi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Saifuddin Azwar, 1998. Sikap Manusia: teori dan Pengukurannya. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Gitosudarmo, Indrayo dan Sudito, Nyoman, 2000. Perilaku Keorganisasian Edisi pertama cetakan ke 2 BPFE Yogyakarta. Azwar Azrul, 1996. Menjaga Mutu

Pelayanan Kesehatan. Aplikasi Prinsip Lingkaran Pemecahan Masalah. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta