9. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan toke di
daerah penelitian? 10.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil
nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5 GT di Kecamatan Datuk Bandar.
2. Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil nelayan
toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar.
3. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil
nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5 GT di Kecamatan Teluk Nibung.
4. Untuk Mengetahui sejauhmana perbandingan persentase bagi hasil
nelayan toke dan nelayan buruh perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.
5. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan toke perahu
bermotor 5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor 5 GT di Kecamatan Teluk Nibung
6. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu
bermotor 5 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan buruh perahu bermotor 5 GT di Kecamatan Teluk Nibung.
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
7. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan toke perahu
bermotor 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar dengan nelayan toke perahu bermotor 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.
8. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara nelayan buruh perahu
bermotor 5-9 GT dengan nelayan buruh 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung.
9. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan
toke di daerah penelitian. 10.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan buruh di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijakan khususnya yang berhubungan dengan pendapatan
nelayan toke dan nelayan buruh. 2.
Sebagai bahan referensi atau sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1 Tinjauan Pustaka
Perikanan ialah segala usaha penangkapan budidaya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya. Sedang yang dimaksud sumber perikanan ialah
binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan baik darat maupun laut Mubyarto, 1994.
Usaha penangkapan ikan di laut diserbut perikanan laut. Perikanan laut dilakukan di perairan-perairan pantai atau di lepas pantai. Usaha perikanan laut
meliputi penangkapan ikan, pengambilan kerang, pengambilan mutiara dan pengambilan rumput laut. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh penduduk
yang bertempat tinggal di daerah pantai. Sebagian dilakukan sebagai mata pencarian pokok, dan ada juga yang melakukan pada waktu-waktu tertentu saja.
Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan daerah dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya ikan sebab di
daerah dangkalan sinar matahari dapat tembus sampai ke dasar laut sehingga organisme di laut tumbuh dengan subur Evy,dkk.,2001.
Sesungguhnya tidaklah
mudah mendefinisikan nelayan dengan berbagai
keterbatasannya yaitu apakah berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, maupun status pekerjaan. Menurut Ensiklopedia Indonesia 1990 yang dikatakan nelayan
adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung, seperti penebar dan pemakai jaring maupun secara tidak langsung
seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapalikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan, sebagai mata pencarian. Sungguhpun
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
pendefinisian nelayan telah berkembang sedemikian rupa, Badan Pusat Statistik BPS mendefinisikan bekerjab sebagai nelayan termasuk individu yang bekerja
minimal satu jam pada sektor perikanan, dan memiliki status pekerjaan baik mereka terikat dengan sistem upah atau tidak. Juru mudi, nakhoda, tukang selam,
penebar jaring, dan sejenisnya termasuk ke dalam kategori jenis pekerjaan seseorangMulyadi,2005.
Indonesia memiliki potensi perikanan cukup besar yang dapat menjadi salah satu andalan pemasok bahan pangan sekaligus sumber pendapatan devisa
melalui ekspor. Meskipun demikian, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, terutama disebabkan oleh lemahnya sisi pengolahan dan pemasaran.
Permasalahan yang dihadapi terutama adalah tidak akuratnya data sumberdaya, ketidakpastian bahan mentah dan tidak berjalannya sistem industri pengolahan
ikan Hardjamulia,dkk.,2000. Nelayan dan petani ikan bermodal kecil dengankegiatan produknya
berukuran kecil smaal scale pada umumnya mengeluh terhadap penjualan hasil usahanya maupun terhadap pembelian bahan atau alat produksiyang diperlukan.
Harga ikan dan hasil perikanan lainnya di daerah produksi belum mampu memberi pendapatan yang wajar bagi nelayan dan petani ikan. Di daerah-daerah
produksi yang terisolir, harga ikan merosot secara tajam dalam musim banyak ikan tertangkap. Di pihak lain, para nelayan dan petani ikan yang bermukim di
daerah terisolir ini tertekan dengan kelangkaan dan harga yang tinggi dari bahan dan alat produksi yang diperlukan. Keadaan harga dari hasil perikanan, bahan dan
alat produksi seperti ini telah mengakibatkan permodalan nelayan dan petani ikan semakin merosot. Kelemahan modal usaha dari nelayan pada hakekatnya
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
bersumber darisikap mental nelayan sendiri. Mereka mempunyai sifat pemboros. Bila pada musim banyak ikan tertangkap mereka lebih suka berpesta secara
berlebihan, mereka enggan menabung sehingga kesempatan pembentukan modal sendiri dari hasil penjualan produk tidak akan terjadi. Bahkan modal usaha bisa
habis akibat sikap mental mereka itu. Untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya, mereka modal pinjaman kredit dari pihak pedagang pengumpul
tengkulak atau dari tukang pembunga uang walaupun dengan tingkat bunga yang tinggi. Mereka umumnya belum menggunakan kesempatan untuk mendapat
kredit dari lembaga perkreditan pemerintah. Hal ini disebabkan karena: 1.
Belum tahu tentang prosedur peminjaman. 2.
Lembaga perkreditan jauh dari tempat tinggal nelayan, sehingga membutuhkan banyak waktu untuk kesana.
3. Jaminan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga
perkreditan. 4.
Biaya pengurusan dipandang tinggi.\ Sebaliknya nelayan lebih senang meminjam dari pihak pedagang pengumpul
tengkulak atau pembunga uang karena dipandang lebih mudah, cepat didapat dan tanpa jaminan Hanafiah dan Saefuddin,1986.
Membicarakan modal dalam usaha pertanian tidak akan terlepas dari pembicaraan kredit. Karena kredit merupakan suatu alat atau cara untuk
menciptakan modal. Diakui dan terjadi di lapangan bahwa ada petani yang dapat memenuhi semua keperluan modalnya dari kekayaan yang dimilikinya. Bahkan
sebagian petani yang kaya bias membantu atau meminjamkan modal kepada petani lainnya yang memerlukan. Tetapi secara ekonomis dapat dikatakan bahwa
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
modal pertanian berasal dari milik sendiri atau pinjaman dari pihak lainnya. Modal yang berupa pinjaman dari pihak lain ini lazim disebut sebagai utang atau
kredit Daniel,2002. Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-
faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat dikatagorikan kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-
faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kondisi luar diri dan aktivitas kerja nelayan Kusnadi,2004. Agribisnis perikanan sering dihadapkan pada masalah risiko dan
ketidakpastian usaha yang tinggi, yang biasanya hal ini bersifat eksternalitas yaitu diluar jangkauan petani. Risiko produksi misalnya selalu dihadapi oleh para
nelayan karena produksi ikan dilaut tunduk pada milik umum property rights, dimana biasanya mereka yang kuat selalu memenangkan perolehan ikan dari laut.
Begitu pula halnya dengan risiko harga, selalu dihadapi para nelayan karena bentuk pasar yang sering dukuasai oleh para lembaga pemasaran tertentu.
Akibatnya pembagian keuntungan antara nelayan adalah tidak imbang Soekartawi,1994.
Indonesia dihadapkan pada masalah teknologi penangkapan ikan termasukindustri kapal dan alat tangkap ikan berikut teknologi penunjang lainnya
dalam memanfaatkan kekayaan sumberdaya laut. Berbagai alasan ilmiah, teknis, ekonomis, dan praktis dari pemanfaatan sumberdaya secara lestari dan perikanan
yang berlanjut sukar memisahkan urusan penangkapan ikan dari pengusahaan,
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
pengadaan, dan pengoprasian armada tangkap berikut alat tangkap dan kebutuhan penunjang lainnya Anonimous, 1997.
Penangkapan ikan laut di Indonesia belum sepenuhnya mengikuti peraturan antara lain ikan-ikan masih muda boleh ditangkap dan akibatnya di
beberapa daerah sekarang telah terjadi penipisan populasi ikan karena overfishing tersebut. Perikanan laut di Indonesia masih terhambat karena:
1. Teknik penagkapan yang masih sederhana.
2. Kapal ikan yang kecil-kecil.
3. Pemasaran yang kurang baik.
4. kurangnya kamar-kamar pendingin cold storage dan masalah transportasi
Brotowidjoyo,1999. Penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan
ikanbinatang air lainnyatanaman iar yang hidup di lautperairan umum secara bebas dan bukanmilik perseorangan. Pada umumnya penagkapan ditujukan
kepada ikanbinatang air lainnyatanaman yang hidup. Rumah tangga perikanan adalah rumah tangga yang melakukan penagkapan ikanbinatang air
lainnyatanaman air yang bertujuan sebagianseluruh hasilnya untuk dijual. Kegiatan operasi penangkapan rumah tanggga perikanan dapat dilakukan oleh
rumah tangga tersebut saja, oleh rumah tangga tersebut bersama-sama buruh atau oleh tenaga buruh saja. Jadi rumah tangga perikanan adalah unit ekonomi juga.
Menurut tingkat besarnya usaha, rumah tanggaperusahaan perikanan di perairanumum diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Yang tidak menggunakan perahu. b. Yang menggunakan perahu tanpa motor:
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
- jukung - perahu papan
1. Kecil perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 meter
2. Sedang perahu yang terbesar panjangnya 7 sampai 10 meter
3. Besar perahu yangterbesar panjangnya 10 meter atau lebih
c. Yang menggunakan kapal motor tempel d. Yang menggunakankapal motor.
Perahukapal penangkap adalah yanglangsung dugunakan dalam operasi penangkapan ikanbinatang air lainnyatanaman air. Kapal pengangkut tidak
termasuk kapal penangkap. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi dalam penangkapan yang biasanya terdiri dari perahukapal penangkapan
yang dipergunakan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikanbinatang air lainnyatanaman air. Orang yang
hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahukapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi
ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan
penangkapan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan
untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikanbinatang air lainnyatanaman air lainnya.
2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
ikanbinatang air lainnya. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan katagori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian besar waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapanpemeliharaan ikanbinatang air lainnyatanaman air lainnya.
BPS,2005. Modal sosial didefinisikan sebagai aspek-aspek dari struktur hubungan
antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Elemen- elemen pokok dari modal sosial mencakup:
1. Saling percaya yang meliputi adanya kejujuran, kewajaran, toleransi, dan
kemurahan hati. 2.
Jaringan sosial yang meliputi adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas,kerjasama dan keadilan.
3. Pranata yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama,norma-norma dan
sanksi-sanksi serta aturan-aturan. Dilihat dari elemen-elemen pokok modal sosial, maka kelembagaan sosial
ekonomi patron-klien toke-anak buah yang ditemui pada komunitas nelayan di Sumatera Utara merupakan salah satu potensi modal sosial yang ada. Meskipun
tidak sepenuhnya elemen-elemen pokok modal sosial tersebut ditemui dan berjalan sebagaimana mestinya, tetapi sejumlah elemen modal sosial merupakan
dasar bagi lahirnya kelembagaan patron-klien. Secara umum pranata patron-klien merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya saling percaya antara beberapa
golongan komunitas nelayan, yaitu pertama golongan pemilik kapal modal ekonomi yang di Sumatera Utara dikenal dengan sebutan toke yang berperan
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
sebagai patron. Kedua, yaitu golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi tetapi memiliki modal lain diantaranya keahlian dan tenaga.
Golongan yang memiliki keahlian diantaranya nakhoda dan teknisi sedangkan yang memiliki modal tenaga adalah yang berperan sebagaipekerja selain nakhoda
dan teknisi. Golongan yang memiliki modal keahlian dan tenaga ini biasanya dikenal dengan sebutan buruh yang berperan sebagai klien. Adanya saling percaya
diantara beberapa golongan komunitas nelayan tersebut membuat mereka mampu membentuk jaringan sosial Nasution,dkk.,2005.
Hasil penelitian dari Susilo 1987 menunjukkan bahea distribusi pendapatan dari pola bagi hasil tangkapan sangatlah timpang diterima antara
pemilik dan awak kapal. Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal dan pemilik kapal adalah setengah-setengah. Akan tetapi bagian yang diterima
awak kapal harus dibagi lagi dengan sejunlah awak yang terlibat dalam aktivitas kegiatan kapal. Semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang
diterima awaknya. Selain itu, pola umum bagi hasil di beberapa daerahTeluk Lampung dan Pasuruan menunjukkan bahwa pemilik selain mendapat setengah
dari hasil bersih tangkapan juga memperoleh 15 dari jumlah kotor hasil tangkapan sebagai cadangan jika ada kerusakan perahu ataupun jaring. Dengan
demikian pemilik kapal juragan darat rata-rata menerima sekitar 65 dari keseluruhan hasil tangkapan. Sebaliknya rata-rata awak kapal mendapatkan hasil
jauh lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pemilik kapal. Bagian untuk awak kapal tersebut dibagi berdasarkan porsi keterlibatannya secara khusus sebagai
awak Mulyadi,2005.
Deasy Yunawati : Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor 5 GT dan 5-9 GT Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi
Sumatera Utara, 2008 USU Repository © 2008
2.2 Landasan Teori