Berbagai kegiatan ARF dalam empat cakupan kerja sama tersenut telah memberikan dampak nyata bagi pengembangan rasa
saling percaya di antara Negara-negara di kawasan. Salah satu kegiatan besar ARF yang menunjukkan keberhasilan itu adalah
penyelenggaraan ARF Disaster Relief Exercise ARF Direx di Manado, 14-19 Maret 2011. Kegiatan itu melibatkan 4.334 orang dari
25 negara dan 6 International Non-Governmental Organizatition NGO. Latihsn tersebut menguji prosedur penanggulangan bencana
yang melibatkan bantuan asing, termasuk pengerahan personel dan asset militer. Signifikasi isu-isu non-tradisional sebagai area kerja
sama yang potensial di kawasan, seperti penanggulangan bencana, kejahatan lintas Negara, misi pemiliharaan perdamaian amkin
mendapatkan perhatian dalam pembahasan di ARF. Keunikan yang dimiliki ARF dengan 27 peserta yang berpengaruh di dunia
internasional saat ini diarahkan untuk memberikan kontribusi bagi penyelesaian berbagai isu-isu seperti tersebut diatas.
2.3.2 Perkembangan isu-isu dalam Pilar Komunitas Politik Keamanan
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN mengacu pada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti Piagam ASEAN, Zona Bebas Senjata
Nuklir Asia Tenggara Zone of Peace, Freedom and NeutralityZOPFAN, Traktat Persahabatan dan Kerja sama Negara-negara ASEAN Treaty of Amity
and Cooperation in Southeast AsiaTAC, dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara Treaty on Southest Asia Nuclear Weapon-Free ZoneSEANWFZ
42
Universitas Sumatera Utara
termasuk juga Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang terkait lainnya.
1 Zona Bebas Sejata Nuklir Asia Tengggara
Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara SEANWFZ merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk mewujudkan kawasan
Asia Tenggara yang bebas dari nuklir. Traktat itu ditandatangani pada KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995. Penandatangan Traktat
tersebut juga merupakan kontribusi terhadap upaya menuju pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh dan mendorong perdamaian serta
keamanan internasional. Selain itu, Traktat itu juga bertujuan untuk melindungi Kawasan Asia Tenggara dari pencemaran lingkungan dan
bahaya yang disebabkan oleh sampah radio aktif dan bahan-bahan berbahaya lainnya.
Dakam rangka mendorong unversalisasi Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty CTBT di kawasan Asia Tenggara, Protokol
SEANWFZ merupakan starategi yang sistematis dan terarah untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan Bebas Nuklir dan
terbebas dari segala senjata pemusnah massal lainnya. Traktat SEANWFZ mulai berlaku sejak 27 Maret 1997, ASEAN berupaya
mendorong Negara-negara pemilik senjata nuklir, yaitu Amerika Serikat, Inggris, RRT, Rusia, dan Prancis untuk menyelesaikan
aksesinya terhadap Protokol dari Traktat SEANWFZ. Diaksesinya protocol SEANWFZ oleh Negara pemilik senjata nuklir akan
43
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan komitmen ketertarikan secara hukum di dalam protocol tersebut untuk mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir.
2 Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral
Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral Zone of Peace, Freedom and Neutrality DeclarationZOPFAN merupakan kerangka
perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara tetapi juga mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas,
termasuk dengan Negara-negara besar major powers dalam bentuk serangkaian tindak pengekangan diri secara sukarela voluntary self-
restraint. Dengan demikian, ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan Negara besar di kawasan, tetapi justru memungkinkan
keterlibatan Negara-negara tersebut secara konstruktif dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.
3 Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia TAC atau Traktat Persahabatan dan Kerja sama merupakan sebuah Traktat yang
bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan di Kawasan Asia Tenggara. Traktat itu pada intinya mengatur
mekanisme penyelesaian konflik di antara Negara-negara penandatanganan TAC secara damai melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut : a.
saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas territorial, dan identitas nasional semua bangsa,
44
Universitas Sumatera Utara
b. hak setiap Negara untuk mempertahankan eksistensi
nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, atau paksaan,
c. bebas campur tangan dalam urusan internal Negara lain,
d. penyelesaian perbedaan atau sengketa dengan cara damai,
e. tidak menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan,
dan f.
kerja sama yang efektif TAC ditandatangani pada tahun 1979 oleh Para Kepala Negara
lima Negara pendiri ASEAN. Traktat ini diamandemen pada tahun 1987 untuk membuka aksesi Negara-negara di kawasan lain ke dalam
TAC. Sampai dengan saat ini, 28 negara, termasuk 10 negara ASEAN, telah mengaksesi TAC. Negarapihak terakhir yang mengaksesi TAC
adlah Inggris dan Uni Eropa yang mengaksesi TAC pada bulan Juli 2012.
4 Perlindungan Hak Azasi Manusia
Dalam rangka pemajuan dan perlindungan Hak Azasi Manusia HAM ASEAN telah membentuk Komisi Hak Azasi Manusia Antar
Pemerintah ASEAN ASEAN Intergovernmental Commission on Human RightsAICHR pada KTT ke-15 ASEAN, di Cha Am Hua
Hin, Thailand, 23 OKTOBER 2009. AICHR merupakan sebuah badan konsultatif antar-Pemerintah ASEAN, dan menjadi bagian internal
dalam struktur Organisasi ASEAN. AICHR merupakan lembaga
45
Universitas Sumatera Utara
HAM di ASEAN yang bersifat menyeluruh dan bertanggung jawab untuk pemajuan serta perlindungan HAM di ASEAN. AICHR
memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan badan ASEAN lainnya yang terkait dengan HAM dalam rangka melakukan
koordinasi dan sinergi di bidang HAM. Untuk memnuhi fungsinya dalam rangka memajukan dan
melindungi HAM, AICHR memiliki mandate untuk 1 membentuk ASEAN Human Rights Declaration dan instrumen hukum mengenai
HAM, 2 meningkatkan kesadaran masyarakat akan HAM, 3 mendorong peningkatan kapasitas Negara anggota ASEAN untuk
mengimplementasikan kewajiban HAM secara efektif, 4 memperkuat norma-norma HAM di ASEAN, 5 mendorong
keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada berbagai instrumen HAM internasional, 6 mendorong dialog dan konsultasi serta kerja sama di
antara Negara anggota ASEAN yang melibatkan institusi nasional, internasional, dan pemangku kepentingan lainnya, 7 memberikan
masukan dan bantuan teknis untuk Badan Sektoral ASEAN, dan 8 melaporkan semua kegiatan kepada ASEAN Foreign Ministers
Meeting. Tiap-tiap Negara anggota ASEAN menunjuk seorang
perwakilan yang dianggap cakap di bidang HAM, dan bertugas untuk masa waktu tiga tahun, dapat ditunjuk kembali dalam satu kali periode
masa tugas. Dalam melaksanakan tugasnya, AICHR sebagai institusi yang dibentuk oleh Piagam ASEAN memiliki ikatan dengan badan
46
Universitas Sumatera Utara
ASEAN terkait. Secara kelembagaan, AICHR merupakan subordinat dari ASEAN Foreign Ministers Meeting. Sebagaimana diatur di dalam
Terms of Refrence of AICHR, ASEAN Foreign Ministers Meeting berwenang menugasi AICHR untuk melakukan kegiatan khusus dan
berwenang memrintah AICHR untuk mengadakan pertemuan tambahan, apabila diperlukan. Selain itu, AICHR diwajibkan untuk
menyampaikan laporan tahunan dan laporan aktivitas AICHR lainnya kepada ASEAN Foreign Ministers Meeting.
Salah satu capaian penting di tahun 2012 dalam bidang perlindungan HAM adalah diadopsinya ASEAN Human Rights
Declaration AHRD pada KTT ASEAN ke-21 melalui Phnom Penh Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration.
Pengesahan AHRD merupakan tonggak bersejarah dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan. Di dalam Phnom Penh
Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration ditegaskan bahwa implementasi dari AHRD akan dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip HAM universal. Sebagai suatu dokumen politis, AHRD akan dijadikan sebagai dasar atau sumber inspirasi bagi
berbagai dokumenperjanjian HAM ASEAN yang akan disiapkan di masa yang akan dating.
5 Laut China Selatan
Laut China Selatan merupakan wilayah strategis yang berbatasan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia,
47
Universitas Sumatera Utara
Singapura, Vietnam, dan RRT. Di beberapa bagian terjadi tumpang tindih yuridiksi antara claimant states Brunei Darussalam, Filipina,
Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi. Dalam upaya menjaga perdamaian
dan stabilitas di Laut China Selatan, para Menteri Luar Negeri Negara anggota ASEAN mengeluarkan ASEAN Declaration on the South
China Sea yang ditandatangani di Manila tanggal 22 Juli 1992. Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi ini, antara lain,
menekankan perlunya penyelesaian sengketa secara damai, dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait dengan safety
of maritime navigation and communication; perlindungan atas lingkungan laut; koordinasi search and rescue; upaya memerangi
pembajakan di laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan obat-obatan.
Sepuluh tahun kemudian, bersama RRT, ASEAN mengeluarkan Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea DOC
yang ditandatangani di Phnom Penh, Kamboja, pada 4 November 2002. Deklarasi ini berisikan komitmen dari Negara anggota ASEAN
dan Tiongkok pada tahun 2011 RRT dan ASEAN berhasil menyepakati Guidelines for the implementation of the DOC
Declaration on Conduct of the parties in the South China Sea. Kesepakatan itu membuka kesempatan bagi upaya implementasi DOC
melalui pelaksanaan kegiatan atau proyek kerja sama antara ASEAN dan RRT di kawasan Laut China Selatan dan bagi dimulainya
48
Universitas Sumatera Utara
pembahasan awal mengenai pembentukan suatu regional Code of Conduct in the South China Sea CoC yang akan berfungsi sebagai
sebuah mekanisme operasional pencegahan konflik dan bertujuan untuk mengatur tata prilaku Negara secara efektif effectively regulate
the behavior.
2.4 Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme