dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan slurry dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk Nandiyanto, 2007
Dengan teknologi tertentu, gas metana dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin
tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas metana dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya
LPG Rahman, 2005.
2.4 Faktor yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik
Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada faktor:
2.4.1 Temperatur Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan
bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7
o
C, bakteri mesophilic pada temperatur 13 – 40
o
C sedangkan thermophilic pada temperatur 55 – 60
o
C Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30 – 35
o
C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana
di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap well buffered
dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40
o
C produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya
akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur
berkisar antara 2
o
C jam, bakteri mesophilic 1
o
Cjam dan bakteri thermophilic 0.5
o
Cjam Fry, 1973.
2.4.2 Derajat Keasaman pH Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan
mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 – 9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk
digester antara 7 – 8,5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH
Universitas Sumatera Utara
bahannya pada keadaan alkali basa. Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 –
8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat
keasaman dari bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil
dari keluaraneffluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel Fry, 1974.
2.4.3 Ketersediaan Unsur Hara Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang
mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan
oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang
sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Nutrisi yang
penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk
mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik Amaru, 2004
2.4.4 Alkalinitas Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonatCO
3 2-
dan bikarbonat HCO
3 -
yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah
yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba.
Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam satuan mgL CaCO
3
Amaru, 2004
Universitas Sumatera Utara
2.5 Tahapan Metabolisme dalam Degradasi Anaerobik