Evaluasi penentuan harga jual produk (studi kasus pada kerajinan Agus Ceramics)

(1)

EVALUASI PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK (Studi Kasus pada Kerajinan Agus Ceramics)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Monica Felicia Mutiarasari Putri NIM: 132114051

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

EVALUASI PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK (Studi Kasus pada Kerajinan Agus Ceramics)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Monica Felicia Mutiarasari Putri NIM: 132114051

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv MOTTO

Dan ketahuilah, Aku menyertaimu senantiasa sampai akhir zaman

.”

(Matius 28: 20)

“Bagaimana engkau tumbuh, bila senantiasa memilih layu? Bukankah kau

harus bertumbuh agar sesamamu beroleh manfaat daripadamu?”

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan Santa Monica Papa dan Mama Saudaraku Koko Edo, Lita dan Richard Adhitya Putra W. Bapak Ibu Dosen, Sahabat serta Teman-teman


(6)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: EVALUASI PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK

Studi Kasus pada Kerajinan Agus Ceramics

dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 15 Juni 2017 adalah hasil karya saya. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 31 Mei 2017 Yang membuat pernyataan,


(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Monica Felicia Mutiarasari Putri

Nomor Mahasiswa : 132114051

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK Studi Kasus pada Kerajinan Agus Ceramics

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpang, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Mei 2017

Yang menyatakan,


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. Albertus Yudi Yuniarto, SE., M.B.A. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ilsa Haruti Suryandari, SE., SIP., M.Sc., Akt., CA. selaku dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa menyertai selama 4 tahun kuliah di Universitas ini.

5. Drs. G. Anto Listianto, M.S.A, Akt. selaku pembimbing, sahabat,dan keluarga yang telah sabar membantu dan membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Agus Sugiarto selaku pemilik Kerajinan Agus Ceramics yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan telah bersedia memberikan data yang diperlukan.

7. Papa dan Mama yang peduli pada pendidikan anaknya, dan banyak mendorong dan mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat selesai.

8. Saudaraku Koko Edo, Lita dan Richard yang senantiasa memberikan semangat dan dorongan pada penulis dalam penyelesaian skripsi.


(9)

viii

9. Adhitya Putra W. yang senantiasa mendampingi dan memberikan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan skripsi.

10.Teman-teman seperjuangan mulai dari teman-teman Kelas B angkatan 2013 dan kelas MPAT yang mendoakan kelancaran penulisan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 31 Mei 2017


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... .... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .... iii

HALAMAN MOTTO ... .... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... .... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... .... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A.Biaya Produksi ... 7

1. Pengertian Biaya Produksi ... 7

2. Unsur-Unsur Biaya Produksi ... 8

2.1 Biaya Bahan Baku ... 8

2.2 Biaya Tenaga Kerja ... 9

2.2.1 Jenis Tenaga Kerja ... 9

2.2.2 Sifat-Sifat Tenaga Kerja Langsung ... 9

2.3 Biaya Overhead Pabrik ... 10

2.3.1 Biaya Overhead Pabrik menurut Perilakunya ... 12

2.3.2 Sifat-Sifat Biaya Overhead Pabrik Dibebankan ... 12

2.3.3 Dasar Pembebanan Biaya Overhead Pabrik pada Produk ... 13

B.Akutansi Produk Bersama ... 15

1. Pengertian Biaya Bersama ... 16

2. Pengertian Produk Bersama ... 17

3. Alokasi Biaya ... 18

3.1Metode Alokasi Biaya Produk Bersama ... 19

C.Harga Pokok Produksi ... 24

1. Pengertian Harga Pokok Produksi ... 24

2. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ... 24

2.1 Metode Penentuan Harga Pokok Pesanan ... 25

2.2 Metode Harga Pokok Proses ... 28


(11)

x

3.1 Metode Full Costing ... 30

3.2 Metode Variabel Costing ... 31

D.Harga Jual Produk ... 32

1. Pengertian Harga Jual Produk ... 32

2. Metode Penentuan Harga Jual Produk ... 33

2.1 Metode Taksiran (Judgemental Method) ... 34

2.2 Metode Berbasis Pasar (Market-Based Method)... 34

2.3Metode Berbasis Biaya (Cost-Based Method) ... 37

E.Pengukuran Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk .. 40

1. Pengukuran Harga Pokok Produksi ... 40

2. Pengukuran Harga Jual Produk ... 40

3. Evaluasi Harga Jual Produk ... 40

A. Menetukan Harga Pokok Produksi yang Tepat ... 40

B. Menentukan Mark-Up ... 41

F. Review Penelitian Terdahulu ... 41

BAB III METODE PENELITIAN... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Data yang Diperlukan ... 45

F. Teknik Analisa Data ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 48

A. Letak Perusahaan ... 48

B. Sejarah Perusahaan... 48

C. Visi dan Misi Perusahaan ... 49

D. Bahan Baku ... 50

E. Tenaga Kerja Langsung ... 50

F. Overhead Pabrik ... 51

G. Proses Produksi ... 55

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Data ... 57

B. Analisis Data ... 59

C. Pembahasan ... 82

BAB VI PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Saran ... 85


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Pesanan Bulan Februari 2017 pada Kerajinan Agus

Ceramics ... 57

Tabel 2 Perkiraan Pemakaian Bahan... 58

Tabel 3 Perkiraan Biaya ... 58

Tabel 4 Harga Perolehan Alat Kerja dan Gedung ... 59

Tabel 5 Perkiraan Harga Pokok Produksi Souvenir menurut Kerajinan Agus Ceramics ... 59

Tabel 6 Harga Jual Souvenir menurut Kejarinan Agus Ceramics... 59

Tabel 7 Penghitungan Biaya Bahan Baku Pesanan A ... 60

Tabel 8 Penghitungan Biaya Bahan Baku Pesanan B ... 61

Tabel 9 Penghitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung Pesanan A ... 60

Tabel 10 Penghitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung Pesanan B ... 60

Tabel 11 Penghitungan Alokasi Biaya Bersama ... 61

Tabel 12 Penghitungan Alokasi Biaya Cat Clear Ke Masing-masing Pesanan ... 62

Tabel 13 Penghitungan Alokasi Biaya Kuas Ke Masing-masing Pesanan ... 63

Tabel 14 Penghitungan Alokasi Biaya Listrik Ke Masing-masing Pemakaian ... 64

Tabel 15 Penghitungan Beban Listrik pada Masing-masing Pesanan ... 65

Tabel 16 Penghitungan Beban Depresiasi Gedung pada Masing-masing Pesanan ... 66

Tabel 17 Penghitungan Biaya Bahan Penolong ... 67

Tabel 18 Penghitungan Biaya Bahan Habis Pakai pada Pesanan A ... 67

Tabel 19 Penghitungan Biaya Bahan Habis Pakai pada Pesanan B ... 68

Tabel 20 Penghitungan Biaya Tenga Kerja Tidak Langsung pada Masing-masing Pesanan... 69

Tabel 21 Beban Depresiasi Gedung Pabrik Bulan Februari 2017 ... 70

Tabel 22 Beban Depresiasi Alat Kerja Bulan Februari 2017 ... 70

Tabel 23 Penghitungan Beban Depresiasi Alat Kerja Per Pieces Pesanan ... 71

Tabel 24 Penghitungan Beban Depresiasi Alat Kerja pada Masing-masing Pesanan... 71

Tabel 25 Beban Depresiasi Alat Kerja ... 72

Tabel 26 Beban Listrik PLN ... 73

Tabel 27 Penghitungan Biaya Overhead Pabrik menurut Perilakunya pada Pesanan A ... 73

Tabel 28 Penghitungan Biaya Overhead Pabrik menurut Perilakunya pada Pesanan B ... 74

Tabel 29 Harga Pokok Pesanan pada Pesanan A ... 74

Tabel 30 Harga Pokok Pesanan pada Pesanan B ... 74


(13)

xii

Tabel 32 Harga Jual Produk pada Pesanan B ... 75 Tabel 33 Perbandingan Konsep Penghitungan menurut Perusahaan dan

Kajian Teori ... 76 Tabel 34 Perbandingan Harga Pokok Pesanan Setiap Pesanan ... 78 Tabel 35 Perbandingan Harga Jual Produk Setiap Pesanan ... 79


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman

1 Transkrip Wawancara ... 92 2 Daftar UMR Yogyakarta 2017 ... 95


(15)

xiv ABSTRAK

EVALUASI PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK Studi Kasus pada Kerajinan Agus Ceramics

Monica Felicia Mutiarasari Putri NIM : 132114051

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2017

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penentuan harga jual produk jika dibandingkan dengan kajian teori. Penelitian ini dilakukan pada Kerajinan Agus Ceramics yang berlokasi di Pundong, Bantul, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Metode penelitian dilakukan dengan teknik deskriptif kuantitatif. Teknik analisa data yang digunakan adalah penghitungan harga jual produk dengan metode berbasis biaya pendekatan full cost-plus mark-up. Langkah menganalisis data yaitu dengan: 1) menghitung biaya bahan baku langsung; 2) menghitung biaya tenaga kerja langsung; 3) menghitung biaya overhead pabrik; 4) menghitung harga pokok produksi; 5) menghitung harga jual produk; 6) membandingkan konsep penghitungan harga pokok produksi dan harga jual produk menurut perusahaan dan menurut kajian teori; 7) membandingkan penghitungan harga pokok produksi menurut perusahaan dan menurut kajian teori; 8) menghitung harga jual produk menurut perusahaan dan menurut kajian teori; dan 9) menyimpulkan penentuan harga jual produk pada perusahaan berdasarkan penghitungan dan analisis yang sudah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan pada penghitungan harga jual produk menurut perusahaan dan penghitungan harga jual produk menurut kajian teori. Terbukti dari perbedaan penghitungan harga jual produk sebesar 46,2% pada Produk A dan 60,3% pada Produk B. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan kosep penghitungan harga jual produk menurut perusahaan dan menurut kajian teori, dimana perusahaan mementingkan keuntungan sebesar-besarnya ketimbang keakuratan penghitungan yang didasari penggolongan biaya yang tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga jual produk menurut Kerajinan Agus Ceramics belum sesuai dengan kajian teori.

Kata kunci: harga pokok produksi, harga jual produk, dan full cost-plusmark-up.


(16)

xv ABSTRACT

THE EVALUATION OF PRODUCT SALES PRICE A Case Study at Agus Ceramics Craft

Monica Felicia Mutiarasari Putri NIM : 132114051

Sanata Dharma University Yogyakarta

2017

The aims of this research is to find out the accuracy in determining the product sales price when compared with the decision of the product sales price based on theory examination. This research is conducted on Agus Ceramics Craft located in Pundong, Bantul, Yogyakarta.

The type of research is case study. The research method is done by quantitative descriptive thecnique. The thecniques used in data analysis is calculating the product sales price with cost-based pricing method full cost-plus mark-up approach. Step of analysis data that is by: 1) calculate direct material cost; 2) calculate direct labor cost 3) calculate factory overhead cost; 4) calculate cost of goods manufactured; 5) calculate product sales price 6) comparing the concept of calculating the cost of goods manufactured and the product sales price according to the company and according to the theory examination; 7) comparing the calculating of cost of goods manufactured according to the company and according to the theory examination; 8) comparing the calculating of product sales price according to the company and according to the theory examination; and 9) concludes the determination of the product selling price on the company based on the calculation and analysis that has been done.

The result of the research showed that there was difference between the calculation of product sales price according to the company and the calculation of product sales price according to the theory examination. Evident from the difference in the calculation of product sales price of 46.2% in Product A and 60,3% in Product B. The difference occured due to differences calculation concept of the product salles price according to the company and according to theory examination, where the company prioritized profits as much as possible rather than accuracy calculations based on appropriate cost classification. Thus it could be concluded that the product sales price according to Agus Ceramics Craft did not in accordance with the of theory examination.

Keywords: cost of goods manufactured, product sales price and full cost-plus mark-up.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mulyadi (1993: 97) menyatakan bahwa, penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau jasa yang siap untuk dijual dan dipakai. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan dalam mengambil keputusan penentuan harga jual. Perusahaan harus mampu menentukan biaya yang timbul dalam produksi yang sesuai dengan proses bisnis perusahaan, agar perusahaan dapat menentukan harga pokok produksi dengan tepat.

Penentuan harga pokok produksi pada setiap perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda karena setiap perusahaan memiliki proses bisnis yang berbeda. Perusahaan tidak bisa sembarangan dalam menentukan harga pokok produksi, karena jika tidak tepat dalam menentukan harga pokok produksi akan mempengaruhi pengambilan keputusan penentuan harga jual. Apabila penentuan harga pokok produksi terlalu rendah maka harga jual juga rendah sehingga laba yang diperoleh tidak maksimal. Sehingga lama-kelamaan akan mengurangi minat untuk melakukan investasi baru bagi perusahaan tersebut, bahkan mungkin saja akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan apabila biaya-biaya yang diperlukan mengalami peningkatan sedangkan harga jual tidak berubah. Sebaliknya bila penentuan harga pokok produksi terlalu tinggi


(18)

maka keputusan penentuan harga jual akan menjadi tinggi, akibatnya minat konsumen untuk membeli produk menjadi berkurang dan dapat mengakibatkan konsumen mungkin lari ke produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan pesaing apabila perusahaan pesaing dapat menawarkan produk sejenis dengan kualitas yang relatif sama dan harga yang cenderung lebih rendah. Apabila terjadi demikian maka hal ini akan berdampak mengurangi kemampuan perusahaan untuk dapat bersaing di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang lebih relevan dalam penentuan harga jual yang lebih tepat.

Kebijakan penentuan harga jual oleh manajemen idealnya memastikan pemulihan (recovery) atas semua biaya dan mencapai laba yang diinginkan dalam kondisi sulit sekalipun (Carter dan Usry, 2004). Meskipun penawaran dan permintaan biasanya merupakan faktor penentu dalam penetapan harga tetapi penetapan harga jual yang menguntungkan bagi perusahaan memerlukan pertimbangan atas biaya.

Pertimbangan perusahaan dalam keputusan penentuan harga jual pada kenyataannya seringkali belum tepat karena banyak perusahaan, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menentukan harga jual produk mereka tidak berdasarkan perhitungan dan prinsip akuntansi yang benar, melainkan menggunakan perkiraan manajemen atau pemilik. Maka dari itu tidak mengherankan apabila banyak UMKM yang kemudian gulung tikar karena penghasilan dari penjualan produk atau jasa mereka tidak dapat menutup seluruh biaya produksi dan menghasilkan laba yang diharapkan.


(19)

Oleh karena itu penentuan harga jual harus tepat, dengan didasari oleh harga pokok produksi yang dikalkulasi dengan mark-up (Mulyadi 2005: 348).

Dalam penelitian Magdalena (2010), Pancawati (2014), dan Florensia, et al. (2015), menyatakan bahwa penetapan harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih rendah daripada harga pokok produksi sebenarnya, sehingga harga jual juga ditetapkan lebih rendah. Sebaliknya Cahyadi (2008), Erawati dan Syafitri (2012), dan Djumali, et al. (2014) menyatakan bahwa harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih tinggi daripada harga pokok produksi sesungguhnya, sehingga harga jual ditetapkan lebih tinggi. Berdasarkan gap tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti penentuan harga jual pada Kerajinan Agus Ceramics, karena memiliki proses bisnis berdasarkan pesanan konsumen. Proses bisnis seperti ini akan membuat pemilik usaha untuk bisa membuat produk yang berbeda-beda (heterogen) tergantung permintaan konsumen dan dapat menentukan harga jual diawal sebelum proses produksi dimulai untuk mendapatkan kesepakatan.

Kerajinan Agus Ceramics masih mengandalkan intuisi pemilik dalam penentuan harga jual produknya. Pada prinsipnya penentuan harga jual Kerajinan Agus Ceramics hanya berfokus pada keuntungan yang diperoleh tanpa perhitungan biaya yang tepat dan terperinci.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Evaluasi Penetapan Harga Jual Produk pada Kerajinan Agus Ceramics.”


(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penentuan harga jual produk pada Kerajinan Agus Ceramics sudah sesuai dengan kajian teori?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada evaluasi penetapan harga jual produk souvenir gerabah teknik cetak dan teknik putar pesanan bulan Februari 2017 pada Kerajinan Agus Ceramics.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penentuan harga jual produk pada Kerajinan Agus Ceramics jika dibandingkan dengan kajian teori.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi sehingga membantu perusahaan dalam mengembangkan dan memperbaiki penentuan harga pokok produksi pesanan dan harga jual produk.

2. Mahasiswa dan Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bisa menjadi bagian kepustakaan Universitas Sanata Dharma yang bermanfaat untuk referensi dalam tugas-tugas mahasiswa atau hanya sekedar menambah pengetahuan dalam bidang akuntansi manajemen.


(21)

3. Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai penentuan harga pokok produksi pesanan dan penentuan harga jual lebih mendalam, karena peneliti bisa memperaktikan teori yang ada secara langsung di lokasi penelitian.

F. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan harga pokok produksi dan harga jual produk, yang meliputi pengertian dan unsur-unsur biaya produksi; pengertian produk bersama dan metode penghitungan alokasi biaya persama; pengertian harga pokok produksi, metode pengumpulan harga pokok produksi dan metode penentuan harga pokok produksi; serta pengertian harga jual, metode penentuan harga jual, dan penentuan mark-up. Bab ini juga berisi pengukuran harga jual produk yang tepat serta review penelitian terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bagian ini, menguraikan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, sumber data,


(22)

teknik pengumpulan data, data yang diperlukan dan teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai letak perusahaan, sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan. Selain itu akan dibahas juga tentang bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan perusahaan, overhead pabrik yang ada, dan proses produksi perusahaan.

BAB V : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan mengenai hasil penelitian dengan cara membandingkan penghitungan harga pokok produksi pada perusahaan dengan kajian teori. Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah penghitungan harga pokok produksi yang diguakan sebagai dasar harga jual produk pada perusahaan tersebut sudah sesuai atau belum.

BAB VI : PENUTUP

Pada bab ini disajikan kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan saran yang diperoleh dari hasil pembahasan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan dan peneliti selanjutnya dalam menghitung harga jual produk.


(23)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Biaya Produksi

1. Pengertian Biaya Produksi

Riwayadi (2014: 17) mendefinisikan bahwa, biaya produksi (manufacturing cost) adalah biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah hubungan fungsional atau sebab akibat antara input dan output. Dalam hal ini input adalah sebab dan output sebagai akibat. Input produksi dikenal dengan faktor-faktor produksi, yaitu modal, tenaga kerja, sumber daya alam, dan teknologi atau kewirausahaan. Sementara output dikenal dengan jumlah produksi.

Hansen dan Mowen (2004: 50) mendefinisikan bahwa, biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa.

Sementara Carter dan Usry (2005: 24) mendefinisikan bahwa, biaya produksi adalah jumlah dari tiga unsur biaya yaitu biaya produksi langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

Dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah biaya yang berhubungan dengan biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.


(24)

2. Unsur-Unsur Biaya Produksi

Biaya produksi terdiri atas biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.

Penghitungan biaya produksi ke dalam penentuan harga pokok produksi sangatlah penting, karena biaya produksi merupakan unsur biaya yang dihitung dalam harga pokok produksi. Berikut ini penjelasan mengenai macam-macam biaya tersebut:

2.1Biaya Bahan Baku

Siregar (2013: 38) mendefinisikan biaya bahan baku sebagai besarnya nilai bahan baku yang dimasukkan ke dalam proses produksi untuk diubah menjadi barang jadi.

Bahan baku adalah bahan yang akan diolah melalui proses produksi menjadi produk selesai. Bahan baku yang digunakan dapat diperoleh melalui pembelian lokal, import, atau pengolahan sendiri.

Carter (2009: 40) menyatakan biaya bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Bahan Baku Langsung

Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk integral dari produk jadi dan dimasukan secara eksplisit dalam penghitungan biaya produk.

b. Bahan Baku Tidak Langsung

Bahan baku tidak langsung adalah bahan baku yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk tetapi tidak di klasifikasikan


(25)

sebagai bahan baku langsung karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk.

2.2Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja adalah semua balas jasa (teken prestasi) yang diberikan oleh perusahaan kepada semua karyawan.

2.2.1Jenis Tenaga Kerja

Carter (2009 : 42) membagi tenaga kerja menjadi dua jenis yaitu : 1) Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konveksi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu.

2) Tenaga Kerja Tidak Langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak secara langsung ditelusuri ke konstruksi atau komposisi produk jadi. 2.2.2 Sifat-Sifat Tenaga Kerja Langsung

Adisaputro dan Anggarini (2011: 217) dalam Sari (2016), menyatakan sifat – sifat tenaga kerja langsung sebagai berikut: a. Besar kecilnya biaya untuk tenaga kerja jenis ini berhubungan secara langsung dengan tingkat kegiatan produksi.

b. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja jenis ini merupakan biaya variabel.


(26)

c. Secara umum tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja yang kegiatannya langsung dapat dihubungkan dengan produk akhir (terutama dalam penentuan harga pokok).

2.3Biaya Overhead Pabrik

Hansen dan Mowen (2009: 57) mendefinisikan bahwa, biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

Mulyadi (2005: 194-195) menggolongkan biaya overhead pabrik menurut sifatnya adalah sebagai berikut:

a. Biaya Bahan Penolong

Biaya bahan penolong yaitu bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

b. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan

Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai (factory supplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan equipment, kendaraan dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.


(27)

c. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang dibutuhkan dalam proses menghasilkan suatu barang, tetapi tidak terlibat secara langsung di dalam proses produksi. Biaya tenaga kerja tidak langsung terdiri dari upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung tersebut.

d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan equipment, perkakas laboratorium, alat kerja, dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.

e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya asuransi gedung dan emplasemen, asuransi mesin dan equipment, asuransi kendaraan, dan asuransi kecelakaan karyawan.

f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai. Biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya.


(28)

2.3.1. Biaya Overhead Pabrik menurut Perilakunya

Mulyadi (2005: 195) menyatakan bahwa, penggolongan biaya overhead pabrik menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume produksi dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

a. Biaya Overhead Tetap

Biaya Overhead pabrik tetap adalah biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.

b. Biaya Overhead Variabel

Biaya overhead pabrik variabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi dalam rentang relevan.

c. Biaya Overhead Semivariabel

Biaya overhead pabrik semivariabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

2.3.2. Sifat-Sifat Biaya Overhead Pabrik Dibebankan

Muhadi dan Siswanto (2001: 2) menyatakan bahwa, sifat-sifat BOP dibebankan secara langsung pada produksi adalah sebagai berikut :


(29)

1. Produksinya relatif stabil

2. Biaya overhead pabrik khususnya yang bersifat tetap bukan merupakan bagian yang berarti dibandingkan dengan biaya produksi total.

2.3.3. Dasar Pembebanan Biaya Overhead Pabrik pada Produk Mulyadi (2005: 200-202) menyatakan, beberapa dasar yang dapat dipakai sebagai satuan kegiatan untuk membebankan BOP kepada produk adalah sebagai berikut :

a. Satuan produk

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan langsung membebankan BOP kepada produk.

Tarif BOP per satuan =

Taksiran BOP = taksiran jumlah Biaya Overhead Pabrik bulan / tahun berjalan

Taksiran jumlah satuan produk = taksiran jumlah satuan produk yang diproduksi bulan / tahun berjalan

b. Biaya Bahan Mentah

Jika BOP yang dominan dengan nilai bahan mentah, maka dasar yang dipakai untuk membebankannya kepada produk adalah biaya bahan baku yang dipakai.

Tarif BOP per satuan =

Taksiran biaya bahan mentah yang dipakai = taksiran jumlah Biaya Overhead Pabrik yang dominan bervariasi dalam nilai


(30)

bahan mentah bulan / tahun berjalan (misal : biaya asuransi bahan baku)

c.Biaya Tenaga Kerja

Jika sebagian besar elemen BOP mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah upah TKL, maka dasar yang dipakai untuk membebankan BOP adalah biaya TKL. Tarif BOP per satuan =

Taksiran biaya Tenaga Kerja Langusng = taksiran biaya Tenaga Kerja Langsung saat proses produksi bulan / tahun berjalan

d.Jam Tenaga Kerja Langsung

Oleh karena ada keterkaitan yang sangat erat antara biaya TKL dengan jumlah jam kerja langsung, makan BOP dibebankan atas dasar jam tenaga kerja langsung.

Tarif BOP per satuan =

Taksiran jam Tenaga Kerja Langusng = taksiran jam kerja Tenaga Kerja Langsung saat proses produksi bulan / tahun berjalan

e.Jam Mesin

Apabila BOP bervariaasi dengan waktu penggunaan mesin, maka dasar yang dipakai untuk membebankannya adalah jam mesin.


(31)

Tarif BOP per satuan =

Taksiran Jam Kerja Mesin = taksiran Jam Kerja Mesin saat proses produksi bulan / tahun berjalan

B. Akuntansi Produk Bersama

Suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi banyak produk pasti akan membutuhkan beberapa unsur-unsur biaya untuk memproduksi produknya tersebut. Diantaranya adalah biaya bersama dan biaya produksi bersama. Mulyadi (2005: 333) menyatakan, istilah biaya bersama dapat dikaitkan dengan dua pengertian diantaranya :

1. Biaya overhead bersama (joint overhead cost) yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan maupun yang kegiatannya dilakukan secara massa. 2. Biaya produksi bersama (join product cost) adalah biaya yang dikeluarkan

sejak mula – mula bahan baku diolah sampai dengan berbagai macam produk saat dipisahkan identifikasinya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Untuk pembahasan selanjutnya, definisi yang akan dipakai adalah sebagai berikut :

Mulyadi (2005: 342) menyatakan, pengertian pertama biaya bersama tersebut diatas disebut biaya bergabung (common cost), sedangkan pengertian kedua disebut biaya bersama (joint cost). Biaya bergabung adalah biaya-biaya untuk memproduksi dua atau lebih produk yang terpisah (tidak diolah bersama) dengan fasilitas sama pada saat yang bersamaan.


(32)

Biaya bergabung dan biaya bersama mempunyai satu perbedaan pokok yaitu bahwa biaya bergabung dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai produk yang terpisah tersebut atas dasar sebab akibat, atau dengan cara menelusuri jejak penggunaan fasilitas. Biaya bergabung tidak meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, di lain sisi biaya bersama tidak dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai macam produk yang dihasilkan. Biaya bergabung merupakan biaya tak langsung dalam hubungannya dengan produk-produk yang dihasilkan.

1.Pengertian Biaya Bersama

Dalam proses produksi perusahaan tertentu, kita sering menjumpai satu atau beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi yang sama menghasilkan beberapa macam produk. Singkatnya, satu input menghasilkan lebih dari satu output.

Biaya-biaya yang dikeluarkan selama memproduksi beberapa produk secara bersamaanlah, yang dinamakan biaya bersama. Berikut pendapat para ahli mengenai biaya bersama (joint cost) :

Mulyadi (2005: 334) mendefinisikan bahwa, biaya produk bersama adalah Biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dangan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

Supriyono (1999 : 238) mendefinisikan bahwa, biaya produksi bersama adalah biaya produksi yang diserap oleh produk bersama (common


(33)

product) yang terdiri atas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang dapat diikuti jejaknya yang pada setiap macam produk dan biaya overhead pabrik yang tidak dapat diikuti jejaknya pada setiap macam produk, oleh karena itu biaya overhead pabrik pada biaya produksi bersama disebut dengan biaya overhead bersama (joint overhead cost).

Bustami dan Nurlela (2009: 148) mendefinisikan bahwa, biaya bersama adalah biaya yang diolah secara bersama seperti biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik untuk menghasilkan beberapa produk. 2.Pengertian Produk Bersama

Bustami dan Nurlela (2009: 147) mendefinisikan bahwa, produk bersama adalah beberapa produk yang dihasilkan dalam suatu rangkaian atau seri produk secara bersama atau serempak dengan menggunakan bahan, tenaga kerja dan biaya overhead secara bersama. Biaya tersebut tidak dapat ditelusuri atau dipisahkan pada setiap produk, dan setiap produk mempunyai nilai jual atau kuantitas yang relatif sama.

Supriyono (1999: 237-238) mendefinisikan bahwa, produk bersama (common product) adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama-sama dengan menggunakan fasilitas yang sama tetapi asal dari bahan baku dan tenaga kerja langsung tidak dapat diikuti jejaknya pada setiap macam produk.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa produk bersama adalah beberapa macam produk yang diproduksi serempak


(34)

dengan menggunakan fasilitas yang sama tetapi biaya produksinya tidak dapat ditelusuri pada setiap produknya.

3.Alokasi Biaya

Biaya bersama sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam penghitungan diperlukan alokasi biaya.

Bustami dan Nurlela (2009: 149) mendefinisikan bahwa, alokasi biaya adalah pembebanan biaya secara proporsional dari biaya tidak langsung atau biaya bersama ke obyek biaya.

Bustami dan Nurlela (2009: 149) mendefinisikan, secara umum alokasi biaya tersebut ditujukan untuk berbagai alasan sebagai berikut : a. Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan

pelaporan keuangan internal.

b. Menghitung harga pokok dan menentukan persediaan untuk tujuan pelaporan eksternal.

c. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.

d. Menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang rusak atau biaya bahan yang hancur.

e. Menentukan biaya departemen atau devisi untuk tujuan pelaporan kinerja eksekutif.

f. Pengaturan tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang diproduksi dikenakan peraturan harga. Misalnya di Amerika Serikat


(35)

produksi minyak mentah dan gas alam dilakukan bersama tetapi gas alam dikenakan peraturan harga.

Selain dari tujuan-tujuan diatas, Mursyidi (2008: 165) juga memaparkan bahwa analisis biaya bersama dapat dijadikan informasi untuk perencanaan laba sekaligus penentuan harga jual yang relatif bersaing untuk setiap jenis produk bersama.

Pada dasarnya alokasi biaya bertujuan untuk mengetahui berapa besar kontribusi masing-masing produk bersama terhadap pendapatan perusahaan dan mengetahui apakah seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama sudah dihitung dengan seteliti mungkin.

3.1Metode Alokasi Biaya Produksi Bersama

Mulyadi (2009: 360) menyatakan, biaya bersama dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama dengan menggunakan salah satu dari tiga metode di bawah ini:

a. Metode Nilai Jual Relatif

Mulyadi (2005: 337) menyatakan, metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama. Dasar pikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu produk terjual lebih tinggi daripada produk yang lain, hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk yang lain.


(36)

Oleh karena itu menurut metode ini, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama yang dihasilkan.

Bustami dan Nurlela (2009: 150) menyatakan, metode harga jual dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1)Harga Jual Diketahui pada Saat Titik Pisah

Apabila harga jual diketahui pada saat titik pisah maka biaya bersama dibebankan kepada produk berdasarkan nilai jual masing-masing produk terhadap jumlah nilai jual keseluruhan produk. Rumus Pembebanan Biaya :

2)Harga Jual Tidak Diketahui pada Saat Titik Pisah

Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada titik pisah, maka harga tidak dapat diketahui saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual dapat diketahui sebelum dijual. Dasar yang dapat digunakan dalam menghasilkan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis. Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lebih lanjut.

Pembebanan Biaya Bersama

=

X Biaya Bersama bbBerBerBersama


(37)

Rumus Pembebanan Biaya :

b. Metode Satuan Fisik

Mulyadi (2005: 338) menyatakan, Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk. Koefisien fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume, atau ukuran yang lain. Dengan demikian metode ini menghendaki bahwa produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama.

Jika produk yang sama mempunyai satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan koefisien ekuivaliensi yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut menjadi ukuran yang sama. Rumus Pembebanan Biaya :

Mulyadi (2005: 339) menyatakan, metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan diukur

Pembebanan Biaya Bersama

=

X Biaya Bersama Pembebanan Biaya Bersama

=


(38)

dalam satuan yang sama. Pada umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tetapi mutunya berlainan. Dalam metode ini harga pokok masing-masing produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas yang diproduksi. Jalan pikiran yang mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua produk dihasilkan dari proses yang sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu satuan produk berbeda satu sama lain.

Rumus Pembebanan Biaya :

Rumus Pembebanan Biaya :

Penelitian ini pada penghitungan harga pokok produksinya akan didasarkan pada harga pokok produksi berbasis volume ( Volume-Based Costing−VCB) atau yang disebut juga harga pokok produksi berbasis unit (Unit-Based Costing). Riwayadi (2016: 125) menyatakan, berdasarkan penghitungan harga pokok produksi berbasis volume, pembebanan biaya produksi ke produk menggunakan driver berbasis unit (Unit-Based Driver). Driver berbasis unit adalah driver yang dipicu oleh unit yang dihasilkan.

Pembebanan Biaya Bersama

= Biaya per unit X Jumlah unit masing-masing produk

Pembebanan Biaya Bersama =


(39)

Keakuratan penghitungan harga pokok produksi sangat dipengaruhi oleh keakuratan dalam memilih dasar alokasi biaya (cost allocation base). Penentuan dasar alokasi yang akurat dapat dilakukan melalui analisis driver biaya (cost driver). Driver biaya adalah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya biaya.

Riwayadi (2016: 138) menyatakan, rumus pembebanan biaya adalah sebagai berikut :

c. Metode Rata-rata Tertimbang

Mulyadi (2005: 340) memaparkan bahwa jika dalam metode rata-rata biaya per satuan dasar yang dipakai dalam pengalokasian biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka dalam metode rata-rata tertimbang kuantitas produksi ini dikalikan terlebih dahulu dengan angka penimbang dan hasilnya baru dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk didasarkan pada jumlah bahan yang dipakai, sulitnya pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk setiap jenis produk yang dihasilkan.

Pool Rate / Tarif BOP per unit cost driver : =

BOP dibebankan ke masing-masing produk : Tarif pool X Pemakaian aktivitas


(40)

Jika yang dipakai sebagai angka penimbang adalah harga jual produk maka metode alokasinya disebut metode nilai jual relatif.

Rumus Pembebanan Biaya :

C. Harga Pokok Produksi

1.Pengertian Harga Pokok Produksi

Hansen dan Mowen (2009: 60) menyatakan bahwa, harga pokok produksi (cost of goods manufactured) mencerminkan total biaya manufaktur dari bahan langsung, tenaga kerja langsung, overhead selama periode berjalan.

Yadiati dan Wahyudi (2008: 125) menyatakan bahwa, h arga pokok produksi adalah biaya barang yang telah diselesaikan selama satu periode. Haryono (2005: 78) menyatakan bahwa, harga pokok produksi adalah biaya untuk menghasilkan produk pada perusahaan manufaktur.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan jumlah dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik untuk membuat suatu produk. 2. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

Metode pengumpulan harga pokok produksi dapat dikelompokkan menjadi dua metode yaitu Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing Method) dan Metode Harga Pokok Proses (Proses Costing Method)

Pembebanan Biaya Bersama

=


(41)

2.1Metode Harga Pokok Pesanan.

Metode harga pokok pesanan (job order costing method) merupakan salah satu metode pengumpulan harga pokok produksi, yang mana proses produksinya berdasarkan pesanan dari konsumen. Untuk lebih jelas mengenai harga pokok pesanan maka, akan diuraikan mengenai metode harga pokok pesanan.

a. Pengertian Metode Harga Pokok Pesanan

Mulyadi (2005: 35) mendefinisikan harga pokok pesanan sebagai metode yang biaya-biaya produksinya dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.

Riza (2013: 62) menyatakan, dalam metode pengumpulan biaya ini semua biaya produksi diakumulasikan pada setiap pesanan, baik biaya bahan baku, biaya pekerja, dan biaya overhead pabrik.

b. Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan

Riza (2013: 62) menyatakan, karakteristik sistem penghitungan biaya berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut:

1. Sistem ini diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan pesanan dalam bentuk produk atau jasa yang beraneka ragam dan berbeda antara pesanan yang satu dengan yang lain, atau dengan kata lain produk yang dihasilkan heterogen.


(42)

2. Biaya produksi diakumulasi ke masing-masing pesanan (job). Pesanan dapat berupa produk atau sekelompok produk (batch of goods).

3. Biaya per unit produk dihitung dengan cara membagi total biaya pesanan dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dari pesanan tersebut.

4. Di dalam sistem biaya pesanan terdapat kartu biaya pesanan sebagai dokumen yang digunakan mengakumulasikan biaya ke dalam pesanan tertentu.

Mulyadi (2005: 39-41) menyatakan bahwa, pada perusahaaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat bagi manajemen untuk :

a. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.

Taksiran biaya produksi untuk pesanan Rp XXX Taksiran biaya nonproduksi yang

dibebankan kepada pemesan Rp XXX+ Taksiran total biaya pesanan Rp XXX Laba yang diinginkan Rp XXX+ Taksiran harga jual yang dibebankan


(43)

b. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan. Biaya produksi pesanan:

Taksiran biaya bahan baku Rp XXX Taksiran biaya tenaga kerja Rp XXX Taksiran biaya overhead pabrik Rp XXX + Taksiran total biaya produksi Rp XXX Biaya nonproduksi :

Taksiran biaya administrasi dan umum Rp XXX Taksiran biaya pemasaran Rp XXX + Taksiran biaya nonproduksi Rp XXX + Taksiran total harga pokok pesanan Rp XXX c. Memantau realisasi biaya produksi.

Biaya bahan baku sesungguhnya Rp XXX Biaya tenaga kerja sesungguhnya Rp XXX Taksiran biaya overhead pabrik Rp XXX + Total biaya produksi sesungguhnya Rp XXX d. Menghitung laba atau rugi bruto tiap pesanan

Harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp XXX Biaya produksi pesanan tertentu :

Biaya bahan baku sesungguhnya Rp XXX Biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya Rp XXX Taksiran biaya overhead pabrik Rp XXX + Total biaya produksi pesanan Rp XXX -

Laba bruto Rp XXX

e. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.


(44)

2.2Metode Harga Pokok Proses

Selain menggunakan metode harga pokok pesanan, pengumpulan harga pokok produksi juga menggunakan metode harga pokok proses. Metode tersebut akan dibahas sebagai berikut:

a. Pengertian Harga Pokok Proses

Mulyadi (2005: 63) menyatakan bahwa, metode harga pokok proses merupakan biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses selama dalam proses tertentu, dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu, dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan. Metode harga pokok proses (process costing method) merupakan metode pengumpulan biaya produksi yang digunakan yang mengolah produknya secara massa. Produk yang akan dihasilkan merupakan produk standar dan secara berkesinambungan.

b. Karakteristik Metode Harga Pokok Proses

Widilestariningtyas, et al. (2012: 38) menyatakan karakteristik metode harga pokok proses adalah sebagai berikut :

1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar 2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama


(45)

3. Kegiatan produksinya dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.

3.Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Penentuan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Actual costing, dalam penentuan harga pokok produksi dengan cara actual costing biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik semua dihitung berdasarkan biaya aktual yang terjadi.

2. Normal costing, dalam penentuan harga pokok produksi dengan cara normal costing biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan biaya aktual yang terjadi. Sedangkan biaya overhead pabrik dihitung berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

Dalam penelitian ini akan digunakan penentuan harga pokok produksi dengan cara normal costing karena penghitungan biaya overhead pabrik lebih baik jika ditentukan dengan tarif di muka, dengan alasan sebagai berikut (Mulyadi, 1991: 210):

a. Pembebanan biaya overhead pabrik atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi seringkali mengakibatkan berubah-ubahnya harga pokok per satuan produk yang dihasilkan dari bulan yang satu ke bulan yang lain.

b. Dalam perusahaan yang menghitung harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan, manajemen


(46)

memerlukan informasi harga pokok produksi per satuan pada saat pesanan selesai dikerjakan. Padahal elemen biaya overhead pabrik yang baru dapat diketahui jumlahnya pada akhir setiap bulan atau akhir tahun.

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Biaya tersebut merupakan biaya produksi.

Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan, yaitu:

3.1Metode Full Costing

Mulyadi (2005: 17) menyatakan bahwa, full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap.

Harga pokok produk yang dihitung memalui pendekatan Full Costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

Harga pokok produksi menurut metode Full Costing dengan rumus sebagai berikut:


(47)

Biaya Bahan Baku Rp XXX Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXX Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp XXX Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp XXX + Harga Pokok Produksi Rp XXX 3.2 Metode Variabel Costing

Mulyadi (2005: 18) menyatakan bahwa, variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

Harga pokok produk yang dihitung dengan menggunakan metode Variabel Costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel).

Harga pokok produksi menurut metode variable costing dengan rumus sebagai berikut:

Biaya Bahan Baku Rp XXX Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXX Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp XXX +

Harga Pokok Produksi Rp XXX

Metode Full Costing maupun Variabel Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi. Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang berperilaku tetap. Hal tersebut berakibat pada penghitungan harga pokok produksi dan penyajian laporan rugi-laba.


(48)

D. Harga Jual Produk

1. Pengertian Harga Jual Produk

Mulyadi (2005: 39) menyatakan bahwa, harga jual adalah besarnya harga yang akan dibebankan kepada konsumen yang diperoleh atau dihitung dari biaya produksi ditambah biaya non produksi dan laba yang diharapkan.

Supriyono (2001: 314) menyatakan bahwa, harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan.

Sumarni dan Soeprihanto (2007: 281) mendefinisikan harga sebagai jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatakan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayananya. Krismiaji dan Aryani (2011: 326) dalam Slat (2013) mendefinisikan harga jual sebagai upaya untuk menyeimbangkan keinginan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari perolehan pendapatan yang tinggi dan penurunan volume penjualan jika harga jual yang dibebankan ke konsumen terlalu mahal.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa harga jual adalah jumlah biaya produksi dan biaya non produksi (harga pokok produksi) ditambah dengan laba yang diharapkan perusahaan.


(49)

2. Metode Penentuan Harga Jual Produk

Herman (2006: 175) menyatakan, ada beberapa metode penetapan harga (methods of price determination) yang dapat dilakukan budgeter dalam perusahaan, yaitu :

2.1 Metode Taksiran (Judgemental Method)

Herman (2006: 175) menyatakan bahwa, metode ini biasa digunakan oleh perusahaan yang baru saja berdiri karena dilakukan dengan menggunakan prediksi tanpa menggunakan data statistik. Oleh karena itu kekurangan dari metode ini adalah tingkat keakuratan prediksi sangat rendah.

2.2 Metode Berbasis Pasar (Market-Based Method)

Herman (2006: 175) menyatakan, metode berbasis pasar dapat dibedakan menjadi :

1. Harga pasar saat ini (current market price)

Metode ini dipakai apabila perusahaan mengeluarkan produk baru, yaitu hasil modifikasi dari produk yang lama. Perusahaan akan menetapkan produk baru tersebut seharga dengan produk yang lama. Penggunaan metode ini murah dan cepat. Akan tetapi pangsa pasar yang didapat pada tahun pertama relatif kecil karena konsumen belum mengetahui profil produk baru perusahaan tersebut.


(50)

2.Harga pesaing (competitor price)

Metode ini menetapkan harga produknya dengan mereplikasi langsung harga produk perusahaan saingannya untuk produk yang sama atau berkaitan.

Dengan metode ini perusahaan berpotensi mengalami kehilangan pangsa pasar karena dianggap sebagai pemalsu. Ini dapat terjadi apabila produk perusahaan tidak mampu menyaingi produk pesaing.

3. Harga pasar disesuaikan (adjusted current marker price)

Penyesuaian dapat dilakukan berdasarkan pada faktor eksternal dan internal. Dengan metode ini, perusahaan mengidentifikasi harga pasar yang berlaku pada saat penyiapan anggaran dengan melakukan survei pasar atau memperoleh data sekunder. Harga yang berlaku tersebut dikalikan dengan penyesuaian (price adjustment) setelah mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang ditetapkan dalam angka indeks (persentase). Supriyono (2001: 315) menyatakan, beberapa tipe pasar adalah : 1. Persaingan Sempurna

Horngren (1988) dalam Magdalena (2010: 35) menyatakan, pada pasar persaingan sempurna banyak barang atau jasa bersifat homogen yang diperdagangkan di pasar. Selain itu penjual maupun pembeli tidak mampu mempengaruhi harga pasar barang atau jasa. Dalam pasar persaingan sempurna perusahaan bergerak di pasar yang


(51)

sangat bersaing, di mana barang tidak dapat dibedakan dan harus menerima harga seperti yang ditentukan oleh kekuatan pasar.

Pengaruh persaingan sempurna terhadap terhadap penentuan harga jual barang atau jasa adalah sebagai berikut:

a. Harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan. b. Semakin tinggi harga jual maka semakin banyak barang

atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.

c. Semakin rendah harga jual maka semakin banyak barang atau jasa yang diminta oleh pembeli.

d. Kurva penawaran biasanya bergerak dari kiri bawah ke kanan atas.

e. Kurva permintaan biasanya bergerak dari kiri atas ke kanan bawah.

f. Harga pasar terjadi pada titik ekulibrium pasar, yaitu titik perpotongan antara kurva penawaran dengan kurva permintaan.

2. Persaingan Monopolistik

Dalam persaingan monopolistik setiap penjual mencoba untuk membuat produknya berbeda dibandingkan dengan produk yang dijual oleh penjual lainnya. Karakteristik persaingan monopolistik asalah sebagai berikut:

a. Terdapat banyak penjual yang serupa, namun produk yang dijual tidak sama.

b. Kemungkinan terdapat differensiasi harga namun tidak ada penjual secara individual yang mempengaruhi secara nyata terhadap produk yang serupa.


(52)

c. Setiap penjual menghadapi kurva permintaan dengan kemiringan yang menurun.

d. Kemungkinan terjadi suatu rentang harga dalam persaingan monopolistik.

e. Jika harga yang ditentukan lebih tinggi dibandingkan dengan produk pesaing, kemungkinan perusahaan tersebut kehilangan pelanggan atau penurunan kuantitas yang dijual.

f. Penurunan harga mungkin dapat menambah pelanggan atau jumlah yang dijual.

3. Oligopoli

Dalam suatu pasar oligopolistik terdapat satu penjual tunggal yang cukup besar untuk mempengaruhi harga pasar. Pada pasar ini terdapat pemimpin harga (price leader) dan pengikut harga (price follower). Masalah yang dihadapi oleh pemimpin harga adalah bagaimana menentukan harga jual agar labanya maksimal dan agar harga yang ditentukan tersebut juga diikuti oleh pengikut harga.

Karakteristik pasar oligopolistik adalah hanya terdapat beberapa produsen besar yang saling bersaing pada pasar tersebut, dan satu produsen besar yang sangat mempengaruhi pasar.


(53)

4. Monopoli

Jika dalam pasar hanya terdapat satu produsen yang melayani permintaan barang atau jasa, maka produsen tersebut memegang kendali harga barang atau jasa yang bersangkutan. Pasar tersebut menunjukkan pasar monopoli. Dalam pasar monopoli terdapat pemasok tunggal dan tidak ada persaingan. Karakteristik pasar monopoli adalah: a. Pemegang monopoli dalam suatu negara biasanya menghadapi pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah.

b. Perusahaan monopoli biasanya berusaha dalam bidang usaha yang menguasai hajad hidup masyarakat. Sebagai contoh: Pertamina dan PLN.

2.3 Metode Berbasis Biaya (Cost-Based Pricing)

Kamaruddin (2013: 148) menyatakan bahwa, biaya (cost) merupakan komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam penentuan harga jual produk atau jasa. Harga jual produk atau jasa pada umumnya ditentukan dari jumlah semua biaya ditambah jumlah tertentu yang disebut dengan mark-up. Cara penentuan harga jual tersebut dikenal dengan Pendekatan Cost-Plus (Cost-Plus Approach).

Pengertian cost-plus menurut Kamaruddin (2013: 148) adalah nilai biaya tertentu ditambah dengan kenaikan (mark-up) yang ditentukan. Sementara pengertian menurut Mulyadi (2005: 348), Cost-Plus Pricing


(54)

atau harga jual barang atau jasa dalam keadaan normal adalah penentuan harga jual dengan cara menambah laba yang diharapkan di atas biaya penuh masa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa.

Mulyadi (2005: 348) dalam Erawati dan Syafitri (2012), Cost-Plus Pricing ditentukan dengan formula sebagai berikut :

Harga Jual = Taksiran Biaya Penuh + Mark-Up

Supriyono (2001: 334) dalam Magdalena (2010) menyatakan, taksiran biaya penuh dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yaitu :

A. Penghitungan harga jual berdasar harga pokok produksi penuh (Full Cost-Plus Mark-Up)

Dalam pendekatan harga pokok penuh dalam penentuan harga jual berdasarkan cost-plus, pengertian biaya dalam hal ini adalah biaya untuk memproduksi satu unit produk. Dalam pengertian biaya tersebut tidak termasuk biaya non produksi. Oleh karena itu, target harga jual dengan menggunakan pendekatan ini ditentukan sebesar biaya produksi ditambah dengan tingkat keuntungan yang diharapkan (required profit margin) atau mark-up yang diinginkan sehingga pendekatan ini disebut pula dengan metode biaya penuh ditambah mark-up. Mark-up yang ditambahkan tersebut digunakan untuk menutup biaya nonproduksi dan untuk menghasilkan laba yang diinginkan. Rumus penghitungan yang digunakan adalah :


(55)

Biaya bahan baku Rp xx Biaya tenaga kerja langsung Rp xx Biaya overhead variabel Rp xx Biaya overhead tetap Rp xx +

Jumlah Rp xx

Mark-up= …% x Rp xx = Rp xx +

Harga jual per unit produk Rp xx

B. Penghitungan harga jual berdasar harga pokok produksi variabel (Variable Cost-Plus Mark-up)

Pendekatan harga pokok produksi penuh sebagai dasar penentuan harga jual menekankan penggolongan biaya berdasar fungsi, sedangkan pendekatan biaya variabel sebagai dasar penentuan harga jual menekankan penggolongan biaya berdasarkan perilakunya. Pendekatan biaya variabel disebut juga pendekatan laba kontribusi. Pada pendekatan biaya variabel, penentuan harga jual produk atau jasa ditentukan sebesar biaya variabel ditambah mark-up yang harus tersedia untuk menutup semua biaya tetap dan untuk menghasilkan laba yang diinginkan. Metode ini disebut pula metode biaya variabel ditambah mark-up.

Rumus penghitungan yang digunakan dalam penentuan harga jual dengan metode harga pokok variabel ditambah mark-up adalah :

Biaya bahan baku Rp xx

Biaya tenaga kerja langsung Rp xx Biaya overhead variabel Rp xx + Biaya nonproduksi variabel per unit Rp xx Jumlah biaya variabel Rp xx

Mark-up= …% x Rp xx = Rp xx +


(56)

E. Pengukuran Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk. 1. Pengukuran Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi dalam penelitian ini dapat diukur dengan harga pokok pesanan dengan pendekatan full costing. Adapun rumus harga pokok pesanan dengan pendekatan full costing adalah :

Biaya Bahan Baku Rp XXX Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXX Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp XXX Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp XXX +

Harga Pokok Produksi Rp XXX 2. Pengukuran Harga Jual Produk

Harga jual produk dalam penelitian ini dapat diukur dengan harga jual dengan pendekatan cost-plus pricing dengan dasar harga pokok produksi full-costing. Adapun rumus harga jual dengan dasar harga pokok produksi full-costing adalah :

Biaya Bahan Baku Rp xx Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp xx Biaya Overhead Variabel Rp xx Biaya Overhead Tetap Rp xx

Jumlah Rp xx

Mark-up= …% x Rp xx = Rp xx

Harga jual per unit produk Rp xx 3. Evaluasi Harga Jual Produk

A. Menentukan Harga Pokok Produksi yang Tepat

Mulyadi (2009: 26) menyatakan, penentuan harga pokok produksi yang tepat dapat dicapai dengan menghitung biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik secara tepat. Menghitung biaya produksi secara tepat dapat dicapai


(57)

dengan ketepatan penggolongan elemen-elemen apa saja yang dimasukan pada biaya tersebut.

B. Menentukan Mark-Up

Mulyadi (2009: 28) dalam Slat (2013) menyatakan, masalah penting dalam penerapan penentuan harga jual cost-plus adalah penentuan besarnya persentase margin atau mark-up yang ditambah pada biaya. Baik pada pendekatan harga pokok produksi penuh (full costing) maupun pada harga pokok produksi variabel (variabel costing), elemen biaya tertentu tidak dimasukkan ke dalam pengertian biaya, harga pokok produksi penuh tidak memasukkan biaya non produksi sebagai elemen biaya dan harga pokok produksi variabel tidak memasukkan biaya tetap sebagai elemen biaya. Oleh karena itu, penentuan laba yang diharapkan secara tepat dapat dilakukan dengan cara menentukan mark-up yang mampu menutup elemen biaya yang tidak dimasukkan ke dalam biaya dan harus dapat menghasilkan laba yang diharapkan (margin) (Ikhsan 2009: 102).

F. Review Penelitian Terdahulu

Berikut adalah penelitian terdahulu mengenai penghitungan harga jual berdasarkan harga pokok produksi :

Magdalena (2010), menggunakan penghitungan harga pokok variabel ditambah mark-up pada Bakpia Djogja. Hasil penelitian menyatakan bahwa penetapan harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih rendah daripada


(58)

harga pokok produksi sesungguhnya, sehingga harga jual juga ditetapkan lebih rendah.

Pancawati (2014), menggunakan penghitungan harga pokok produksi metode full costing pada UKM Bandeng Duri Lunak Bu Darmono Semarang. Hasil penelitian menyatakan bahwa harga pokok produksi yang ditetapkan pada perusahaan ditetapkan lebih rendah daripada harga pokok produksi sesungguhnya, sehingga harga jual juga ditetapkan lebih rendah. Harga jual dihitung dengan menjumlahkan penghitungan harga pokok produksi dengan laba yang diinginkan perusahaan.

Florensia, et al. (2015), menggunakan penghitungan harga pokok metode full costing pada Koperasi Pemasaran Usaha Bersama (KPUB) "Sapi Jaya" Kandangan. Hasil penelitian menyatakan bahwa penetapan harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih rendah daripada harga pokok produksi ssesungguhnya, sehingga harga jual juga ditetapkan lebih rendah.

Cahyadi (2008), menggunakan penghitungan harga pokok produksi metode full costing ditambah mark-up pada Toko Bakpao Lengkongsari. Hasil penelitian menyatakan bahwa harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih tinggi daripada harga pokok produksi sesunggunya, sehingga harga jual ditetapkan lebih tinggi

Erawati dan Syafitri (2012), menggunakan penghitungan harga pokok produksi metode full costing pada CV Harapan Inti Usaha Palembang. Hasil penelitian menyatakan bahwa harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih tinggi daripada harga pokok produksi sesunggunya, sehingga harga jual


(59)

ditetapkan lebih tinggi. Harga jual dihitung dengan metode cost-plus pricing, yaitu dengan menjumlahkan penghitungan harga pokok produksi dengan laba yang diinginkan perusahaan.

Djumali, et al. (2014), menggunakan penghitungan harga pokok produksi metode full costing pada PT. Sari Malalugis Bitung. Hasil penelitian menyatakan bahwa harga pokok produksi perusahaan ditetapkan lebih tinggi daripada harga pokok produksi sesungguhnya, sehingga harga jual ditetapkan lebih tinggi. Harga jual dihitung dengan metode cost-plus pricing, yaitu dengan menjumlahkan penghitungan harga pokok produksi dengan laba yang diinginkan perusahaan.


(60)

44

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah studi kasus, yaitu melaksanakan penelitian terhadap obyek penelitian tertentu yang populasinya terbatas, sehingga kesimpulan yang diambil dari penelitian ini hanya berlaku bagi obyek yang diteliti dan berlaku pada waktu tertentu.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kerajinan Agus Ceramics yang beralamat di Desa Nglorong RT 01, Kelurahan Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul dan diperkirakan dilaksanakan pada Bulan Desember 2016- Bulan Februari 2017.

C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subyek Penelitian:

1. Pemimpin Perusahaan 2. Obyek Penelitian:

1. Biaya-biaya untuk menghitung harga pokok produksi 2. Metode penentuan harga pokok produksi

3. Metode penentuan harga jual

4. Data-data yang mendukung lainya dalam penelitian ini D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Jogiyanto (2013: 114) menyatakan, wawancara adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari responden. Teknik ini merupakan


(61)

salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara primer sebagai penunjang untuk melakukan penelitian. Peneliti akan melakukan wawancara terhadap subyek dalam penelitian ini.

a. Observasi

“Observasi merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung obyek data” (Jogiyanto 2013 : 109-110).

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data untuk memperoleh dokumen atau arsip dari Kerajinan Agus Ceramics. Pendokumentasian dilakukan pada data yang berhubungan dengan penghitungan harga pokok produksi dan harga jual.

E. Data yang Diperlukan

1. Gambaran umum perusahan 2. Biaya produksi

3. Penentuan Harga Pokok Produksi

4. Data tentang jumlah produk yang dipesan 5. Laba yang diharapkan oleh perusahaan 6. Data harga jual produk menurut perusahaan. 7. Penentuan harga jual produk


(62)

F. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah tersebut adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung Biaya Bahan Baku yang sesungguhnya terjadi dengan cara mendeskripsikan berapa harga dan kuantitas bahan baku yang digunakan oleh Kerajinan Agus Ceramics untuk suatu pesanan tertentu.

2. Menghitung Biaya Tenaga Kerja Langsung yang sesungguhnya terjadi dengan cara mendeskripsikan berapa upah pekerja, bagaimana sistem pembayaran tenaga kerja, dan berapa jumlah pesanan pada Kerajinan Agus Ceramics.

3. Menghitung Biaya Overhead Pabrik dibebankan dengan cara menghitung Alokasi Biaya Bersama dan menghitung biaya yang dibebankan pada tiap driver, kemudian menghitung total Biaya Overhead Pabrik.

4. Melakukan penghitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan teori dengan menggunakan metode job order costing dengan Mendeskripsikan Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja, Biaya

Overhead Pabrik Tetap dan Biaya Overhead Pabrik Variabel,

kemudian menghitung total Harga Pokok Produksi berdasarkan pesanan (job order costing method) dengan metode full costing.

5. Melakukan penghitungan Harga Jual Produk berdasarkan teori dengan menggunakan pendekatan Full Cost-Plus Mark-Up.


(63)

6. Membandingkan konsep penghitungan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk menurut Kerajinan Agus Ceramics dan menurut kajian teori, serta menganalisis perbedaan konsep penghitungan yang ada.

7. Membandingkan penghitungan Harga Pokok Produksi menurut perusahaan dan penghitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan pesanan (job order costing method) dengan metode full costing.

8. Membandingkan penghitungan Harga Jual Produk menurut perusahaan dan penghitungan Harga Jual Produk dengan pendekatan Full Cost-Plus Mark-Up.

9. Menyimpulkan penetapan harga jual produk pada Kerajinan Agus Ceramics berdasarkan penghitungan dan analisis yang sudah dilakukan.


(64)

48

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Letak Perusahaan

Bapak Agus Sugiarto merupakan salah satu pengrajin keramik yang berada di daerah Bantul. Beliau melakukan kegiatan usahanya di Desa Nglorong Rt 01 Kelurahan Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Yogyakarta yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya. Desa Nglorong berbatasan dengan Dusun Tambran dibagian Utara, Dusun Semampir dibagian Selatan, Dusun Jetis dibagian Timur, serta Dusun Tegal dan Sarang dibagian Barat. Dusun Nglorong berada di km 22 Jalan Parangtritis, untuk mencapai lokasi Agus Ceramics harus menempuh kurang lebih 1 km dari jalan raya utama.

B. Sejarah Perusahaan

Agus Ceramics merupakan usaha yang bergerak di bidang kerajinan tanah liat atau yang biasa disebut gerabah. Agus Ceramics didirikan oleh Bapak Agus Sugiarto pada tahun 1999, awalnya beliau bekerja di tempat kerajinan gerabah karena merasa kesulitan saat hendak memproduksi gerabah, setelah memperoleh banyak ilmu dan pengalaman akhirnya beliau mendirikan usaha gerabah sendiri di Desa Nglorong.

Agus Ceramics didirikan dengan modal sendiri sebesar Rp 300.000,00 dan awalnya belum mempunyai karyawan. Laba bersih yang diperoleh selama dua tahun pertama digunakan Bapak Agus untuk membeli tanah, membangun rumah, dan membeli motor. Seiring berjalannya waktu, usaha Bapak Agus


(65)

semakin berkembang sehingga beliau mempekerjakan karyawan. Agus Ceramics memiliki berbagai jenis kerajinan antara lain souvenir, gentong,nampan, kendi, vas bunga, asbak, dan tempat pena.

C. Visi dan Misi Perusahaan 1. Visi Perusahaan

Setiap perusahaan mempunyai visi dalam mendirikan usahannya, visi dari Kerajinan Agus Ceramics adalah :

Menjadi Perusahaan Gerabah yang Kompeten dalam Kualitas dan Produk. 2. Misi Perusahaan

Misi dari Kerajinan Agus Ceramics adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas produk dan profesionalitas pelayanan. 2. Mengembangkan kreativitas dan inovasi produk.

3. Membangun kerjasama antar pengerajin gerabah di sekitar Kecamatan Pundong.

4. Mengembangkan UMKM demi terciptanya lapangan pekerjaan yang mandiri.

3. Motto Perusahaan

Motto dari Kerajinan Agus Ceramics adalah sebagai berikut:


(66)

D. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada Agus Ceramics adalah : a. Tanah liat

Tanah liat dari Dusun Jetis, Pundong, Bantul. Tanah liat mentah berasal dari Daerah Godean, yang kemudian dicampur dengan pasir dan tanah dengan sedikit kandungan kaolin kemudian diproses menggunakan penggilingan sehingga menjadi tanah liat yang siap diolah.

b. Cat

Cat yang digunakan merupakan cat dengan Merk Finatex yang dibeli dari Pasar Pundong. Cat ini digunakan untuk menghias terakota sesuai pesanan konsumen.

c. Sandy / pewarna cat

Pewarna cat yang digunakan juga berasal dari Pasar Pundong. Bahan ini digunakan sebagai campuran cat untuk menghias terakota.

E. Tenaga Kerja Langsung

Pada dua tahun pertama didirikannnya Agus Ceramics, Bapak Agus memiliki 10 -15 karyawan. Namun beberapa tahun terakhir karena perubahan pangsa pasar maka tenaga kerja pada Agus Ceramics dikurangi. Karyawan yang aktif sampai saat ini ada 10 orang, namun yang sering dipakai ada 4 orang termasuk Bapak Agus dan istrinya.


(67)

Sistem penggajian yang diberikan kepada karyawan tidak menggunakan sistem mingguan atau bulanan, melainkan menggunakan system borongan, tergantung dari berapa jumlah items yang diproduksi setiap karyawan. Misalnya harga borongan per produk Rp 10.000,00 jika karyawan dapat menyelesaikan 5 produk maka pada hari itu karyawan berhak menerima upah sebesar Rp 50.000,00.

F. Overhead Pabrik 1. Bahan Penolong

Bahan penolong yang dibutuhkan adalah : a. Air

Air digunakan sebagai campuran pada tanah liat saat proses pembentukan souvenir teknik putar, campuran untuk mengencerkan cat, dan campuran pada gypsum saat membuat cetakan souvenir teknik cetak.

Air yang digunakan berasal dari sumur pribadi milik Pak Agus sehingga tidak ada pengeluaran biaya untuk penggunaan air, tetapi karena saat penggunaan air dibutuhkan pompa air maka akan dibebankan biaya listrik pada penggunaan pompa air. Biaya listrik pada usaha Agus Ceramics juga digunakan untuk kebutuhan rumah tangga Pak Agus sehingga biaya listrik akan dihitung dengan alokasi biaya.


(68)

b. Cat Clear

Cat Clear yang digunakan berasal dari Pasar Pundong. Clear digunakan untuk melapisi souvenir yang telah dicat sehingga terlihar mengkilap dan cat dapat bertahan lama.

2. Bahan Habis Pakai

Bahan habis pakai yang digunakan adalah : a. Kuas

Kuas yang digunakan dibeli dari Pasar Pundong. Kuas yang digunakan adalah kuas nomor 12 untuk mengecat warna dasar dan kuas nomor 3 untuk mengecat motif hiasan pesanan souvenir. b. Kayu bakar

Kayu bakar yang digunakan berasal dari masyarakat sekitar Desa Nglorong. Tahan liat yang sudah dibentuk akan dibakar menggunakan kayu bakar ini sehingga menjadi terakota (tanah liat merah / tanah bakar) yang siap dihias.

c. Plastik penutup

Plastik penutup ini merupakan plastik pupuk bekas yang dibeli dari masyarakat sekitar Desa Nglorong. Plastik penutup ini berfungsi untuk menutupi tanah liat yang sudah dibentuk agar tidak cepat kering sebelum proses penjemuran.

d. Sepon

Sepon yang digunakan dibeli dari Pasar Pundong. Sepon ini berfungsi untuk pemolesan cat clear.


(69)

e. Cap Nama

Cap nama yang digunakan dipesan dari Pasar Pundong. Cap nama digunakan untuk mencetak nama yang ingin dituliskan pada souvenir.

f. Gypsum

Gypsum yang digunakan dibeli dari Pasar Pundong. Gypsum digunakan untuk membuat cetakan souvenir teknik cetak. Cetakan souvenir merupakan cetakan yang dibuat sendiri oleh Bapak Agus sesuai pesanan konsumen dan biasanya hanya sekali pakai.

3. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Pemilik perusahaan sebagai pihak yang bertanggung jawab pada proses produksi tidak membebankan upah untuk dirinya, seharunya pemilik perusahaan mendapatkan gaji sebagai mandor dalam proses produksi.

4. Penilaian terhadap Aktiva Tetap

Biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : a. Depresiasi bangunan

Bangunan yang didepresiasi meliputi tempat produksi yang digunakan pada rumah Bapak Agus, seperti tempat membentuk tanah liat dan tempat membakar gerabah.

b. Depresiasi alat kerja


(1)

(2)

Lampiran 1

Transkrip Wawancara P : Peneliti

N : Narasumber

P : Ada berapa pesanan kerajinan pada Bulan Februari 2017 Pak?

N : 500 pieces souvenir asbak, 1.500 pieces souvenir pistol, 150 pieces tempat lilin, 100 pieces celengan, 140 set toples dan 100 set vas bunga.

P : Berapa tanah liat yang digunakan untuk pembuatan souvenir Pak?

N : Pembelian tanah liat bersifat borongan yaitu seharga Rp 50.000,00 untuk kurang lebih 15 gulungan. Untuk pesanan A dibutuhkan kurang lebih 8 gulung tanah liat dan pesanan B dibutuhkan kurang lebih 20 gulung tanah liat.

P : Berapa upah yang diberikan untuk pegawai? Apakah upah diberikan secara borongan?

N : Ya upah diberikan secara borongan. Untuk upah membentuk souvenir putar sebesar Rp 200,00 per pieces sementara souvenir cetak sebesar Rp 350,00 per

pieces. Upah membakar sebesar Rp 30,00 per pieces dan upah mengecat sebesar Rp 150,00 per pieces.

P : Untuk sekali pembakaran dibutuhkan berapa kayu bakar?

N : Sekali membakar butuh sekitar 6 gulung, itu untuk kisaran 1.500 pieces.

Harga per gulungnya Rp 10.000,00 .

P : Selain kayu bakar apa saja bahan penolong yang digunakan?

N : Ada cat dan clear untuk finishing. Cat harganya Rp 55.000,00 per kaleng,


(3)

cat seharga Rp 10.000,00 per ons. Gasbul untuk membakar seharga Rp1.600.000,00.

P : Menurut saya gasbul itu termasuk alat kerja Pak, soalnya hanya digunakan untuk menutup tungku pembakaran dan tidak digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan. Kalau untuk penggunaan bahan penolong kira-kira buhuh berapa banyak untuk masing-masing pesanan?

N : Untuk pesanan A dibutuhkan sekaleng cat, nanti dibagi untuk dicampur sandy. Kalau mau warnanya terang sandy-nya seperempat ons kalau mau tua setengah ons. Untuk pesanan B butuh dua kaleng, satu warna putih untuk dicampur sandy setengah ons dan satu kaleng warna hitam. Cat clear hanya butuh setengah kilo soalnya pemakaiannya sedikit, nanti pengaplikasiannya pakai sepon yang harganya Rp 2.000,00 .

P : Kuas yang digunakan ada berapa dan berapa harganya?

N : Ada dua, nomor 3 dan nomor 12. Harganya Rp 1.200,00 dan Rp 2.400,00. Beli yang murah saja mbak soalnya Cuma sebulan sudah rusak bulunya. P : Untuk cap nama dan cetakan souvenir harganya berapa?

N : Cap harganya Rp 4.000,00 di Pasar Pundong, kalau cetakan bikin sendiri pakai gypsum harganya per karung sepuluh kiloan Rp 37.000,00. Satu cetakan butuh sekilo gypsumi, tiap ada pesanan buat baru soalnya cepat aus dan pecah. P : Untuk biaya listrik dan air tiap bulan berapa Pak?

N : Rumah saya kapasitas listriknya 450 watts biasanya per bulan Rp 60.000,00, kalau air saya pakai sumur jadi ga bayar, paling yang kehitung pakai pompa


(4)

airnya saja. Saya pakai pompa yang 125 watts, taun ini kebetulan lembur terus jadi lampu tempat produksi dipakai. Lampu pakai yang 40 watts mbak.

P : Untuk pembuatan tungku pembakaran biayanya berapa Pak?

N : Dulu biayanya sekitar Rp 1.000.000,00 untuk beli batu batanya. Kebetulan baru taun lalu saya buat baru, soalnya kalau sudah empat tahun batu batanya kebanyakan sudah pecah karena panas.

P : Ruangan produksi ini sendiri butuh biaya berapa saat pembangunannya? N : Kalau tempat pembentukan dan pembakaran ini sekitar Rp 16.000.000,00. P : Berapa biaya perolehan untuk alat kerja?

N : Alat putar itu saya pakai yang dari besi dan batu supaya awet jadi agak mahal harganya Rp 800.000,00, rak jemur harganya Rp 40.000,00 kebetulan rak jemurnya baru soalnya hanya bisa dipakai setahun, maklum bahannya dari bambu makanya cepat rusak.

P : Kalau nanti alat kerjanya sudah rusak apa bisa dijual sebagai rongsokan Pak? N : Yang bisa dirongsokin hanya alat putar dan rak jemur mbak. Kemungkinan

harganya Rp 100.000,00 untuk alat putar dan Rp 10.000,00 untuk rak jemurnya.

P : Berapa harga Jual untuk masing-masing pesanan Pak?

N : Untuk pesanan A perkiraan biaya produksinya Rp 1.250,00 per pieces pesanan B Rp 1.500,00 per pieces biasanya nanti saya tambahkan setengah biaya produksi untuk keuntungan dan ditambah dengan biaya pembungkusan dengan plastik. Kebetulan pesanan ini juga diminta untuk dikirim jadi nanti saya kemas dengan peti kayu. Belum penghitungan biaya pemasarannya


(5)

mbak, kalau ada orang pesan kan butuh pulsa untuk telfon, butuh kuota internet untuk mengakses website saya jadi nanti biaya itu juga saya perhitungkan ke pesanan. Pesanan A nanti saya jual Rp 2.500,00 per pieces


(6)

Lampiran 2

Daftar UMR Yogyakarta 2017

Kota / Kabupaten Upah (Rp)

Kota Yogyakarta Rp 1.572.200,00

Kabupaten Sleman Rp 1.448.385,00

Kabupaten Bantul Rp 1.404.760,00

Kabupaten Gunung Kidul Rp 1.337.650,00 Kabupaten Kulon Progo Rp 1.373.600,00