Pengaruh Kepemimpinan Dan Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Waruna Nusa Sentana

(1)

2.1. Peneltian Terdahulu

Jojor Onom (2011) melakukan penelitian dengan judul : Iklim Komunikasi Organisasi dan Peningkatan Kinerja Pegawai sebuah Studi Korelasional tentang Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai di Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 32 orang dan data dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi person product moment. Hasil dari penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang tinggi atau kuat antara iklim komunikasi organisasi terhadap peningkatan kinerja pegawai.

Jamaluddin (2011) melakukan penelitian dengan judul : Analisis Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Mopoli Raya Medan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 43 orang dan data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepemimpinan dan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Mopoli Raya Medan, dengan tingkat pengaruh yang sangat signifikan.

Trisninawati (2008) melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Komunikasi, Iklim Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 80 orang dan data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(2)

1) Komunikasi, iklim organisasi dan kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dinas pendidikan nasional provinsi Sumatera Selatan;

2) Komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dinas pendidikan nasional provinsi Sumatera Selatan;

3) Iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dinas pendidikan nasional provinsi Sumatera Selatan;

4) Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dinas pendidikan nasional provinsi Sumatera Selatan.

2.2. Komunikasi Organisasi

Organisasi dibentuk melalui komunikasi ketika individu di dalamnya saling

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan individu dan tujuan bersama. Proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi menghasilkan berbagai hal seperti hubungan kewenangan, terciptanya peran, adanya jaringan komunikasi dan iklim komunikasi dalam organisasi.

2.2.1. Definisi komunikasi organisasi

Dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan adanya komunikasi yang mampu mengembangkan sikap anggota untuk merubah pola pikir dan pola perilakunya sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut. Organisasi menurut Robbins (2001:4) diartikan sebagai suatu unit (satuan) sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan bersama.


(3)

Pace dan Faules (2010:11) mengemukakan bahwa terdapat dua pendekatan dalam memahami organisasi yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pandangan objektif memandang bahwa sebuah organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik dan konkret dan merupakan sebuah struktur dengan batas – batas yang pasti sedangkan pandangan subjektif memandang organisasi sebagai kegiatan yang dilakukan orang-orang, organisasi terdiri dari tindakan – tindakan, interaksi dan transaksi yang melibatkan orang – orang. Berdasarkan pandangan objektif, organisasi berarti struktur sedangkan berdasarkan pandangan subjektif, organisasi berarti proses.

Berikut merupakan beberapa persepsi mengenai komunikasi organisasi sebagai dasar untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi oganisasi

1) Persepsi Redding dan Saborn

Redding dan Saborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks, yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program

2) Persepsi Katz dan Kahn

Katz dan Kahn mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu


(4)

organisasi. Menurut Katz dan Kahn organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk dan servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan.

3) Persepsi Zelko dan Dance

Zelko dan Dance mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya, seperti komunikasi dalam penjualan hasil produksi, pembuatan iklan, dan hubungan dengan masyarakat umum.

4) Persepsi Thayer

Thayer menggunakan pendekatan sistem secara umum dalam memandang komunikasi organisasi. Dia mengatakan komunikasi organisasi sebagai arus data yang akan melayani komunikasi organisasi dan proses interkomunikasi dalam beberapa cara. Dia memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi yaitu:

(1) Berkenan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi;

(2) Berkenaan dengan pergaturan organisasi seperti perintah-perintah, aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk;


(5)

(3) Berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi, yang termasuk bagian ini antara lain hubungan dengan personal dan masyarakat, pembuat iklan dan latihan

5) Persepsi Greenbaunm

Greenbaunm mengatakan bahwa bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi. Dia membedakan komunikasi internal dengan eksternal dan memandang peranan komunikasi terutama sekali sebagai koordinasi pribadi dan tujuan organisasi dan masalah menggiatkan aktivitas (Muhammad, 2009: 65-66).

Meskipun bermacam – macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi ini tapi dari semuanya itu ada beberapa hal yang umum yang dapat disimpulkan yaitu:

1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal

2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media 3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya,

hubungannya dan keterampilan/skillnya. (Muhammad, 2009:66)

Sendjaja (1994:186) mengemukakan secara sederhana bahwa komunikasi organisasi adalah komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi. Komunikasi organisasi merupakan suatu kompetensi awal bagi para anggota suatu organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di tempat ia bekerja. Dimana dalam mengelola suatu organisasi dengan


(6)

komunikasi yang baik akan mempermudah jalannya suatu organisasi. Dengan kata lain kemampuan berkomunikasi secara naluriah dimiliki setiap individu dan merupakan aset yang sangat berharga bagi individu tersebut sebagai modal dalam melakukan aktifitas organisasi. Adapun Komunikasi organisasi menurut Wayne Pace dan Don F. Faules (2010:31) didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi.

Organisasi sebagai kerangka kerja (frame of work) dari suatu manajemen menunjukkan adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas antara pimpinan dan bawahan dalam suatu sistem manajemen modern. Ada yang diklasifikasikan sebagai pemimpin dan ada yang bertindak sebagai bawahan. (Ruslan, 2002:88)

Organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua orang atau lebih, dengan kegiatan yang saling tergantung satu dengan yang lainnya. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu kebutuhan, dimana dengan komunikasi segala kemungkinan yang diusahakan untuk mewujudkan program kerja bagi suatu organisasi dapat dicapai sesuai dengan tujuan organisasi, komunikasi adalah salah satu aspek/bagian dalam organisasi.

2.2.2. Jaringan komunikasi dalam organisasi

Organisasi adalah komposisi sejumlah orang – orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Diantara orang – orang ini saling terjadi pertukaran pesan. Pertukaran pesan itu melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi (Muhammad, 2009:102).


(7)

Ada enam peranan jaringan komunikasi dalam organisasi yaitu:

1) Opinion Leader adalah pemimpin informal dalam organisasi. Mereka ini tidaklah selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi mampu membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan mereka.

2) Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi diantara anggota organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan, menghindarkan informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting – penting saja terhadap mereka. Dalam hal ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak. Jika gate keepers memutuskan bahwa informasi tertentu tidak penting, kemudian seseorang harus mendapatkan informasi tersebut, maka mungkin informasi tersebut tidak diberikan. Nyatalah bahwa peranan gate keepers ini sangat penting dalam jaringan komunikasi.

3) Cosmopolites adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orang-orang tertentu pada lingkungannya.

4) Bridge adalah anggota kelompok dalam satu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lainnya.


(8)

Individu ini membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasi kelompok-kelompok.

5) Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara kelompok – kelompok dalam organisasi.

6) Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan oleh teman-temannya. (Muhammad, 2009: 102-103)

Secara umum jaringan komunikasi dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: jaringan komunikasi formal dan jaringan komunikasi informal. Dengan kata lain hubungan yang terjadi dalam organisasi dapat terjadi secara formal dan informal.

Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi diantara para anggota organisasi yang secara tegas telah direncanakan dan ditentukan dalam struktur organisasi formal. Komunikasi formal ini mencakup susunan tingkah laku organisasi, pembagian departemen atau tanggung jawab tertentu, posisi jabatan, dan distribusi pekerjaan. Ada tiga bentuk arus komunikasi dalam jaringan komunikasi formal yaitu:

1) Downward communication (komunikasi ke bawah)

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari atas ke bawah. Komunikasi ke bawah biasanya diberikan oleh pimpinan kepada bawahan atau kepada para anggota organisasi dengan tujuan untuk


(9)

memberikan pengertian mengenai apa yang harus dikerjakan oleh para anggota sesuai dengan kedudukannya. Pesan-pesan tersebut dapat dijalankan melalui kegiatan: pengarahan, petunjuk, perintah, teguran, penghargaan, dan keterangan umum. Menurut Lewis (Dalam Muhammad, 2009:108), komunikasi ke bawah juga dimaksudkan untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan, dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Komunikasi ke bawah ini dapat diberikan secara lisan, tertulis, dengan gambar atau simbol-simbol, dalam bentuk surat edaran, pengumuman atau buku-buku pedoman karyawan/anggota. Komunikasi ke bawah dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dari pimpinan kepada bawahan (Wursanto, 2005:162).

2) Upward communication (komunikasi ke atas)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawah ke atas, yakni pesan yang disampaikan oleh para anggota organisasi/ bawahan kepada pimpinan. Komunikasi ini dimaksudkan untuk memberikan masukkan, saran atau bahan-bahan yang diperlukan oleh pimpinan agar pimpinan dapat melaksanakan fungsi dengan sebaik-baiknya. Selain itu komunikasi ke atas ini juga menjadi saluran bagi para anggota/karyawan untuk menyampaikan pikiran, perasaan yang berkaitan dengan tugas-tugasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: pemberian laporan, pemberian saran/pendapat, baik secara lisan, tertulis atau dengan menggunakan simbol dan gambar. Komunikasi ke atas dapat didefinisikan sebagai


(10)

komunikasi yang berlangsung dari bawahan ke atasan (Wursanto, 2005:161).

3) Horizontal communication (komunikasi horizontal).

Komunikasi horizontal atau mendatar terjadi diantara orang-orang yang mempunyai kedudukan sederajat atau satu level. Pesan yang disampaikan biasanya berhubungan dengan tugas-tugas, tujuan kemanusiaan, saling memberi informasi, penyelesaian konflik, dan koordinasi. Koordinasi diperlukan untuk mencegah tendensi-tendensi, selain itu juga dimaksudkan untuk memelihara keharmonisan dalam organisasi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara: rapat-rapat komite, interaksi informal, memo dan nota, dan lain-lain. Komunikasi horizontal dapat didefinisikan sebagai komunikasi antara pimpinan atau pejabat yang setingkat dalam suatu organisasi atau komunikasi antar satuan organsiasi yang setingkat dalam suatu organisasi (Wursanto, 2005:164).

Komunikasi Informal adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi tetapi tidak direncanakan dan tidak ditentukan dalam struktur organisasi (Wursanto, 2005:167). Komunikasi yang terjadi diantara para anggota organisasi atas dasar kehendak pribadi, tanpa memperhatikan posisi/kedudukan mereka dalam organisasi. Informasi dalam komunikasi informal mengalir ke atas, ke bawah, atau secara horizontal, dan ini terjadi jika komunikasi formal kurang memuaskan anggota akan informasi yang diperlukan.

Komunikasi informal disebut juga dengan grapevine (desas desus) cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang, atau kejadian - kejadian di luar dari arus informasi yang mengalir secara resmi, namun walaupun informasinya bersifat


(11)

informal, grapevine ini bermanfaat bagi organisasi. Bagi pimpinan grapevine dapat menjadi masukan tentang perasaan karyawannya, sedangkan bagi sesama karyawan komunikasi informal ini bisa menjadi saluran emosi mereka (Muhammad, 2009:124). Agar komunikasi berjalan efektif maka diperlukan jaringan komunikasi (network) baik yang bersifat formal maupun informal.

2.2.3. Fungsi komunikasi organisasi

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi.

Komunikasi dibutuhkan setiap anggota organisasi untuk menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan, tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut Sendjaja Fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain sebagai berikut :

1) Fungsi informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.


(12)

2) Fungsi regulatif

Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:

(1) Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.

(2) Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3) Fungsi persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya

4) Fungsi integratif

Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan


(13)

baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:

(1) Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.

(2) Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi. (Dalam Bungin, 2008:274)

Sedangkan fungsi komunikasi dalam organisasi menurut Liliweri (2004) terbagi dua yaitu :

1) Fungsi umum

(1) To tell : maksudnya komunikasi itu berfungsi untuk “menceritakan” informasi terkini mengenai sebagian atau keseluruhan hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

(2) To sell : maksudnya komunikasi itu berfungsi untuk “menjual” gagasan, ide, pendapat, fakta, termasuk menjual sikap organisasi, sikap tentang sesuatu yang merupakan subjek layanan.

(3) To learn : maksudnya komunikasi berfungsi untuk meningkatkan kemampuan para karyawan


(14)

2) Fungsi khusus

(1) Membuat para karyawan melibatkan diri ke dalam isu-isu organisasi lalu menerjemahkannya ke dalam tindakan tertentu dibawah sebuah “komando”

(2) Membuat para karyawan menciptakan dan menangani “relasi” antara sesama bagi peningkatan produk organisasi

(3) Membuat para karyawan memiliki kemampuan untuk menangani atau mengambil keputusan – keputusan dalam suasana yang “ambigu dan tidak pasti” (Dalam Lubis, 2013:4).

2.2.4. Hambatan dalam komunikasi organisasi

Menurut Wursanto (2005:171-178) dalam bukunya dasar – dasar ilmu organisasi, hambatan komunikasi dalam organisasi dapat dibagi menjadi :

1) Hambatan yang bersifat teknis

Hambatan yang bersifat teknis adalah hambatan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:

(1) Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses komunikasi;

(2) Penguasaan teknis dan metode berkomunikasi yang tidak sesuai; (3) Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya proses

komunikasi. 2) Hambatan semantik

Hambatan semantik adalah hambatan yang disebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap


(15)

bahasa (kata-kata, kalimat, kode-kode) yang dipergunakan dalam proses komunikasi.

3) Hambatan Perilaku

Hambatan perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan, adalah hambatan yang disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun komunikan. Hambatan perilaku tampak dalam berbagai bentuk seperti:

(1) Pandangan yang bersifat apriori;

(2) Prasangka yang didasarkan pada emosi; (3) Susanan otoriter;

(4) Ketidakmauan untuk berubah; (5) Sifat yang egosentris.

Robbins dalam Suharso (2013: 64-68) menunjukkan beberapa hambatan komunikasi dalam konteks organisasi, yaitu:

1) Penyaringan (filtering)

Penyaringan pada dasarnya adalah proses memanipulasi informasi sehingga informasi yang dikirimkan itu terksesan lebih menyenangkan. Dalam praktik organisasi ini terjadi biasanya pada proses pengiriman informasi dari bawahan kepada atasan (upward communication). Komunikasi ini tidak akan menguntungkan kedua belah pihak karena ada sebagian informasi yang disembunyikan sehingga tidak objektif lagi. Hal ini akan berpengaruh pada keputuasn yang akan diambil oleh atasan atau pimpinan puncak. Keputusan yang diambil berdasarkan pada informasi yang tidak utuh makan tidak akan menyelesaikan persoalan.


(16)

2) Persepsi selektif

Persepsi selektif ini pada dasarnya proses memilih informasi yang menguntungkan sesuai dengan kebutuhan, pengalaman, motivasi, latar belakang dan karakter dari komunikan.

3) Kelebihan Informasi

Kelebihan informasi pada dasarnya merupakan kondisi dimana informasi mengalir begitu cepat dan banyak melebihi kemampuan pengolahan seorang individu. Kelebihan informasi yang terjadi pada karyawan baik eksekutif maupun bawahan pada dasarnya akan menimbulkan dampak negatif. Mereka cenderung akan menyeleksi, mengabaikan atau melupakan informasi itu. Selain itu dampak yang mungkin timbul adalah situasi jenuh dan stres pada karyawan yang akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja mereka menjadi menurun.

4) Defensif

Wujud dari tindakan defensif antara lain, mudah tersinggung, menyindir orang lain yang dianggap sebagai ancaman, ungkapan – ungkapan yang kasar, mengucilkan diri, sulit diajak berkomunikasi sehingga akhirnya komunikasi betul-betul tidak efektif. Dalam beberapa kasus, tidak jarang kondisi ini sampai pada tindakan yang paling fatal, yaitu tindakan fisik. 5) Bahasa

Dalam konteks organsiasi, biasanya karyawan berasal dari latar belakang yang beraneka ragam, baik dari segi pendidikan maupun suku, oleh karena itu memiliki pola berbicara yang berbeda. Perbedaan itu meliputi kata – kata yang digunakan, cara bercanda, cara mengungkapkan pikiran atau


(17)

perasaannya dan sebagainya. Dengan adanya departementalisasi atau pengelompokan kerja dalam praktik organisasi, maka akan menimbulkan terjadinya spesialisasi kerja. Spesialisasi kerja inilah yang kemudian memunculkan terjadinya penggunaan kata atau ungkapan khusus yang terutama hanya dimengerti oleh masing-masing kelompok kerja tersebut. Bagi organisasi – organisasi besar yang memiliki cabang di daerah atau bahkan negara yang berbeda tentu saja penggunaan bahasa yang khas ini akan lebih menyulitkan proses komunikasi.

6) Kegelisahan komunikasi

Kegelisahan komunikasi pada dasarnya ketegangan dan kecemasan yang tidak pada tempatnya dalam komunikasi lisan, tulisan dan keduanya. Bentuk kegelishan komunikasi ini bermacam – macam, antara lain, pucat, keluar keringat dingin, gagap, gemetar, tidak berani menatap lawan bicara, berjalan atau berdiri dengan sikap yang tidak meyakinkan.

2.2.5. Teori komunikasi organisasi

Teori komunikasi telah memberikan sumbangan yang besar terhadap pengertian mengenai organisasi. Pola – pola komunikasi berperan penting dalam memajukan studi mengenai organisasi yaitu dengan menunjukkan pentingnya pola – pola komunikasi dalam pembangunan hubungan jaringan, stuktur kekuasaan dan iklim komunikasi organisasi.

Beberapa teori – teori dalam komunikasi yang berkaitan dengan organisasi yaitu:


(18)

1) Teori Birokrasi Weber

Max Weber adalah pemikir yang memberikan perhatian sangat besar pada bagaimana manusia bertindak secara rasional untuk mencapai tujuannya. Weber mendefinisikan organisasi sebagai “A System of purpose interpersonal activity designed to coordinate individual task” (suatu sistem kegiatan interpersonal bertujuan yang dirancang untuk mengordinasikan tugas individu) (Morrisan,2013:391). Bagi Weber istilah birokrasi tidak dapat dipisahkan dengan istilah rasionalitas karena menggunakan pemikiran rasional dalam mengembangkan organisasi. Menurut Weber dalam Morissan (2013:393-397) Ada tiga faktor yang harus dimiliki organisasi untuk mewujudkan birokrasi rasional yaitu:

(1) Otoritas

Otoritas biasanya muncul bersama – sama dengan kekuasaan, pada organisasi otoritas haruslah sah atau legitimate yang berarti pemegang otoritas telah diberikan izin secara formal oleh organisasi. Ketika seseorang menjadi anggota suatu organisasi maka orang tersebut akan setuju untuk mengikuti segala aturan yang menjamin kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki oleh orang – orang tertentu dalam organisasi. Menurut Weber, cara terbaik untuk mengelola kewenangan legal rasional adalah melalui hirarki, dengan kata lain atasan memiliki atasan lagi, dan atasan dengan kedudukan lebih tinggi memiliki atasan yang lebih tinggi lagi kedudukannya, begitu seterusnya.


(19)

(2) Spesialisasi

Spesialisasi berarti sejumlah individu dibagi menurut pembagian pekerjaan, dan mereka mengetahui pekerjaan mereka masing – masing dalam organisasi. Weber menyatakan bahwa spesialisasi adalah hal penting bagi birokrasi yang rasional, garis batas yang jelas dan tegas memisahkan satu fungsi bagian dengan bagian lainnya dalam organisasi harus dinyatakan dengan aturan dan prosedur yang jelas. (3) Peraturan

Aspek ketiga dari birokrasi adalah kebutuhan terhadap peraturan. Apa yang membuat koordinasi organsiasi dimungkinkan adalah, karena adanya pelaksanaan dari seperangkat aturan bersama yang mengatur perilaku setiap orang. Menurut Weber, aturan organisasi haruslah rasional yang berarti bahwa aturan dirancang untuk mencapai tujuan organisasi dan supaya organisasi dapat mengikuti segala hal yang terjadi maka setiap kegiatan operasional organisasi perlu dicatat agar dapat dievaluasi.

2) Teori Informasi Organisasi

Teori ini dikemukakan oleh Karl Weick, teori informasi organisasi memiliki kedudukan penting dalam ilmu komunikasi, karena menggunakan komunikasi sebagai dasar atau basis bagaimana mengatur atau mengorganisasi manusia dan memberikan pemikiran rasional dalam memahami bagaimana manusia berorganisasi (Morrisan, 2013:399).


(20)

Teori informasi organisasi menjelaskan bagaimana organisasi memahami informasi yang membinggungkan dan multitafsir. Terdapat beberapa asumsi yang mendasari teori ini yaitu:

(1) Organisasi berada dalam suatu lingkungan informasi;

(2) Informasi yang diterima suatu organisasi berbeda dalam hal tingkat kepastiannya;

(3) Organisasi berusaha untuk mengurangi ketidakpastian informasi.

2.3. Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan.

Menurut pendapat Toha (2003:1), Organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Seorang pemimpinlah yang bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan suatu ungkapan yang mendudukan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting dan akan selalu mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.

Berikut ini merupakan beberapa definisi dari kepemimpinan menurut para ahli: 1) Kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan didalam mempengaruhi

dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan gairah, bersedia bekerjasama dan mempunyai


(21)

disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu (Kerlinger, 2002:25).

2) Kepemimpinan adalah sifat, karakter, atau cara seseorang dalam upaya membina dan menggerakkan seseorang atau sekelompok orang agar mereka bersedia, berkomitmen dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya (Gorda, 2006:157).

3) Kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi (Toha, 2003:5).

4) Kepemimpinan adalah suatu proses penggunaan pengaruh positif terhadap orang lain untuk melakukan usaha lebih banyak dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya (Wexly dan Yulk, 2003:189).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau karakter, atau kegiatan atasan atau pimpinan untuk mempengaruhi perilaku sekelompok karyawan secara positif, membimbing dan mengarahkannya agar bekerja dengan lancar sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.

Sebuah kepemimpinan bagaikan sebuah bangunan. Ia perlu memiliki fondasi yang kuat untuk dapat berdiri dengan tegak. Tidak jarang kekuatan sebuah bangunan jauh tertanam di dasar tanpa perlu terlihat, namun memiliki dampak yang signifikan bagi keseluruhan kekuatan bangunan. Menurut Suhartono (2011: 28-31) di dalam bukunya Simple Leadership DNA fondasi dari kepemimpinan adalah:


(22)

1) Attitude atau sikap sering disebut sebagai pilihan diri dalam mengambil tindakan berdasarkan pada nilai – nilai dan apa yang dianggap benar oleh diri sendiri;

2) Creativity atau kreativitas adalah bentuk kemampuan seorang pemimpin memimpin situasi yang ada. Satu tahapan lebih tinggi dari sekedar memimpin diri sendiri, ia harus mampu memimpin situasi, menggunakan nalar, pikiran, pengamalan dan ide-ide cemerlang untuk mencapai tujuan; 3) Commitment atau komitment yaitu sebuah bentuk kemampuan memimpin

orang lain yang didasari keinginan demi mencapai kebaikan bersama-sama dengan orang-orang di sekitarnya. Komitmen akan mengantar seorang pemimpin menjadi contoh atau role model bagi orang – orang disekitarnya.

2.3.2 Pengertian pemimpin

Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan kemudian pemimpin menyatukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami anggotanya untuk mengatasi rintangan. (Robin, 2003:40). Berikut ini merupakan pengertian dari pemimpin menurut para ahli :

1) Pemimpin adalah orang-orang yang menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan (Kartono, 2005:33).

2) Pemimpin adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau kelompok orang lain agar mereka bersedia, komitmen dan setia


(23)

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Gorda (2006:157).

3) Pemimpin merupakan orang yang menerangkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang lain, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan (Umar, 2005:31).

4) Pemimpin adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau sekelompok orang lain dengan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan produktivitas sehingga dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja agar tercapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. (Handoko, 2004 : 293)

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tujuan.

2.3.3. Fungsi, tanggung jawab dan karakteristik pemimpin

Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu melaksanakan kepemimpinan dengan efektif yaitu mampu mengelola dan mengatur organisasi secara efektif. Untuk itu seorang pemimpin harus dapat melaksanakan fungsinya kepemimpinan dengan baik.

Menurut Gorda (2004 : 154), fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan produktivitas organisasi yaitu :


(24)

1) Fungsi kepemimpinan sebagai inovator

Sebagai innovator, pemimpin mampu mengadakan berbagai inovasi-inovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.

2) Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator

Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu :

(1) menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.

(2) menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.

(3)memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan orang lain.

3) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator

Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.


(25)

4) Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Siagian (2010:46) ada 5 (lima) fungsi kepemimpinan yaitu:

1) Pimpinan sebagai penentu arah

Seorang pemimpin harus dapat menentukan arah yang akan ditempuh suatu organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang tetap untuk organisasinya. Strategik, teknik, taktik, dan pengambilan keputusan serta kemampuan pimpinan dalam menentukan arah organisasi di masa yang akan datang (masa depan) merupakan hal yang teramat penting dalam kehidupan organisasional untuk pencapaian tujuan organisasi.

2) Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi

Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannnya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak lain di luar organisasi yang bersangkutan sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus mampu menjadi wakil dan juru bicara organisasi dalam menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi.


(26)

3) Pimpinan sebagai komunikator yang efektif

Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam organisasi dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahkan interaksi antara atasan dan bawahan, antara sesama pejabat pimpinan, dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan terjadi dengan baik berkat komunikasi yang efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan kewajiaban bagi setiap pemimpin.

4) Pimpinan sebagai mediator

Pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam organisasi, terutama dalam menangani situasi terjadinya konflik.

5) Pimpinan sebagai integrator

Di dalam suatu organisasi, tidak jarang terjadi adanya kotak-kotak atau kumpulan golongan tertentu, baik itu yang bersifat negatif maupun positif. Seorang pemimpin memiliki fungsi sebagai integrator maksudnya seorang pemimpin harus mampu bersikap efektif, rasional, objektif, dan netral dalam menghadapi keadaan tersebut diatas.

Pemimpin bertanggung jawab atas maju dan berkembangnya suatu organisasi, berikut ini adalah tanggung jawab dari seorang pemimpin :


(27)

1) Melaksanakan fungsi managerial, yaitu berupa kegiatan pokok meliputi pelaksanaan, penyusunan rencana, penyusunan organisasi, pengarahan organisasi, pengendalian penilaian dan pelaporan;

2) Mendorong bawahan untuk dapat bekerja dengan giat dan tekun;

3) Membina bawahan agar dapat bertanggung jawab tugas masing-masing secara baik;

4) Membina bawahan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien;

5) Menciptakan iklim kerja yang baik dan harmonis;

6) Menyusun fungsi managemen secara baik;

7) Menjadi penggerak yang baik dan menjadi sumber kreatifitas;

8) Menjadi wakil dalam membina hubungan dengan pihak luar (Sarmita, 2013: 6-7).

Sedangkan kriteria seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Mau menerima tanggung jawab

Apabila seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya atas apa-apa yang dilakukan bawahanya.

2) Memiliki kemampuan Perceptive.

Perceptive menunjukan Kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan haruslah mengenal tujuan organisasi sehingga bisa bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Disini pemimpin memerlukan kemampuan untuk untuk


(28)

memahami bawahan, sehingga dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta juga berbagai ambisi yang ada. Di samping itu pemimpin harus juga mempunyai persepsi introspektif ( menilai diri sendiri ) sehingga bisa mengetahui kekuatan, kelemahannya sendiri.

3) Memiliki kemampuan bersikap objektif

Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive. Apabila perceptivitas menimbulkan kepekaan terhdap fakta, kejadian dan kenyatan-kenyatan yang lain. Objektivitas membantu pemimpin untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas. 4) Memiliki kemampuan menyusun perioritas

Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memiliki dan menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataannya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu tetapi seringkali masalah datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

5) Memiliki kemampuan berkomunikasi

Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai (Irawati, 2004: 6-7).


(29)

Menurut Arifin (2012:6) karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu :

1) Seorang yang belajar seumur hidup

Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar pendidikan formal seperti belajar melalui membaca, menulis, observasi dan mendengar.

2) Berorientasi pada pelayanan

Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjadikan pelayanan sebagai tujuan utama.

3) Membawa energi yang positif

Seorang pemimpin menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak tentukan.

2.3.4. Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya (Nawawi, 2003:115). Sedangkan menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.

Beberapa gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003:115) adalah sebagai berikut:


(30)

1) Gaya kepemimpinan otoriter

Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu – satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

2) Gaya kepemimpinan demokratis

Gaya kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota oganisasi. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin, akan tetapi justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

3) Gaya kepemimpinan bebas (laissez faire)

Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing – masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing – masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.

Adapun ciri – ciri ketiga tipe kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Otoriter


(31)

(2) Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota;

(3) Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;

(4) Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok.

2) Demokratis

(1) Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin;

(2) Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan;

(3) Senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya;

(4) Pemimpin adalah obyek atau “fact –minded” dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa

3) Laizze faire

(1) Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi dari pemimpin;

(2) Kehadiran pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi;

(3) Kadang – kadang memberikan komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kegiatan (Arifin 2012:89-93).


(32)

2.3.5. Teori kepemimpinan

Teori kepemimpinan merupakan pengeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep – konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsi serta etika profesi kepemimpinan (Kartono, 2005:47). Menurut Arifin (2012:27-29) terdapat beberapa teori kepemimpinan antara lain sebagai berikut:

1) Teori Sifat (Thrait Theory)

Teori ini berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat – sifat sebagai pemimpin. Asumsi pemikiran dalam teori ini bahwa keberhasilan seseorang pemimpin ditentukan kualitas sifat tertentu yang dimiliki atau melekat dalam diri seseorang. Teori ini tidak memungkiri bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pengalaman.

2) Teori Perilaku (Behavior Theory)

Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan merupakan interaksi pemimpin dengan pengikut dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolah pengaruh dari pemimpinnya itu. Teori ini melahirkan dua orientasi perilaku pemimpin yaitu berioreintasi tugas (task orientation) dan berorientasi pada orang (people orientation).


(33)

3) Teori Situasional Kontingensi (Situational Kontigensi Theory)

Menurut Teori situasional kontingensi kepemimpinan berkembang sesuai situasi dan keperluan. Hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan keperluan organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.

2.4. Iklim Komunikasi Organisasi

Komunikasi yang terjalin terus menerus dalam sebuah organisasi akan membentuk suatu iklim komunikasi organisasi. Iklim komunikasi organisasi memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu, keputusan – keputusan yang diambil oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, menawarkan gagasan – gagasan inovatif bagi penyempurnaan perusahaan dan operasinya.

2.4.1. Pengertian iklim komunikasi organisasi

Denis (1975) mengemukakan iklim komunikasi organisasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi (Muhammad, 2009:86). Adapun Pace dan Faules (2010:147) mengatakan bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi – persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons karyawan terhadap karyawan lainnya, harapan – harapan, konflik – konflik antarpersona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tesebut.

Iklim komunikasi organisasi bukanlah sifat individu, tetapi sifat yang dibentuk, dimiliki bersama dan dipelihara oleh para anggota organisasi. Iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi – persepsi atas unsur – unsur


(34)

organisasi dan pengaruh unsur – unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya. Pengaruh ini menghasilkan pedoman bagian keputusan – keputusan dan tindakan – tindakan individu, dan mempengaruhi pesan – pesan mengenai organisasi (Pace dan Faules, 2010: 149).

Redding menyatakan bahwa iklim komunikasi lebih penting daripada keterampilan atau teknik – teknik komunikasi semata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif (Goldhaber, 1990:148). Redding juga berpendapat bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada para karyawan bahwa organisasi mempercayai mereka, dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan pekerjaan/tugas, menyediakan informasi yang terbuka dan memadai mengenai organisasi, mendengarkan dengan penuh perhatian serta mudah memperoleh informasi yang dapat dipercaya dari para karyawan, organisasi secara aktif memberikan penyuluhan kepada para karyawan sehingga karyawan melihat bahwa mereka keberadaan mereka penting dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi, dan menaruh perhatian pada tujuan - tujuan kinerja tinggi (Pace dan Faules, 2010:155).

Iklim komunikasi yang penuh rasa persaudaraan akan mendorong para anggota organisasi untuk berkomunikasi secara terbuka, rilexs dan ramah penuh rasa persaudaraan dengan anggota organisasi lainnya (Muhammad, 2009:85). Sedangkan iklim komunikasi yang negatif akan mengakibatkan keretakan


(35)

hubungan antara anggota organisasi, perselisihan yang terus berlarut – larut dan suasana organisasi yang tidak kondusif, wujud sikap mementingkan diri sendiri, produktivitas organisasi yang merosot, ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan. (Sanusi, 2012:47).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan iklim komunikasi organisasi mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk individu-individu yang jujur dan terbuka sehingga menghasilkan suasana yang mendukung di dalam organisasi karena iklim komunikasi organisasi mengkaitkan konteks organisasi dengan konsep – konsep perasaan dan harapan anggota organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi.

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi

Penelitian yang dilakukan Redding menunjukkan bahwa iklim komunikasi lebih luas dari persepsi karyawan terhadap kualitas hubungan dan komunikasi dalam organisasi. Redding mengemukakan lima dimensi penting dari iklim komunikasi yaitu:

1) “Supportiveness”, atau bawahan mengamati bahwa hubungan komunikasi

mereka dengan atasan membantu mereka membangun dan menjaga persaan diri berharga dan penting;

2) Partisipasi membuat keputusan;

3) Kepercayaan, dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia; 4) Keterbukaan dan keterusterangan;


(36)

5) Tujuan kinerja yang tinggi, pada tingkat mana tujuan kinerja dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi (Muhammad, 2009:85).

Adapun tingkah laku komunikasi tertentu dari anggota organisasi mengarahkan kepada iklim supportiveness adalah sebagai berikut:

1) Deskripsi, setiap anggota organisasi memfokuskan pesan mereka kepada kejadian yang dapat di amati dari evaluasi secara subjektif atau emosional; 2) Orientasi masalah, setiap anggota organisasi memfokuskan komunikasi

mereka kepada pemecahan kesulitan mereka secara bersama;

3) Spontanitas, setiap anggota organisasi berkomunikasi dengan sopan dalam merespon terhadap situasi yang terjadi;

4) Empati, setiap anggota organisasi memperlihatkan perhatian dan pengertian terhadap anggota lainya;

5) Kesamaan, anggota organisasi memperlakukan anggota yang lain sebagai teman dan tidak menekankan kepada kedudukan dan kekuasaan;

6) Profesionalisme, setiap anggota organisasi bersifat fleksibel dan menyesuaikan diri pada situasi komunikasi yang berdeda-beda (Muhammad. 2009: 85-86).

Penelitian yang dilakukan Pace dan Peterson menunjukkan bahwa ada beberapa faktor besar yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi (Pace dan Faules, 2010:159-160). Faktor - faktor tersebut adalah :


(37)

1) Kepercayaan

Personel di semua tingkat harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang didalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan. 2) Pembuatan keputusan bersama

Para pegawai di semua tingkat dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai di semua tingkat harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkonsultasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.

3) Kejujuran

Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan – hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan apa yang ada dalam pikiran mereka tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan atau atasan

4) Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah

Kecuali untuk keperluan informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang – orang atau bagian – bagian lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasinya, para pemimpin, dan rencana – rencana.


(38)

5) Mendengarkan dalam komunikasi ke atas

Personel di setiap tingkat dalam organisasi harus mendengarkan saran – saran atau laporan – laporan masalah yang dikemukakan personel di setiap tingkat bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan.

6) Perhatian pada tujuan – tujuan berkinerja tinggi

Personel di semua tingkat dalam organisasi harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan – tujuan berkinerja tinggi, produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah dengan demikian pula menunjukkan perhatian bersar pada anggota organisasi lainnya.

2.5. Kinerja

2.5.1. Pengertian kinerja

Kinerja berasal dari kata performance, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan (Wibowo, 2007:34).

Menurut Widodo (2005:78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan, atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung


(39)

jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.

Menurut Mangkunegara (2009:67) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja yaitu sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisai. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai (Mahsun, 2006:25).

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

2.5.2. Penilaian kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2002:78) pada dasarnya pengukuran kinerja didasarkan pada 5 (lima) hal berikut:


(40)

1) Kuantitas output, yaitu menyangkut jumlah output yang dihasilkan dan ketepatan untuk menyelesaikan pekerjaan rutin;

2) Kualitas output, meliputi ketepatan mutu dalam menghasilkan output yaitu menyangkut kerapian, ketelitian dan keterampilan;

3) Jangka waktu output, yaitu pemanfaatan waktu yang telah disesuaikan 4) Kehadirian di tempat kerja;

5) Sikap kooperatif, yaitu menyangkut cara bersikap di perusahaan, baik terhadap atasan, karyawan lain, ataupun terhadap pekerjaan yang diberikan untuk penyelesaian secara bersama – sama.

Tujuan penilaian kinerja menurut Yani (2012: 119) adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama periode tertentu; 2) Meningkatkan motivasi kerja;

3) Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, bonus, tunjangan dan insentif lainnya;

4) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan sumber daya manusia, karier dan keputusan perencanaan suksesi;

5) Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja

Menurut Mangkunegara (2009:16-17), faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1) Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisik (jasmani).


(41)

Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.

Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2) Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja kondusif dan dinamis, peluang berkarier, dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.6. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Kerangka pemikiran ini diperoleh dari perpaduan sintesa antara berbagai variabel yang dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis. Atas dasar pemikiran diatas terdapat beberapa teori untuk mengungkapkan hubungan variabel – variabel yang akan diteliti.

Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide – ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Weber dalam Morissan (2013) menekankan pentingnya birokrasi rasional dalam menjalankan organisasi yang meliputi 3 aspek yaitu otoritas, spesialisasi dan peraturan. Karl Weick dalam teori informasi organisasi menekankan fungsi dari organisasi untuk mengurangi


(42)

ketidakpastian informasi (Morrisan,2013). Dengan adanya informasi yang jelas dan pasti, tugas dan fungsi dari organisasi dapat berjalan dengan baik.

Faktor kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi karena kepemimpinan yang baik akan mampu memberikan pengarahan terhadap usaha – usaha dalam proses pekerjaan untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2006:170).

Peran dari kepemimpinan dalam suatu organisasi diharapkan memiliki kemampuan dalam mempengaruhi, mengarahkan serta berkomunikasi dengan baik bagi para bawahannya. Adapun indikator dalam pengukuran kepemimpinan adalah penetapan keputusan oleh pimpinan, kebijakan pimpinan, berani mengambil resiko, berani membuat perubahan, dorongan berprestasi dari pimpinan serta pengawasan perilaku karyawan.

Iklim komunikasi adalah persepsi mengenai seberapa jauh anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat dipercaya, mendukung, terbuka menaruh perhatian kepada mereka, serta memberi penghargaan atas kinerja yang baik (Kriyantono 2007:311). Iklim komunikasi memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu, iklim komunikasi organisasi mempengaruhi bagaimana keputusan – keputusan diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, mengikatkan diri mereka dengan organisasi, bersikap jujur dalam bekerja untuk meraih kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas


(43)

secara kreatif dan untuk menawarkan gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasionalisasinya.

Pace dan Peterson menemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi (Pace dan Faules, 2010: 159-160) yaitu: kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, dukungan, keterbukaan dan perhatian atas tujuan kinerja yang tinggi, faktor – faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi inilah yang menjadi indikator pengukuran iklim komunikasi organisasi.

Kinerja pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi (Mathis dan Jackson, 2002:78).

Mathis dan Jackson (2002:78) menyatakan kinerja karyawan pada suatu organisasi diukur melalui 5 (lima) hal berikut:

1) Kuantitas output, yaitu menyangkut jumlah output yang dihasilkan dan ketepatan untuk menyelesaikan pekerjaan rutin;

2) Kualitas output, meliputi ketepatan mutu dalam menghasilkan output yaitu menyangkut kerapian, ketelitian dan keterampilan;

3) Jangka waktu output, yaitu pemanfaatan waktu yang telah disesuaikan; 4) Kehadirian di tempat kerja;

5) Sikap kooperatif, yaitu menyangkut cara bersikap di perusahaan, baik terhadap atasan, karyawan lain, ataupun terhadap pekerjaan yang diberikan untuk penyelesaian secara bersama – sama.


(44)

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson diatas maka indikator dari kinerja karyawan dalam penelitian ini adalah kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu, kedisiplinan dan kemampuan kerjasama.

Kerangka berpikir pada penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Waruna Nusa Sentana dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Ryx1 Ryx1x2 Ryx2

Sumber:Hasibuan (2006), Pace dan Faules (2010), Mathis dan Jackson (2002)

Kepemimpinan (X1)

1) Penetapan keputusan oleh pimpinan 2) Kebijakan pimpinan 3) Berani mengambil

resiko

4) Berani membuat perubahan 5) Dorongan

berprestasi dari pimpinan

6) Pengawasan perilaku karyawan

Iklim Komunikasi Organisasi (X2)

1) Kepercayaan

2) Pembuatan keputusan bersama

3) Dukungan 4) Keterbukaan

5) Perhatian atas tujuan kinerja yang tinggi

Kinerja (Y)

1) Kuantitas output 2) Kualitas output 3) Jangka waktu output 4) Kehadiran ditempat

kerja


(45)

2.7. Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai dua kata “hupo” (sementara) dan thesis (pernyataan atau teori) yang berarti jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya (Siregar, 2013:38). Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah disebutkan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana;

2) Terdapat pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana;

3) Terdapat pengaruh kepemimpinan dan iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana.


(1)

1) Kuantitas output, yaitu menyangkut jumlah output yang dihasilkan dan ketepatan untuk menyelesaikan pekerjaan rutin;

2) Kualitas output, meliputi ketepatan mutu dalam menghasilkan output yaitu menyangkut kerapian, ketelitian dan keterampilan;

3) Jangka waktu output, yaitu pemanfaatan waktu yang telah disesuaikan 4) Kehadirian di tempat kerja;

5) Sikap kooperatif, yaitu menyangkut cara bersikap di perusahaan, baik terhadap atasan, karyawan lain, ataupun terhadap pekerjaan yang diberikan untuk penyelesaian secara bersama – sama.

Tujuan penilaian kinerja menurut Yani (2012: 119) adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama periode tertentu; 2) Meningkatkan motivasi kerja;

3) Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, bonus, tunjangan dan insentif lainnya;

4) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan sumber daya manusia, karier dan keputusan perencanaan suksesi;

5) Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja

Menurut Mangkunegara (2009:16-17), faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1) Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisik (jasmani).


(2)

Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.

Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2) Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja kondusif dan dinamis, peluang berkarier, dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.6. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Kerangka pemikiran ini diperoleh dari perpaduan sintesa antara berbagai variabel yang dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis. Atas dasar pemikiran diatas terdapat beberapa teori untuk mengungkapkan hubungan variabel – variabel yang akan diteliti.

Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide – ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Weber dalam Morissan (2013) menekankan pentingnya birokrasi rasional dalam menjalankan organisasi yang meliputi 3 aspek yaitu otoritas, spesialisasi dan peraturan. Karl Weick dalam teori informasi organisasi menekankan fungsi dari organisasi untuk mengurangi


(3)

ketidakpastian informasi (Morrisan,2013). Dengan adanya informasi yang jelas dan pasti, tugas dan fungsi dari organisasi dapat berjalan dengan baik.

Faktor kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi karena kepemimpinan yang baik akan mampu memberikan pengarahan terhadap usaha – usaha dalam proses pekerjaan untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2006:170).

Peran dari kepemimpinan dalam suatu organisasi diharapkan memiliki kemampuan dalam mempengaruhi, mengarahkan serta berkomunikasi dengan baik bagi para bawahannya. Adapun indikator dalam pengukuran kepemimpinan adalah penetapan keputusan oleh pimpinan, kebijakan pimpinan, berani mengambil resiko, berani membuat perubahan, dorongan berprestasi dari pimpinan serta pengawasan perilaku karyawan.

Iklim komunikasi adalah persepsi mengenai seberapa jauh anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat dipercaya, mendukung, terbuka menaruh perhatian kepada mereka, serta memberi penghargaan atas kinerja yang baik (Kriyantono 2007:311). Iklim komunikasi memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu, iklim komunikasi organisasi mempengaruhi bagaimana keputusan – keputusan diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, mengikatkan diri mereka dengan organisasi, bersikap jujur dalam bekerja untuk meraih kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas


(4)

secara kreatif dan untuk menawarkan gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasionalisasinya.

Pace dan Peterson menemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi (Pace dan Faules, 2010: 159-160) yaitu: kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, dukungan, keterbukaan dan perhatian atas tujuan kinerja yang tinggi, faktor – faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi inilah yang menjadi indikator pengukuran iklim komunikasi organisasi.

Kinerja pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi (Mathis dan Jackson, 2002:78).

Mathis dan Jackson (2002:78) menyatakan kinerja karyawan pada suatu organisasi diukur melalui 5 (lima) hal berikut:

1) Kuantitas output, yaitu menyangkut jumlah output yang dihasilkan dan ketepatan untuk menyelesaikan pekerjaan rutin;

2) Kualitas output, meliputi ketepatan mutu dalam menghasilkan output yaitu menyangkut kerapian, ketelitian dan keterampilan;

3) Jangka waktu output, yaitu pemanfaatan waktu yang telah disesuaikan; 4) Kehadirian di tempat kerja;

5) Sikap kooperatif, yaitu menyangkut cara bersikap di perusahaan, baik terhadap atasan, karyawan lain, ataupun terhadap pekerjaan yang diberikan untuk penyelesaian secara bersama – sama.


(5)

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson diatas maka indikator dari kinerja karyawan dalam penelitian ini adalah kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu, kedisiplinan dan kemampuan kerjasama.

Kerangka berpikir pada penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Waruna Nusa Sentana dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Ryx1

Ryx1x2

Ryx2

Sumber:Hasibuan (2006), Pace dan Faules (2010), Mathis dan Jackson (2002)

Kepemimpinan (X1)

1) Penetapan keputusan oleh pimpinan 2) Kebijakan pimpinan 3) Berani mengambil

resiko

4) Berani membuat perubahan 5) Dorongan

berprestasi dari pimpinan

6) Pengawasan perilaku karyawan

Iklim Komunikasi Organisasi (X2)

1) Kepercayaan

2) Pembuatan keputusan bersama

3) Dukungan 4) Keterbukaan

5) Perhatian atas tujuan kinerja yang tinggi

Kinerja (Y)

1) Kuantitas output 2) Kualitas output 3) Jangka waktu output 4) Kehadiran ditempat

kerja


(6)

2.7. Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai dua kata “hupo” (sementara) dan thesis (pernyataan atau teori) yang berarti jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya (Siregar, 2013:38). Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah disebutkan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana;

2) Terdapat pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana;

3) Terdapat pengaruh kepemimpinan dan iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Waruna Nusa Sentana.