Latar Belakang dan Masalah .1 Latar Belakang
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang
Seorang anak memiliki cara yang unik dalam menentukan makna sebuah kosakata. Seorang anak yang berada dalam tahap pemerolehan bahasa harus
mengenali fitur-fitur bahasa yang diterima dari lingkungannya sehingga makna yang diperolehnya sesuai dengan makna yang dimaksud oleh orang dewasa.
Seorang anak akan menerima fitur-fitur bahasa yang belum pernah diketahui sebelumnya kemudian memerosesnya dalam pikirannya sehingga mampu
menghasilkan fitur-fitur bahasa yang benar. Dalam tahap pemerolehan bahasa, anak menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi mengenai kehidupan sekitarnya. Setiap hal yang diamati dan dikumpulkan
seorang anak akan menjadi pengetahuan dalam dunianya dengan melekatkan pengetahuan tersebut maka anak akan memeroleh fitur-fitur bahasa yang berasal
dari urutan bunyi bahasa yang didengarnya. Pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah tanpa disadari yang melibatkan
bahasa pertama bahasa ibu. Menurut Chaer, 2003: 167 mengatakan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memeroleh bahasa
pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah
Universitas Sumatera Utara
2
proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi
diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak. Selanjutnya menurut Chaer, 2003: 167 mengatakan bahwa proses
performansi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses pengucapan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman
melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses pengucapan
melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik anak.
Dardjowidjojo, 2005: 260 mengatakan bahwa dalam menentukan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu di antaranya
dinamakan overextension ‘penggelembungan makna’ dan underextension ‘penciutan makna’.
Penggelembungan makna merupakan konsep yang digunakan untuk menentukan makna pada suatu kosakata dengan menerapkannya pada konsep lain
yang sesuai dengan fitur bahasa menurut Dardjowidjojo, 2005: 260. Penggelembungan makna terjadi ketika anak menggunakan kosakata dengan cara
yang sangat terbatas dan hanya mampu menangkap kesamaan yang terdapat dari fitur makna yang melekat pada objek tertentu.
Contoh penggelembungan makna adalah ketika anak berada di taman, anak melihat seekor kucing yang besar dan anak akan mengatakan itu anjing.
Dalam pikiran anak, mereka belum mampu membedakan kucing dan anjing
Universitas Sumatera Utara
3
karena memiliki kesamaan dalam hal ukuran sehingga seekor anjing yang ukurannya kecil akan dianggap kucing.
Penciutan makna merupakan konsep yang digunakan untuk membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk dan dikonsep dalam pikiran anak
sebelumnya. Konsep pertama yang diperkenalkan pada anak adalah konsep yang selalu melekat dalam pemikiran anak Dardjowidjojo, 2005: 260. Penciutan
makna terjadi ketika seorang anak menggunakan kosakata dengan cara yang sangat terbatas dan hanya mampu menangkap sebagian dari fitur makna yang
melekat pada objek tertentu. Contoh penciutan makna adalah seorang anak yang melihat anjing di
taman tidak akan mengatakan itu adalah anjing. Dalam pikiran anak, mereka hanya mengenal anjing hewan yang dipeliharaanya dirumah sehingga setiap
anjing yang dijumpainya di luar rumah bukanlah anjing. Penggelembungan makna dan penciutan makna pada kosakata bahasa
Indonesia anak usia 2 −3 tahun menjadi objek yang menarik dalam kajian
pemerolehan bahasa sebab cara anak menentukan makna masih sering mengalami kekeliruan sehingga perlu bantuan dari orang dewasa untuk memberitahukan
makna yang benar. Penggelembungan makna dan penciutan makna mengekspresikan proses penentuan makna yang terjadi akibat adanya rentangan
makna yang sesuai dengan fitur-fitur yang dimiliki suatu benda. Penggelembungan makna dan penciutan makna dapat berdasarkan bentuk, ukuran,
gerakan, bunyi dan tekstur Clark, 1977: 494 dalam Dardjowidjojo, 2005: 261.
Universitas Sumatera Utara
4
Berdasarkan bentuk, anak-anak usia 2 −3 tahun mengenal kata apel, tetapi
mangga, jeruk, dan pir disebut juga dengan apel. Anak mengenal kata lembu digunakan juga untuk menyebut kuda dan kerbau yang merupakan binatang
berkaki empat. Begitu juga dengan kata buaya yang digunakan untuk menyebut binatang lain, seperti kadal dan biawak yang merupakan binatang melata
Simanjuntak, 1983 dalam Chaer, 2003: 195. Tahap pengenalan makna akan menolong anak untuk memeroleh makna
kata-kata baru. Hanya beberapa fitur bahasa yang digunakan oleh anak pada tahap pengenalan makna. Pengenalan makna merupakan ciri khas dari pemerolehan
makna oleh anak-anak. Menurut Kridalaksana 2008:141, leksikal adalah bersangkutan dengan
kata. Dardjowidjojo 2005:259 mengatakan bahwa kata dibagi menjadi dua bagian, yakni kata utama dan fungsi. Kata utama, yaitu nomina, verba, dan
adjektiva sedangkan kata fungsi seperti dari dan ke. Anak-anak lebih dahulu menguasai kata utama yang sering diucapkan. Anak usia 2
─3 tahun sudah mulai menggunakan kata-kata yang lengkap dan sudah bisa dipahami, anak usia 2
─3 tahun ini sudah mulai bisa diajak berkomunikasi.
Fitur-fitur seperti bentuk, ukuran, gerakan, bunyi dan tekstur merupakan pemerolehan semantik anak, makna dapat dijelaskan berdasarkan fitur-fitur atau
penanda-penanda semantik. Ini berarti, makna sebuah kata merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik Larson, 1989 dalam Chaer, 2003: 195. Teori Komponen
Makna yang dikembangkan oleh Clark dalam perkembangan pemerolehan bahasa
Universitas Sumatera Utara
5
pada anak mengkaji fitur-fitur makna sebagai pengalaman anak mengenai dunia dan mengenai bahasa yang masih sangat terbatas bagi anak.
Penggelembungan makna dan penciutan makna terjadi pada tahap generalisasi berlebihan yang berlangsung pada usia 2
−3 tahun. Pada tahap ini anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan kemudian
pada perkembangan selanjutnya barulah terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-angsur Clark, 1977 dalam Chaer, 2003: 197. Oleh karena itu,
peneliti memilih anak yang berusia 2 −3 tahun yang sedang mengalami tahap
generalisasi berlebihan. Penggelembungan Makna dan Penciutan Makna pada Kosakata Bahasa
Indonesia Anak Usia 2 − 3 Tahun: Analisis Psikolinguistik merupakan judul
penelitian yang ingin dibahas oleh peneliti. Peneliti memilih daerah Perumnas Mandala Medan sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut sudah
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya tanpa ada campuran dari bahasa-bahasa daerah. Masyarakat daerah tersebut sudah menggunakan bahasa
Indonesia dalam aktivitasnya sehari-hari. Peneliti akan melakukan penelitian di Pendidikan Anak Usia Dini PAUD First One School yang beralamat di jalan
Garuda Raya 2 Perumnas Mandala Medan, Kecamatan Percut Sei tuan, Medan. Siswa First One School sudah mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya
dan sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti akan memilih sebelas anak yang sehat secara rohani dan jasmani, terdiri dari tujuh
perempuan dan empat laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
6