Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat Hambatan Komunikasi Terapeutik Sikap Komunikasi Terapeutik

klien dan tujuan yang telah dicapai. Kegiatan yang dilakukan pada tahap terminasi adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi subjektif, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien. Kegiatan ini penting sekali dilakukan agar perawat tahu kondisi psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensif maupun menarik diri. 2. Evaluasi objektif, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi respons objektif terhadap hasil yang diharapkan dari keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya. 3. Tindak lanjut, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan. Pesan yang disampaikan itu relevan, singkat, padat, dan jelas agar tidak terjadi miscomunication. Oleh karena pentingnya proses tindak lanjut, bila perlu pesan yang disampaikan diulangi lagi sampai klien mengerti.

2.1.6. Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli atau penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Perilaku ingin menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian, yaitu: 1 Budi pekerti dalam keperawatan. Budi pekerti sangat berkaitan dengan pola komunikasi sehingga dalam keperawatan, hendaklah budi pekerti dan etika Universitas Sumatra Utara berkomunikasi dijadikan pendorong kekuatan stimulus dalam melaksanakan tugas setiap hari, 2 Kejujuran. Jujur dalam kelakuan dan tindakan serta pembicaraan adalah penting untuk klien dan lingkungannya. Kejujuran dalam keperawatan dibagi atas tiga sebagai berikut: a jujur terhadap pekerjaan, b jujur terhadap lingkungan, c jujur dalam perkataan Mundakir, 2006.

2.1.7. Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hamid 1998, yang dikutip oleh Nunung. 2010 hambatan komunikasi terapeutik yaitu: a. Resisten Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah. b. Transferens Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupanya dimasa lalu. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung. c. Kontertranferens Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertransferens merujuk pada respon emosial spesifik oleh perawat Universitas Sumatra Utara terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.

2.1.8. Sikap Komunikasi Terapeutik

Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik berkomunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Menurut Egan 1975, yang dikutip oleh Dalami, Rochimah, Gustina, Roselina, Banon, 2009 mengidentifikasi lima sikap untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu: a. Berhadapan Arti dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”. b. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. c. Membungkuk kearah klien Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. e. Tetap refleks Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien. Universitas Sumatra Utara 2.2. Kepuasan Pasien 2.2.1. Pengertian Kepuasan