Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017.

(1)

2016/2017 Sirilus Prasetya Nugraha Universitas Sanata Dharma

2017

Membaca merupakan salah satu keterampilan dalam bidang bahasa. Keterampilan membaca perlu diajarkan dengan benar kepada siswa di sekolah. Agar minat membaca siswa meningkat perlu adanya media bacaan yang menarik. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan buku cerita berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk dan mendeskripsikan kualitas produk. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan. Produk berupa buku cerita bergambar ini menggunakan prosedur pengembangan modifikasi Borg and Gall dan Sugiyono. Modifikasi produk terdiri dari 6 langkah, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Instrumen dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara dan lembar kuesioner. Wawancara digunakan sebagai analisis kebutuhan kepada guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Kuesioner digunakan untuk validasi desain kepada satu ahli bahasa Indonesia, satu guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo, dan siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo serta uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo.

Berdasarkan hasil validasi, didapat skor oleh ahli bahasa Indonesia sejumlah 4,94, guru kelas IV A memperoleh skor 4,58, dan siswa kelas IV A memperoleh skor 4,45. Rerata skor validasi yaitu 4,65 dengan kategori “sangat baik”. Sedangkan uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A memperoleh hasil rerata sejumlah 4,72 dengan kategori “sangat baik”. Penilaian buku cerita bergambar ini ditinjau dari tiga aspek, yaitu (1) sampul buku, (2) isi buku cerita, dan (3) anatomi buku.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan anti korupsi, membaca


(2)

Sirilus Prasetya Nugraha Sanata Dharma University

2017

Reading is one of language skills. Reading skill should be taught properly to students in schools. Attractive reading media are needed to increase students’ interest in reading. This study focuses on the development of anti-corruption education based picture story books for reading lesson for IV A students in SD Negeri Dayuharjo academic year 2016/2017.

The study aims to develop a product and describe the quality of the product. This study is research and development study which employs modified developmental procedure by Borg and Gall and Sugiyono to produce a picture story books. Product modifications consist of 6 steps which include (1) potential and problem (2) data gathering (3) product design (4) design validation (5) design revision and (6) test product. The instruments used in this study were interview and questionnaire. The interview served as needs analysis of home teachers in Class IV A SD Negeri Dayuharjo. The questionnaire was used as design validation for one Indonesian language expert, one home teacher in Class IV A SD Negeri Dayuharjo, and students of Class IV A SD Negeri Dayuharjo.

Based on the validation result, score 4.94 was obtained from Indonesian language expert, home teacher of Class IV A obtained score of 4.58, and students of Class IV A obtained score of 4.45. The mean of validation score was 4.65 with the category of “excellent”, while the test product to students of Class IV A earned the mean of 4.72 with the category of “excellent”. The evaluation was based on three aspects; (1) book cover, (2) story book content, and (3) book anatomy.

Keywords: research and development, picture story book, anti-corruption based education, reading


(3)

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN

MEMBACA SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Sirilus Prasetya Nugraha NIM: 131134052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(4)

i

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN

MEMBACA SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Sirilus Prasetya Nugraha NIM: 131134052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(5)

(6)

(7)

iv PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

TUHAN YANG MAHA ESA

Orang tua penulis, Bapak Stefanus Singgih Nugraha dan Ibu Elizabeth Tri Ganef Astuti yang selalu memberi kasih sayang, semangat, doa, dan dukungan serta

uang saku.

Kakak sekeluarga, Laurentius Eliffe Satya Nugraha, Valentina Heni Puspita, dan keponakan penulis Giacinta Ayu Natasha yang tidak pernah lelah memberikan

hiburan dan canda tawa selama penulisan skripsi ini.

Guru kehidupan penulis, Yuniardi Arfiyanto yang tidak pernah lelah mengajak penulis untuk belajar arti kehidupan selama kurang lebih 10 tahun terakhir.

Seseorang yang spesial, Ristiana Putri yang selalu direpotkan penulis dalam bentuk perasaan, pikiran, tenaga, ataupun materi.

Teman-teman BadBoyz Racing yang telah memberikan hiburan dalam bentuk apapun termasuk ngetrail bersama selama penyusunan skripsi ini.

Saudara-saudara, teman-teman, sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Semua teman-teman PGSD angkatan 2013 yang telah berdinamika bersama.

Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan seluruh pendidik dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.


(8)

v MOTTO

“Veni, Vidi, Vici”


(9)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 April 2017 Penulis


(10)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Sirilus Prasetya Nugraha

Nomor Mahasiswa : 131134052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA

SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO TAHUN AJARAN 2016/2017

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 28 April 2017 Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA

SISWA KELAS IV A SD NEGERI DAYUHARJO TAHUN AJARAN 2016/2017

Sirilus Prasetya Nugraha Universitas Sanata Dharma

2017

Membaca merupakan salah satu keterampilan dalam bidang bahasa. Keterampilan membaca perlu diajarkan dengan benar kepada siswa di sekolah. Agar minat membaca siswa meningkat perlu adanya media bacaan yang menarik. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan buku cerita berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk dan mendeskripsikan kualitas produk. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan. Produk berupa buku cerita bergambar ini menggunakan prosedur pengembangan modifikasi Borg and Gall dan Sugiyono. Modifikasi produk terdiri dari 6 langkah, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Instrumen dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara dan lembar kuesioner. Wawancara digunakan sebagai analisis kebutuhan kepada guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Kuesioner digunakan untuk validasi desain kepada satu ahli bahasa Indonesia, satu guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo, dan siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo serta uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo.

Berdasarkan hasil validasi, didapat skor oleh ahli bahasa Indonesia sejumlah 4,94, guru kelas IV A memperoleh skor 4,58, dan siswa kelas IV A memperoleh skor 4,45. Rerata skor validasi yaitu 4,65 dengan kategori “sangat baik”. Sedangkan uji coba produk kepada enam siswa kelas IV A memperoleh hasil rerata sejumlah 4,72 dengan kategori “sangat baik”. Penilaian buku cerita bergambar ini ditinjau dari tiga aspek, yaitu (1) sampul buku, (2) isi buku cerita, dan (3) anatomi buku.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan anti korupsi, membaca


(12)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF ANTI-CORRUPTION EDUCATION BASED PICTURE STORY BOOKS FOR READING LESSON FOR IV A STUDENTS IN SD NEGERI DAYUHARJO ACADEMIC YEAR 2016/2017

Sirilus Prasetya Nugraha Sanata Dharma University

2017

Reading is one of language skills. Reading skill should be taught properly to students in schools. Attractive reading media are needed to increase students’ interest in reading. This study focuses on the development of anti-corruption education based picture story books for reading lesson for IV A students in SD Negeri Dayuharjo academic year 2016/2017.

The study aims to develop a product and describe the quality of the product. This study is research and development study which employs modified developmental procedure by Borg and Gall and Sugiyono to produce a picture story books. Product modifications consist of 6 steps which include (1) potential and problem (2) data gathering (3) product design (4) design validation (5) design revision and (6) test product. The instruments used in this study were interview and questionnaire. The interview served as needs analysis of home teachers in Class IV A SD Negeri Dayuharjo. The questionnaire was used as design validation for one Indonesian language expert, one home teacher in Class IV A SD Negeri Dayuharjo, and students of Class IV A SD Negeri Dayuharjo.

Based on the validation result, score 4.94 was obtained from Indonesian language expert, home teacher of Class IV A obtained score of 4.58, and students of Class IV A obtained score of 4.45. The mean of validation score was 4.65 with the category of “excellent”, while the test product to students of Class IV A earned the mean of 4.72 with the category of “excellent”. The evaluation was based on three aspects; (1) book cover, (2) story book content, and (3) book anatomy.

Keywords: research and development, picture story book, anti-corruption based education, reading


(13)

x KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo tahun ajaran 2016/2017 dapat terselesaikan. Maksud dan tujuan skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1) Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2) Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Kaprodi PGSD.

3) Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakaprodi PGSD dan dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

4) Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi., dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi. 5) Ahli bahasa Indonesia selaku validator yang telah membantu

memaksimalkan produk penelitian.

6) Guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo selaku narasumber dan validator.

7) Siswa-siswi kelas IV A SD Negeri Dayuharjo selaku validator dan subjek uji coba produk.

8) Para dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.

9) Kepala sekolah dan para guru SD Negeri Dayuharjo yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 10)Orang tua penulis, Bapak Stefanus Singgih Nugraha dan Ibu Elizabeth

Tri Ganef Astuti yang selalu memberi kasih sayang, semangat, doa, dan dukungan serta uang saku.


(14)

xi 11)Kakak sekeluarga, Laurentius Eliffe Satya Nugraha, Valentina Heni

Puspita, dan keponakan penulis Giacinta Ayu Natasha yang tidak pernah lelah memberikan hiburan dan canda tawa selama penulisan skripsi ini.

12)Guru kehidupan penulis, Yuniardi Arfiyanto yang tidak pernah lelah mengajak penulis untuk belajar arti kehidupan selama kurang lebih 10 tahun terakhir.

13)Seseorang yang spesial, Ristiana Putri yang selalu direpotkan penulis dalam bentuk perasaan, pikiran, tenaga, ataupun materi.

14)Teman-teman BadBoyz Racing yang telah memberikan hiburan dalam bentuk apapun termasuk ngetrail bersama selama penyusunan skripsi ini

15)Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan turut membantu dalam penyelesaian skripsi.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatNya serta membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi banyak pihak.

Penulis


(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 7

1.7 Analisis Kebutuhan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9


(16)

xiii

2.1.1 Karakteristik Perkembangan Anak ... 9

2.1.1.1 Tahap Perkembangan Anak ... 9

2.1.1.2 Perkembangan Anak SD Kelas Tinggi ... 12

2.1.2 Pengertian Membaca ... 14

2.1.2.1 Tujuan Membaca ... 15

2.1.2.2 Jenis-jenis Membaca ... 17

2.1.3 Media Buku Cerita Bergambar ... 20

2.1.3.1 Pengertian Media ... 20

2.1.3.2 Jenis Media Pembelajaran ... 21

2.1.3.3 Buku Cerita Bergambar ... 25

2.1.3.4 Kriteria Buku Cerita yang Baik ... 26

2.1.3.5 Unsur-unsur Cerita ... 28

2.1.4 Pendidikan Anti Korupsi ... 29

2.1.4.1 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi ... 32

2.1.4.2 Nilai-nilai dalam Pendidikan Anti Korupsi ... 33

2.1.5 Gerakan Literasi Sekolah ... 39

2.2 Penelitian yang Relevan ... 40

2.3 Kerangka Berpikir ... 44

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Jenis Penelitian ... 47

3.2 Prosedur Pengembangan ... 53

3.3 Setting Penelitian ... 56

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 56

3.3.2 Subjek Penelitian ... 57

3.3.3 Waktu Pelaksanaan ... 57

3.4 Uji Coba Terbatas ... 57


(17)

xiv

3.4.2 Subjek Uji Coba Terbatas ... 57

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.4.3.1 Wawancara ... 58

3.4.3.2 Kuesioner ... 60

3.4.4 Instrumen Penelitian ... 60

3.4.4.1 Kuesioner ... 61

3.4.5 Teknik Analisis Data ... 65

3.4.5.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 65

3.4.5.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Hasil Penelitian Pengembangan ... 70

4.1.1 Proses Pengembangan Buku Cerita Bergambar ... 70

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 70

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 70

4.1.1.3 Desain Produk Awal ... 73

4.1.1.3.1 Konsep Buku ... 73

4.1.1.3.2 Tokoh ... 74

4.1.1.3.3 Format dan Ukuran Buku ... 74

4.1.1.3.4 Isi dan Tema Buku ... 74

4.1.1.3.5 Judul Buku ... 75

4.1.1.3.6 Desain Gambar ... 75

4.1.1.3.7 Teknik Pengerjaan ... 76

4.1.1.3.8 Warna ... 79

4.1.1.3.9 Jenis Huruf ... 79

4.1.1.3.10 Teknik Cetak ... 79

4.1.1.4 Validasi Desain ... 79

4.1.1.4.1 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 80


(18)

xv

4.1.1.4.3 Data Hasil Validasi Satu Siswa Kelas IV A ... 81

4.1.1.5 Revisi Desain ... 81

4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 84

4.1.2 Kualitas Buku Cerita Bergambar ... 85

4.2 Pembahasan ... 86

4.2.1 Buku Cerita Mudah Dipahami Anak ... 87

4.2.2 Buku Cerita Menggunakan Ilustrasi yang Menarik ... 88

4.2.3 Judul buku Cerita dan Sampul Buku Menarik Minat Siswa untuk Membaca ... 89

4.2.4 Buku Cerita Dirancang dengan Anatomi yang Sesuai untuk Anak ... 90

BAB V PENUTUP ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 93

5.3 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 97


(19)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman pertanyaan wawancara guru kelas IV ... 59

Tabel 3.2 Acuan skor kuesioner validasi produk dan uji coba produk ... 61

Tabel 3.3 Kisi-kisi uji validasi produk untuk ahli dan guru ... 62

Tabel 3.4 Instrumen kuesioner uji validasi produk untuk ahli dan guru ... 62

Tabel 3.5 Kisi-kisi uji validasi produk untuk siswa ... 64

Tabel 3.6 Instrumen kuesioner validasi dan uji coba produk untuk siswa.. 64

Tabel 3.7 Rumus presentase kelayakan produk ... 66

Tabel 3.8 Konversi nilai skala lima menurut Sukardjo ... 66

Tabel 3.9 Kriteria skala lima (Sukardjo, 2008: 101) ... 69

Tabel 4.1 Rangkuman hasil wawancara guru SD kelas IV A ... 71

Tabel 4.2 Masukan ahli dan revisi produk ... 81

Tabel 4.3 Data rekapitulasi hasil uji coba produk terbatas siswa ... 85


(20)

xvii DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Literatur map penelitian yang relevan ... 43 Bagan 3.1 Lngkah prosedur pengembangan model Borg and Gall... 52 Bagan 3.2 Langkah prosedur pengembangan model Sugiyono ... 52 Bagan 3.3 Langkah prosedur pengembangan modifikasi model


(21)

xviii DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Judul buku cerita bergambar ... 75

Gambar 4.2 Sketsa digital ... 76

Gambar 4.3 Foto objek yang akan dijadikan sketsa gambar ... 76

Gambar 4.4 Hasil sketsa digital ... 77

Gambar 4.5 Hasil pewarnaan sketsa digital ... 77

Gambar 4.6 Hasil editing menggunakan Cartoonize.net ... 78

Gambar 4.7 Hasil akhir sketsa ... 78

Gambar 4.8 Revisi sampul produk ... 82


(22)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas IV A SD Negeri

Dayuharjo ... 98 Lampiran 2 Data Hasil Validasi Ahli Bahasa Indonesia ... 100 Lampiran 3 Data Hasil Validasi Guru Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo .. 103 Lampiran 4 Data Hasil Validasi Siswa Kelas IV A SD Negeri

Dayuharjo ... 106 Lampiran 5 Data Hasil Uji Coba Produk Terbatas pada Siswa Kelas IV A

SD Negeri Dayuharjo ... 109 Lampiran 6 Rekapitulasi Data Hasil Validasi ... 127 Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Produk Terbatas ... 128 Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... 129 Lampiran 9 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 130 Lampiran 10 Dokumentasi ... 131 Lampiran 11 Buku Cerita Bergambar (Terlampir) ... 133


(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Dewasa ini di era globalisasi banyak tuntutan yang harus dipenuhi salah satunya adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan kreatif. Salah satu cara untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas yaitu dengan pendidikan. Pendidikan sangat berperan dalam mendukung terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan bakat dan potensi siswa. Pendidikan dasar merupakan kunci membentuk karakter siswa dalam sikap maupun penanaman konsep materi pelajaran. Sekolah dasar adalah salah satu lembaga formal yang memfasilitasi siswa dalam membentuk karakter dan menanamkan konsep materi pelajaran. Proses penanaman konsep materi pelajaran tidak lepas dari buku bacaan. Siswa juga harus lancar dalam membaca untuk kelangsungan proses pembelajaran. Menurut Tarigan (dalam Muchlisoh, 1993: 119) menegaskan bahwa membaca adalah proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui tulisan. Kegiatan membaca dilakukan untuk memperoleh ilmu atau pandangan dari penulis mengenai hal/konsep yang bersangkutan.

Minat membaca siswa yang tinggi harus mendapat dukungan dari sekolah. Fasilitas berupa perpustakaan dengan buku yang lengkap dan beragam serta kompleks. Perpustakaan yang pengelolaannya benar dan baik mampu mendorong minat siswa untuk berkunjung serta membaca buku. Sekolah berusaha untuk memberikan pemahaman konsep kepada siswa dengan benar namun banyak yang


(24)

2 menghambat seperti fasilitas, pendidik, maupun siswa itu sendiri. Siswa yang belum lancar membaca juga menghambat dalam proses pembelajaran. Ketidaklancaran membaca dalam proses pembelajaran juga mempengaruhi minat membaca siswa menjadi rendah. Selain itu, fasilitas sekolah seperti perpustakaan yang pengelolaannya tidak benar dan buku-buku bacaan yang kurang lengkap juga mempengaruhi minat membaca siswa.

Budaya membaca di Indonesia masih lemah, hal itu dibuktikan dengan hasil survei sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat yang menempatkan Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei (Paud-dikmas.kemdikbud.go.id). Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan data statistic UNESCO yang dilansir pada tahun 2012, data tersebut menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat baca (Paud-dikmas.kemdikbud.go.id). Data tersebut diperkuat oleh hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang menunjukan sebesar 85,9 persen masyarakat Indonesia memilih menonton televisi daripada mendengarkan radio (40,3%) dan membaca koran (23,5%) (Paud-dikmas.kemdikbud.go.id).

Media pembelajaran adalah salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan minat membaca siswa. Media pembelajaran mampu menunjang dalam kegiatan belajar siswa. Media pembelajaran yang cocok digunakan terkait kegiatan membaca adalah buku bacaan. Perkembangan intelektual pada usia sekolah dasar menurut Piaget adalah tahap operasional konkret. Tahap operasional konkret tersebut, anak sudah menuju ke pemikiran yang lebih logis. Sedangkan perkembangan siswa sekolah dasar kelas tinggi menurut Agustina (2014: 93)


(25)

3 adalah realistis, ingin tahu, ingin belajar, dan memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. Di dalam perkembangan usia anak tersebut salah satu media pembelajaran membaca yang tepat digunakan untuk siswa adalah media buku cerita bergambar. Media buku cerita bergambar dapat menumbuhkan minat siswa untuk membaca karena didalamnya terdapat cerita yang menarik serta didukung dengan gambar-gambar yang imajinatif.

Isi buku cerita bergambar yang benar adalah cerita yang memberikan dampak positif untuk pembaca atau siswa itu sendiri. Cerita-cerita yang dapat membantu siswa dalam membentuk karakter menjadi lebih baik. Isi cerita dapat diambil dari isu-isu yang ada saat ini. Salah satunya adalah korupsi. Korupsi merupakan keburukan, ketidakbaikan, kecurangan bahkan kedzaliman, yang akibatnya akan merusak dan menghancurkan tata kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan bahkan negara (Syarbini, 2014: 6). Di dalam perkembangannya, pemerintah berupaya memberantas korupsi salah satunya melalui bidang dunia pendidikan. Pendidikan anti korupsi adalah penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap anti korupsi dalam diri peserta didik (Wijaya, 2014: 24). Oleh sebab itu, pendidikan berperan besar dalam membantu pemerintah untuk mengupayakan pemberantasan korupsi melalui pendidikan anti korupsi.

Analisis kebutuhan yang dilaksanakan berupa wawancara. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2017 dengan guru kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Guru tersebut menyatakan bahwa untuk saat ini pendidikan anti korupsi sudah diberikan pada tema tingkah laku dan penerapannya tentang nilai kejujuran namun dalam penerapannya masih terbatas pada bacaan serta belum


(26)

4 kompleks. Guru sudah berusaha menerapkan pendidikan anti korupsi melalui kegiatan siswa seperti saat ulangan tidak boleh mencontek dan jika melanggar ada sanksi yang harus didapatkan siswa. Menurut guru kelas ada dua dari 24 siswa yang mengalami kesulitan membaca. Guru kelas menegaskan bahwa kesulitan membaca yang dihadapi siswa adalah karena kurangnya kepedulian dan waktu belajar terbimbing dari orang tua berkaitan dengan perkembangan belajar siswa. Sedangkan kesulitan guru kelas berkaitan pembelajaran membaca adalah didalam kurikulum 2013 saat pembelajaran berlangsung siswa tidak dapat terfokus pada satu materi karena saling berkaitan sementara siswa yang mengalami kesulitan membaca semangatnya justru semakin melemah. Siswa kelas IV A tertarik dengan buku cerita bergambar. Sekolah sendiri menyediakan banyak buku cerita bergambar dan sekolah juga menjadwal setiap kelas untuk meminjam buku di perpustakaan seminggu dua kali. Di dalam kenyataannya sekolah sangat membutuhkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi karena sangat membantu pemahaman siswa dan membuat siswa lebih tertarik untuk membaca.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya serta hasil wawancara tersebut, peneliti melihat pentingnya kegiatan membaca dan pendidikan anti korupsi untuk siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan pengembangan buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar yang dikembangkan adalah buku cerita bergambar yang mencakup kebutuhan siswa dan guru dengan judul “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Anti Korupsi untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo Tahun Ajaran 2016/2017”.


(27)

5 1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo?

1.2.2 Bagaimana kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti

korupsi untuk pembelajaran membaca siswa kelas IV A SD Negeri Dayuharjo.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Siswa

Produk akhir penelitian ini berupa buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi. Produk ini diharapkan dapat membantu siswa dalam pembelajaran membaca agar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan khususnya untuk siswa yang belum lancar dalam membaca karena produk ditunjang dengan gambar-gambar yang dapat menarik imajinasi dan minat membaca siswa. Dengan membaca buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi ini, siswa diharapkan dapat mengenal terkait pendidikan anti korupsi dan mengenal nilai-nilai yang ada didalamnya.


(28)

6 1.4.2 Bagi Guru

Buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi ini dapat menjadi salah satu alternatif guru sehubung dengan pembelajaran membaca dan khususnya tentang pendidikan anti korupsi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan guru sebagai salah satu variasi media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

1.4.3 Bagi Sekolah

Sekolah dapat menggunakan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi ini sebagai acuan untuk mengembangkan buku cerita bergambar dalam pembelajaran membaca kelas tinggi.

1.4.4 Bagi Prodi PGSD

Penelitian ini dapat menambah pustaka prodi PGSD Universitas Sanata Dharma terkait dengan pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pelajaran membaca kelas IV SD.

1.4.5 Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman dan pengetahuan serta wawasan baru terkait dengan pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi dan terkait juga pada pembelajaran membaca. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa lebih mengerti pentingnya manfaat buku cerita bergambar, khususnya dalam pembelajaran membaca. 1.5Batasan Istilah

1.5.1 Buku cerita bergambar adalah buku yang didalamnya didesain dengan menarik dan mengandung ilustrasi yang menghubungkan antara cerita dan gambar serta dapat merangsang daya imajinasi pembacanya.


(29)

7 1.5.2 Pendidikan anti korupsi adalah proses usaha dalam mencegah

perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan korupsi.

1.5.3 Membaca adalah kegiatan yang dilakukan oleh pembaca untuk mendapatkan informasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media tulisan.

1.6Spesifikasi Produk yang Dikembangkan 1.6.1 Buku cerita bergambar berukuran A4.

1.6.2 Judul buku cerita bergambar “Sehari Bersama Estu”.

1.6.3 Sampul buku cerita bergambar menggunakan kertas Ivory 230 gsm dengan laminasi kering jenis doff.

1.6.4 Isi buku cerita bergambar menggunakan kertas Art Paper 150 gsm.

1.6.5 Jemis huruf yang digunakan dalam buku cerita bergambar adalah One Stroke Script LET, Arial, dan Kristen ITC.

1.6.6 Buku cerita bergambar ini dilengkapi dengan desain yang menarik serta cerita yang menanamkan nilai-nilai luhur mengenai kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, dan kepedulian.

1.7Analisis Kebutuhan

Langkah awal penelitian pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi untuk pembelajaran membaca ini adalah dengan melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan ini dilaksanakan dengan melakukan wawancara guru. Analisis kebutuhan dilaksanakan di SD Negeri Dayuharjo yang beralamat di Jl Damai, Prujakan, Sinduharjo, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.


(30)

8

Wawancara ditujukan kepada guru kelas IV A, yaitu Bapak Agus Rahman pada tanggal 26 Januari 2017. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca kelas IV A dalam pembelajaran membaca. Wawancara ini juga untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi sebagai penunjang pembelajaran membaca di SD tersebut. Selain itu, wawancara juga dilakukan untuk memperoleh saran dalam pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi. Hal ini bertujuan agar buku cerita bergambar yang dikembangkan oleh peneliti dapat membantu dan memudahkan siswa dalam pembelajaran membaca.


(31)

9 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Karakteristik Perkembangan Anak 2.1.1.1 Tahap Perkembangan Anak

Manusia pada hakikatnya mengalami perubahan, baik perubahan dalam bentuk fisik maupun psikologis. Perkembangan itu terjadi secara terus-menerus dan bertahap. Menurut Piaget (dalam Salkind, 2009: 311) perkembangan adalah proses spontan dengan cakupan luas yang berakibat pada gejala pertambahan secara terus-menerus, modifikasi, dan penyusunan ulang (reorganisasi) struktur-struktur psikologis.

Jean Piaget membagi perkembangan intelektual menjadi empat tahap, yaitu (1) tahapan sensorimotor yang berlangsung sejak lahir sampai usia dua tahun, (2) tahapan praoperasional yang berlangsung dari usia dua sampai usia tujuh tahun, (3) tahapan operasional konkret yang berlangsung dari usia tujuh sampai 12 tahun, dan (4) tahapan operasional formal yang berlangsung dari usia 12 tahun sampai masa dewasa (Salkind, 2009: 326).

Tahap perkembangan pertama disebut dengan tahapan sensorimotor, dimulai sejak lahir sampai berakhir pada usia dua tahun. Tahapan ini ditandai dengan adanya refleks-refleks sederhana pada bayi yang baru lahir dengan dimulainya pikiran simbolis pada bayi yang menggambarkan bahasa anak usia dini (Salkind, 2009: 327). Dalam tahapan ini Piaget mengungkapkan ada enam


(32)

10 subtahapan yaitu, (1) refleksif pada usia 0-1 bulan, (2) reaksi-reaksi siklus primer pada usia 1-4 bulan, (3) reaksi-reaksi siklus sekunder pada usia 4-8 bulan, (4) koordinasi skemata sekunder pada usia 8-12 bulan, (5) reaksi-reaksi siklus tersier pada usia 12-18 bulan, dan (6) representasi simbolik pada usia 18-24 bulan (Salkind, 2009: 328). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung (Nurgiyantoro, 2005: 50).

Tahap kedua adalah tahapan praoperasional. Ciri khas dalam tahapan ini adalah intelegensi simbolik. Pada tahap ini anak belajar merekayasa simbol-simbol yang merepresentasikan lingkungan termasuk bahasa. Permulaan dan perkembangan bahasa merupakan kejadian yang paling berarti dalam tahapan ini (Salkind, 2009: 335). Tahap praoperasional memiliki karakteristik antara lain adalah bahwa (i) anak mulai balajar mengaktualisasikan dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-coret), (ii) jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya diantara orang lain, (iii) anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya lewat gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam pembicaraan, dan (iv) pada masa in anak mengalami proses asimilasi dimana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).


(33)

11 Tahap ketiga adalah tahapan operasional konkret. Pada tahap ini anak sudah menuju ke pemikiran yang berbasis logis atau logika. Anak mampu melaksanakan konservasi, menjalankan operasi, dan menguasai berbagai macam tugas kognitif (Salkind, 2009: 342). Ada empat karakterisitik pada tahap ini menurut Nurgiyantoro (2005: 52) antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu, (ii) anak dapat membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain, (iii) anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan, dan (iv) anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi konkret.

Tahap perkembangan keempat adalah tahapan operasional formal. Pada tahap ini anak mampu menyelesaikan berbagai persoalan mengenai berbagai hal yang berlawanan dengan kenyataan. Anak pada masa ini mampu menggunakan pertimbangan pada masa lalu dan masa depan ketika dihadapkan dengan situasi baru yang belum pernah dialami. Pemikiran pada tahap ini ditandai oleh kepekaan terhadap orang lain, kemampuan untuk menghadapi pertentangan, dan kemampuan untuk menangani logika kombinasi dan permutasi (Salkind, 2009: 350). Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah sebagai berikut, (i) anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi, dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir dan (ii) anak sudah


(34)

12 mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).

Di dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penyusunan buku cerita bergambar dengan mempertimbangkan perkembangan kognitif operasional konkret berdasarkan usia anak kelas IV SD yang memiliki kemampuan berpikir secara logis namun memiliki kecenderungan belum mampu untuk berpikir secara abstrak. Terkait dengan hal itu, peneliti menyusun buku cerita bergambar anak yang menampilkan cerita dengan sifat nyata dan mengangkat masalah sederhana bertemakan pendidikan anti korupsi.

2.1.1.2 Perkembangan Anak SD Kelas Tinggi

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan formal pertama didalam tingkatannya. Di sekolah dasar, tingkatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah meliputi kelas satu, dua, dan tiga sedangkan untuk kelas tinggi meliputi kelas empat, lima, dan enam. Pada masa ini, anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Sugiyanto dan Sudjarwo (dalam Agustina, 2014: 93) menjelaskan karakteristik anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar usia 10-12 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; 2. Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar;

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus;


(35)

13 4. Sampai kira-kira umur II tahun anak dapat membutuhkan seorang guru

orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya. Setelah kira-kira umur II tahun pada umumnya anak menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri;

5. Pada masa ini anak memandang (nilai rapot) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah;

6. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama; dan

7. Mengembangkan kata hati, moralitas suatu skala nilai-nilai Somantri (dalam Agustina, 2014: 95).

Manusia memiliki tugas dalam setiap perkembangannya. Hasil yang positif didapat dari perkembangan yang baik daripada manusianya sendiri. Agustina memaparkan beberapa tugas perkembangan manusia dalam usia sekolah. Tugas perkembangan manusia usia sekolah menurut Agustina (2014: 34-35) yakni:

1. Belajar ketangkasan fisik untuk bermain;

2. Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh;

3. Belajar bergaul dan bersahabat dengan anak-anak sebaya; 4. Belajar peranan jenis kelamin;

5. Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung;


(36)

14 6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan

kehidupan sehari-hari;

7. Mengembangkan kata hati, moralitas dan skala nilai-nilai; dan 8. Belajar membebaskan ketergantungan diri.

2.1.2 Pengertian Membaca

Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan membaca. Membaca merupakan sarana dalam menemukan berbagai informasi yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Menurut Subyakto-Nababan (1993: 164) membaca adalah suatu aktivitas yang rumit atau kompleks karena bergantung pada keterampilan berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya. Hal itu membuktikan bahwa membaca membutuhkan keterampilan dan penalaran. Sependapat dengan Rahim (2007: 2) membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sedangkan membaca menurut Soedarso (1988: 4) adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Keterampilan membaca lebih ditentukan oleh tiga hal, yaitu tahap perkembangan kemampuan membaca, teori yang digunakan untuk mendasari rancangan intervensi, dan kualitas instruksi serta interaksi antara orang tua siswa dan guru, terapis, atau tutor (Kumara, 2014: 21).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan kompleks yang memerlukan penalaran dan keterampilan diri dalam memperoleh informasi terkait dengan isi dari tulisan tersebut. Keterampilan


(37)

15 membaca dan penalaran lebih dibutuhkan dalam memperoleh informasi berkaitan dengan kegiatan membaca. Pada penelitian ini, peneliti mengajak siswa kelas IV SD untuk belajar membaca dengan cara mengenalkan siswa pada bahan bacaan berupa buku cerita bergambar dengan bertemakan pendidikan anti korupsi. Siswa dibimbing untuk belajar membaca dan memahami isi cerita serta dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi yang mendukung. Selain belajar membaca, siswa diharapkan mampu menangkap nilai-nilai luhur berkaitan dengan pendidikan anti korupsi yang terdapat dalam cerita tersebut.

2.1.2.1 Tujuan Membaca

Tujuan proses membaca adalah menerima atau memahami pesan yang terkandung dalam teks/tulisan (Kumara, 2014: 1). Kegiatan membaca mampu memperkaya seseorang dalam memperoleh informasi. Hal ini merupakan salah satu dari tujuan kegiatan membaca. Menurut Supriyadi (1993: 117) tujuan membaca dikelompokkan sebagai berikut:

1. Mengisi waktu luang atau mencari hiburan; 2. Kepentingan studi (secara akademik);

3. Mencari informasi, menambah ilmu pengetahuan; dan 4. Memperkaya perbendaharaan kosakata, dan lain-lain.

Tujuan kegiatan membaca juga disampaikan oleh Subyakto-Nababan (1993: 164-165) sebagai berikut:

1. Untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang terkandung dalam satu bacaan seefisien mungkin; dan


(38)

16 2. Morrow (dalam Subyakto-Nababan, 1993: 164-165) mengatakan bahwa

tujuan membaca ialah untuk mencari informasi yang, (1) kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk menambah keilmiahannya sendiri, (2) referensial dan faktual, yakni yang digunakan seseorang untuk mengetahui fakta-fakta nyata di dunia ini, dan (3) afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan dalam membaca.

Rahim menambahkan beberapa tujuan membaca. Tujuan membaca itu sendiri mencakup (Rahim, 2007: 11-12):

1. Kesenangan;

2. Menyempurnakan membaca nyaring; 3. Menggunakan strategi tertentu;

4. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

5. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; 6. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

7. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; dan

8. Menampilkan sesuatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks.

Berdasarkan pendapat teori di atas, tujuan membaca dikelompokan menjadi beberapa bagian yaitu berkaitan dengan intelektual seperti menambah ilmu pengetahuan, memperkaya perbendaharaan kosakata, dan lain-lain. Faktual seperti mencari informasi, mengatikan informasi, mengkonfirmasi atau menolan


(39)

17 prediksi, dan lain. Emosional seperti mencari hiburan, kesenangan, dan lain-lain.

2.1.2.2 Jenis-jenis Membaca

Pembelajaran membaca di SD tentu memiliki berbagai macam jenis. Dari berbagai macam jenis tentu memiliki tujuan untuk keterampilan siswa dalam pembelajan membaca. Macam-macam jenis membaca menurut Muchlisoh (1993: 121-156) dijabarkan sebagai berikut:

1. Membaca teknik

Membaca teknik ialah jenis membaca yang diberikan di sekolah dasar dengan tujuan agar para siswa dapat melafalkan kata-kata bahasa Indonesia, dapat mengintonasikan frase, mengintonasikan kalimat-kalimat bahasa Indonesia secara benar, serta mengetahui isi bacaannya. Bahan membaca teknik dapat diambil dari buku paket, buku pelengkap, buku rujukan, majalah, koran dan sebagainya. Dalam membaca teknik tentu ada tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut antara lain, (1) dapat mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia secara tepat, (2) menguasai tanda baca atau pungtuasi yang banyak dipakai dalam tulisan bahasa Indonesia, (3) dapat membaca tanpa tertegun-tegun atau terbata-bata, (4) volume suara ajeg, (5) kecepatan bacaan ajeg, (6) pembaca mengetahui serta memahami bahan bacaan, dan (7) percaya pada diri sendiri.

2. Membaca dalam hati

Membaca dalam hati merupakan kegiatan membaca untuk orang-orang yang telah dewasa namun di sekolah dasar jenis membaca dalam hati ini


(40)

18 belum dapat diberikan secara mutlak dan bersifat pelatihan. Siswa SD masih diberikan kelonggaran dalam membaca dalam hati seperti membaca dengan suara lirih seperti orang berbisik-bisik. Dalam menguji siswa, guru memberikan pertanyaan yang sifatnya ingatan. Tujuan dari membaca dalam hati untuk siswa SD ini adalah untuk mendapatkan informasi dari suatu bacaan dengan memahami isi bacaan secara cepat dan cermat. Keterampilan yang dibentuk dari kegiatan membaca dalam hati adalah, (1) membaca tidak bersuara, (2) tanpa disertai gerakan-gerakan anggota badan, (3) tidak perlu merisaukan isinya, meskipun tidak cocok, (4) berkonsentrasi fisik dan mental, (5) dapat mengungkapkan kembali isi bacaan.

3. Membaca bahasa

Membaca bahasa memiliki kesamaan dengan membaca dalam hati yaitu sama dalam hal tidak bersuara sewaktu melaksanakan kegiatan membaca. Di sekolah dasar membaca bahasa sudah diajarkan sejak kelas III. Tujuan membaca bahasa yaitu bertambahnya kosakata dan bertambahnya pengetahuan tata bentukan kata, tata kalimat, tata tulis, dan semantik para siswa. Secara umum tujuannya ialah memperkaya wawasan bahasa Indonesia para siswa.

4. Membaca pustaka

Membaca pustaka ini diberikan kepada para siswa di sekolah dasar. Membaca pustaka ini bermanfaat bagi siswa dalam menambah informasi beberapa bidang ilmu pengetahuan yang tidak diperoleh di dalam kelas, mengembangkan wawasan anak, memberikan selingan dari bacaan-bacaan


(41)

19 yang berat, menikmati keindahan bacaan, dan sebagainya. Sumber utama dalam membaca pustaka ini adalah sumber-sumber atau buku-buku yang disediakan oleh perpustakaan. Kegiatan membaca pustaka dapat membantu dalam mengisi kekosongan kelas karena adanya gangguan saat kegiatan belajar-mengajar.

5. Membaca cepat

Membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan di sekolah dasar dengan tujuan agar para siswa dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar, serta dapat memahami isinya. Yang perlu diperhatikan guru dalam membaca cepat adalah, (1) lingkungan kelas yang tenang, (2) latihan memperoleh deretan kata secara maksimal harus selalu diusahakan, (3) tidak ada suara ketika kegiatan berlangsung, dan (4) siswa dilatih mencari atau menemukan inti paragraf atau bacaan.

6. Membaca indah (Estetika)

Membaca indah adalah membaca emosional. Tujuan dari kegiatan ini adalah siswa dapat memperoleh keindahan dari suatu bacaan. Perhatian utama dalam kegiatan ini adalah ketepatan melafalkan kata, ketepatan jeda, ketepatan mengintonasikan kalimat berita, kalimat tanya, dan jenis-jenis kalimat lainnya. Bahan ajar kegiatan ini antara lain seperti puisi, prosa lirik, prosa, drama, komik, dan sebagainya. Di sekolah dasar membaca indah harus memenuhi ketentuan syarat sebagai berikut, (1) mengandung nilai-nilai pendidikan, (2) bahasanya lugas, (3) sesuai dengan tingkat umur dan kematangan jiwa anak, dan (4) bahan diusahakan pendek atau tidak terlalu panjang.


(42)

20 Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis membaca bermacam-macam. Diantaranya adalah (1) membaca teknik, (2) membaca dalam hati, (3) membaca bahasa, (4) membaca pustaka, (5) membaca cepat, dan (6) membaca indah. Setiap jenis kegiatan membaca tersebut memiliki tujuan dan ketercapaian keterampilan. Macam jenis kegiatan membaca tersebut diterapkan dan diajarkan di sekolah dasar. Dengan mempelajari jenis-jenis membaca siswa diharapkan mampu memiliki keterampilan-keterampilan terkait dengan kegiatan membaca.

2.1.3 Media Buku Cerita Bergambar 2.1.3.1 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah, 2010: 120). Menurut Sadiman (1986: 7) media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Sedangkan Djamarah (2010: 121) mengungkapkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Dengan demikian, media dapat diartikan sebagai alat bantu dalam bentuk apapun yang dapat dijadikan sebagai penyampai pesan kepada penerima pesan. Media dapat digunakan untuk alat bantu belajar. Media yang digunakan untuk mendukung kegiatan belajar merupakan media pembelajaran. Dengan bantuan media pembelajaran diharapkan siswa dapat lebih memahami maksud


(43)

21 dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa manfaat media pembelajaran yang diutarakan oleh Sudjana (1990: 2) adalah sebagai berikut:

1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar;

2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik;

3. Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran; dan

4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Pengembangan media pembelajaran diharapkan mampu menunjang dalam kegiatan belajar-mengajar dan memberikan dampak positif serta manfaat bagi guru maupun siswa.

2.1.3.2 Jenis Media Pembelajaran

Djamarah (2010: 124) membagi media menjadi tiga yaitu, media auditif, media visual, dan media audiovisual. Pengelompokkan media tersebut di atas diuraikan sebagai berikut:


(44)

22 1. Media auditif atau audio

Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam (Djamarah, 2010: 124). Pengertian media audio untuk pengajaran, dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa, sehingga terjadi proses belajar-mengajar (Sudjana, 1990: 129). Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal (Sadiman, 1986: 49). Media audio memiliki karakteristik yang berkaitan dengan keterampilan mendengarkan. Adapun pencapaian keterampilan atau kecakapan-kecakapan yang diperoleh dari media audio menurut Sudjana (1990: 130), antara lain:

a. Pemusatan perhatian dan mempertahankan pemusatan perhatian; b. Mengikuti pengarahan;

c. Digunakan untuk melatih daya analisis siswa dari apa yang mereka dengar;

d. Perolehan arti dari suatu konteks;

e. Memisahkan kata atau informasi yang relevan dan yang tidak relevan; dan

f. Mengingat dan mengemukakan kembali ide atau bagian-bagian dari cerita yang mereka dengar.

Namun dalam kenyataannya media audio memiliki kekurangan. Sudjana (1990: 131) mengungkapkan kekurangan dari media audio, antara lain:


(45)

23 a. Memerlukan suatu pemusatan pengertian pada suatu pengalaman

yang tetap dan tertentu, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus;

b. Media audio yang menampilkan symbol digit dan analog dalam bentuk auditif adalah abstrak, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual;

c. Karena abstrak, tingkatan pengertiannya hanya bisa dikontrol melalui tingkatan penguasaan perbendaharaan kata-kata atau bahasa, serta susunan kalimat;

d. Media ini hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak; dan e. Penampilan melalui ungkapan perasaan atau simbol analog lainnya

dalam bentuk suara harus disertai dengan perbendaharaan pengalaman analog tersebut pada si penerima.

Penggunaan media audio bermanfaat bagi siswa yang belum memiliki kemampuan membaca. Media audio sebagai perantara pengalaman bahasa permulaan. Dalam penggunaannya media audio memiliki beberapa kekurangan dan media ini kurang cocok jika digunakan oleh orang yang memiliki gangguan pendengaran.

2. Media visual

Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan (Djamarah, 2010: 124). Media grafis termasuk media visual, dalam penyampaiannya menggunakan indera penglihatan dan pesan-pesan yang


(46)

24 akan disampaikan dituangkan dalam simbol-simbol komunikasi visual (Sadiman, 1986: 28). Media visual dapat mempermudah dalam menyampaikan pesan kepada penerima. Unsur penting dalam media ini adalah indera penglihatan. Seringkali media visual ini digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar. Media ini sangat membantu guru dalam menyampaikan pesan atau informasi pembelajaran kepada siswa. Sadiman (1986: 29-49) mengungkapkan ada banyak jenis media visual. Beberapa jenis diantaranya adalah, (1) gambar/foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4) bagan/chart, (5) grafik/graphs, (6) kartun, (7) poster, (8) peta dan globe, (9) papan flannel/flannel board, dan (10) papan bulletin/bulletin board. Jenis-jenis media visual ini tidak lain untuk membantu guru saat pembelajaran berlangsung agar lebih efektif dan menarik minat siswa. 3. Media audiovisual

Media audiovisual ini merupakan penggabungan dari dua media yaitu media audio dan media visual. Penggunaan media menggabungkan antara indera pendengaran dan indera penglihatan. Media audiovisual sendiri adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gerak (Djamarah, 2010: 124). Djamarah (2010: 125) membagi media audiovisual kedalam beberapa jenis yaitu, (1) audiovisual diam, (2) audiovisual gerak, (3) audiovisual murni, dan (4) audiovisual tidak murni. Dari ketiga jenis media ini, media audiovisual yang paling efektif digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar oleh guru karena merupakan metode yang lebih efektif dan ada unsur hiburan didalamnya. Namun dalam penggunaannya, guru harus memiliki keterampilan dan kemahiran dalam bidang ini.


(47)

25 Berdasarkan teori di atas, media dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (1) media audio yaitu media yang menggunakan elemen suara, (2) media visual yaitu media yang memanfaatkan indera penglihatan, (3) media audio-visual yaitu penggabungan dari indera pendengaran dan indera penglihatan. Setiap jenis media memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

2.1.3.3 Buku Cerita Bergambar

Buku bergambar pada dasarnya buku yang menampilkan unsur gambar. Salah satu kegunaan gambar adalah untuk menarik minat pembaca. Buku bergambar pada umumnya penuh dengan warna. Menurut Huck (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) buku bergambar adalah buku yang menyampaikan pesan melalui dua cara, yaitu melalui ilustrasi dan tulisan. Gambar dan tulisan didalam buku tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Keduanya saling berperan penting dalam menyampaikan pesan kepada pembaca. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) mengungkapkan hal yang serupa namun lebih suka memilih istilah picture storybooks yaitu bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya saling menjalin. Mitchell juga mengungkapkan beberapa fungsi dan pentingnya dari buku cerita bergambar bagi anak, sebagai berikut:

1. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan perkembangan emosi;

2. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, menyadarkan anak tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan alam;


(48)

26 3. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain,

hubungan yang ada terjadi, dan pengembangan perasaan;

4. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk memperoleh kesenangan;

5. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk mengekspresikan keindahan; dan

6. Buku cerita-bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasi.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan cerita, dengan bahasa yang sederhana dan selalu berkaitan dengan gambar atau ilustrasi serta dikemas dengan sampul yang menarik. Buku cerita bergambar dibuat untuk menumbuhkan minat membaca anak. Buku cerita bergambar juga memiliki fungsi yang penting dalam pengembangan dan perkembangan anak.

2.1.3.4 Kriteria Buku Cerita yang Baik

Guru sebagai pendidik formal dan orang tua sebagai pendidik informal perlu memperhatikan dan membimbing kebutuhan bacaan bagi siswa atau anaknya dengan menuntun agar memilih bacaan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan kematangan berpikir. Menurut Cristantiowati (dalam Santosa, 2008: 8) buku bacaan yang baik adalah buku bacaan yang, (1) dapat memberikan niai tambah positif pada pembacanya, misalnya, memberikan kegembiraan, membantu memecahkan persoalan dan mampu membuka pikiran untuk suatu hal, (2) disampaikan dalam bahasa yang sederhana, enak dibaca dan


(49)

27 penulisnya seakan ingin berbagi dengan pembaca, bukan menggurui, (3) gaya penulisannya tidak meledak-ledak, (4) menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, tidak banyak menggunakan istilah asing yang sebenarnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Effendi, Bangsa, dan Yudani (2013) mengungkapkan hal yang serupa yaitu buku cerita yang baik meliputi, (1) tampilan visual buku dirancang menggunakan tampilan full color, (2) tampilan visual buku lebih dominan gambar dibandingkan teks, (3) jenis huruf pada buku cerita memiliki tingkat keterbacaan yang baik bagi anak-anak, (4) judul buku cerita mewakili keseluruhan isi cerita dan menarik minat anak untuk membaca lebih lanjut, dan (5) tampilan warna mampu memberikan kesan dan mudah ditangkap oleh indera penglihatan anak.

Menurut pendapat Mansoor (dalam Santosa, 2008: 8) buku yang memenuhi persyaratan sebagai berikut, (1) isinya mudah dipahami pembaca, (2) mengajak pembaca yang masih mudah itu mengenal kehidupan nyata, (3) pilihan kata yang tepat, (4) untuk buku fiksi, buku dikatakan menarik bila pengarang berhasil memikat pembaca untuk terus mengikuti jalan pikirannya, puncak atau klimaks cerita harus berada di akhir cerita, sementara berbagai konflik harus terjalin di sepanjang buku, (5) pengarang menguasai teknik bercerita sehingga tulisannya tidak terkesan bertele-tele dan membosankan, (6) rancangan halamannya tertata baik, artinya pemilihan jenis huruf, jarak antar baris, tata letak halaman, luas cetak, luas margin, dan sebagainya sangat menentukan kenyamanan pembaca, (7) sampul buku yang artistik dan reprensentatif, dimana judul, gambar, dan warna memegang peranan penting.


(50)

28 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria buku cerita yang baik adalah, (1) judul buku yang mewakili seluruh isi cerita dan menarik minat anak untuk membaca lebih lanjut, (2) warna sampul buku membawa pesan yang akan disampaikan, (3) isi cerita mudah dipahami oleh pembaca, (4) isi buku cerita memberikan pembelajaran nilai-nilai moral yang berkaitan dengan kegaitan sehari-hari, (5) buku cerita menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami pembaca, (6) buku cerita mampu mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas pembaca, (7) tampilan visual buku lebih dominan gambar dibandingkan teks, (8) gambar buku cerita jelas dan mudah dibedakan, (9) ilustrasi buku cerita memperjelas latar, rangkaian cerita, penjiwaan, dan karakter, (10) gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk pembaca atau anak-anak, (11) isi buku berhasil memikat pembaca untuk terus mengikuti jalan cerita, (12) rancangan halaman buku tertata dengan baik, (13) pemilihan jenis huruf menarik perhatian pembaca, (14) jenis huruf pada buku cerita memiliki tingkat keterbacaan yang baik bagi pembaca, dan (15) tata letak atau sistematika penulisan tidak terlalu sempit sehingga memudahkan pembaca atau anak untuk membaca.

2.1.3.5 Unsur-unsur Cerita

Salah satu cara yang efektif untuk mendorong anak berpikir kritis ialah menggunakan buku sastra sebagai bahan bacaan dalam pembelajaran membaca yang memungkinkan mereka menjadi pemikir kritis (Rahim, 2007: 90). Cerita anak hendaknya berisi tentang pengalaman dari anak-anak itu sendiri. Isi cerita anak tidak harus yang baik-baik saja, seperti kisah anak rajin, suka membantu ibu, dan lain-lain namun anak juga dapat menerima cerita yang “tidak baik” seperti


(51)

29 anak malas, anak pembohong, kucing pemalas, atau binatang yang suka makan sebangsanya (Nurgiyantoro, 2005: 7). Di dalam cerita sebaiknya ada unsur-unsur yang mendukung seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur intrinsik meliputi tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Sedangkan untuk unsur ekstrinsik, di pihak lain, adalah unsur yang berada diluar teks fiksi yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005 : 221).

Pendapat tokoh di atas mendasari peneliti dalam menyusun kerangka buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi. Buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi yang dikembangkan mengambil tema yang berhubungan dengan nilai-nilai luhur anti korupsi yaitu nilai kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, dan kepedulian. Isi cerita digambarkan dengan tokoh yang menarik, dengan latar cerita yang dekat dengan anak, dan cerita mudah dipahami. Buku cerita didesain dengan menarik yaitu menggabungkan unsur gambar dan tulisan. Usaha ini dilakukan agar menumbuhkan minat anak untuk belajar membaca.

2.1.4 Pendidikan Anti Korupsi

Korupsi dalam sejarahnya sudah ada sejak jaman dulu. Dalam sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno, korupsi sering kali muncul kepermukaan sebagai masalah (Alatas, 1987: 1). Permasalahan


(52)

30 korupsi dewasa ini banyak dihadapi oleh Negara-negara maju maupun berkembang termasuk di Indonesia. Arti kata korupsi itu sendiri menurut Syarbini (2014: 4) berasal dari bahasa latin yakni corruption atau corruptus yang disalin dalam bahasa inggris menjadi corruption atau corrupt, yang kemudian dalam bahasa belanda disalin menjadi corruptie. Korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan (Alatas, 1987: viii). Menurut Wijaya (2014: 4) korupsi merupakan sekumpulan kegiatan yang menyimpang dan merugikan orang lain. Hamzah (1984: 9) menegaskan bahwa korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Menurut Alatas (1987: viii) ciri-ciri korupsi diringkas sebagai berikut, (1) suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, (2) penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umum, (3) dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, (4) dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggap tidak perlu, (5) melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (6) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain, (7) terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya, (8) adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (9) menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi.


(53)

31 Pada dasarnya perbuatan korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang dan melanggar hukum. Perbuatan korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan saja melainkan terjadi dimana-mana termasuk didalam dunia pendidikan. Di lingkungan sekolah, perbuatan korupsi yang terjadi seperti berbohong, mencontek, memberi hadiah sebagai pelicin, dan lain-lain (Wijaya, 2014: 4). Menyikapi fenomena tersebut, sekolah dasar sebagai pendidikan dasar harus memberikan pemahaman tentang korupsi dan kesadaran mencegah tindakan korupsi kepada para siswa. Upaya pencegahan itu bisa berasal dari pendidikan anti korupsi. Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar untuk memberikan pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga, serta pendidikan non formal di masyarakat (Syarbini, 2014: 7). Menurut Wijaya (2014: 24) pendidikan anti korupsi adalah penanaman dan penguatan nilai-nilai dasar yang diharapkan mampu membentuk sikap anti korupsi dalam diri peserta didik. Upaya pemerintah melalui sekolah dalam memberantas dan mencegah perbuatan korupsi lewat pendidikan anti korupsi adalah suatu kewajiban. Oleh sebab itu, penting bagi dunia pendidikan terkhusus pendidikan dasar dalam melaksanakan upaya pencegahan melalui pendidikan anti korupsi.

Penjelasan teori di atas, menegaskan bahwa korupsi adalah perbuatan menyimpang yang melanggar hukum. Didalam perkembangannya, pemerintah melalui sekolah mengupayakan pencegahan dengan pendidikan anti korupsi kepada siswa. Pendidikan anti korupsi adalah usaha yang terencana dalam memberikan dan menanamkan nilai-nilai luhur dalam membentuk sikap anti korupsi didalam diri untuk menjadikan generasi yang mampu melawan perbuatan


(54)

32 korupsi di lingkungannya. Pendidikan anti korupsi diupayakan melalui pengintegrasian dengan mata pelajaran di sekolah. Pendidikan anti korupsi adalah salah satu cara dalam mematikan budaya korupsi melalui bidang pendidikan.

2.1.4.1 Tujuan Pendidikan Anti Korupsi

Pendidikan anti korupsi tidak lain untuk membantu pemerintah dalam mengupayakan pemberantasan korupsi di Indonesia melalui bidang dunia pendidikan. Adapun tujuan pendidikan anti korupsi menurut Wijaya (2014: 25) adalah sebagai berikut:

1. Membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan lingkungan belajar yang berbudaya integritas (anti korupsi), yaitu jujur, disiplin, adil, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, berani, peduli, dan bermartabat;

2. Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air serta didukung wawasan kebangsaan yang kuat;

3. Menumbuhkan sikap, perilaku, kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious;

4. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang professional dan bertanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa; dan

5. Menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan, professional, serta bertanggung jawab.


(55)

33 Tujuan pendidikan anti korupsi juga diutarakan oleh Syarbini (2014: 13-14) sebagai berikut:

1. Menanamkan nilai dan sikap hidup anti korupsi kepada warga sekolah; 2. Menumbuhkan kebiasaan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah; dan 3. Mengembangkan kreativitas warga sekolah dalam memasyarakatkan dan

membudayakan perilaku anti korupsi.

Pada dasarnya tujuan pendidikan anti korupsi adalah untuk membudayakan kebiasaan yang terbuka, menanamkan nilai-nilai dan sikap dalam tercapainya lingkungan belajar yang bertanggung jawab, professional, dan transparan dalam membiasakan perilaku anti korupsi kepada warga sekolah.

2.1.4.2 Nilai-nilai dalam Pendidikan Anti Korupsi

Di dalam pendidikan anti korupsi terdapat nilai-nilai yang harus dikembangkan. Menurut Syarbini (2014: 70-74) terdapat Sembilan nilai-nilai anti korupsi adalah sebagai berikut:

1. Jujur

Kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Sikap jujur adalah sikap utama yang harus dimiliki setiap orang, yang diharapkan tetap menyertainya, baik dalam berhadapan dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri (Wijaya, 2014: 109). Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik. Sebagai contoh seperti, tidak mencontek, tidak melakukan plagiarism, dan tidak memalsukan nilai.


(56)

34 2. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab merupakan nilai penting yang harus dihayati oleh peserta didik. Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, mengerjakan tugas sekolah dengan baik, dan menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan.

3. Disiplin

Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan. Sedangkan menurut Wijaya (2014: 97) disiplin adalah tindakan individu untuk melaksanakan serta mentaati peraturan, tata tertib, dan norma yang berlaku di lembaga tertentu. Hidup disiplin bagi peserta didik adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas dalam lingkup akademik sekolah maupun kehidupan sosial. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di sekolah, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan. 4. Sederhana

Sederhana adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku sesuai kebutuhan dan kemampuannya (Wijaya, 2014: 117). Gaya hidup sederhana perlu dikembangkan sejak peserta didik mengenyam masa pendidikannya. Prinsip hidup sederhana dapat mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan sikap-sikap negatif lainnya. Nilai


(57)

35 kesederhanaan dapat diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, misalnya hidup sesuai dengan kemampuannya, hidup sesuai dengan kebutuhan, tidak suka pamer kekayaan, dan lain sebagainya. 5. Mandiri

Mandiri dapat diartikan sebagai proses pendewasaan diri yaitu tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Wijaya (2014: 133) mandiri berarti keadaan bisa berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain sehingga membuat kita bertumbuh menjadi pribadi yang sanggup mengatasi segala persoalan sendiri. Nilai kemandirian dapat diwujudkan dalam bentuk mengerjakan soal ujian secara mandiri, mengerjakan tugas-tugas sekolah secara mandiri, dan menyelenggarakan kegiatan siswa secara swadana.

6. Kerja keras

Kerja keras adalah sifat baik yang wajib dimiliki setiap orang yang ingin berhasil dalam hidup dan wujud kesungguhan seseorang dalam melaksanakan sesuatu yang ditekuni (Wijaya, 2014: 126). Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kata “kemauan” terkandung ketekadan, ketekunan, daya tahan, daya kerja, pendirian, keberanian, ketabahan, ketangguhan, dan pantang mundur. Nilai kerja keras dapat diwujudkan dalam kehidupan sehar-hari misalnya dalam melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas, belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan sungguh-sungguh.


(58)

36 7. Adil

Adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, dan tidak memihak. Nilai keadilan dapat diwujudkan dalam bentuk selalu memberikan pujian yang tulus kepada kawan yang berprestasi, memberikan saran perbaikan dan semangat pada kawan yang tidak berprestasi, tidak memilih kawan berdasarkan latar belakang sosialnya dan lain sebagainya.

8. Berani

Keberanian adalah sikap dan perilaku yang menunjukan hati yang mantap dalam menghadapi bahaya. Keberanian amat perlu untuk menunjang kesuksesan peserta didik. Peserta didik harus berani bersikap jika melihat sesuatu yang salah dan melanggar aturan, menegur teman yang salah, bertanggung jawab ketika salah, serta dalam proses pembelajaran, peserta didik harus berani untuk bertanya tentang apa yang tidak diketahuinya. 9. Peduli

Arti kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan, dan menghiraukan. Nilai kepedulian dapat diwujudkan dalam bentuk usaha memantau jalannya proses pembelajaran, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, dan peduli terhadap teman yang tertimpa musibah serta peduli terhadap segala tindakan yang menyimpang dalam sekolah, seperti mencontek, mencuri, berkelahi, bahkan mengkorup keuangan sekolah. Upaya penanaman sikap anti korupsi di lembaga pendidikan sebagai salah satu solusi untuk membasmi korupsi hingga ke akar-akarnya.


(59)

37 Menurut Wijaya (2014: 87) indikator nilai-nilai anti korupsi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Jujur

a. Selalu berbicara dan berbuat sesuai dengan fakta (konsisten); b. Tidak melakukan perbuatan curang;

c. Tidak berbohong; dan

d. Tidak mengakui milik orang lain. 2. Disiplin

Berkomitmen untuk selalu berperilaku konsisten dan berpegang teguh pada aturan yang ada dalam semua kegiatan.

3. Tanggung jawab

Selalu menyelesaian pekerjaan atau tugas-tugas secara tuntas dengan hasil terbaik.

4. Kerja keras

a. Selalu berupaya untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil terbaik; dan

b. Menghindari perilaku instan (jalan pintas) yang mengarah pada kecurangan.

5. Sederhana

Selalu berpenampilan apa adanya, tidak berlebihan, tidak pamer, dan tidak ria.

6. Mandiri

a. Selalu menuntaskan pekerjaan tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain;


(60)

38 b. Tidak menyuruh-nyuruh atau menggunakan kewenangannya untuk

menyuruh orang lain terhadap sesuatu yang mampu dikerjakan sendiri. 7. Adil

a. Selalu menghargai perbedaan; dan b. Tidak pilih kasih.

8. Berani

a. Berani jujur;

b. Berani menolak ajakan untuk berbuat curang; c. Berani melaporkan adanya kecurangan; dan d. Berani mengakui kesalahan.

9. Peduli

a. menjaga diri dan lingkungan agar tetap konsisten dengan aturan yang berlaku; dan

b. selalu berusaha untuk menjadi teladan dalam menegakkan disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab bersama.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai dalam pendidikan anti korupsi dibagi menjadi Sembilan nilai antara lain, yaitu (1) kejujuran, (2) tanggung jawab, (3) kedisiplinan, (4) kesederhanaan, (5) kemandirian, (6) kerja keras, (7) keadilan, (8) keberanian, dan (9) kepedulian. Nilai-nilai tersebut mendasari peneliti dalam pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi. Terkait dengan buku cerita bergambar berbasis pendidikan anti korupsi yang dikembangkan, peneliti memfokuskan pada empat nilai, yaitu (1) kejujuran, (2) tanggung jawab, (3) kedisiplinan, dan (4) kepedulian.


(61)

39 2.1.5 Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah atau GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kasman, 2016: 7). GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik dengan pembiasaan kegiatan 15 menit membaca. GLS memiliki prinsip-prinsip dalam kegiatan literasi sekolah. Menurut Beers (dalam Kasman, 2016: 11), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut, adalah (1) perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi, (2) program literasi yang baik bersifat berimbang, (3) program literasi terintegrasi dengan kurikulum, (4) kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun, (5) kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan, dan (6) kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman.

Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah, kesiapan mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, saran, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan,


(62)

40 dan perangkat kebijakan yang relevan). Tahapan pelaksanaan GLS dijabarkan sebagai berikut (Kasman, 2016: 28):

1. Tahap pertama, pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah;

2. Tahap kedua, pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi; dan

3. Tahap ketiga, pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi.

Gerakan Literasi Sekolah baik adanya jika dilaksanakan di sekolah dasar. Upaya dalam menumbuhkan minat membaca siswa melalui GLS. Dengan pengembangan buku cerita bergambar yang dilaksanakan peneliti, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi untuk mendukung Gerakan Literasi Sekolah yang di laksanakan di sekolah dasar.

2.2 Penelitian yang Relevan

Peneliti menuliskan 3 penelitian yang relevan untuk menunjang penelitian ini. Ketiga penelitian tersebut adalah penelitian milik Maria Nike Prasetyo Wido Saputri, Ayu Indah Permatasari, dan Boniferson Ndoen.

Penelitian pertama dilakukan oleh Maria Nike Prasetyo Wido Saputri (2016). Penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur atau langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dan mendeskripsikan kualitas prototype buku cerita bergambar untuk memahami tradisi nglarung dalam konteks pendidikan


(63)

41 karakter kebangsaan. Metode penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau R&D. Hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa kualitas prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mendapatkan nilai 4,5 dengan kategori “sangat baik” sehingga layak untuk diujicobakan.

Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Ayu Indah Permatasari (2016). Ayu melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau research and development yang berjudul

“Pengembangan Buku Cerita untuk Menanamkan Karakter Disiplin dan Kreatif Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah”. Pada penelitian pengembangan ini buku cerita yang dikembangan menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan modifikasi dari model pengembangan Borg and Gall dan Sugiyono yang meliputi enam langkah, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk serta menghasilkan produk berupa buku cerita untuk menanamkan karakter disiplin dan kreatif siswa sekolah dasar kelas rendah.

Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Boniferson Ndoen (2011). Boniferson melakukan penelitian dengan judul “Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Terintegrasi dengan Pendidikan Anti Korupsi Pada Siswa Kelas IX Semester 1 SMP Kanisius Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk berupa model pendidikan anti korupsi yang terintegrasi dengan materi pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Kanisius Sleman, Yogyakarta kelas IX semester I. Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan atau R&D yang


(64)

42 mengadaptasi serta menyederhanakan rancangan prosedur Borg & Gall, model pengembangan desain pembelajaran Dick & Carey, dan model pengembangan Luther. Langkah-langkah sebagai berikut, (1) hasil analisis data, (2) pengembangan produk, (3) validasi ahli, (4) revisi, (5) uji coba produk, (6) revisi akhir, (7) produk (buku ajar).


(65)

43 Berikut adalah literatur map penelitian ini.

Bagan 2.1 Literatur map penelitian yang relevan

Buku Cerita Bergambar

Buku Cerita Pendidikan Anti Korupsi Saputri, (2010) Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan Permatasari, (2016) Pengembangan Buku Cerita untuk

Menanamkan Karakter Disiplin dan Kreatif Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah Ndoen, (2011) Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Terintegrasi Dengan Pendidikan

Anti Korupsi Pada Siswa Kelas IX Semester 1 SMP Kanisius Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011

Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Anti Korupsi untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo Tahun


(1)

129 Lampiran 8


(2)

130 Surat Keterangan Melakukan Penelitian


(3)

131 Lampiran 10


(4)

(5)

133 Lampiran 11


(6)

134 Sirilus Prasetyna Nugraha, lahir di Sleman pada tanggal 22 Maret 1996. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Kanisius Gamping, tamat pada tahun 2007. Selanjutnya menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Santo Aloysius Sleman, tamat pada tahun 2010. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMA Negeri 1 Ngaglik hingga tamat pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa PGSD 2013, penulis aktif mengikuti kegiatan di beberapa bidang, seperti: (1) Kegiatan wajib INSADHA, INFISA, INSIPRO, dan yang lainnya; (2) Menyumbangkan trophy penghargaan untuk program studi pada kejuaraan Dekan Cup cabang olahraga bola voli tahun 2013 dan 2014; (3) Kegiatan kepanitiaan INSADHA 2015, INSIPRO 2015, Pekan Ilmiah Fakultas 2015, Parade Gamelan Anak 2013-2015, Sport League PGSD 2014, dan Story Telling and Writing Contest 2015. Pendidikan di perguruan tinggi diakhiri dengan menulis skripsi yang berjudul “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Anti Korupsi untuk Pembelajaran Membaca Siswa Kelas IV A SD Negeri Dayuharjo Tahun Ajaran 2016/2017”.