7
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Variabel
Hubungan kumulatif antara tiga prediktor terhadap responnya dapat dideskripsikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hubungan 3 Prediktor Terhadap Respon: 1980 dan 2009 Variabel
Tahun 1980 Tahun 2009
Kenaikan Laju rata-rata
Emisi CO
2
94.784.616 453.105.521
378 5,86
Populasi 147.490.000
234.300.000 59
1,61 PDB per kapita
10.890.045 27.539.951
153 3,33
Intensitas Energi 1,6068E-08 2,11944E-08
32 1,03
Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase kenaikan dan laju rata-rata per tahun emisi karbondioksida lebih besar dibandingkan dengan populasi, PDB
perkapita, ataupun intensitas energi. Rasio laju rata-rata per tahun respon terhadap prediktor masing-masing adalah 3,64; 1,76; 5,59. Artinya, laju pertambahan emisi
karbondioksida meningkat hampir empat kali lipat daripada pertambahan populasi, hampir dua kali lipat dari kenaikan PDB perkapita, dan hampir enam
kali lipat dari pengurangan intensitas energi. Pada bagian berikutnya akan diuraikan mengenai hubungan antarvariabel di atas yang lebih mendalam
menggunakan analisis STIRPAT metode regresi linear berganda multiple regressions
.
3.2 Analisis STIRPAT
Mengacu ke hasil regresi Ordinary Least SquareOLS di Lampiran 1 ataupun Lampiran 2, maka penggunaan regresi OLS untuk persamaan STIRPAT
mengalami masalah yang ditandai dengan nilai Variance Inflation FactorVIF yang lebih besar dari 10 dan eigenvalue yang lebih tinggi dari 100. Dengan
demikian, model STIRPAT dalam studi ini menggunakan metode Ridge Regression
RR seperti studi yang dilakukan oleh Wang, et al. 2011.
8 Dalam penelitian ini digunakan persamaan STIRPAT dalam bentuk linear dan
polinomial. Untuk keperluan penafsiran hubungan dampak prediktor terhadap respon digunakan persamaan STIRPAT polinomial, sedangkan untuk kebutuhan
pengaruh dan kontribusi prediktor serta proyeksi emisi karbondioksida digunakan STIRPAT linear. Oleh karena penentuan nilai k dalam RR memainkan peranan
penting, maka dalam hal ini digunakan pencarian k-optimum secara otomatis dari piranti lunak NCSS 10 Data Analysis.
3.2.1 Persamaan STIRPAT Polinomial
Persamaan STIRPAT polinomial Lampiran 3 dengan nilai k-optimum = 0,322897 diberikan sebagai berikut.
ln I = -3,106441 + 0,6636226 ln P + 0,01747673 ln P2 + 0,385908 ln A + 0,01165815 ln A2 + 0,363291 ln T + 0,1512
R
2
= 0,9178 3
Dari persamaan 3 diperoleh bahwa koefisien variabel populasi dalam bentuk kuadrat bernilai positif artinya hubungan dua variabel berbanding lurus sehingga
Indonesia mengikuti pola Malthusian yang artinya bahwa peningkatan populasi di Indonesia akan memberikan dampak berupa peningkatan emisi karbondioksida.
Mekanismenya mengikuti pola pertama dari Birdsall 1992 dimana populasi yang semakin besar akan menghasilkan peningkatan dalam permintaan energi untuk
sumber tenaga, industri, dan transportasi yang pada gilirannya meningkatkan emisi bahan bakar fosil. Mengenai berapa besar kenaikan emisi karbondioksida
untuk setiap 1 kenaikan populasi di Indonesia akan dijelaskan dalam persamaan STIRPAT linear.
Di sisi lain, untuk pola kemakmuran, Indonesia tidak mengikuti hipotesis EKC yang ditandai dengan tanda positif pada koefisien variabel PDB per kapita
dalam bentuk kuadrat. Artinya, peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berbanding lurus dengan laju kenaikan emisi karbondioksidanya sehingga
masih tergolong kepada pembangunan ekonomi pra-industri pertanian danatau industri jika mengacu kepada studi Panayotou tahun 1993. Mengenai berapa besar
9 kenaikan emisi karbondioksida untuk setiap 1 kenaikan PDB perkapita di
Indonesia akan dijelaskan dalam persamaan STIRPAT linear berikut.
3.2.2 Persamaan STIRPAT Linear
Persamaan STIRPAT linear Lampiran 2 dengan nilai k-optimum = 0,127888 diberikan sebagai berikut.
ln I = -10,28536 + 1,26463 ln P + 0,792879 ln A + 0,4462734 ln T + 0,1319 R2 = 0,9323
4
Persamaan 4 membuktikan bahwa koefisien dari setiap prediktor nilainya tidak sama dengan satu, tidak seperti asumsi dalam IPAT ataupun Kaya identity
yang menganggap koefisiennya seragam unitary yang besarnya masing-masing satu.
Untuk melihat pengaruh dan kontribusi dari ketiga faktor antropogenik terhadap emisi karbondioksida di Indonesia diberikan pada Tabel 4.3. yang
diadaptasi dari Wang et al. 2011.
Tabel 2. Pengaruh dan Kontribusi Prediktor Kumulatif dan 1 terhadap Emisi CO
2
Laju pertumbuhan
rata-rata per tahun
Pengaruh kumulatif
terhadap emisi CO
2
koefisien regresi x laju
pertumbuhan rata-rata per
tahun Tingkat
kontribusi kumulatif
pengaruh terhadap
emisi CO
2
laju pertumbuhan
rata-rata per tahun emisi
CO
2
Pengaruh 1
terhadap emisi CO
2
=koefisien regresi
atau elastisitas
Tingkat kontribusi
1 pengaruh
terhadap emisi CO
2
laju pertumbuhan
rata-rata per tahun emisi
CO
2
10 Emisi
CO
2
5,86
Populasi
1,61
1,26463 x 1,61 =
2,04
2,045,86 x 100 =
34,81 1,26
1,265,86 x 100 =
21,50
PDB perkapita
3,33
0,792879 x 3,33 =
2,64
2,645,86 x 100 =
45,05 0,79
0,795,86 x 100 =
13,48
Intensitas Energi
1,03
0,4462734 x 1,03 =
0,46
0,465,86 x 100 =
7,85 0,45
0,455,86 x 100 =
7,68
Faktor lain
0,73 12,29
TOTAL 5,86
100
Dari Tabel 2 nampak bahwa besaran pengaruh laju pertambahan populasi Indonesia
secara kumulatif
per tahun
akan meningkatkan
emisi karbondioksidanya sebesar 2,04 per tahun saat variabel PDB perkapita dan
intensitas energi dijaga konstan yang kontribusinya sebesar 34,81. Begitu pun untuk PDB perkapita dan intensitas energi akan meningkatkan emisi
karbondioksida masing-masing sebesar 2,64 dan 0,46 per tahun dengan kontribusinya sebesar 45,05 dan 7,85 tatkala dua variabel bebas lainnya
dibuat tetap. Adapun besarnya pengaruh prediktor terhadap emisi karbondioksida
untuk setiap 1 kenaikan prediktor adalah sebesar nilai elastisitasnya
1
. Untuk setiap 1 kenaikan populasi akan meningkatkan emisi karbondioksida 1,26 saat
PDB perkapita dan intensitas energi dijaga tetap; untuk setiap 1 kenaikan PDB perkapita akan meningkatkan emisi karbondioksida 0,79 jika populasi dan
intensitas energinya tetap, dan untuk setiap 1 kenaikan intensitas energi akan meningkatkan emisinya 0,45 saat dua variabel lainnya tetap.
1
Elastisitas adalah rasio perubahan persentase satu variabel bebas terhadap perubahan persentase variabel terikat. Koefisien dalam persamaan regresi bentuk logaritma adalah
elastisitas parsial karena variabel bebas lainnya dalam persamaan dijaga tetap. Misal: ln =
+
ln
+
ln
+
ln
+
, maka dapat ditafsirkan bahwa setiap 1 perubahan dalam P menghasilkan perubahan persentase dalam I sebesar 1001,01
1 saat variabel bebas A
dan T tetap. Untuk nilai b kurang dari 10, nilai 1001,01 1
dapat dianggap sama dengan nilai b Yang, 2012.
11 Meskipun pengaruh dan kontribusi terbesar untuk setiap kenaikan 1
prediktor adalah populasi dengan 1,26 dan 21,50, tetapi untuk pengaruh dan kontribusi kumulatif terbesar adalah PDB perkapita, yaitu 2,64 dan 45,05.
Artinya, begitu jelas terlihat bahwa PDB perkapita memiliki kontribusi yang signifikan dalam peningkatan emisi karbondioksida di Indonesia. Lain halnya
dengan intensitas energi yang sebenarnya rendah dan seharusnya bisa mereduksi emisi karbondioksida. Oleh karena intensitas energi berkebalikan dengan efisiensi
energi, dimana semakin rendah intensitas energinya menandakan energi yang digunakan untuk menghasilkan per unit satuan ekonomi semakin efisien. Dengan
demikian, intensitas energi Indonesia pada periode tersebut belum banyak memberikan peran dalam pengurangan emisi karbondioksida.
Selain itu, dari Tabel 2 dapat ditafsirkan bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan kenaikan emisi karbondioksida di Indonesia yang tidak terwakili
oleh populasi, PDB perkapita, dan intensitas energi dengan kontribusinya sebesar 12,46. Hasil dari tabel tersebut penting untuk dipertimbangkan dalam skenario
proyeksi emisi karbondioksida di Indonesia pada rentang 2010-2035.
3.3 Proyeksi Emisi Karbondioksida
Dari kedua puluh skenario yang dibandingkan terhadap BAU, terdapat 3 skenario di atas BAU no. 9, 18 dan 20. Selebihnya berada di bawah BAU, 2
diantaranya penurunannya tidak signifikan no. 6 dan 15 dan skenario no. 19 menjadi yang terbesar penurunannya Lampiran 4.
Skenario no. 9 dan 18 memiliki pola yang serupa, yaitu memiliki pertumbuhan PDB riil dan konsumsi energi primer yang tinggi masing-masing
sebesar 7 dan 6 baik pada pertumbuhan populasi 1 ataupun 1,19. Begitu pun, untuk skenario KEN yang memiliki pertumbuhan PDB riil yang lebih tinggi
lagi dan konsumsi energi yang cukup tinggi meskipun pertumbuhan populasinya hanya 1 sebagaimana yang diproyeksikan oleh BPS, Bappenas, dan UNFPA.
Akan tetapi hal demikian tidak terjadi pada skenario no. 7 dan 8 ataupun no. 16 dan 17 pada pertumbuhan populasi yang rendah 1 ataupun lebih tinggi
1,19, dimana pertumbuhan PDB riilnya tinggi namun diimbangi dengan
12 pertumbuhan konsumsi energi yang lebih rendah. Adapun pada skenario no. 6 dan
15 yang diadaptasi dari skenario RIKEN dimana laju elastisitas energi sebesar 0,94 dengan pertumbuhan PDB riil sebesar 6 tidak memberikan pengurangan
emisi karbondioksida yang berarti dari tahun ke tahun dalam rentang periode proyeksi. Untuk skenario no. 19 yang merupakan skenario dengan penurunan
emisi terbesar yang asumsinya bersumber dari IEA memiliki angka pertumbuhan populasi, PDB riil, konsumsi energi, dan intensitas energi jauh lebih rendah dari
angka-angka yang bersumber dari peraturanlaporan pemerintah, juga terdapat irisan dengan asumsi dari BP, yaitu pada pertumbuhan konsumsi energi sebesar
2,5 per tahun Lampiran 5. Dengan pertumbuhan konsumsi energi yang rendah pada gilirannya akan menurunkan dengan cepat intensitas energi yang ditandai
dengan nilai yang semakin negatif jika dibandingkan dengan target pemerintah sebesar -2,3 : -1 per tahun.
3.4 Implikasi dan Saran Kebijakan