Gambar 3.4 Klasifikasi jenis magma menurut Peccerillo dan Taylor 1976
3.3.3.2.5 Klasifikasi Jenis Magma Menurut Middlemost 1975
Middlemost 1975 mengelompokkan magma sub-alkali berdasarkan kandungan alumina Al
2
O
3
dan indeks alkali menjadi dua kelompok, yaitu basalt tholeiite dan high alumina basalt; dengan kandungan alumina yang meningkat pada
kelompok high alumina basalt Gambar 3.5. Nilai indeks alkali diperoleh dari persamaan di bawah ini.
Indeks Alkali = Na
2
O + K
2
O SiO
2
– 43 x 0,17
Gambar 3.5 Klasifikasi jenis magma menurut Middlemost 1975
3.3.3.2.6 Penentuan Asal Magma Menurut Pearce 1977 Berdasarkan
Kandungan K
2
O, TiO
2
, dan P
2
O
5
Pearce 1977 mengemukakan penentuan asal magma suatu batuan beku berdasarkan perbandingan nilai persentase berat senyawa K
2
O, TiO
2
, dan P
2
O
5
. Oleh karena melibatkan tiga buah variable, klasifikasi ini ditampilkan dalam bentuk
diagram segitiga. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui asal magma suatu batuan beku, apakah berasal dari kerak banua atau dari kerak samudera gambar 3.6.
Gambar 3.6 Penentuan asal magma menurut Pearce 1977 berdasarkan kandungan
K
2
O, TiO
2
, dan P
2
O
5
3.3.3.2.7 Penentuan Asal Magma Menurut Mullen 1983
Penentuan asal magma ini berdasarkan pada pertimbangan nilai persentase berat senyawa TiO
2
, 10 X MnO, dan 10 X P
2
O
5
, Berdasarkan analisis ini dapat diketahui asal magma suatu batuan basaltic, apakah berasal dari pematang tengah
samudera, dari busur kepulauan, atau dari pulau samudera Gambar 3.7. Batuan busur kepulauan meliputi jenis tholeiite, calc alkaline basalt, dan boninite. Batuan
pulau samudera meliputi jenis tholeiite dan alkaline basalt.
Gambar 3.7 Penentuan asal magma menurut Mullen 1983
3.3.3.2.8 Penentuan Kedalaman magma asal menurut Neuman van Padang
1951, Hadikusumo 1961, dan Whitford 1975
Persamaan – persamaan dalam pentuan kedalaman magma asal ini berlaku untuk batuan yang bersifat andesit basaltic dan andesit dimana kandungan silikanya
sebesar 52 - 63 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan antara persentase kandungan potassium dan persentase kandungan silica dengan kedalaman
magma asal untuk setiap jalur orogenesa adalah berbeda. Berdasarkan perbandingan antara kandungan potassium dan silica, Whitford
1975 membuat suatu persamaan untuk menentukan kedalaman Zona Benioff, yaitu : H = 379 – 5,26 x SiO
2
+ 35,04 x K
2
O
Dalam hal ini H merupakan kedalaman Zona Benioff dalam km. Menurut Neuman van Padang 1951 dan Hadikusumo 1961, Kedalaman Zona
Benioff dapat ditentukan dengan persamaan : H = 284 – 2,75 x SiO
2
+ 16,82 x K
2
O, Dua persamaan di atas dapat dikombinasikan menjadi :
H = 320 – 3,65 x SiO
2
+ 22,52 x K
2
O. Persamaan di atas dapat ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Hubungan Zona Benioff dengan kedalaman magma asal
Persamaan SE km
CC Data menurut Whitford 1975
Kedalaman Zona Benioff km 397 – 5.26 x SiO
2
+ 35.04 x K
2
O 373 – 4.36 x SiO
2
+ 0.73 x ppm Rb 110 – 0.03 x SiO
2
+ 0.14 x ppm Sr 26
32 30
0.87 0.80
0.83 Data menurut Neuman van Padang 1951 dan
Hadikusumo 1961 Kedalaman Zona Benioff km
284 – 2.75 x SiO
2
+ 16.82 x K
2
O 19
0.67 Kombinasi data Whitford 1975, Neuman van Padang
1951, dan Hadikusumo 1961 Kedalaman Zona Benioff km
320 – 3.65 x SiO
2
+ 25.52 x K
2
O 24
0.76
SE : Standard error of estimate km
CC : Correlation coefecient.
Semakin dalam Zona Benioff, maka besarnya unsur K dan Na yang terjadi pada pencairan akan meningkat, Maka dapat disimpulkan bahwa nilai senyawa K
2
O dan N
2
O berbanding lurus dengan kedalaman Zona Benioff.
3.3.3.3 Analisis Petrogenesis
Dalam kajian petrogenesis akan dibahas kemungkinan genesis batuan beku berdasarkan hasil analisis petrografi dan analisis petrokimianya berdasarkan
klasifikasi tertentu yang sesuai. Kemungkinan petrogenesis yang meliputi aspek petrografi dan geokimia ini antara lain menyinggung :
1. Asosiasi mineral pencermin tingkat kristalisasi
2. Hubungan batuan beku dengan magma pembentuknya
3.3.3.3.1 Asosiasi Mineral Pencermin Tingkat Kristalisasi
Sifat yang paling mudah diamati dari suatu batuan adalah struktur dan teksturnya secara megaskopis. Selain itu, sifat lain yang relatif mudah untuk diamati
dari suatu batuan adalah struktur dan komposisi mineraloginya, yang dapat diamati dengan mikroskop polarisasi. Berangkat dari komposisi mineraloginya, seorang
peneliti dapat menceritakan tingkat kristalisasi batuan yang diamati. Ada beberapa jenis basalt menurut klasifikasi Yoder dan Tilley 1962. Namun demikian, hanya ada
dua jenis basalt yang sangat umum dijumpai pada berbagai lingkungan tektonik.