Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang kaki Lima Kawasan

84 Jawaban senada juga dinyatakan oleh Ibu Pujiati. Pedagang nasi campur, beliau mengatakan : “ya klo saya klo dagang ya sampai jam 10 malam mas, kalau bukannya pagi gitu jam 7 mas, rata-rata kalau dagang makanan disini kayak gitu smua mas”. wawancara, 23 Mei 2013 Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa tidak ada pengaturan jam berdagang, karena itu semua pedagang bebas melakukan aktifitas berdagangnya. Gambar 8 Suasana berdagang siang dan malam di kawasan viaduk gubeng

4.3. Pembahasan

4.3.1. Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang kaki Lima Kawasan

Viaduk Gubeng Surabaya. Menurut Fredrickson dan Hart dalam Tangkilisan 2003:19, mengatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. 85 Sedangkan menurut dalam Tangkilisan 2003:2, mengemukakan kebijakan merupakan pengalokasian nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari suatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai kepada masyarakat. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan penataan PKL Viaduk Gubeng Surabaya merupakan metode yang mengarah pada pengembangan PKL yang ada untuk mendapat menjadi suatu kelompok informal dalam kehidupan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman 1998:35, menyebutkan kemandirian PKL dari segi modal melalui pengkoordinasian PKL yang diarahkan untuk membentuk suatu paguyuban hingga koperasi. Sehingga PKL berubah menjadi usaha yang memiliki pertokoan dan tidak lagi berjualan di tepi jalan. Dari hasil di lokasi penelitian tentang implementasi kebijakan penataan di Sentra PKL Viaduk Gubeng Surabaya dilakukan analisa bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan penataan di Sentra PKL viaduk gubeng Surabaya dikelompokkan menjadi 4 empat bagian, yaitu jumlah PKL, jenis barang yang diperdagangkan, alat peraga, dan waktu berdagang.

1. Jumlah PKL

Seperti yang diungkapkan Anderson dalam Tangkilisan 2003:19, bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang 86 ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. Menurut pengamatan penulis, untuk jumlah PKL belum terimpelemantasi dengan baik, meskipun para pedagang kaki lima sudah mematuhi aturan yang ditentukan antara pihak paguyuban dengan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya, yaitu tidak berdagang di luar area yang telah disediakan. Hal tersebut disebabkan masih adanya stand-stand yang masih kosong. Menurut data yang diperoleh, jumlah PKL yang berjualan di Sentra PKL Viaduk Gubeng Surabaya sebanyak 30 PKL dan semuanya telah tergabung di dalam paguyuban Sentra PKL Viaduk Gubeng Surabaya. Jumlah tersebut dapat bertambah dikarenakan ada tempat yang masih kosong.

2. Jenis Barang Dagang

Hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa tidak ada PKL yang menjual belikan barang terlarang. Semua pedagang menjual produk makanan dan minuman dan sebagian kios-kios kecil pedagang rokok dan mracang, seperti yang kemukakan oleh Wirosardjono dalam Alisjahban 2003:14 mengemukakan PKL adalah pola kegiatan tidak teratur, dalam artian waktu, permodalan maupun penerimaannya, tidak tersentuh oleh peraturan atau 87 ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, modal peralatan dan perlengkapan umum omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas hitungan harian. Menurut penulis untuk dilakukannya pengelompokan jenis barang dagang tidak terimplementasi dengan baik, hal ini dikarenakan apabila diseragamkan jenis barang dagangannya dikhawatirkan adanya persaingan yang tidak sehat yang akan menimbulkan kecemburuan sosial antara pedagang.

3. Alat Peraga

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh mengenai alat peraga, saat ini di Sentra PKL Viaduk Gubeng Surabaya berupa tenda adalah hasil kerjasama antara Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya beserta pihak paguyuban. Dan rombonggerobak hasil adalah swadaya dari para pedagang kaki lima itu sendiri, hal ini disebabkan belum adanya sponsor atau kerjasama dengan pihak swasta ataupun bantuan dari pihak pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Simanjutak Prisma, 2005:51, menyebutkan bahwa salah satu penata PKL adalah adanya revolusi penempatan PKL di lokasi yang baru. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan penempatan PKL yang baru juga harus memperhatikan para PKL untuk dapat berubah menjadi baik. Dengan adanya tempat berdagang yang telah disediakan dan tidak mengganggu jalan, maka alat peraga PKL viaduk gubeng Surabaya telah terimplementasi dengan baik, akan tetapi masih kurang sempurna. Hal ini 88 dikarenakan gerobak rombong masih hasil swadaya para pedagang masing- masing dan belum adanya penyeragaman rombong gerobak.

4. Waktu berdagang

Easton dalam Tangkilisan 2003:02, bahwa kebijakan merupakan pengalokasian nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai kepada masyarakat. Dengan adanya waktu berdagang yang bebas maka terimplementasi dengan baik. Hal ini karena sudah sesuai dengan kesepakatan antara pihak paguyuban dengan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Mikro dan Menengah Pemkot Surabaya. 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan