27
serta mampu untuk pindah ke pasar atau toko sesuai dengan jenis barang dagangannya.
2. Dilakukan relokasi, yaitu penempatan PKL di lokasi baru yang
dianggap penting karena PKL sering dianggap menimbulkan kerugian sosial dan kemacetan jalan. Namun penempatan ini perlu
dipertimbangkan faktor konsumen dan kemampuan penyesuaian lokasi baru tersebut. Di satu pihak perlu diperlakukan yang manusiawi oleh
para petugas, akan tetapi di pihak lain yang tidak kalah penting adalah konsistensi pengaturan yang perlu diterapkan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas-aktivitas program kebijakan penataan PKL dapat dilakukan dengan mendorong
sektor informal menjadi formal, meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal, serta menyediakan lokasi baru bagi para PKL.
2.2.9. Sektor Informal
Menurut Sathuraman dalam Alisjahbana 2003:10, bahwa sektor informal terdiri dari unit usaha kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan
jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri dan dalam usahanya sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor
modal fisik, faktor pengetahuan dan faktor keterampilan. Pendapat yang dikemukakan oleh Wirosardjono dalam Alisjahbana
2003:13, bahwa sektor informal adalah suatu kondisi nyata dari berbagai kegiatan sejumlah tenaga kerja yang umumnya berpendidikan rendah, tidak
mempunyai ketrampilan dan bekerja di sektor ekonomi marginal atau informal.
28
Sedangkan menurut Hidayat dalam Alisjahbana 2003, sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik karena timbulnya unit usaha
tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal.
b. Pada umumnya tidak mempunyai ijin usaha
c. Pola usaha tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja
d. Tidak terkena langsung kebijakan pemerintah untuk membantu ekonomi
lemah e.
Unit usaha mudah beralih antar sub sektor f.
Berteknologi rendah g.
Skala operasinya kecil karena modal dan perputaran usahanya juga relatif kecil
h. Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya dibantu pekerja keluarga
yang tidak dibayar. i.
Mereka bermodal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi
j. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga yang tidak
dibayar k.
Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.
l.
29
2.2.10. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Surabaya
Peningkatan jumlah PKL yang terjadi di kota-kota besar, seperti Surabaya telah berdampak terganggunya kelancaran lalu lintas, ketertiban dan kebersihan
kota serta fungsi prasarana kota. Selain mengganggu berbagai aktivitas kota, PKL yang merupakan usaha perdagangan sektor informal perlu dilakukan penataan
untuk menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dengan harga yang relative terjangkau. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Surabaya
mengeluarkan Peraturan Daerah kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 pasal 2 menjelaskan tentang : 1.
Kegiatan usaha Pedagang kaki Lima dapat dilakukan di daerah; 2.
Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi PKL;
3. Penetapan, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL sebagaimana dimaksud
pada ayat 2, diatur dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan sekitarnya;
4. Kepala daerah berwenang melarang penggunaan lahan fasilitas umum tertentu
untuk tempat usaha PKL; 5.
Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha
30
Selain itu Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 pasal 3 juga menjelaskan bahwa Kepala Daerah berwenang :
1. Menetapkan dan mengatur waktu kegiatan usaha PKL;
2. Menetapkan dan mengatur jumlah PKL pada setiap lokasi PKL;
3. Menetapkan jenis barang yang diperdagangkan;
4. Mengatur alat peraga PKL
Pada dasarnya Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 dibuat untuk mengatur secara umum tentang penataan dan pemberdayaan PKL di semua sudut
kota Surabaya. Dalam pelaksanaannya Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 mengatur tentang Penetapan Waktu Kegiatan, Jumlah PKL, Jenis Barang dan Alat
Peraga. Sedangkan ketentuan Tanda Daftar Usaha diatur pada pasal 4 yang berisi :
1. Setiap orang dilarang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang
dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki Tanda Daftar Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk;
2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk; 3.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, harus dilampiri : a.
Kartu Tanda Penduduk KTP Surabaya; b.
Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi PKL yang dimohon;
c. Gambar alat peraga PKL yang akan dipergunakan;
d. Surat pernyataan yang berisi :
31
1 Tidak akan memperdagangkan barang illegal;
2 Tidak akan membuat bangunan permanent semi permanent di lokasi
tempat usaha; 3
Mengosongkan mengembalikan menyerahkan lokasi PKL kepada Pemerintah Daerah apabila lokasi dimaksud sewaktu-waktu
dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah, tanpa syarat apapun. 4
Tata cara permohonan dan pemberian Tanda Daftar Usaha ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
5 Jangka waktu Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 adalah 6 enam bulan dan dapat diperpanjang Selain itu juga diatur dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 pasal
5 mengenai kewajiban dan larangan pemegang Tanda Daftar usaha PKL, yaitu : 1.
Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan tempat usaha;
2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan tertib dan
teratur; 3.
Menempati sendiri tempat usaha sesuai Tanda Daftar Usaha yang dimiliki; 4.
Mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah mempunyai kebijakan lain atas lokasi tempat usaha tanpa meminta ganti rugi;
5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi PKL dan ketentuan usaha PKL yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah; 6.
Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam Tanda Daftar Usaha PKL;
32
7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga di luar jam
operasional yang telah ditentukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Yang dijelaskan pula dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 pasal 6 yang berisi :
1. Mendirikan bangunan permanen semi permanen di lokasi PKL;
2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal;
3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjualbelikan;
4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah dinyatakan dalam
Tanda Daftar Usaha; 5.
Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam bentuk apapun.
Sedangkan pengawasan dan penertiban diatur dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 BAB V pasal 9, yaitu :
1. Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini; 2.
Dinas Polisi Pamong Praja atau Instansi lain yang mempunyai tugas untuk menegakkan Peraturan Daerah berwenang melaksanakan penertiban atas
pelanggaran Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3.
Ketentuan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan oleh Kepala Daerah.
33
Sanksi administratif diatur dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 pasal 10, yaitu :
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat 5, Pasal 4 ayat 1, Pasal 5 dan Pasal 6, Kepala Daerah berwenang memberikan peringatan-peringatan dan atau
membongkar sarana usaha atau mengeluarkan barang dagangan yang dipergunakan untuk usaha PKL dari fasilitas umum yang dikuasai oleh
Pemerintah Daerah lokasi PKL.
2.2.11. Kebersihan Lingkungan