1. Manufacturing Inventory
, terdiri dari : a.
Raw Materials b.
Semifinished Component Parts c.
Finished Component Parts d.
Sub assemblies e.
Component parts in process f.
Subassemblies in process 2.
Distribution Inventory , terdiri dari :
a. Complete product
di gudang b.
Complete product di transit
4. Lead Time
Merupakan waktu yang dibutuhkan oleh material dari saat order sampai material itu diterima. Berapa lama waktu untuk mendapatkan komponen. Oleh
karena itu manajemen harus menentukan kapan produk diperlukan, sehingga dapat menentukan waktu pembelian, produksi dan perakitan. Lead time terdiri
dari dua yaitu lead time pembelian untuk material yang dibeli dari supplier dan lead time produksi untuk material yang diproduksi sendiri. MRP membutuhkan
data berupa waktu untuk mendapatkan Material dari Supplier dan waktu produksi dari masing – masing hasil produksi.
2.5 Langkah – langkah dalam proses pengelolaan MRP
Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot
Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
1. Fixed Order Quantity
FOQ : Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Mis : kemampuan gudang,
transportasi, kemampuan supplier dan pabrik. Jadi dalam menentukan ukuran lot berdasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya.
2. Lot for Lot LFL : Teknik penetapan ukuran lot didasarkan atas dasar
pesanan diskrit. Di samping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan
perhitungan kembali bersifat dinamis terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan
ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya
simpan per unit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur.
3.Least Unit Cost LUC : Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan
ongkos unit perkecil, Menetapkan ukuran lot dengan memperhitungkan sejumlah periode demand sedemikian hingga total biaya per unit minimum.
Dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
ongkos perunit terkecil = ongkos pesan perunit + ongkos simpan perunit.
4. Economic Order Quantity EOQ : Pendekatan menggunakan konsep minimasi
ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut. Ukuran batch ditetapkan sama dengan EOQ.
Rumus EOQ
Q = √ 2CD H
Dimana Q = jumlah pemesanan unit
D = total permintaan per rentang waktu perencanaan C = biaya order per order
H = biaya simpan per unit
5. Period Order Quantity POQ : Pendekatan menggunakan konsep jumlah
pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar
perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yan harus dilakukan dan interval periode pemesanannya
adalah setahun. Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Part Period Balancing PPB : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot
ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. Merupakan pendekatan yang lebih dimanis dalam menyeimbangkan biaya
pemasangan dan penahanan. Cara ini menggunakan informasi tambahan dengan mengubah ukuran lot agar tercermin. Ukuran lot diputuskan melalui
penyeimbangan biaya penyimpanan dan biaya penyetelan awal.
7. Fixed Periode Requirment FPR : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot
dengan Periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi
dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
8. Least Total Cost LTC : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan
di minimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang
memiliki ongkos simpan perunit-nya hampir sama dengan ongkos pengadaannya unitnya.
ongkos total = ongkos simpan + ongkos pengadaan
9. Wagner Within WW : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan
prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Tehnik penghitungan yang mengasumsikan horizon waktu yang finite yang pada akhirnya ada
penambahan net requirement untuk mencapai strategi pemesanan. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan
yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melekukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan
dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. Suatu batch diproduksi
hanya bila persediaan di tangan mencapai nol, dan ukuran lot ditentukan sedemikian hingga besarnya persis sama dengan kebutuhan bersih untuk
sejumlah periode tertentu.
10. Silver Mean SM : Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat
meminimumkan ongkos total per-perioda. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut
sebagai ukuran lot yang tentatif Bersifat sementara, penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang
kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang
ongkos total periodenya masih menurun. Mengkombinasikan beberapa periode perencanaan secara trial error untuk memperoleh rata-rata total
biaya yang minimum.Teknik ini mencoba mengkombinasikan beberapa periode perencanaan untuk memperoleh rata-rata total biaya minimum. Rata-
rata total biaya minimum adalah penjumlahan biaya order dan biaya simpan dari n periode dibagi dengan n.
Langkah-Langkah Dasar dalam penyusunan Proses MRP
a. Netting kebutuhan bersih : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan, yang diperoleh dari selisih
antara kebutuhan kotor dengan persediaan, selain itu juga dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal.
Data yang diperlukan: a. Kebutuhan kotor untuk setiap perioda
b. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan c. Rencana penerimaan untuk setiap perioda perencanaan
NRi = GRi – SRi – OHi dengan NR = 0 bila GR – SR – OH 0 Dimana:
NRi = Kebutuhan Bersih Net Requirement NR pada perioda ke i GRi = Kebutuhan Kotor Gross Requirement GR pada perioda ke i
SRi = Jadwal penerimaan Schedulling Receipt SR pada perioda ke i OHi = Persediaan di tangan On Hand Inventory OH pada perioda ke i
Contoh:
Netting
Periode 1
2 3
4 5
6 7
8 Kebutuhan Kotor GRi
25 30
20 15
Jadwal Penerimaan Barang SRi
40 Persediaan di Tangan OHi
25 25
40 10
10 Kebutuhan Bersih NRi
10 15
Gambar 2.1 Perhitungan Netting
b.Lotting kuantitas pesanan : suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternative metoda untuk menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk
meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-teknik tersebut adalah teknik lot for lot, economic order quantity, fix order quantity dan fix
period review, dan lain-lain.
Contoh Lotting dengan Lot for lot:
Periode 1
2 3
4 5
6 7
8 Kebutuhan Kotor GRi
25 30
20 15
Jadwal Penerimaan Barang SRi
40 Persediaan di Tangan OHi
25 25
40 10
10 Kebutuhan Bersih NRi
10 15
Ukuran Lot 10
15
Gambar 2.2 Perhitungan Lotting
c.Offsetting rencana pemesanan : Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan ini
diperoleh dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang Lead Time.
Contoh Off Setting:
Periode 1
2 3
4 5
6 7
8 Kebutuhan Kotor GRi
25 30
20 15
Jadwal Penerimaan Barang SRi
40 Persediaan di Tangan OHi
25 25
40 10
10 Kebutuhan Bersih NRi
10 15
Ukuran Lot 10
15 Rencana Pesan
10 15
Gambar 2.3 Perhitungan off setting
d. Exploding : Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas
rencana pemesanan. Proses permintaan akan suatu barang merupakan suatu hal yang perlu diperhitungkan dalam sistem perencanaan ini.
Kekurangan pasokan suatu bahan tertentu dapat mengakibatkan timbulnya kekurangan – kekurangan yang lain dalam sistem secara keseluruhan. Dalam hal
ini, adanya persediaan merupakan suatu tindakan penanggulangan yang logis. Persediaan dalam sistem kebutuhan dirancang untuk menyerap variasi acak dalam
jadwal pasokan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproses pesanan melalui sistem bersifat variabel karena faktor – faktor seperti penundaan, kerusakan
mesin, dan perubahan rencana. Selain itu kualitas aktual yang diserahkan dari produksi bersifat variabel karena adanya produk yang ditolak cacat. Akibatnya
dibutuhkan persediaan lain untuk menyerap variasi dalam waktu pasokan dan dalam kualitas secara aktual. Dalam hal ini, harus dipertimbangkan akan adanya
persediaan maupun waktu tenggang leadtime, akan tetapi dalam menetapkan kedua hal diatas diusahakan jangan sampai penetapan persediaan dan lead time
malah mengakibatkan penumpukan persediaan. Melainkan dianjurkan untuk melakukan upaya – upaya yang dapat mengurangi adanya variabilitas kebutuhan
ataupun waktu tenggang sehingga dapat diminimalisasi. Penentuan persediaan dan lead time dilakukan dengan mempertimbangkan biaya kehabisan persediaan
shourtage cost dan biaya penyimpanan persediaan holding cost.
2.6 Output MRP