Anak Yang Berkonflik dengan Hukum

d. Meninjau ulang bagian pembuatan perundang-undangan yang masih berlaku tapi perlu penyempurnaan atau pelaksanaan yang tepat; dan e. Memprioritaskan acara pembuatan undang-undang yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan KHA atau penyelarasan KHA dengan perundang-undangan Indonesia.

3. Anak Yang Berkonflik dengan Hukum

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan istilah bahwa anak yang berhadapan dengan hukum disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum. Ada 2 dua kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu : 27 a. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah; b. Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Sama halnya dengan pengertian anak, pengertian delinkuen juga belum seragam. Istilah delinkuen berasal dari delinquency, yang diartikan dengan kenakalan anak, kenakalan remaja, kenakalan 27 Ibid, hlm.33 pemuda dan delinkuensi. 28 Kata delinkuensi atau delinquency dijumpai bergandengan dengan kata juvenile, karena delinquency erat kaitannya dengan anak sedangkan kata delinquent act diartikan perbuatan yang melanggar norma dasar dari masyarakat. 29 Sebagai perbandingan di Amerika Serikat “Juvenile delinquency” sesuai dengan kitab Undang-Undang Amerika Serikat U.S Code: 30 “Juvenile Delinquency is violation of the law commited by a person under the age of 18 that would be considered a crime if it was commited by a person 18 or older” Juvenile Delinquency adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang mana hal tersebut digolongkan sebuah kejahatan jika dilakukan oleh oleh orang yang berumur 18 tahun atau lebih tua. Kamus hukum Black’s Law Dictionary yang disusun oleh Bryan A. Garner menyatakan bahwa : 31 “Delinquency is a failure or omission: a violation of a law or duty, juvenile delinquency is antisocial behavior by a minor, behavior that would be criminally punishable if the actor were an adult, but instead is punished by special laws pertainning only to minors- also termed delinquen minor” Perbuatan 28 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Jakarta, 2009, hlm. 37. 29 Ibid. 30 Kitab Undang-Undang Amerika Serikat dikutip dari Ibid. 31 Kamus hukum Black’s Law Dictionary dikutip dari Ibid. melawan masyarakat yang dilakukan oleh orang yang belum memenuhi umur orang dewasa secara hukum. Khususnya perilaku yang merupakan kejahatan yang dikenakan hukuman bila dilakukan oleh orang dewasa, tapi diperlakukan dengan pengecualian hukum untuk yang belum dewasa. Menurut Anthony M. Platt definisi delinquency adalah perbuatan anak yang meliputi perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, perbuatan melanggar peraturan negara atau masyarakat serta perilaku tidak bermoral yang ganas, pembolosan, perkataan kasar dan tidak senonoh, tumbuh dijalanan dan pergaulan dengan orang yang tidak baik yang memungkinkan pengaruh buruk bagi anak di masa depan. 32 Pengertian Juvenile Deliquency menurut Kartini Kartono adalah Perilaku jahatdursila atau kejahatankenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit patologi secara sosial pada anak- anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. 33 Bimo Walgito merumuskan Juvenile Deliquency ialah tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan oleh anak khususnya anak remaja. 34 32 Anthony M. Platt dikutip dari Ibid, hlm.38. 33 Kartini Kartono dikutip dari Ibid, hlm.35. 34 Bimo Walgito dikutip dari Wagiati Soetedjo Melani, Op.Cit, hlm.142. Pada naskah akademis Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak telah mencampuradukkan dua pengertian yang sama sekali berbeda pendekatannya, yakni : 35 a. “anak nakal” didefinisikan sebagai anak yang melakukan tindak pidana. Perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum pidana adalah perbuatan yang sesuai dengan asas legalitas, yakni perbuatan yang dilarang undang-undang. Dalam hukum pidana, suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan pidana yang ada. b. “anak nakal” didefinisikan sebagai pelaku kenakalan delinquency, yakni melakukan perbuatan selain tindak pidana. Maksudnya, melakukan perbuatan selain tindak pidana yang karenanya tidak terikat dengan asas legalitas. c. Pengertian “anak nakal” ini memberikan pembedaan antara tindak pidana dengan kenakalan anak. Disisi lain, pengertian anak nakal ini sebenarnya adalah kriminalisasi atas kenakalan anak sebagaimana pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Karena ada ketidakjelasan pemaknaan peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam 35 M. Nasir Djamil, Op.Cit, hlm.36. masyarakat yang bersangkutan, karena bisa menimbulkan interpretasi. Teori yang dikemukakan oleh Sutherland yang disebut dengan Teori Association Differential menyatakan bahwa anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah- tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya.36 Berdasarkan hal tersebut maka melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak nakal yang masuk kategori dapat dipidana disebut dengan istilah anak yang berkonflik dengan hukum. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa : “ Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Anak yang berkonflik dengan hukum, lebih memposisikan anak tersebut sebagai tersangka atau terdakwa sedangkan, anak yang berhadapan dengan hukum memposisikan anak sebagai korban dari kekerasan. Keduanya, perlu memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan dan proses hukum. Advokasi secara yuridis dapat berupa upaya pencegahan agar anak tidak mendapatkan perlakuan kesewenang-wenangan 36 Sutherland dikutip dari Ibid, hlm.37. dan diskriminasi dari aparat penegak hukum baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh kembangnya secara wajar, secara fisik, mental dan sosial. Peraturan perundang-undangan tentang anak dibuat untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan hak pada anak, meskipun anak berkonflik dengan hukum. Pemberian sanksi hukum harus dilakukan secara proposionalitas, tidak hanya memberi hukuman pidana penjara tapi juga memberi alternatif hukuman lain dalam bentuk pembinaan yaitu sanksi pidana non- penal tindakan dengan menerapkan konsep restorative justice.

4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban pidana anak menurut hukum pidana islam dan undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak

0 6 169

Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 8 0

Tinjauan Hukum Atas Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Perempuan Di Bawah Umur Dihubungkan Dengan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 8 49

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 3 12

PENDAHULUAN PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 5 17

PENUTUP PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 4

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 0 75

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12