HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN IBU DALAM KEGIATAN POSYANDU DAN POLA MAKAN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN RAJABASA RAYA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN IBU DALAM KEGIATAN POSYANDU DAN POLA MAKAN BALITA DENGAN STATUS GIZI

BALITA DI KELURAHAN RAJABASA RAYA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh Fadhilah Fanny

Posyandu merupakan sarana pemberdayaan masyarakat yang strategis terhadap pembangunan kesehatan masyarakat karena secara langsung melibatkan masyarakat diberbagai bidang kesehatan termasuk masalah gizi balita. Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

Jenis penelitiaan ini adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel 175 orang yang diambil dengan cara consecutive sampling. Keaktifan ibu dinilai dengan kuesioner dan pengamatan menggunakan buku KMS, pola makan dinilai dengan kuesioner FFQ dan status gizi balita dinilai dengan pengukuran antropometri dengan indikator BB/U. Data penelitian dianalisis secara univariat dan bivariat melalui uji Chi-Square dengan α = 0,05. Dari hasil penelitin didapatkan sebagian besar Ibu telah aktif mengikuti kegiatan Posyandu (66,3%), pola makan baik (73,7%) dan status gizi balita yang baik (71,4%). Terdapat hubungan yang bermakna antara keaktifan ibu dengan status gizi balita (p <0,001) serta terdapat hubungan antara pola makan balita dengan status gizi balita dengan (p <0,001).

Kesimpulan terdapat hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita.


(2)

ABSTRACT

RELATIONS BETWEEN MOTHER’S ACTIVENESS IN POSYANDU ACTIVITY AND BABIES DIETARY HABITS TO TODDLERS NUTRITIONAL STATUS IN RAJABASA RAYA REGION RAJABASA

DISTRICTS BANDARLAMPUNG CITY

By

Fadhilah Fanny

Posyandu is a community empowerment strategic to the development of public health because its directly involves the community in every health sector including nutrition toddlers problems. Nutrition problems in toddlers influenced by various factors, not only directly but also indirect causes. This study aims to know the relations between mother’s activity in posyandu and babies dietary habits to toddlers nutritional status in Rajabasa Raya Region Rajabasa Districts Bandar Lampung City.

This study used analytic descriptive research with cross sectional approach 175 respondent samples were taken using consecutive sampling. Mother’s activity were rated with questionnaire and controlled by KMS book, babies dietary were rated by FFQ questionnaire and nutritional status were rated by anthropometric by BB/U indicator. This study analyzed by univariat and bivariat with chi-square test (α = 0,05).

The result showed mothers join in Posyandu actively (66,3%), with good food intake (73,7%) and good nutritional status (71,4%). It showed that there were relations between mother’s activity in posyandu and babies dietary habits to toddlers nutritional status in Rajabasa Raya Region Rajabasa Districts Bandar Lampung City (p<0,001) and there were relations between baby dietary habits with nutritional status of toddlers (p<0,001).

The conclusion is there were relations between mother’s activity in posyandu and babies dietary habits to toddlers nutritional status in Rajabasa Raya Region Rajabasa Districts Bandar Lampung City.


(3)

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN IBU DALAM KEGIATAN POSYANDU DAN POLA MAKAN BALITA DENGAN STATUS GIZI

BALITA DI KELURAHAN RAJABASA RAYA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

FADHILAH FANNY

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN IBU DALAM KEGIATAN POSYANDU DAN POLA MAKAN BALITA DENGAN STATUS GIZI

BALITA DI KELURAHAN RAJABASA RAYA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

(SKRIPSI)

Oleh :

FADHILAH FANNY

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(5)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 42 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 43 Gambar 3.2 Alur penelitian ... 48


(6)

viii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Interprestasi pemeriksaan antropometri ... 25 Tabel 3.2 DefinisiOperasional ... 47 Tabel 4.1 Distribusi usia Ibu di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya

Kecamatan Raja basa Kota Bandar Lampung ... 51 Tabel 4.2 Distribusi Pola Makan Balita ... 52 Tabel 4.3 Distribusi Keaktifan Ibu ... 52 Tabel 4.4 Distribusi usia dan berat badan balita di Posyandu Kelurahan

Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 53 Tabel 4.5 Distribusi status gizi balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa

Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 53 Tabel 4.6 Analisis hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Balita di

Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 54 Tabel 4.7 Analisis hubungan Keaktifan Ibu dengan Status Gizi Balita di


(7)

(8)

(9)

(10)

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan

kesanggupannya.

(Q.S. Al-Baqarah: 286)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

"If you can dream it, you can do it.

(Walt Disney)

"Always be yourself, express yourself, have faith in yourself, do not go

out and look for a successful personality and duplicate it.

(Bruce Lee)

Always do your best. What you plant now, you will harvest later.

(Og Mandino)


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Agustus 1994, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Prof. Dr. H. Faisal, S.H, M.H dan Ibunda Nurmawita, S.E.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi GEN-C dan BEM Fakultas Kedokteran pada tahun 2012˗2015.


(12)

Perjuangan merupakan pengalaman berharga yang

dapat menjadikan kita manusia yang berkualitas.

Skirpsi ini kupersembahkan untuk :

Mama dan Papaku tersayang

Kakak-kakaku tercinta

Terimakasih selalu mendukung serta nasihatnya yang

menjadi jembatan perjalanan hidupku.


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Keaktifan Ibu dalam Kegiatan Posyandu dan Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, masukan, bantuan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Dian Isti Angraini, M.P.H selaku Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan motivasi, dukungan, bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(14)

4. dr. TA Larasati, M.Kes selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk meluangkan waktu, memberi bimbingan, kritik, saran, nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Azelia Nusadewiarti, M.P.H selaku Penguji utama pada Ujian Skripsi untuk memberikan motivasi, dukungan, bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bu Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama 3,5 tahun perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini;

7. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mama (Nurmawita, S.E) dan Papa (Prof. Dr. H. Faisal, S.H, M.H) yang selalu mendoakan setiap waktu, menguatkan, memberikan masukan, semangat berjuang, kesabaran, kasih sayang, keikhlasan dan atas segala sesuatu yang telah diberikan kepadaku hingga saat ini. Kakak-kakaku tercinta dr. Nidia Fifi Friandana dan Fedhli Faisal, S.H yang selalu mendoakan, memberi semangat dan dukungan kepadaku selama menjalani perkuliahan;

8. Seluruh Keluarga Besarku, terima kasih atas bantuan, doa, dukungan, semangat dan motivasi yang tiada henti;

9. Saudara-saudaraku tersayang Asttri Nurul Insani, S.E , Ivone Prata Mulia, S.Ab , Era Octafiona, S.Pd yang selalu mendengarkan keluh kesah, memberikan dukungan dan semangat;

10.Seluruh Staf Dosen FK Universitas Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita;


(15)

11.Seluruh Kader Posyandu Balita Rajabasa Raya dan Petugas Puseksmas Rajabasa Bandar Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasama dalam pengambilan data;

12. Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan FK Unila;

13.Sahabat-sahabat terbaikku Zelta Pratiwi Gustimigo, Nindia Dara Utama, Rembulan Ayu Niendhita, Sarah Windia Baresti, N. Dearassi Debby, Azmi Hanima Azhar, Tresa Ivani Saskia dan Fauziah Paramita Bustam yang sudah banyak membantu, memberikan semangat, berbagi canda dan tawa. Terimakasih atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran ini;

14.Sahabat terbaikku A.A. Sg Ayu Tirta, Rissa Zeno, M. Fajri Pramesa, Yobeeh dan Farid Al-Rianto yang mendengarkan keluh kesah, memberi semangat, membantu dan bertukar cerita walaupun dari jauh;

15.Sahabat terbaikku dan sahabat seperjuanganku Zelta Pratiwi Gustimigo dan Rembulan Ayu Niendhita yang selalu memberi semangat, doa , selalu sabar, dan selalu mendengar keluh kesahku;

16.Teman-teman KKN Desa Sendang Asih Kabupaten Lampung Tengah yang telah berbagi pengalaman mengisi hari-hari selama 40 hari dan saling bekerjasama dalam menjalankan program kerja KKN. Terimakasih atas motivasi dan doanya selama ini;

17.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberikan motivasi.


(16)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, 11 Januari 2016 Penulis


(17)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1... Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 ... Tujua n Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 ... Bagi Peneliti ... 6

1.4.2 ... Bagi Ibu ... 6

1.4.3 ... Bagi Institusi ... 6

1.4.4 ... Bagi Peneliti lain ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita ... 7

2.1.1 Pengertian Balita ... 7

2.1.2 Karakteristik Balita ... 8

2.1.3 Tumbuh Kembang Balita ... 8

2.1.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang ... 12

2.2 Status Gizi pada Balita ... 14

2.2.1 Definisi Status Gizi ... 14

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 16

2.2.3 Penilaian Status Gizi ... 21

2.3 Konsep Posyandu ... 25

2.3.1 Definisi Posyandu ... 25

2.3.2 Tujuan Posyandu ... 26

2.3.3 Sistem Lima Meja Posyandu ... 27

2.3.4 Keaktifan Ibu ke Posyandu... 28 2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Ibu ke


(18)

vi

Posyandu ... 29

2.3.6 Konsep KMS ... 34

2.3.6.1 Definisi KMS ... 34

2.3.6.2 Manfaat KMS ... 35

2.3.6.3 Jenis Informasi pada KMS... 36

2.3.6.4 Cara Memantau Pertumbuhan Balita pada KMS ... 36

2.4 Hubungan keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita ... 38

2.5 Kerangka Pemikiran ... 42

2.5.1 Kerangka Teori ... 42

2.5.2 Kerangka Konsep ... 43

2.6 Hipotesis... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Subyek penelitian ... 44

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.3.1 Tempat Penelitian ... 44

3.3.2 Waktu Penelitian ... 44

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 46

3.6 Definisi Operasional ... 46

3.7 Alur Penelitian ... 48

3.8 Pengumpulan data ... 48

3.9 Pengolahan data ... 48

3.10 Analisis Data ... 49

3.10.1 Analisis Univariat ... 49

3.10.2 Analisis Bivariat ... 49

3.11 Etika Penelitian ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 51

4.1.1 Usia Ibu ... 51

4.1.2 Pola Makan Balita ... 51

4.1.3 Keaktifan Ibu ... 52

4.1.4 Status Gizi ... 52

4.2 Analisis Bivariat ... 53

4.2.1 Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 53

4.2.2 Hubungan Keaktifan Ibu dengan Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 55

4.3 Pembahasan ... 57

4.3.1 Subyek Penelitian ... 57

4.3.1.1 Usia ... 57

4.3.1.2 Pola Makan ... 58


(19)

vii 4.3.1.4 Status Gizi ... 60 4.3.2 Analisis Bivariat ... 61

4.3.2.1 Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa ... 61 4.3.2.2 Hubungan Keaktifan Ibu dengan Status Gizi

Balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya

Kecamatan Rajabasa... 64 4.4. Keterbatasan Penelitian. ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 SARAN ... 71


(20)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Interprestasi pemeriksaan antropometri ... 25 Tabel 3.2 DefinisiOperasional ... 47 Tabel 4.1 Distribusi usia Ibu di Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya

Kecamatan Raja basa Kota Bandar Lampung ... 51 Tabel 4.2 Distribusi Pola Makan Balita ... 52 Tabel 4.3 Distribusi Keaktifan Ibu ... 52 Tabel 4.4 Distribusi usia dan berat badan balita di Posyandu Kelurahan

Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 53 Tabel 4.5 Distribusi status gizi balita di Posyandu Kelurahan Rajabasa

Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 53 Tabel 4.6 Analisis hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Balita di

Posyandu Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 54 Tabel 4.7 Analisis hubungan Keaktifan Ibu dengan Status Gizi Balita di


(21)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 42

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 43


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama untuk ibu hamil dan anak balita. Sejak pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis terhadap pembangunan kesehatan dengan tujuan mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kesehatan (Widiastuti & Kristiani, 2006). Posyandu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Adisasmito, 2008). Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan Posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2007).

Posyandu secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan. Apabila Posyandu terlaksana dengan baik, banyak hal positif


(23)

2

yang dapat diperoleh dari kegiatan posyandu untuk peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Beberapa manfaat yang diperoleh ibu dan balita, bila ibu balita aktif dalam kegiatan posyandu antara lain mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan balita yang normal, mendapat vitamin A untuk kesehatan mata, ibu balita mengetahui pertumbuhan berat badan balita tiap bulan, ibu balita mendapatkan pemberian dan penyuluhan tentang makanan tambahan (PMT). Aktif dalam kegiatan Posyandu ibu balita dapat memantau tumbuh kembang balitanya (Depkes RI, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu. Pengetahuan, sikap, sarana dan prasaran serta dukungan orang terdekat seperti suami maupun kondisi lingkungan memberikan peranan yang besar dalam menunjang keaktifan ibu di Posyandu disisi lain keaktifan ini juga meningkatkan pengetahuan yang memberikan manfaat pada pola makan keluarga khususnya balita (Notoatmojo, 2007).

Gizi balita menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan. Prevalensi satus gizi balita dapat digunakan sebagai indikator kemakmuran suatu bangsa bahkan dapat menggambarkan mortalitas serta morbiditas di negara tersebut. Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 didapatkan peningkatan jumlah balita yang tidak ditimbang dalam enam bulan terakhir. Pada tahun 2007 jumlah balita yang tidak ditimbang sebesar 25,5 persen sedangkan pada tahun 2013 menjadi 34,3 persen. Berdasarkan data menunjukkan bahwa kurang dari 40 persen


(24)

3

ibu yang sadar akan pentingnya kegiatan posyandu bagi tumbuh kembang anak. Hal ini tentu saja memberikan dampak pada prevalensi status gizi balita, prevalensi balita dengan berat kurang di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 jumlah balita yang mengalami berat kurang berdasarkan berat badan/umur (BB/U) adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Prevalensi balita gizi kurang mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 18,4 % menjadi 17,9% pada tahun 2010. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yang mengalami peningkatan sebesar 0,8 persen dalam kurun waktu 3 tahun. Pada tahun 2010 prevalensi gizi buruk sebesar 4,9 persen sedangkan tahun 2013 meningkat menjadi 5,7 persen. Pemerintah ingin mencapai target Millennium Depelopment Goals (MDG’s) yaitu sebesar 15,5 persen pada tahun 2015 maka jumlah ini harus diturunkan sebesar 4,1 persen dalam waktu dua tahun (Kemenkes, 2013).

Provinsi Lampung pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan untuk prevalensi balita dengan berat kurang dibandingkan tahun 2010. Tahun 2010 prevalensi balita dengan berat kurang berjumlah sekitar 14 persen sedangkan tahun 2013 meningkat menjadi sekitar 19 persen (Kemenkes, 2013). Kota Bandar Lampung tahun 2012 memiliki jumlah penduduk sebesar 902.885 jiwa dengan jumlah balita (0−4 tahun) berjumlah 85.114 jiwa yang berarti 9,42 persen penduduk Kota Bandar Lampung adalah balita yang perlu mendapatkan perhatian yang serius mengenai masalah gizi (BPS, 2013). Dari laporan bulan Agustus 2015 Puskesmas


(25)

4

Rajabasa tercatat ada 16 balita yang berada dibawah garis merah dan 8 anak berasal dari Kelurahan Rajabasa Jaya (Puskesmas Rajabasa Indah, 2015).

Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI, faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan di tingkat keluarga, pola konsumsi, akses ke fasilitas pelayanan, serta pemeliharaan kesehatan seperti keaktifan dalam kegiatan Posyandu (Mastari, 2009). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara keaktifan ibu dalam kegaiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?”.


(26)

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

2. Mengetahui distribusi frekuensi pola makan balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

3. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

4. Mengetahui hubungan keaktifan ibu dengan status gizi balita

di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

5. Mengetahui hubungan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian


(27)

6

1.4.1 Bagi Peneliti

Merupakan sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan selama pendidikan sarjana kedokteran dan merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti.

1.4.2 Bagi Ibu

Memberikan masukan dan informasi mengenai keaktifan ibu dalam kegaiatan Posyandu dan pola konsumsi serta status gizi anak balita.

1.4.3 Bagi Institusi

Sebagai koleksi bacaan ilmiah di perpustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4.4 Bagi Peneliti lain

Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.


(28)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita

2.1.1 Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris. H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1−3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3−5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Uripi, 2004).


(29)

8

2.1.2 Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1−3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan

“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (Uripi, 2004).

2.1.3 Tumbuh Kembang Balita

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008):

a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung


(30)

9

kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.

b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar.

Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.

c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain.

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan. b. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

c. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham. d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan sebagainya.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses


(31)

10

pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan atau hambatan proses pertumbuhan (Hartono, 2008).

Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita adalah dengan mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan status gizi pada bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh Harvard University dan Wolanski. Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak Indonesia. Perkembangan pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya pada diri balita berlangsung proses peningkatan dan pematangan (maturasi) kemampuan personal dan kemampuan sosial (Hartoyo dkk, 2003).

a. Kemampuan personal ditandai pendayagunaan segenap fungsi alat-alat pengindraan dan sistem organ tubuh lain yang dimilikinya. Kemampuan fungsi pengindraan meliputi ;

1. Penglihatan, misalnya melihat, melirik, menonton, membaca dan lain-lain.

2. Pendengaran, misalnya reaksi mendengarkan bunyi, menyimak pembicaraan dan lain-lain.

3. Penciuman, misalnya mencium dan membau sesuatu.

4. Peraba, misalnya reaksi saat menyentuh atau disentuh, meraba benda, dan lain-lain.


(32)

11

5. Pengecap, misalnya menghisap ASI, mengetahui rasa makanan dan minuman.

Pada sistem tubuh lainnya di antaranya meliputi :

1) Tangan, misalnya menggenggam, mengangkat, melempar, mencoret-coret, menulis dan lain-lain.

2) Kaki, misalnya menendang, berdiri, berjalan, berlari dan lain-lain. 3) Gigi, misalnya menggigit, mengunyah dan lain-lain.

4) Mulut, misalnya mengoceh, melafal, teriak, bicara,menyannyi dan lain-lain.

5) Emosi, misalnya menangis, senyum, tertawa, gembira, bahagia, percaya diri, empati, rasa iba dan lain-lain.

6) Kognisi, misalnya mengenal objek, mengingat, memahami, mengerti, membandingkan dan lain-lain.

7) Kreativitas, misalnya kemampuan imajinasi dalam membuat, merangkai, menciptakan objek dan lain-lain (Hartoyo, 2003).

b. Kemampuan sosial.

Kemampuan sosial (sosialisasi), sebenarnya efek dari kemampuan personal yang makin meningkat. Dari situ lalu dihadapkan dengan beragam aspek lingkungan sekitar, yang membuatnya secara sadar berinterkasi dengan lingkungan itu. Sebagai contoh pada anak yang telah berusia satu tahun dan mampu berjalan, dia akan senang jika diajak bermain dengan anak-anak lainnya, meskipun ia belum pandai dalam berbicara, ia akan merasa senang berkumpul dengan anak-anak


(33)

12

tersebut. Dari sinilah dunia sosialisasi pada ligkungan yang lebih luas sedang dipupuk, dengan berusaha mengenal teman-temanya itu (Ilham, 2009).

2.1.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang

Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni ; a. Kebutuhan akan gizi (asuh); b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih); dan c. Kebutuhan stimulasi dini (asah) (Evelin dan Djamaludin. N. 2010).

a. Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).

Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini, perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran sosial, emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zat-zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan motoriknya. Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya


(34)

13

tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit (Sulistyoningsih, 2011).

b. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih).

Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya. Melalui keteladanan tersebut anak lebih mudah meniru unsur-unsur positif, jauhi kebiasaan memberi hukuman pada anak sepanjang hal tersebut dapat diarahkan melalui metode pendekatan berlandaskan kasih sayang (Almatsier, 2005).

c. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).

Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan tertentu pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih dalam kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan optimal. Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhan-sentuhan lembut secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas dan


(35)

lain-14

lain. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) anak. Kecerdasan majemuk ini meliputi, kecerdasan linguistic, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musical, kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis (Sulistyoningsih, 2011).

2.2 Status Gizi Pada Balita

2.2.1 Definisi Status Gizi

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Definisi dari gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Definisi status gizi berasal dari zat gizi dan gizi, maka dapat disimpulkan bahwa definisi status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2005).

Menurut Ningtyias (2010), beberapa definisi lain yang berkaitan dengan status gizi dan sangat penting untuk dipahami, akan diuraikan berikut ini yaitu:


(36)

15

1. Pangan dan makanan

Pangan merupakan pengertian secara umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan definisi dari makanan sendiri yaitu bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan unsur-unsur atau ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh yang berguna di dalam tubuh.

2. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat.

3. Keadaan gizi

Keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.

4. Malnutrition(gizi salah, malnutrisi)

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi yaitu:

1).Under nutritionmerupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu.

2).Specific defficiencymerupakan kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain. 3).Over nutritionmerupakan kelebihan konsumsi pangan untuk


(37)

16

4).Imbalancedisebabkan karena disproporsi zat gizi, misalnya:

kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan Very Low Density Lipoprotein(VLDL).

5. Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang energi protein adalah keadaan seseorang yang kurang gizi yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Menurut UNICEF (2002), akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan, (b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan. Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi.

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan


(38)

17

tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Pada prinsipnya status gizi ditentukan oleh dua hal yaitu asupan zat-zat gizi yang berasal dari makanan yang diperlukan tubuh dan peran faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Terhadap 2 faktor tersebut, pola makan dan aktivitas berperan. Pola makan pangan merupakan hasil budaya masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor manusia itu sendiri, seperti kebiasaan makan, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi dan lain sebagainya. Sedangkan asupan zat- zat gizi dari makanan kedalam tubuh dipengaruhi oleh berat ringannya aktivitas atau pekerjaan seseorang. Menurut Mansjoer, A. dkk, 2000, pemberian makanan pada anak balita harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur. 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, kebiasaan

makan dan selera tehadap makanan.

3. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima toleransi, dan faal bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Pada balita usia 1−2 tahun anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan demikian sebaiknya diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Jenis hidangan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok sebagai sumber kalori, lauk pauk terdiri dari sumber protein hewani (telur, daging, ikan), sumber protein nabati (kacang-kacangan, tahu, tempe), sayuran hijau atau berwarna, buah-buahan dan susu. Pilihlah jenis


(39)

18

dan cara pengolahan yang menghasilkan makanan yang teksturnya tidak terlalu keras, karena enzim dan cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh organ pencernaan belum optimal. Oleh karena itu golongan usia 1−2 tahun masih perlu diberikan bubur walaupun tidak disaring. Nasi tim beserta lauk pauknya dapat diberikan secara bertahap (Arisman, 2009).

Laju pertumbuhan masa ini lebih besar dari masa usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun, perut masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari pada anak usia lebih besar. Oleh karena itu pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering (Sulistyoningsih, 2011).

Sesuai pola makan anak pada usia ini yaitu porsi kecil dengan frekuensi sering, pemberian makanan dilakukan sebanyak 7−8 kali sehari, terdiri atas 3 kali makan utama seperti orang dewasa (makan pagi, siang dan sore) serta 2−3 kali makanan selingan ditambah 2−3 kali susu, secara perlahan diturunkan hingga 2 kali sehari. Pemberian makan dengan tekstur lunak dan kandungan air tinggi, dapat diolah dengan cara direbus, diungkep, dan dikukus. Bisa diperkenalkan makanan kombinasi dengan menggoreng atau dipanggang asalkan tidak menghasilkan tekstur keras dan mengandung bumbu yang merangsang atau pedas (Asydhad, LA. Mardiah, 2006).

Pada balita usia 2−5 tahun anak sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Sebaiknya ditanamkan kepada anak tentang makanan apa yang berguna bagi kesehatan dirinya, termasuk makanan gizi seimbang. Namun


(40)

19

frekuensi makan diturunkan menjadi 5−6 kali sehari. Pola makan tersebut diberikan 3 kali makan utama (pagi, siang dan sore) serta 2 kali makan selingan. Pemberian susu dalam bentuk minuman sekali sehari, yaitu pada malam hari sebelum tidur. Selebihnya susu dapat dicampurkan kedalam hidangan lain, misalnya saus (vla) dan sup (Asydhad, LA. Mardiah, 2006).

Waktu pemberian makan pada anak sebaiknya diatur sesuai dengan pola makan keluarga dalam satu hari sebagai berikut : makan pagi (pukul 06.00-07.00), selingan (pukul 10.00), makan siang (pukul 12.00-13.00), selingan (pukul 16.00), makan malam (pukul 18.00-19.00), sebelum tidur malam, susu (pukul 20.00-21.00) dengan membagi pola makan ini, kebutuhan makan anak akan terpenuhi dalam satu hari. Jenis makanan selinganpun harus diperhatikan yaitu mengandung sumber tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Waktu makan yang teratur membuat anak berdisiplin dan hidup teratur. Membiasakan mereka makan yang benar tanpa harus disuapi. Kebiasaan ini mengajarkan hidup mandiri, cuci tangan sebelum makan dan penggunaan alat makan dengan benar mendidik anak hidup bersih dan teratur (Ariati, 2006).

Pola makan balita dapat diukur dengan mengetahui susunan dan frekuensi makan balita. Susunan makanan diukur dengan melihat macam makanan yang diberikan lengkap, apabila makanan yang diberikan berupa (Asydhad, LA. Mardiah, 2006) 12– 24 bulan : ASI/PASI, makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan, makanan selingan (makanan dengan tekstur lunak tidak pedas dan tidak merangsang). Lebih dari 25 bulan : makanan


(41)

20

pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan, makanan selingan, susu (makanan tidak pedas dan tidak merangsang).

Frekuensi makan dikatakan baik, apabila (Asydhad, LA. Mardiah, 2006) : 12 – 24 bulan : ASI sesuka anak (> 3 kali sehari), PASI (susu formula) 2-3 kali sehari, makanan pokok 3 x sehari, lauk pauk dan sayur-sayuran 3 x sehari, buah-buahan 2 x sehari, makanan selingan dan susu 2 – 3 x sehari. Lebih dari 25 bulan : Makanan pokok 3 x sehari, lauk pauk dan sayur-sayuran 3 x sehari, makanan selingan, buah 2 x sehari, susu 1–2 x sehari.

Menurut Suhardjo (2010) faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah :

1) Faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman sampai dengan produksi dan pemasaran

2) Faktor ekonomi yaitu besarnya pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

3) Faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu,kesukaan terhadap jenis makanan tertentu.

4) Faktor fisiologi yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil dan menyusui.

5) Faktor infeksi yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam tubuh.

Selain faktor-faktor diatas faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang


(42)

21

(Suhardjo, 2010). Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak. Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola makan pangan sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal. Pada dasarnya status gizi ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berperan dalam penilaian status gizi adalah asupan zat-zat makanan kedalam tubuh, penyerapan dan penggunaan zat gizi, aktivitas yang dilakukan sehari-hari dan pola makan sehari-hari. Faktor eksternal yang memengaruhi penilaian status gizi adalah faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan dan larangan mengkonsumsi bahan makanan tertentu, faktor ekonomi seperti pendapatan keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan bahan makanan, pelayanan kesehatan setempat, pemeliharaan kesehatan dan besar keluarga.

2.2.3 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim “penilai”. Komponen penilaian status gizi meliputi asupan pangan, pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan, pemeriksaan antropometris, serta data sosial (Arisman, 2009).


(43)

22

Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2007), tujuan dari penilaian status

gizi yaitu:

1) Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi.

2) Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang ada.

3) Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi.

Sedangkan menurut Supariasa (2002) penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

1) Pengukuran biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja, hati, dan otot (Supariasa, 2002).

2) Pengukuran biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2002). Contoh pemeriksaan biofisik yang sering dilakukan adalah pada kasus rabun senja dilakukan tes adaptasi dalam gelap (night blindness test) (Departemen Gizi dan KesMas FKM UI, 2007).


(44)

23

3) Pengukuran klinis

Pengukuran klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini berdasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2002). Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan (Arisman, 2009).

4) Pengukuran antropometrik

Metode antropometri digunakan untuk mengukur defisiensi gizi berupa penurunan tingkat fungsional dalam jaringan, terutama untuk mengetahui ketidakseimbangan protein, kekurangan energi kronik, malnutrisi sedang, dan dapat menunjukkan riwayat gizi masa lalu. Indeks antropometri adalah kombinasi antara beberapa parameter antropometri (Suyatno, 2009). Menurut Supariasa (2002) terdapat beberapa jenis indeks antropometri yaitu:

1) Berat badan menurut umur (BB/U)

Menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini (current nutritional status). Merupakan pengukuran antropometri yang sering

digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan


(45)

24

keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) (Supariasa, 2002). 2) Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Menggambarkan status gizi masa lampau, dan juga memiliki hubungan dengan status sosial ekonomi.

3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Menggambarkan status gizi saat ini namun tidak tergantung terhadap umur, sehingga tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umur.

4) Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)

Menggambarkan status gizi saat ini, namun perkembangan lingkar lengan atas yang besarnya hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm). Pada usia 2 tahun sampai 5 tahun sangat kecil yaitu kurang lebih 1,5 cm per tahun dan kurang sensitif untuk usia selanjutnya.

5) Lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala yang merupakan prosedur baku di bagian anak, ditujukan untuk menentukan kemungkinan adanya keadaan patologis yang berupa pembesaran hidrosefalus atau pengecilan mikrosefalus. Lingkar kepala terutama berhubungan dengan ukuran


(46)

25

otak dalam skala kecil, dan ketebalan kulit kepala serta tulang tengkorak (Arisman, 2009).

6) Lingkar dada

Ukuran lingkar kepala dan lingkar dada pada usia enam bulan hampir sama. Setelah itu, pertumbuhan tulang tengkorak melambat, dan sebaliknya perkembangan dada menjadi lebih cepat. Rasio lingkar kepala atau lingkar dada (yang diukur pada usia enam bulan hingga lima tahun) kurang dari satu, maka berarti telah terjadi kegagalan perkembangan (otot atau lemak dinding dada) dan rasio tersebut dapat dijadikan indikator Kurang Kalori Protein (KKP) anak kecil (Arisman, 2009).

Tabel 2.1. Interprestasi pemeriksaan antropometri

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat Badan

menurut Umur (BB/U)

Status Gizi Baik Status Gizi Kurang Status Gizi Sangat Kurang

Status Gizi Lebih

- 2 SD sampai 2 SD - 3 SD sampai < -2 SD < - 3 SD

>2 SD Panjang Badan menurut

Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB)

Normal Pendek Sangat Pendek Tinggi

- 2 SD sampai 2 SD - 3 SD sampai <-2 SD < - 3 SD

>2 SD Berat Badan

menurut Panjang Badan atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Sangat gemuk Gemuk Risiko gemuk Normal Kurus Sangat Kurus

> 3 SD

> 2 SD sampai 3 SD > 1 SD sampai 2 SD - 2 SD sampai 2 SD - 3 SD sampai < -2 SD < - 3 SD

2.3 Konsep Posyandu

2.3.1 Definisi Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan


(47)

26

untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yang berguna untuk memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, terutama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2011a).

Menurut Briawan (2012), sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan posyandu pada hari buka dilaksanakan dengan menggunakan lima tahapan layanan yang biasa disebut sistem lima meja. Kelompok sasaran yang selama ini dilayani dalam kegiatan yang ada di posyandu, yaitu tiga kelompok rawan yaitu di bawah dua tahun (baduta), dibawah lima tahun (balita), ibu hamil dan ibu menyusui, dengan mempertimbangkan terhadap urgensi adanya gangguan gizi yang cukup bermakna yang umumnya terjadi pada anak baduta yang bila tidak diatasi dapat menimbulkan gangguan yang tetap, maka diberikan perhatian yang khusus bagi anak baduta agar dapat tercakup dalam pemantauan pertumbuhan di Posyandu (Hartono, 2008).

2.3.2 Tujuan Posyandu

Menurut Sembiring (2004), tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu:

1) Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), dan angka kematian ibu (ibu hamil, melahirkan dan nifas).

2) Membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).


(48)

27

3) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat dan sejahtera.

4) Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

2.3.3 Sistem Lima Meja Posyandu

Menurut Briawan (2012), pelaksanaan posyandu dikenal dengan sistem lima meja yang terdiri dari:

1. Meja pertama

Kader mendaftar balita dan menulis nama balita pada satu lembar kertas kecil dan diselipkan pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Peserta yang baru pertama kali datang ke posyandu, maka dituliskan namanya, kemudian diselipkan satu lembar kertas kecil yang bertuliskan nama bayi atau balita pada KMS. Kader juga mendaftar ibu hamil dengan menulis nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil. Ibu hamil yang datang ke posyandu, langsung menuju meja empat sedangkan ibu hamil baru atau belum mempunyai buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), maka diberikan buku KIA.

2. Meja kedua

Kader melakukan penimbangan balita dengan menggunakan timbangan dacin, dan selanjutnya menuju meja tiga.


(49)

28

3. Meja ketiga

Kader mencatat hasil timbangan yang ada pada satu lembar kertas kecil dipindahkan ke dalam buku KIA atau KMS. Cara pengisian buku KIA atau KMS yaitu sesuai petunjuk petugas kesehatan.

4. Meja keempat

Menjelaskan data KMS (keadaan anak) yang digambarkan dalam grafik, memberikan penyuluhan, pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Meja empat dilakukan rujukan ke puskesmas pada kondisi tertentu, yaitu: 1) Balita dengan berat badan di bawah garis merah.

2) Berat badan balita dua bulan berturut-turut tidak naik.

3) Sakit (diare, busung lapar, lesu, badan panas tinggi, batuk 100 hari dan sebagainya).

4) Ibu hamil (pucat, nafsu makan berkurang, gondok, bengkak di kaki, pusing terus menerus, pendarahan, sesak nafas, muntah terus menerus dan sebagainya).

5. Meja kelima

Khusus di meja lima, yang memberi pelayanan adalah petugas kesehatan atau bidan. Pelayanan yang diberikan yaitu imunisasi, keluarga berencana, pemeriksaan ibu hamil, dan pemberian tablet tambah darah, kapsul yodium dan lain-lain.

2.3.4 Keaktifan Ibu ke Posyandu

Menurut Mikklesen (2003), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela atas diri mereka sendiri dalam membentuk perubahan yang diinginkan. Partisipasi juga dapat diartikan Mikkelsen sebagai keterlibatan


(50)

29

masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri mereka sendiri. Tingkat kehadiran ibu dikategorikan baik apabila garis grafik berat badan pada KMS tidak pernah putus (hadir dan ditimbang setiap bulan di posyandu), sedangkan apabila garis grafik tersambung dua bulan berturut-turut, dan kurang apabila garis grafik pada KMS tidak terbentuk atau tidak hadir dan tidak ditimbang setiap bulan di Posyandu (Madanijah & Triana, 2007).

Setiap anak umur 12−59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal delapan kali dalam setahun yang tercatat di kohort anak balita dan prasekolah, buku KIA atau KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya. Ibu dikatakan aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu sebanyak ≥ 8 kali dalam 1 tahun, sedangkan ibu dikatakan tidak aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu < 8 kali dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2008).

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Ibu ke Posyandu

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kunjungan ibu untuk membawa balitanya ke posyandu yaitu:

1. Umur ibu

Usia dari orang tua terutama ibu yang relatif muda, maka cenderung untuk lebih mendahulukan kepentingan sendiri daripada anak dan keluarganya. Sebagian besar ibu yang masih berusia muda memiliki


(51)

30

sedikit sekali pengetahuan tentang gizi yang akan diberikan pada anaknya dan pengalaman dalam mengasuh anak (Budiyanto, 2002). 2. Pendidikan

Perubahan perilaku kesehatan melalui cara pendidikan atau promosi kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan. Pemberian informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita, 2004).

3. Pengetahuan

Seseorang yang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan yaitu pengetahuan tentang sakit dan penyakit, pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Fitriani, 2011).

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan susunan dan frekuensi makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi


(52)

31

(Sediaoetama, 2006). Pengetahuan dapat mengubah perilaku ke arah yang diinginkan. Perilaku yang diharapkan dari pengetahuan ini dalam hubungannya dengan partisipasi ibu dalam berkunjung ke posyandu (Notoatmojo, 2007).

4. Pekerjaan

Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi prosentase anak yang kekurangan gizi dan sebaliknya, semakin tinggi pendapatan, semakin kecil prosentase gizi buruk. Kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas (Adisasmito, 2008).

Faktor ekonomi dapat menjadi salah satu faktor penentu dari status gizi, maka perbaikan taraf ekonomi pada seseorang akan meningkatkan status gizi seseorang tersebut. Masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan dalam penyebab terjadinya masalah gizi tersebut. Perbaikan gizi dapat digunakan sebagai alat atau sasaran dari pembangunan untuk meningkatkan derajat peningkatan status gizi seseorang (Suhardjo, 2010). Seseorang yang melakukan pekerjaan dalam upaya mendapatkan penghasilan untuk perbaikan gizi keluarganya, akan tetapi penghasilan yang didapatkan masih rendah, maka menyebabkan kemampuan untuk


(53)

32

menyediakan makanan bagi keluarga dengan kualitas dan kuantitas yang menjadi makanan dengan kandungan gizi yang terbatas (Hartoyo, Sumarwan & Khomsan, 2003).

5. Akses terhadap pelayanan kesehatan

Terdapat kategori pelayanan kesehatan yaitu kategori yang berorientasi publik (masyarakat) dan kategori yang berorientasi pada perorangan (individu). Pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung ke arah publik daripada arah individu-individu yang khusus. Pelayanan kesehatan perorangan akan langsung diarahkan ke individu itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Seseorang dalam berpartisipasi harus didukung dalam partisipasinya, seperti adanya sarana transportasi. Kemudahan untuk mengakses lokasi atau tempat kegiatan, dan waktu pelaksanaan kegiatan dapat menjadi faktor pendukung partisipasi yang dilakukan oleh seseorang (Ife & Tesoriero, 2008). Semakin dekat jarak tempuh rumah dengan tempat penyelenggaraan posyandu, maka akan lebih banyak masyarakat memanfaatkan posyandu (Asdhany & Kartini, 2012).

6. Dukungan keluarga

Kedudukan seorang istri dalam keluarga bergantung pada suami, sedangkan kedudukan seorang anak perempuan bergantung pada ayah. Keikutsertaan perempuan dalam suatu kegiatan biasanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari keluarga ataupun suaminya, sehingga keluarga ataupun suami tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keikutsertaan perempuan dalam suatu program (Muniarti, 2004).


(54)

33

7. Dukungan kader posyandu

Kader adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu secara sukarela (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). Kader diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Kader yang dipercaya oleh masyarakat, maka dapat berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2006).

8. Dukungan tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat adalah orang-orang terkemuka karena mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu. Kelebihan dalam memberikan bimbingan, maka menjadikan sikap dan perbuatannya diterima dan dipatuhi serta ditakuti. Mereka tempat bertanya dan anggota masyarakat sering meminta pendapat mengenai urusan-urusan tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Proses partisipasi suatu program di dalam masyarakat dapat dilihat dari struktur masyarakat yang tidak mengucilkan setiap orang yang turut berpartisipasi. Lingkungan masyarakat yang baik harus mendukung kelemahan yang ada di dalam diri setiap warganya dalam keikutsertaan sebuah program yang dilakukan di masyarakat, seperti ketidakpercayaan diri, lemah dalam berpikir ataupun berkata-kata (Ife & Tesoriero, 2008).


(55)

34

2.3.6 Konsep KMS 2.3.6.1 Definisi KMS

KMS adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. KMS dapat bermanfaat dalam mengetahui lebih dini gangguan pertumbuhan atau resiko kelebihan gizi, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat (Kementerian Kesehatan RI, 2010). KMS juga merupakan alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bidan atau dokter (Ilham, 2009).

Kartu menuju sehat berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan, bukan penilaian status gizi. KMS yang diedarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebelum tahun 2000, garis merah pada KMS versi tahun 2000 bukan merupakan pertanda gizi buruk, melainkan garis kewaspadaan. Berat badan balita yang tergelincir di bawah garis ini, petugas kesehatan harus melakukan pemeriksaan lebih lanjutan terhadap indikator antropometrik lain (Arisman, 2009). Catatan pada KMS dapat menunjukkan status gizi balita. Balita dengan pemenuhan gizi yang cukup memiliki berat badan yang berada pada daerah berwarna hijau, sedangkan warna kuning menujukkan status gizi


(56)

35

kurang, dan jika berada di bawah garis merah menunjukkan status gizi buruk (Sulistyoningsih, 2011).

2.3.6.2 Manfaat KMS

Menurut peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010, manfaat KMS balita yaitu:

1) Bagi orang tua balita

Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan agar setiap bulan membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang. Apabila ada indikasi gangguan pertumbuan (berat badan tidak naik) atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan perbaikan, seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk berobat. Orang tua balita juga dapat mengetahui apakah anaknya telah mendapat imunisasi tepat waktu dan lengkap dan mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan.

2) Bagi Kader

Sebagai KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian kapsul vitamin A serta menilai hasil penimbangan. Bila berat badan tidak naik 1 kali kader dapat memberikan penyuluhan tentang asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali atau berat badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas kesehatan terdekat, agar anak mendapatkan pemerikasaan lebih lanjut. KMS juga digunakan kader untuk memberikan pujian kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu


(57)

36

untuk menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan berikutnya. media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.

3) Petugas Kesehatan

Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang telah diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul vitamin A. Bila anak belum menerima pelayanan maka petugas harus memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan jadwalnya. Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan. KMS juga dapat digunakan sebagai alat edukasi kepada para orang tua balita tentang pertumbuhan anak, manfaat imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A, cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak. Petugas dapat menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap bulan untuk memantau pertumbuhannya.

2.3.6.3 Jenis Informasi pada KMS

Menurut Briawan (2012), jenis-jenis informasi pada KMS yaitu: 1). Pertumbuhan anak (BB anak).

2). Pemberian ASI Ekslusif.

3). Imunisasi yang sudah diberikan pada anak. 4). Pemberian Vitamin A.

5). Penyakit yang pernah diderita anak dan tindakan yang diberikan.


(58)

37

Penyimpangan kurva pertumbuhan anak pada KMS balita biasanya menuju ke arah bawah, dan tidak banyak yang keluar dari warna hijau ke arah atas. Kurva pertumbuhan anak yang baik kesehatannya, akan terus terdapat dalam jalur hijau. Anak yang di bawah warna hijau yaitu warna kuning, maka menunjukkan Kurang Kalori Protein (KKP) ringan dan menggambarkan adanya gangguan pertumbuhan ringan serta gangguan kesehatan. Keadaan anak yang lebih jelek lagi, yaitu garis pertumbuhan anak akan lebih menurun lagi masuk ke daerah di bawah garis merah, yang merupakan batas bawah dari jalur kuning yang menunjukkan balita mengalami KKP berat. Anak sudah menderita gizi kurang atau terganggu kesehatannya (Sediaoetama, 2006).

Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan kenaikan berat badan minimum (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu dengan menggunakan KMS, akan berguna apabila dilakukan setiap bulan. Grafik pertumbuhan berat badan yang terputus-putus dalam KMS, maka tidak dapat digunakan untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi anak dengan baik (Madanijah & Triana, 2007).

Cara membaca pertumbuhan balita pada KMS yaitu: 1. Balita naik berat badannya apabila:


(59)

38

2) Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya 2. Balita tidak naik berat badannya apabila:

1) Garis pertumbuhannya turun atau 2) Garis pertumbuhannya mendatar atau

3) Garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna di bawahnya.

3. Berat badan balita di bawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit. 4. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T), artinya balita

mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit, balita tumbuh baik apabila garis berat badan anak naik setiap bulannya.

5. Balita sehat, jika berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau pindah ke pita warna di atasnya.

2.4 Hubungan keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Susanti (2006) dalam Octaviani (2008). jumlah balita yang terdapat di dalam keluarga, mempengaruhi kunjungan ibu ke posyandu, dimana keluarga yang memiliki jumlah balita sedikit maka ibu akan lebih sering datang ke posyandu serta jarak dari rumah ke posyandu sangat mempengaruhi kunjungan ibu ke posyandu. Perilaku keluarga yang membawa balitanya setiap bulan juga berhubungan dengan pengetahuan keluarga, dimana keluarga yang memiliki


(60)

39

pengetahuan tentang kesehatan, tanda, dan gejala sehubungan dengan pertumbuhan anggota keluarganya, maka keluarga tersebut akan segera melakukan tindakan untuk meminimalkan dampak yang lebih buruk lagi terhadap kondisi anggota keluarganya.

Penelitian Anggraeni (2006) tentang hubungan pengetahuan ibu dengan keteraturan menimbangkan balitanya ke posyandu yang menunjukkan hasil signifikan dengan hubungan bersifat positif. Menurut Friedman (2010), mengemukakan bahwa semakin terdidik keluarga maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang kesehatan. Hal lain juga yang turut berpengaruh dalam aktif atau tidaknya keluarga untuk datang menimbangkan balitanya yaitu faktor geografi, dimana letak dan kondisi geografis wilayah tersebut. Hasil penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Hayya, (2000) bahwa kondisi geografis diantaranya jarak dan kondisi jalan ke tempat pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap keaktifan membawa balitanya ke posyandu. Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di tingkat desa untuk memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama untuk ibu hamil dan anak balita. Keaktifan keluarga pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya, Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil (Adisasmito, 2008). Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Puslitbang Gizi Bogor (2007) dapat diketahui bahwa penimbangan balita secara rutin dan diimbangi dengan penyuluhan serta pemberian makanan tambahan pada setiap bulan penimbangan di


(61)

40

posyandu dalam kurun waktu 3 bulan dapat menurunkan angka kasus gizi buruk dan gizi kurang.

Menurut Prasetyawati (2012) bahwa kesehatan tubuh anak sangat erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi. Zat-zat yang terkandung dalam makanan yang masuk dalam tubuh sangat mempengaruhi kesehatan. Menurut Kemenkes (2011a), faktor yang cukup dominan yang menyebabkan keadaan gizi kurang meningkat ialah perilaku memilih dan memberikan makanan yang tidak tepat kepada anggota keluarga termasuk anak-anak. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Wello (2008), yang mengatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan status gizi pada balita di Semarang. Semakin baik pola makan yang diterapkan orang tua pada anak semakin meningkat status gizi anak tersebut. Sebaliknya, bila status gizi berkurang jika orang tua menerapkan pola makan yang salah pada anak. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Tella (2012) di Mapanget yang mengatakan bahwa hubungan pola makan dengan status gizi sangat kuat dimana asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan anak dibarengi dengan pola makan yang baik dan teratur yang perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan perkenalan jam-jam makan dan variasi makanan dapat membantu mengkoordinasikan kebutuhan akan pola makan sehat pada anak.

Dalam penelitian Dina (2011) dikatakan bahwa upaya untuk mengatasi masalah gizi yang sangat penting adalah dengan pengaturan pola makan. Pola makan yang diterapkan dengan baik dan tepat sangat penting untuk membantu mengatasi masalah gizi yang sangat penting bagi pertumbuhan


(62)

41

balita. Ditambah dengan asupan gizi yang benar maka status gizi yang baik dapat tercapai. Makanan yang memiliki asupan gizi seimbang sangat penting dalam proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak. Bersamaan dengan pola makan yang baik dan teratur yang harus diperkenalkan sedini mungkin pada anak, dapat membantu memenuhi kebutuhan akan pola makan sehat pada anak, seperti variasi makanan dan pengenalan jam-jam makan yang tepat. Pola makan yang baik harusnya dibarengi dengan pola gizi seimbang, yaitu pemenuhan zat-zat gizi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan diperoleh melalui makanan sehari-hari.

Dengan makan makanan yang bergizi dan seimbang secara teratur, diharapkan pertumbuhan anak akan berjalan optimal. Nutrisi sangat penting dan berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan, banyak orang menerapkan pola makan vegetarian karena makanan ini murah, sehat dan bebas kolesterol. Tetapi apabila pola makan ini tidak disertai dengan asupan gizi yang baik maka penganut vegetarian berpotensi mengalami status gizi yang tidak baik berupa gizi kurang bahkan gizi buruk. Pola makan yang sehat harus disertai dengan asupan gizi yang baik agar dapat mencapai status gizi yang baik. Pola makan yang baik harus diajarkan pada anak sejak dini agar anak terhindar dari status gizi yang tidak baik (Laksmi, 2008). Pola makan yang baik belum tentu makanannya terkandung asupan gizi yang benar. Banyak balita yang memiliki pola makan baik tapi tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang.


(63)

42

2.5 Kerangka Pemikiran

2.5.1 Kerangka Teori

Gambar 2.1Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi (Arisman, 2005; Asdhany & Kartini, 2012; Mastari, 2009; Suhardjo, 2010; Unicef, 2002).

Faktor Eksternal a. Pertanian b. Ekonomi c. Sosial Budaya d. Sikap

e. jumlah keluarga f. Pola Makan g. Pengetahuan

Faktor Internal a. Asupan zat gizi b. Penyakit c. Fisiologi

Status Gizi Balita

Pertumbuhan Perkembang

i. Keaktifan Ibu di posyandu Umur, pendidikan,

pengetahuan, pekerjaan, dukungan keluarga, dukungan kader, dukungan tokoh masyarakat, akses,


(64)

43

2.5.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.2Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan

Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

H1 : Terdapat hubungan antara keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu dan pola makan balita dengan status gizi balita di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

KeaktifanIbu ke Posyandu

Status GiziBalita


(1)

72 ekonomi, pendidikan, pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.

3. Bagi Puskesmas diharapakan dapat mendeteksi dan menatalaksana dengan baik kejadian gizi buruk pada balita.

4. Bagi responden untuk lebih memperhatikan pola konsumsi makan pada balita, bukan hanya dari segi frekuensi namun juga berdasarkan susunan makanannya.

5. Bagi institusi yang terkait, perlu untuk meningkatkan upaya promosi yang berkaitan dengan status gizi seperti bagaimana membentuk pola makan yang baik pada anak dan pentingnya partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2008.Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Almatsier, S. 2005.Prinsip Dasa r Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anggraeni TH. 2006.Gambaran penimbangan balita dengan Status Gizi balita Di Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat s[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;

Ariati, NN. 2006. Bagaimana mengatur makanan anak balita.[Internet] available from: hhtp//www.balipostcetak.net [diakeses tanggal 23 April 2015]. Arisman. 2009.Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Asdhany, C. & Kartini, A. 2012. Hubungan Tingkat Partisipasi Ibu dalam Kegiatan Posyandu dengan Status Gizi Anak Balita (Studi di Kelurahan Cangkiran Kecamatan Mijen Kota Semarang. Journal of Nutrition College. [serial on line] http:// ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc/article /view/424/424 [diakses tanggal 18 Maret 2015].

Asydhad, LA, dan Mardiah. 2006. Makanan Tepat Untuk Balita. , Jakarta: PT. Kawan. Pustaka.

Atmarita. 2004. Pola Asuh dalam Hubungannya dengan Status Gizi Anak Balita Ditinjau dari Pekerjaan, Pendapatan dan Pengeluaran Orang Tua di Daerah Sulawesi Selatan. Artikel. [serial on line] http://astaqauliyah.com/2006/12/pola-asuh-dalam-hubungannya-dengan status-gizi-anak-balita-di-tinjau-dari-pekerjaan-pendapatan-dan

pengeluaran- orang-tua-di-daerah-sulawesi-selatan/ [diakses tanggal 13 Maret 2015].

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar( RISKESDAS) Nasional. Jakarta: DepKes RI.

Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 2013. Bandar Lampung dalam angka.Bandar Lampung: Pemkot Bandar Lampung.

Briawan, D. 2012. Optimalisasi Posyandu dan Posbindu dalam Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat. Pembekalan KKP Ilmu Gizi. [serial on line].

http://fema.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2012/05/Posyandu-dan-Posbindu-2012-Fema.pdf [diakses tanggal 3 Maret 2015].

Budiyanto, M. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


(3)

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007.Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pemantauan pertumbuhan anak. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Buku Kader Posyandu dalam Usaha Perbaikian Gizi Keluarga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Kesehatan Ibu dan Anak Gerakan Nasional Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Dina MH . 2011. Pola Pengasuhan Gizi Dan Status Gizi Lanjut Usia Di Puskesmas Lau Kabupaten Maros [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Djukarni. 2001. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tompaso Kecamatan Tompaso. Jurnal Keperawatan. 2001: 1 (1); 1-6

Edelman, CL and Mandle, CL. 1994. Health promotion Trhought the lifespan. The Mosby : St Louis.

Eveline & Djamaludin, N. 2010.Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Wahyu Media. Jakarta.

Fauziah D. 2009. Pola Konsumsi pangan dan status gizi anak balita yang tinggal didaerah rawan pangan di Kabupaten Banjar negara. Skripsi, ITB, Bogor.

Fitriani, S. 2011.Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Friedman & Marly. 2010.Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.ECG. Jakarta.

Hadi. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional.Jakarta : Balai Pustaka.

Hartono, BW. 2008. Pedoman Umum Program Pos Pendidikan Anak Usia Dini Terpadu. Surabaya: Walikota Surabaya.

Hartoyo, Sumarwan, U. ,Khomsan, A. 2003. Pengembangan Model Tumbuh Kembang Anak Terpadu. Bogor: Plan Indonesia.


(4)

Hayya, Y. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu yang Mempunyai Balitadalam Menggunakan Posyandu di Desa Cimarias KecamatanTanjungsari Kabupaten Sumedang. Skripsi, Universitas Padjajaran,Bandung.

Ife, J. & Tesoriero, F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ilham. 2009. Kartu Menuju Sehat (KMS) Sarana untuk Pencapaian Derajat Kesehatan Anak. Artikel. [serial online] http://isjd.pdii.lipi.go.id/ admin/jurnal/99apr097986_0854-8986.pdf [diakses tanggal 13 Maret 2015].

Ikhwansyah, 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan. Tesis: UGM

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 155/Menkes/Per/I/2010 tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. 2011a. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2013. Bantuan Operasional Kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Laksmi, NW, Sri. 2008.Hubungan Antara Pola Makan Dengan Status Gizi Anak Pada Balita Vikas Di Sai Study Group.Denpasar, Bali.

Madanijah, S. & Triana, N. 2007. Hubungan antara Status Gizi Masa Lalu Anak dan Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian Tuberkulosis pada Murid Taman Kanak-Kanak. Jurnal Gizi dan Pangan. [serial online]. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/4400/2967 [diakses tanggal 18 Maret 2015].

Mansjoer A, Triyanti K, Syafitri R, Wardhani IW, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica. Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Marsetyo. 2003. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Antara Lansia Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mastari, ES. 2009. Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dalam Membaca Grafik Pertumbuhan KMS dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Glugur Darat I.Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from

:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14276/1/09E02893.pdf [diakses tanggal 15 Maret 2015]


(5)

Maulida. Hubungan Pola makan keluarga dengan status gizi balita. Jurnal Kesehatan. 2002: 3 (3); 264-273.

Mikkelsen, B. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Muntofiah, S. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita [Tesis] . Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Muaris, H. 2006.Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta : PT Gramedia. Pustaka Utama.

Muniarti, NP. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Keluarga.Magelang: Indonesiatera.

Naingolan J. 2014.Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung [Skripsi].Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ningtyias, FW. 2010. Penentuan Status Gizi secara Langsung. Jember: Jember University Press.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Octaviani U. 2008. Hubungan keaktifan Keluarga Dalam Kegiatan Posyandu Dengan Status Gizi Balita di Desa Rancaekek Kulon Kecamatan Rancaekek[Skripsi].UnPad. Bandung.

Peterson Ka. The World Health Organization’s Whoqol-Bref Quality Of Life Assessment: Psychometric Properties And Results Of The InternationalField Trial A Report From The Whoqol Group. Quality Of Life Research. 2007: 13; 299-310.

Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam MilleniumDevelopment Goals (MDG’S). Yogyakarta : Nuha Medika. Purwani, E. dan Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi

Anak Usia 1 Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan Anak. 2013. 1(1).

Sediaoetama, AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahaiswa dan ProfesiJilid VI. Jakarta: Dian Rakyat.

Sembiring, N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran serta Masyarakat dalam Usaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Artikel. [serial online]. http://library.usu.ac.id/download/fkm/biostatistik-nasap.pdf [diakses taggal 12 Maret 2015].


(6)

Stanhope.M. & Lancester.J. 2005. Community health nursing: Promoting health of aggregates families, and individuals. J.B. Lippincott Company. Philadelphia.

Suhardjo. 2010.Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistyoningsih, H. 2011.Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumaiyah, 2008. Hubungan antara pola pemberian nutrisi dan perubahan berat badan pada balita di posyandu, Desa Putat, Tanggulangin. Tanggulangin : Politeknik Kesehatan Surabaya.

Supariasa. 2002.Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Susanti, E. 2006. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Jember.

Sutomo, B & Anggraini, D. Y. 2000.Makanan Sehat Pendamping ASI.Demedia. Jakarta.

Suyatno. 2009. Survei Konsumsi Sebagai Indikator Status Gizi. Yogjakarta: Universitas Diponegoro.

Tella, A. Cessy. 2012. Hubungan pola makan dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Paniki Kecamatan Mapanget. Manado : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

UNICEF. 2002. Memaksimalkan Potensi Sumber Daya Manusia Indonesia. Sebuah Pendekatan Bertumpu pada Resiko di Keluarga, kebutuhan dan Hakhaknya dalam Rangka Menetukan Prioritas dan Strategi Repelita VII. Jakarta.

Uripi, Vera. 2004.Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta : Puspa Suara.

Wello, Maria. 2008. Hubungan pola makan dengan status gizi balita di Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Semarang : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.

Widiastuti & Kristiani. 2006. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Kota Denpasar. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada.