THE APPROACH OF VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE AS AN EFFORT TO INSTILL ENTREPRENEURIAL VALUES PENDEKATAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE SEBAGAI UPAYA MENANAMKAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN

(1)

ABSTRACT

THE APPROACH OF VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE AS AN EFFORT

TO INSTILL ENTREPRENEURIAL VALUES By :

RAHMI FITRINA

This research aims to describe the efforts to instill the values of entrepreneurship using the approach of Value Clarification Technique and to describe increase in the entrepreneurial learning outcome using the approach Value Clarification Technique. The method used in this study is classroom action research (CAR) which consists of three cycles include planning, implementation, and reflection. Data collection techniques used tests to asses cognitive aspect and observation to aspect entrepreneurial values. The research result showed that there was an increase on : (1) students’ values of entrepreneurship , the indicator reached the third cycle ; (2) student learning result. The second cycle of the indicator has been reached and third cycles of increasing and has reached ≥75%.


(2)

ABSTRAK

PENDEKATAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE SEBAGAI UPAYA MENANAMKAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN

Oleh:

RAHMI FITRINA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique dan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes untuk menilai aspek kognitif dan observasi untuk aspek afektif nilai-nilai kewirausahaan.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada : (1) nilai-nilai kewirausahaan siswa, indikator tercapai pada siklus ketiga; (2) hasil belajar siswa siklus kedua indikatornya sudah tercapai selanjutnya siklus tiga semakin meningkat dan mencapai ≥75%.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1967, anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Drs. H. M. Yusuf Kasim dan Ibu Hj. Sumiyati Yusuf.

Peneliti menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 7 Teluk Betung Bandar Lampung dan selesai pada tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMP 2 Bandar Lampung selesai pada tahun 1982, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 1985. Pada tahun 1985 peneliti melanjutkan kuliah di IKIP Bandung di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Jurusan Pendidikan Dunia Usaha Program Akuntansi dan selesai pada tahun 1990. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Peneliti diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada bulan Maret 1994 dan saat ini peneliti bertugas di SMK Negeri 1 Candipuro, Lampung Selatan.

Peneliti menikah dengan Ragil Munadi pada tahun 1994 dan dikarunia tiga orang anak yang bernama Egi Radiansyah, M. Panji Ramadhan dan Putri Nabila.


(8)

MOTO

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

( Q.S. Al Insyiriah, 6 )

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat)

orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat

( Q.S. Al Mujadalah: 11)

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu

kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang

ada pada mereka sendiri

(Q.S. Ar Ra’du :11)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan ridhaNyalah karya kecilku ini kupersembahkan kepada orang-orang

tercinta

Ayahanda M.Yusuf Kasim (Alm) dan Ibunda Sumiyati Yusuf yang selalu memberikan doa dalam setiap sujudnya dan dengan kasih sayang yang tulus selalu memberi kekuatan dalam setiap langkahku

dalam mencapai impian dan harapanku

Anak-anakku tersayang Egi Radiansyah, M.Panji Ramadhan dan Putri Nabila yang senantiasa mensupportku dan menjadi sumber semangat

dalam hidupku

Kakak dan adik-adikku tersayang Sabda Fajar, Asrul Hudaya, Zulfahmi Sangaji dan Irfan Sangaji yang selalu mendoakanku

Teman-teman seperjuanganku yang selalu menemaniku Para pendidikku yang telah memberikan ilmunya dengan tulus

Almamaterku tercinta Universitas Lampung


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis diberi kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan tesis yang berjudul “ Pendekatan Value Clarification Technique Sebagai Upaya Menanamkan Nilai-nilai Kewirausahaan”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat tuntuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung.

Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi dan saran yang diberikan oleh semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menempuh studi Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas Lampung, juga selaku pembimbing I yang dalam berbagai kesibukannya selalu menyisihkan waktu untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis agar tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.


(11)

3. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. H. Pargito, M.Pd., Ketua Program Studi Magister Pendidikan IPS Universitas Lampung, yang dengan sabar dan murah hati membimbing dan mengajarkan penulis.

5. Bapak Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.E, S.Pd, M.M. Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan IPS Universitas Lampung, juga sebagai pembimbing II yang dengan segala ketulusan memberi masukan, saran dan motivasi juga dukungan dalam penyempurnaan tesis ini, semoga bapak segera diberikan kesehatan .

6. Dr. Edi Purnomo, M.Pd., selaku Pembahas dan Penguji I, terima kasih atas masukan , saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan tesis ini. 7. Dr. Hj. Trisnaningsih, M.Si. selaku Penguji II, terima kasih atas masukan,

saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan tesis ini.

8. Dr. Darsono, M.Pd. selaku Pembahas I, terima kasih atas masukan, saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.

9. Dr. Pujiati M.Pd. selaku Pembahas II, terima kasih atas masukan, saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.

10. Drs. Harminto M.Si selaku kepala SMKN 1 Candipuro, seluruh guru, staf TU dan seluruh siswa SMKN 1 Candipuro Lampung Selatan.

11. Ayah (Alm) dan Ibu, jika ada kata yang lebih dari ucapan terima kasih maka kata itulah yang ingin aku persembahkan untuk mereka berdua dan untuk semua yang telah diberikan selama ini.


(12)

12. Anak-anakku terkasih Egi Radiansyah, M. Panji Ramadhan dan Putri Nabila yang menjadi sumber inspirasi dan semangatku .

13. Kakak dan Adik-adikkku Sabda Fajar, Asrul Hudaya, Zulfahmi Sangaji, Irfan Sangaji dan Erlin Martalifia.

14. Sahabat-sahabatku Jaya Wijaya, M.Pd, Irma Husni M.Pd, Fatma Rossa M.Pd, Denni Mukhtar, S.Pd, Fitri Indriyani, M.Pd, Siti Handayani, S.Pd, Fauziah, S.Pd. Rita Ardanta, S.Pd., Ani Maryani, M.Pd., Hambali, S.Pd. dan Heri Usmanto S.Pd.

15. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS angkatan 2012 yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis.

16. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah semoga karya ini bermanfaat bagi semua, akhir kata dengan kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, Februari 2014

Penulis Rahmi Fitrina


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... … . v

DAFTAR GAMBAR ...…….. viii

DAFTAR LAMPIRAN ... . x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi masalah ... 9

1.3 Fokus Penelitian ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Nilai-nilai Kewirausahaan... 14

2.2 Pendekatan Value Clarification Technique (VCT) ... 19

2.2.1 Tujuan Menggunakan Pendekatan VCT ... 20

2.2.2 Bentuk-bentuk Pendekatan VCT ... 20

2.2.3 Proses Pelaksanaan Pendekatan VCT... 21

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan VCT ... 22

2.2.5 Manfaat Pendekatan VCT ... 24

2.2.6 Metode Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan VCT ... 26

2.2.7 Langkah-langkah pembelajaran dengan VCT ... 27


(14)

Halaman

2.4 Perkembangan Moral ... 31

2.4.1 Perkembangan moral menurut teori perkembangan kognitif... 32

2.4.2 Perkembangan moral menurut teori perkembangan afektif... ... 35

2.5 Pendidikan IPS ... 37

2.6 Karakteristik Pendidikan IPS ... 40

2.7 Kewirausahaan dalam Pendidikan IPS ... 42

2.8 Penelitian Relevan ... 43

III. METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Prosedur Penelitian ... 48

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

3.4 Subjek dan Objek Penelitian... 54

3.5 Definisi Operasional Penelitian ... 54

3.5.1 Pendekatan VCT ... 54

3.5.2 Nilai-nilai kewirausahaan dalam pembelajaran Kewirausahaan... 56

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 62

3.6.1 Observasi ... 62

3.6.2 Tes ... 63

3.6.3 Dokumentasi ... 64

3.7 Uji Persyaratan Instrumen ... 65

3.7.1 Uji Validitas Instrumen... ... 65

3.7.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 67

3.7.3 Tingkat kesukaran... 68

3.7.4 Daya beda ... 70

3.8 Teknik Analisis Data ... 71

3.8.1 Koding ... 71

3.8.2 Reduksi data ... 71

3.8.3 Penyajian data ... 71

3.8.4 Validasi data ... 72

3.8.5 Analisis Data ... 73


(15)

iii Halaman

3.9 Indikator Keberhasilan ... 74

3.9.1 Indikator keberhasilan tindakan dengan pendekatan VCT .. 74

3.9.2 Indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan ... 75

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 76

4.1.1 Keadaan Guru dan Karyawan ... 76

4.1.2 Keadaan Peserta Didik SMKN 1 Candipuro... 77

4.1.3 Sarana dan Fasilitas Pembelajaran ... 78

4.2 Deskripsi Pembelajaran Sebelum Pelaksanaan Tindakan ... 78

4.3 Hasil Penelitian ... 80

4.3.1 Hasil Penelitian Siklus 1 ... 80

4.3.1.1 Perencanaan (Planning) ... 80

4.3.1.2 Pelaksanaan (Acting) ... 82

4.3.1.3 Hasil Pengamatan (Observasi) pada Siklus 1 ... 90

4.3.1.4 Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 1 ... 99

4.3.1.5 Refleksi ... 100

4.3.1.6 Rekomendasi Siklus 1 ... 101

4.3.2 Hasil Penelitian Siklus 2 ... 102

4.3.2.1 Perencanaan (Planning) ... 102

4.3.2.2 Pelaksanaan (Acting) ... 106

4.3.2.3 Hasil Pengamatan (Observasi) pada Siklus 2 ... 112

4.3.2.4 Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 2 ... 121

4.3.2.5 Refleksi ... 122

4.3.2.6 Rekomendasi Siklus 2 ... 123

4.3.3 Hasil Penelitian Siklus 3 ... 124

4.3.3.1 Perencanaan (Planning) ... 124

4.3.3.2 Pelaksanaan (Acting) ... 127

4.3.3.3 Hasil Pengamatan (Observasi) pada Siklus 3 ... 131

4.3.3.4 Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 3 ... 140

4.3.3.5 Refleksi ... 141

4.4 Pembahasan Penelitian ... 143


(16)

Halaman

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 155 5.2 Saran ... 156

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Perilaku siswa pada saat proses pembelajaran kewirausahaan ... 3

2.1 Nilai-nilai dan deskripsi nilai pendidikan kewirausahaan ... 16

2.2 Indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan jenjang SMK ... 18

2.3 Standar kompetensi dan kompetensi dasar ... 31

2.4 Tahap perkembangan kognitif Piaget... 33

2.5 Enam tahap perkembangan moral Kohlberg ... 34

2.6 Perbandingan tahap Piaget dan tahap Kohlberg ... 35

2.7 Tahap perkembangan ranah afektif ... 36

2.8 Penelitian yang Relevan ... 44

3.1 Instrumen Pengamatan Kinerja Guru dengan Menggunakan Pendekatan VCT ... 55

3.2 Lembar Pengamatan Sikap Peserta Didik ... 57

3.3 Tingkat besarnya koefisien korelasi ... 67

3.4 Kriteria tingkat keberhasilan tindakan ... 74

4.1 Tenaga Pendidik dan Kependidikan... 76

4.2 Rekapitulasi jumlah siswa SMKN1 Candipuro ... 77

4.3 Daftar sarana dan prasana SMKN1 Candipuro ... 77

4.4 Observasi Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus 1 ... 91


(18)

Tabel Halaman

4.6 Observasi nilai sikap kreatif dengan pendekatan VCT siklus 1 ... 94

4.7 Observasi nilai sikap berani mengambil resiko dengan pendekatan VCT siklus 1 ... 95

4.8 Observasi nilai sikap kerja keras dengan pendekatan VCT siklus 1 .. 96

4.9 Observasi nilai sikap rasa ingin tau dengan pendekatan VCT siklus 1 97 4.10 Observasi nilai sikap disiplin dengan pendekatan VCT siklus 1 ... 98

4.11 Hasil tes siklus 1 ... 100

4.12 Observasi Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus 2 ... 112

4.13 Observasi nilai sikap mandiri dengan pendekatan VCT siklus 2 ... 114

4.14 Observasi nilai sikap kreatif dengan pendekatan VCT siklus 2 ... 115

4.15 Observasi nilai sikap berani mengambil resiko dengan pendekatan VCT siklus 2 ... 116

4.16 Observasi nilai sikap kerja keras dengan pendekatan VCT siklus 2 .. 117

4.17 Observasi nilai sikap rasa ingin tau dengan pendekatan VCT siklus 2 119 4.18 Observasi nilai sikap disiplin dengan pendekatan VCT siklus 2 ... 120

4.19 Hasil tes siklus 2 ... 122

4.20 Observasi Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus 3 ... 132

4.21 Observasi nilai sikap mandiri dengan pendekatan VCT siklus 3 ... 133

4.22 Observasi nilai sikap kreatif dengan pendekatan VCT siklus 3 ... 134

4.23 Observasi nilai sikap berani mengambil resiko dengan pendekatan VCT siklus 3 ... 135

4.24 Observasi nilai sikap kerja keras dengan pendekatan VCT siklus 3 ... 137

4.25 Observasi nilai sikap rasa ingin tau dengan pendekatan VCT siklus 3 138 4.26 Observasi nilai sikap disiplin dengan pendekatan VCT siklus 3 ... 139


(19)

vii

Tabel Halaman 4.27 Hasil tes siklus 3 ... 141 4.28 Rekapitulasi rata-rata nilai sebelum dan sesudah siklus ... 145 4.29 Rekapitulasi Nilai-nilai Kewirausahaan Siklus 1 sampai Siklus 3 .... 146 4.30 Rekapitulasi Nilai Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus 1-3 ... 148


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 3.1 Proses penelitian tindakan kelas ... 49 4.1 Histogramdeskripsi sikap mandiri peserta didik dengan

pendekatan VCT siklus 1 ... 93 4.2 Histogramdeskripsi sikap kreatif peserta didik dengan pendekatan

VCT siklus 1 ... 94 4.3 Histogram deskripsi sikap mengambil resiko peserta didik dengan

pendekatan VCT siklus 1 ... 95 4.4 Histogram deskripsi sikap kerja keras peserta didik dengan

pendekatan VCT siklus 1 ... 97 4.5 Histogram deskripsi sikap rasa ingin tau siswa dengan

pendekatan VCT siklus 1 ... 98 4.6 Histogram deskripsi nilai disiplin peserta didik dengan

Pendekatan VCT siklus 1 ... 99 4.7 Histogram sikap mandiri peserta didik pada dengan pendekatan

VCT pada siklus 2 ... 115 4.8 Histogram deskripsi sikap kreatif siswa dengan pendekatan VCT

Siklus 2 ... 116 4.9 Histogram deskripsi sikap mengambil resiko siswa dengan

Pendekatan VCT siklus 2 ... 117 4.10 Histogram deskripsi sikap kerja keras peserta didik dengan

pendekatan VCT siklus 2 ... 118 4.11 Histogram deskripsi rasa ingin tau siswa dengan pendekatan VCT


(21)

ix

Gambar ... ……Halaman 4.12 Histogram deskripsi nilai disiplin peserta didik dengan pendekatan

VCT pada siklus 2 ... 121 4.13 Histogram sikap mandiri peserta didik pada dengan pendekatan

VCT pada siklus 3 ... 134 4.14 Histogram deskripsi sikap kreatif siswa dengan pendekatan VCT

Siklus 3 ... 135 4.15 Histogram deskripsi sikap mengambil resiko siswa dengan

pendekatan VCT siklus 3 ... 136 4.16 Histogram deskripsi sikap kerja keras peserta didik dengan

pendekatan VCT siklus 3 ... 137 4.17 Histogram deskripsi rasa ingin tau siswa dengan pendekatan

VCT siklus 3 ... 139 4.18 Histogram deskripsi nilai disiplin peserta didik dengan

pendekatan VCT pada siklus 3………. .. 140 4.19 Gambar Diagram Siklus ... 150


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat Izin Penelitian ... 158 2 Surat Keterangan Penelitian ... 159 3 Silabus Kewirausahaan... 160 4 Program Semester ... 167 5 Program Tahunan ... 168 6 Recana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 170 7 Soal Siklus 1 ... 204 8 Soal Siklus 2 ... 206 9 Soal Siklus 3 ... 208 10 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT ... 210 11 Rekap Analisis Butir Soal Siklus 1 ... 212 12 Rekap Analisis Butir Soal Siklus 2 ... 213 13 Rekap Analisis Butir Soal Siklus 3 ... 214 14 Observasi Nilai-nilai Kewirausahaan Siklus 1 ... 215 15 Observasi Nilai-nilai Kewirausahaan Siklus 2 ... 218 16 Observasi Nilai-nilai Kewirausahaan Siklus 3 ... 221 17 Observasi Nilai Disiplin siklus 1 ... 224 18 Observasi Nilai Kreatif siklus 1 ... 225 19 Observasi Nilai Berani Mengambil Resiko siklus 1 ... 226 20 Observasi Nilai Kerja Keras siklus 1 ... 227 21 Observasi Nilai Rasa Ingin Tahu siklus 1 ... 228


(23)

xi

Lampiran Halaman 22 Observasi Nilai Disiplin siklus 1 ... 229 23 Observasi Nilai Mandiri siklus 2 ... 230 24 Observasi Nilai Kreatif siklus 2 ... 231 25 Observasi Nilai Berani Mengambil Resiko siklus 2 ... 232 26 Observasi Nilai Kerja Keras siklus 2 ... 233 27 Observasi Nilai Rasa Ingin Tahu siklus 2 ... 233 28 Observasi Nilai Disiplin siklus 2 ... 235 29 Observasi Nilai Mandiri siklus 3 ... 236 30 Observasi Nilai Kreatif siklus 3 ... 237 31 Observasi Nilai Berani Mengambil Resiko siklus 3 ... 238 32 Observasi Nilai Kerja Keras siklus 3 ... 239 33 Observasi Nilai Rasa Ingin Tahu siklus 3 ... 240 34 Observasi Nilai Disiplin siklus 3 ... 241 35 Rekapitulasi Sikap Mandiri siklus 1-3 ... 242 36 Rekapitulasi Sikap Kreatif siklus 1-3 ... 243 37 Rekapitulasi Sikap Berani Mengambil Resiko siklus 1-3 ... 244 38 Rekapitulasi Sikap Kerja Keras siklus 1-3 ... 245 39 Rekapitulasi Sikap Rasa Ingin Tahu siklus 1-3 ... 246 40 Rekapitulasi Sikap Disiplin siklus 1-3 ... 247 41 Hasil Anates Siklus 1 ... 248 42 Hasil Anates Siklus 2 ... 252 43 Hasil Anates Siklus 3 ... 256 44 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Sebelum Siklus ... 260 45 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 1 ... 261 46 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 2 ... 262 47 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 3 ... 263 48 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa dari Siklus 1 sampai dengan Siklus 3 264


(24)

Lampiran Halaman 49 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 1 Pertemuan 1 ... 265 50 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCTSiklus 1 Pertemuan 2 ... 267 51 Hasil pengamatan Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan VCT Siklus 1 ... 269 52 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 2 Pertemuan 1 ... 271 53 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 2 Pertemuan 2 ... 273 54 Hasil pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 2 ... 275 55 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 3 Pertemuan 1 ... 277 56 Lembar Pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)

Dengan Menggunakan Pendekatan VCT Siklus 3 Pertemuan 2 ... 279 34 Hasil pengamatan Instrumen Penilaian Kegiatan Guru (IPKG)


(25)

I.PENDAHULUAN

Pembahasan pada bagian pendahuluan ini mencakup pada beberapa hal pokok yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Candipuro merupakan salah satu sekolah kejuruan yang mempunyai tanggung jawab dalam pembentukan kualitas dan karakter bangsa. Pendidik di SMK Negeri 1 Candipuro harus mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif untuk dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Tujuan didirikannya SMKN 1 Candipuro adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.

2. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.


(26)

3. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4. Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih. (Sumber, data SMKN 1 Candipuro tahun 2013).

Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul maka peserta didik harus mempunyai nilai-nilai kewirausahaan yang terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran. Menanamkan nilai-nilai kewirausahaan merupakan suatu usaha pendidikan agar peserta didik tidak hanya memiliki pengetahuan saja, melainkan juga memiliki kepribadian yang baik.

Tujuan dari pembelajaran kewirausahaan tidak hanya diarahkan untuk menghasilkan pebisnis atau business entrepreneur, tetapi profesi yang didasari oleh nilai-nilai kewirausahaan. Nilai-nilai kewirausahaan dapat diajarkan melalui Mata Pelajaran Kewirausahaan. Pembelajaran kewirausahaan memang tidak hanya berkontribusi untuk membentuk peserta didik menjadi seorang wirausaha karena pada dasarnya kewirausahaan sudah melekat pada diri seseorang. Untuk itu, pembelajaran kewirausahaan lebih diarahkan untuk membentuk jiwa wirausaha dan nilai- nilai kewirausahaan dalam diri peserta didik. Hal ini seperti ungkapan Suherman (2008: 22) bahwa “tujuan utama pembelajaran kewirausahaan adalah membentuk jiwa wirausaha peserta didik, sehingga yang bersangkutan menjadi individu yang kreatif, inovatif, dan produktif”.


(27)

3 Nilai-nilai kewirausahaan yang ada di dalam diri peserta didik di SMK Negeri 1 Candipuro belum tertanam dengan baik. Peserta didik masih belum menyadari bahwa di dalam dirinya ada potensi untuk mengembangkan jiwa wirausaha yang baik.

Hal ini dapat terindikasi dari proses pembelajaran kewirausahaan di kelas yang disajikan pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Perilaku siswa pada saat proses pembelajaran kewirausahaan

No Nilai-nilai Perilaku Siswa Jumlah %

Siswa 1. 2 3 4 5 6 Mandiri Kreatif Berani mengambil resiko Kerja Keras

Rasa ingin tau

Disiplin

Tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru Tidak berani mengajukan pendapat yang berkaitan dengan pokok bahsan tertentu Tidak menyukai tugas yang menantang

Belum menunjukkan sikap sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan dalam belajar

Tidak ada upaya untuk mengetahui materi pelajaran secara mendalam

Tidak tertib dalam mengerjakan tugas

5 Siswa 13,5

2 Siswa 5,4

2 Siswa 5,4

6 Siswa 16,2

3 Siswa 8,1

7 Siswa 18,9

Jumlah 18 Siswa 67,5

Sumber : Data guru kewirausahaan Kelas XI TKJ SMKN 1 Candipuro tahun 2013-2014 semester ganjil dengan jumlah siswa 37 orang

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, maka indikasi-indikasi tersebut menerangkan bahwa peserta didik masih belum mandiri, sebab masih ada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara sendiri, tetapi mencontek hasil pekerjaan teman. Sikap dan perilaku tersebut mencerminkan kurangnya kemandirian siswa. Selain itu, peserta didik juga ada yang belum menunjukkan perilaku yang berani mengambil resiko, perilaku rasa ingin tahu materi pelajaran secara mendalam, dan perilaku yang mengarah pada


(28)

keterampilan tertentu sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dilihat dari sikap disiplin, masih ada peserta didik yang belum mempumyai kedisiplinan yang baik, hal tersebut terlihat dari 37 siswa (2 siswa terlambat mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru, 3 siswa tidak teliti dalam mengerjakan tugas, 3 siswa tidak menerapkan kaidah tata tulis dalam sebuah tulisan).

Selama proses pembelajaran terlihat perilaku siswa di kelas banyak siswa yang belum menunjukkan sikap sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan dalam belajar, malas dan tidak mau melakukan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang berbeda dengan yang sudah ada, tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru, tidak mematuhi peraturan sekolah dan lain sebagainya yang mengarah kepada nilai-nilai kewirausahaan. Kreativitas peserta didikpun terlihat sangat rendah, tidak ada kerja sama antar peserta didik, tidak ada peserta didik yang bertanya baik kepada guru maupun kepada teman.

Sikap dan perilaku yang terjadi pada peserta didik di atas, tidak mencerminkan adanya nilai-nilai kewirausahaan. Hasil pengamatan prapenelitian penyebab kurangnya penanaman nilai-nilai kewirausahaan karena selama proses pembelajaran, guru hanya mengajarkan tentang konsep-konsep kewirausahaan tanpa memperkenalkan makna kewirausahaan yang sesungguhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Brown yang dikutip oleh Febriand (2013: 3) bahwa “Pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan yang diajarkan di sekolah, selama ini baru memperkenalkan konsep teori kewirausahaan”. Begitu pula dengan yang


(29)

5 dituliskan oleh Supriyanto (2013: 5) bahwa “Proses pembelajaran kewirausahaan masih bersifat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana peserta didik berada, serta tidak sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap, jiwa, dan kemampuan kewirausahaan”.

Nilai-nilai kewirausahaan dapat ditumbuhkan dan tertanam dengan baik, untuk itu perlu memperbaiki strategi pembelajaran yang selama ini dilakukan. Pembelajaran kewirausahaan yang selama ini dilakukan dengan mengggunakan metode konvensional yaitu ceramah, diskusi, dan penugasan, sehingga menyebabkan aktivitas siswa menjadi tidak mandiri, tidak kreatif, tidak berani mengambil resiko, tidak memiliki sikap kerja keras, tidak mempunyai rasa ingin tau dan tidak disiplin. Hal ini dapat diketahui pada prapenelitian di SMK Negeri 1 Candipuro tahun ajaran 2012-2013 semester genap mengenai penggunaan metode/pendekatan/strategi yang dilakukan terhadap dua guru kewirausahaan, yaitu Bapak Rudiansyah, S.Pd dan Ibu Sudarmi S.Pd yang menyatakan bahwa “Selama ini, pembelajaran kewirausahaan guru hanya mengggunakan metode ceramah, diskusi dan penugasan”. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa guru dalam proses pembelajaran di kelas kurang kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran dan kurang memperhatikan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam mata pelajaran, sehingga menyebabkan siswa menjadi tidak mandiri, tidak kreatif, tidak berani mengambil resiko, tidak memiliki sikap kerja keras,tidak mempunyai rasa ingin tau dan tidak disiplin . Seringnya menggunakan metode ceramah yang diselingi tanya jawab, pemberian


(30)

tugas, dan diskusi yang kurang terarah dalam pembelajaran mengakibatkan peserta didik kurang aktif.

Kegiatan yang dilakukan peserta didik hanya mendengar dan kadang-kadang mencatat, itupun hanya dilakukan oleh sebagian kecil peserta didik. Sedangkan, peserta didik yang lain lebih banyak berbicara dengan teman duduk sebangku. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu inovasi dan perubahan dalam proses pembelajaran di kelas dengan menerapkan metode dan pendekatan baru. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik selain mendapatkan pengetahuan, juga memperoleh pembelajaran yang berorientasi pada aspek sikap.

Pendidik dalam proses pembelajaran belum memberikan kesempatan peserta didik untuk memilih nilai-nilai kewirausahaan sehingga mengakibatkan situasi dan kondisi yang kurang mendukung untuk pencapaian tujuan pembelajaraan. Pendidik membuat strategi pembelajaran dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik. Maksudnya adalah agar peserta didik lebih perhatian terhadap materi yang dijelaskan. Namun demikian, pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi pembelajaran yang ditanyakan kepada peserta didik kurang direspon peserta didik dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, hanya sebagian kecil peserta didik yang menjawab, sedangkan peserta didik yang lain lebih banyak berdiam diri atau mengobrol.

Indikasi-indikasi tersebut harus disikapi dengan tepat karena dikhawatirkan akan tumbuh generasi yang tidak mempunyai nilai-nilai kewirausahaan yang baik. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dan tindak lanjut dalam memperbaiki nilai-nilai


(31)

7 kewirausahaan peserta didik yang dimulai dari proses pembelajran di dalam kelas. SMK Negeri 1 Candipuro sebagai salah satu sekolah menengah kejuruan dalam hal ini menginstruksikan kepada seluruh guru bidang studi unruk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam perangkat pembelajaran dan proses pelaksanaannya. Hal ini dilakukan mengingat masih banyak peserta didik yang kurang memiliki kesadaran untuk menginternalisasikan dan melaksanakan niilai-nilai kewirausahaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu pembelajaran dalam pendidikan yang sangat penting adalah pembelajaran kewirausahaan. Mata Pelajaran Kewirausahaan merupakan bagian dari kurikulum pembelajaran di sekolah dan salah satu komponen terpenting di bidang pendidikan yang harus dikembangkan. Dalam mata pelajaran kewirausahaan harus ada upaya dalam menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dalam diri peserta didik. Namun dalam pelaksanaan yang terjadi selama ini proses pembelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 1 Candipuro masih kurang memperhatikan nilai-nilai kewirausahaan dalam diri peserta didik. Peserta didik masih dituntut untuk memiliki kemampuan kognitif saja.

Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti ingin untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran


(32)

kewirausahaan. Dalam hal ini peneliti memilih pendekatan Value Clarification Technique sebagai upaya menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada pembelajaran kewirausahaan. Pembelajaran aktif dengan menciptakan suatu kondisi dimana siswa dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini pembelajaran dengan pendekatan Value Clarification Technique merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan melalui pembelajaran kewirausahaan.

Sejumlah ahli pendidikan nilai seperti Armin, dkk. dalam Cheppy (1998: 201) mengatakan bahwa “Dari sekian metode pembelajaran nilai maka Value Clarification Technique (VCT) jauh lebih efektif, mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan metode atau pendekatan lainnya. Pendekatan ini juga sesuai dengan alam demokrasi, yang memungkinkan setiap peserta didik untuk memilih, menentukan, mengolah dan mengembangkan nilai-nilainya sendiri, dengan pendampingnya seorang pendidik”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Pendekatan Value Clarification Tehnique sebagai upaya menanamkan nilai-nilai kewirausahaan”.


(33)

9 1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada pembahasan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang terjadi pada sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Belum optimalnya kegiatan belajar mengajar

2. Banyaknya siswa yang belum mempunyai nilai-nilai kewirausahaan yang baik.

3. Proses pembelajaran yang monoton sehingga siswa kurang aktif dalam belajar di kelas.

4. Guru kurang kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran .

5. Proses pembelajaran hanya mengarah pada aspek kognitif, guru kurang mengekplor pembelajaran dengan pendekatan afektif.

6. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher oriented), guru mempunyai peranan yang dominan dalam kegiatan pembelajaran.

7. Masih belum maksimalnya hasil belajar kewirausahaan siswa , hal ini terlihat dengan masih banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar .

1.3 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka fokus penelitian ini yaitu:

1. Upaya menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique.

2. Upaya meningkatkan hasil belajar kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique.


(34)

1.4 Rumusan Masalah

Terkait dengan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian yaitu :

1. Bagaimanakah penanaman nilai-nilai kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan penanaman nilai-nilai kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique.

2. Untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik bagi peneliti, guru, siswa, sekolah dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini.

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengadakan penelitian lain yang berkaitan dengan pendekatan Value Clarification Technique dan nilai-nilai kewirausahaan.


(35)

11 2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan berguna untuk menemukan pengetahuan

sendiri tentang nilai-nilai kewirausahaan yang ada dalam diri peserta didik. 3. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam

menerapkan pendekatan Value Clarification Technique, baik dalam pembelajaran kewirausahaan maupun dalam pembelajaran lainnya.

4. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan berbagai kebijakan tentang kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan peningkatan nilai-nilai kewirausahaan.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup subjek, objek, tempat, waktu dan kajian ilmu yang sesuai dengan penelitian.

1. Subjek penelitian. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik dan guru kewirausahaan.

2. Obyek penelitian. Objek penelitian ini yaitu pendekatan Value Clarification Technique dan nilai-nilai kewirausahaan.

3. Waktu penelitian. Waktu penelitian ini yaitu pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.

4. Kajian ilmu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu kewirausahaan dalam lingkup Pendidikan IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). Karena di dalam program citizenship transmission ada suatu upaya untuk mengajarkan tentang nilai-nilai luhur yang memiliki tujuan untuk membentuk sikap pribadi yang baik yang diharapkan dapat


(36)

dimiliki oleh peserta didik. Salah satu tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah membentuk siswa menjadi warga negara yang baik. Hal ini terlihat dari adanya pengembangan penilaian sikap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penilaian hasil belajar. Kewirausahaan merupakan bagian dari pendidikan IPS. Kewirausahaan sebagai pengembangan pribadi, dapat membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai keterampilan sosial dalam kehidupannya. Mata pelajaran kewirausahaan harus membekali siswa tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, sehingga dapat membentuk jati diri siswa yang mampu hidup di tengah masyarakat dengan damai, dapat menjadi contoh tauladan serta dapat memberi kelebihannya pada orang lain.

Menurut NCSS (National Council for the Social Studies) dalam Pargito (2010: 29) pada kajian ilmu IPS terdapat 10 tema utama yang berfungsi sebagai pengatur alur untuk kurikulum sosial di setiap tingkat sekolah, kesepuluh tema tersebut terdiri dari: (1) budaya; (2) waktu kontinuitas dan perubahan; (3) orang, tempat dan lingkungan; (4) individu, pengembangan dan identitas; (5) individu, kelompok dan lembaga; (6) kekuasaan, wewenang dan pemerintahan; (7) produksi, distribusi dan konsumsi; (8) sain, teknologi dan masyarakat; (9) koneksi global; dan (10) cita-cita dan praktik kewarganegaraan. Berdasarkan 10 tema kajian ilmu IPS tersebut, penelitian ini masuk pada poin empat (individu, pengembangan dan identitas), point lima (individu, kelompok dan lembaga), dan poin ke tujuh (produksi, distribusi dan konsumsi). Tema keempat dan lima sesuai dengan fokus penelitian, yaitu menanamkan nilai-nilai kewirausahaan guna


(37)

13 mengembangkan kepribadian siswa. Sementara tema ketujuh merupakan salah satu bagian dari proses kewirausahaan.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan pada tinjauan pustaka meliputi beberapa hal pokok berupa pendekatan Value Clarification Technique (VCT), nilai-nilai kewirausahaan, pembelajaran kewirausahaan, perkembangan moral, pendidikan IPS, karakteristik pendidikan IPS, dan penelitian relevan. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

2.1 Nilai-nilai Kewirausahaan

Pendidikan nilai sangat penting dalam pembentukan pribadi peserta didik, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial maupun spiritual. Menurut Adisusilo (2012: 57) nilai berasal dari bahasa Latin, yaitu vele’rẻyang artinya berguna, mampu akan, berdaya berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang. Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan, dan keluhuran budi serta menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan dia menjadi manusia yang sebenarnya.


(39)

15 Menurut Sapriya (2012: 54) nilai dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) nilai substantif adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar, bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan informasi semata; dan (2) nilai prosedural adalah nilai yang melatih siswa dengan langkah-langkah pembelajaran di kelas, antara lain nilai kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran, dan menghargai pendapat orang lain.

Menurut Sastrapratedja (1993: 8) nilai adalah sesuatu yang dinilai positif; dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati; membuat orang gembira, puas bersyukur (kepuasan rohani). Menurut Fraenkel (1977: 6) a value is an idea-a concept- about what someone thinks is important in life.

Definisi nilai sudah diuraikan, dengan demikian dapat dikaitkan dengan nilai-nilai kewirausahaan. Nilai-nilai hakiki kewirausahaan menurut Suryana (2003: 15) adalah sebagai berikut.

1. Percaya diri, kepercayaan diri berpengaruh pada gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras, dan kegairahan berkarya.

2. Berorientasi pada tugas dan hasil, seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik, dan berinisiatif.

3. Keberanian mengambil resiko tergantung pada daya tarik setiap alternative, persediaan untuk rugi, dam kemungkinan relative untuk sukses atau gagal. Kemampuan untuk mengambil resiko ditentukan oleh keyakinan diri, kesediaan untuk menggunakan kemampuan, dan kemampuan untuk menilai resiko.

4. Kepemimpinan, kewirausahaan memiliki sifat-sifat kepeloporan, keteladanan, tampil berbeda, lebih menonjol, dan mampu berfikir divergen dan konvergen. 5. Berorientasi pada masa depan adalah perspektif, selalu mencari peluang, tidak


(40)

6. Keorisinilan: kreativitas dan keinovasian. Kreativitas adalah kemampuan untuk berfikir yang baru dan berbeda, sedangkan keinovasian adalah kemampuan untuk bertindak yang baru dan berbeda.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran kewirausahaan adalah pengembangan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha. Menurut para ahli kewirausahaan, ada banyak nilai-nilai kewirausahaan yang mestinya dimiliki oleh peserta didik maupun warga sekolah yang lain. Beberapa nilai-nilai kewirausahaan beserta deskripsinya yang akan diintegrasikan melalui pembelajaran kewirausahaan sebagai berikut.

Tabel 2.1 Nilai-nilai dan deskripsi nilai pendidikan kewirausahaan

Nilai Deskripsi

1. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah

tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

2. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil berbeda dari produk/jasa yang telah ada

3. Berani mengambil resiko Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan yang menantang, berani dan mampu mengambil resiko kerja

4. Berorientasi pada Tindakan Mengambil inisiatif untuk bertindak, dan bukan menunggu, sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki terjadi

5. Kepemimpinan Sikap dan perilaku seseorang yang selalu terbuka terhadap saran dan kritik, mudah bergaul, bekerjasama, dan mengarahkan orang lain

6. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan

7. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan


(41)

17 Tabel 2.1 (Lanjutan)

8. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib

dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

9. Inovatif Kemampuan untuk menerapkan kreativitas

dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan

10. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang yang mau dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya

11. Kerja sama Perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam

12. Pantang menyerah (ulet) Sikap dan perilaku seseorang yang tidak mudah menyerah untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai alternatif

13. Komitmen Kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat

oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain

14. Realistis Kemampuan menggunakan fakta/realita

sebagai landasan berpikir yang rasionil dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan/perbuatannya

15. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui secara mendalam dan luas dari apa yang yang dipelajari, dilihat dan didengar 16. Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain

17. Motivasi kuat untuk sukses Sikap dan tindakan selalu mencari solusi terbaik

Sumber : Pengembangan Pusat Kurikulum dalam Mulyani, dkk. (2010)

Implementasi dari 17 (tujuh belas) nilai pokok kewirausahaan tersebut tidak serta merta secara langsung dilaksanakan sekaligus oleh satuan pendidikan, namun dilakukan secara bertahap. Tahap pertama implementasi nilai-nilai kewirausahaan diambil 6 (enam) nilai pokok, yaitu: (1) mandiri; (2) kreatif; (3) berani mengambil resiko; (4) kerja keras; (5) rasa ingin tau; dan (6) disiplin. Hal ini bukan berarti membatasi penanaman nilai-nilai bahwa semua sekolah secara seragam


(42)

menginternalisasi enam nilai-nilai kewirausahaan tersebut, namun setiap jenjang pendidikan dapat menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan lain secara mandiri sesuai dengan kebutuhan sekolah. Adapun Indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan jenjang SMK

No Nilai-nilai

Kewirausahaan Indikator Ketercapaian

1 Mandiri 1. Mampu mengerjakan tugas sendiri yang sudah menjadi tanggungjawabnya

2. Mampu mencari sumber belajar/informasi secara mandiri

3. Tidak bergantung pada orang lain

2 Kreatif 1. Mengajukan pendapat yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu

2. Mengemukakan gagasan baru sesuai dengan pemikirannya

3. Mendeskripsikan konsep kewirausahaan dengan kata kata sendiri

3 Berani mengambil resiko

1. Menyukai tugas yang menantang

2. Berani mempertahankan gagasan atau pendapatnya walaupun mendapat tantangan atau kritik

3. Berani mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang tidak dikemukakan orang lain

4 Kerja keras 1. Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar 2. Selalu berusaha untuk belajar dengan giat

3. Menggunakan sebagian besar waktu di kelas untuk belajar

5 Disiplin 1. Selalu tertib dalam mengerjakan tugas 2. Selalu tepat waktu dalam mengerjakan tugas 3. Tertib menerapkan kaidah-kaidah tata tulis dalam

sebuah tulisan

6 Rasa ingin tau 1. Bertanya kepada orang lain

2. Membaca sumber diluar buku teks tentang materi terkait pelajaran

Sumber: Adopsi dari Pengembangan Pusat Kurikulum dalam Mulyani, dkk. (2010)


(43)

19 2.2 Pendekatan Value Clarification Technique (VCT)

Menurut Adisusilo (2012: 141) “VCT adalah pendekatan pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkan”. Sedangkan Hall (1973: 11) menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan penting yang dibuatnya.

Pendekatan VCT dapat disimpulkan akan memberi penekanan kepada siswa dalam usaha mengkaji perasaan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Adapun tujuan pendekatan VCT menurut Adisusilo (2012: 142) sebagai berikut.

1. Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain.

2. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berkaitan dengan nilai-nilai yang diyakininya.

3. Membantu peserta didik agar mampu menggunakan akal budi dan kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah lakunya sendiri.

Merujuk pada kutipan tersebut, maka pendekatan VCT merupakan pendekatan dimana siswa dilatih untuk menemukan, mengidentifikasi nilai-nilainya sendiri serta nilai-nilai orang lain. Namun, yang ditekankan dalam pendekatan ini yaitu proses pemilihan dan penentuan nilai (the process of valuing) serta sikap terhadapnya dan bukan isi nilai-nilai atau daftar nilai-nilai hidup. Jadi yang


(44)

dimaksud dengan pendekatan VCT yaitu pendekatan pembelajaran nilai yang mampu mengantarkan peserta didik untuk mempunyai keterampilan atau kemampuan menentukan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya dan menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai-nilai menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.

2.2.1 Tujuan menggunakan pendekatan Value Clarification Technique (VCT)

Menurut Taniredja dkk. (2012: 88) tujuan menggunakan pendekatan VCT dalam proses pembelajaran, sebagai berikut.

1. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

2. Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun yang negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatkan dan pencapaian target nilai.

3. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral. 4. Melatih siswa dalam menerima menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang

lain, menerima serta mengambilkan keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupannya sehari-hari.

2.2.2 Bentuk-bentuk pendekatan Value Clarification Technique (VCT) Menurut Djahiri (1985: 90-91) ada beberapa bentuk pendekatan VCT, sebagai berikut.

1. VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversional, suatu cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa bersama.

2. VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi Daftar Baik-Buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala


(45)

21 Kontinum, Daftar Penilaian Diri Sendiri, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan Perisai.

3. VCT menggunakan Kartu Keyakinan, kartu sederhana ini berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut.

4. VCT dengan Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random, dengan cara ini siswa berlatih berpikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan berbagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.

2.2.3 Proses pelaksanaan pendekatan Value Clarification Technique(VCT) Menurut Hall dan Simon dalam Adisusilo (2012: 147) proses penentuan nilai dan sikap mencakup tujuh subproses atau aspek yang biasanya digolongkan menjadi tiga kategori, sebagai berikut.

1. Memilih

a. Memilih dengan bebas.

b. Memilih dari berbagai alternatif.

c. Memilih dari berbagai alternatif setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya.

2. Menghargai/menjunjung tinggi

a. Menghargai dan merasa bahagia dengan pilihannya.

b. Bersedia mengakui/menegaskan pilihannya itu di depan umum. 3. Bertindak

a. Berbuat/berperilaku sesuatu sesuai dengan pilihannya.

b. Berulang-ulang bertindak sesuai dengan pilihannya itu hingga akhirnya merupakan pola hidupnya.

Berikut ini masing-masing subproses diperjelas secara singkat Hall, Raths, dalam Adisusilo (2012: 147-150) sebagai berikut.

1. Memilih dengan bebas. Memilih nilai secara bebas berarti bebas diri segala bentuk tekanan. Lingkungan dapat memaksakan sesuatu nilai pada seseorang yang sebenarnya tidak disukainya.

2. Memilih dari berbagai alternatif. Memilih secara bebas mengandaikan ada berbagai alternatif. Kalau tidak ada alternatif pilihan, maka tidak ada kebiasaan memilih.


(46)

3. Memilih sesudah mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing alternatif. Memilih nilai berarti menentukan suatu nilai sesudah mempertimbangkan konsekuensinya dari semua alternatif yang ada.

4. Menghargai dan senang dengan pilihan yang dibuat. Nilai adalah sesuatu yang dianggap positif: dihargai, dihormati, dijunjung tinggi, diagungkan, dipelihara. Nilai membuat orang senang, gembira, bersyukur.

5. Bersedia mengakui pilihan di muka umum. Kalau nilai dijunjung tinggi, dihargai dan membuat orang bahagia atau senang maka orang tentu bersedia mengakui, menyatakannya kepada orang lain.

6. Berperilaku sesuai dengan pilihan. Agar sesuatu benar-benar merupakan nilai bagi seseorang, maka sikap hidup, tindakan yang bersangkutan harus berdasarkan nilai itu; nilai itu harus diwujudkan atau tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.

7. Berulang-ulang berperilaku sesuai dengan pilihan sehingga terbentuk suatu pola hidup. Agar sesuatu sungguh-sungguh merupakan nilai bagi seseorang, maka tindakannya dalam berbagai situasi harus sesuai dengan nilai itu.

2.2.4 Kelebihan dan kekurangan pendekatan Value Clarification Technique (VCT)

Menurut Casteel dalam Adisusilo (2012: 151) ada enam alasan pendidik sebaiknya menggunakan VCT dalam pembelajaran nilai di kelas, sebagai berikut.

1. Value clarification enhances the ability of students to communicate their ideas, beliefs, values, and feelings.

2. Value clarification enhances the ability of students to empathize with other person, especially those circumstances may differ significantly from their own.

3. Value clarification enhances the ability of students to resolve problems as they arise.

4. Value clarification enhances the ability of students to assent and dissent as a member of a sosial group.

5. Value clarification enhances the ability of students to engage in decision making.

6. Value clarification enhances the ability of students to hold and use consistent beliefs and disbeliefs.

Berdasarkan kutipan tersebut, pendekatan VCT amat berguna bagi peserta didik untuk berlatih mengkomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat; berlatih berempati pada teman lain bahkan yang mungkin berbeda keyakinanannya; berlatih memecahkan persoalan dilema moral; berlatih untuk


(47)

23 setuju atau menolak keputusan kelompok; berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan atau melepaskan keyakinannya.

Menurut Djahiri (1985: 91) VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif karena:

1) mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side; 2) mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang

disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral;

3) mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada padda orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata;

4) mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap;

5) mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan; 6) mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan memadukan berbagai

nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; dan 7) memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta

memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Pendekatan ini memberi penekanan pada pemilihan dan penentuan nilai secara bebas serta sikap terhadapnya. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, dipilih oleh seseorang berdasarkan pada berbagai latar belakang pengalaman dan pertimbangan nalarnya sendiri, tidak ditentukan secara sepihak oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini, isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan nilai adalah mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai dan mengambil keputusan, sejalan dengan pandangan tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Hall dan Cheppy dalam Adisusilo (2012: 153) bahwa bagi penganut pendekatan ini, pendidik bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai motivator dan fasilitator. Peranan pendidik adalah mendorong peserta didik untuk memikirkan,


(48)

mendiskusikan, memilih dan menimbang-nimbang nilai yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan nilai-nilai tertentu untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai.

Kelemahan-kelemahan dari pendekatan VCT menurut Taniredja (2012: 92), sebagai berikut.

1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling pengertian, dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan menjadi siswa yang sangat baik ideal patuh dan penurut namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.

2. Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru, peserta didik, dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.

3. Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri peserta didik.

4. Memerlukan kreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

Mengacu pada kelemahan-kelemahan tersebut, maka untuk mengatasinya, seorang guru harus berlatih memiliki keterampilan mengajar yang sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan variasi mengajar sesuai dengan kreativitas yang dimiliki guru dengan memodifikasi pendekatan VCT dengan model pembelajaran yang menyenangkan.

2.2.5 Manfaat pendekatan VCT

Ada berbagai manfaat yang dapat dipetik bila pendekatan VCT diterapkan. Manfaat menurut Simon dalam Adisusilo (2012: 155) sebagai berikut.

1. Memilih, memutuskan, mengkomunikasikan, mengungkapkan gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan perasaannya.


(49)

25 2. Berempati (memahami perasaan orang lain, melihat dari sudut pandang orang

lain).

3. Memecahkan masalah.

4. Menyatakan sikap: setuju, tidak setuju, menolak atau menerima pendapat orang lain.

5. Mengambil keputusan.

6. Mempunyai pendirian tertentu, menginternalisasikan dan bertingkah laku sesuai dengan nilai yang telah dipilih dan diyakini.

Jadi, inti dari VCT adalah melatih peserta didik untuk berproses untuk melakukan penilaian terhadap nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam masyarakat, dan akhirnya menetapkan nilai yang menjadi acuan hidupnya.

Menurut Harmin, dkk. dalam Adisusilo (2012: 156) penerapan klarifikasi nilai akan efektif bila fasilisator atau pendidik: (1) bersikap menerima dan tidak mengadili (nonjudgmental) pilihan nilai peserta didik, menghindari kesan memberi nasihat, menggurui seakan pendidik lebih tahu dan lebih baik; (2) membiarkan adanya kebhinekaan pandangan, dialog dilakukan secara terbuka, bebas dan individual; (3) menghargai kesediaan peserta didik untuk ikut berpartisipasi (sharing) atau tidak, hindari unsur pemaksaan untuk berpendapat atau bersikap; (4) menghargai jawaban/respons peserta didik, tidak memaksa peserta didik untuk memberi respons tertentu apabila memang peserta didik tidak menghendakinya; (5) mendorong peserta didik untuk menjawab, mengutarakan pilihan dan mengambil sikap secara jujur; (6) mahir mendengar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengklarifikasi nilai hidup; dan (7) mahir mengajukan/membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kehidupan pribadi dan sosial.


(50)

2.2.6 Metode pembelajaran dengan menggunakan pendekatan VCT

Metode pembelajaran yang digunakan oleh pendidik agar proses VCT dapat berlangsung secara efektif dalam proses pembelajaran di kelas adalah (Cheppy, 1988: 127) sebagai berikut.

1. Metode dialog. Pendidik menawarkan nilai tertentu untuk dibicarakan, dibahas secara logis di antara peserta didik. Dalam dialog ini garis besarnya sebagai berikut.

a) Pendidik menawarkan nilai tertentu dalam suatu dilema moral, peserta didik mendalami dengan metode inkuiri analisis dilema moral.

b) Peserta didik diberi kebebasan untuk menanggapi, bertanya, menjelaskan satu sama lain yang berlangsung dalam diskusi kelompok.

c) Peserta bebas mengambil pilihan, keputusan dan kesimpulan terkait dengan nilai yang jadi bahan dialog.

d) Pilihan nilai diberi alasan dan dikemukakan pada teman yang lain lewat presentasi.

e) Pendidik atau teman sejawat memberikan pertanyaan kritis terhadap nilai pilihan peserta didik.

f) Peserta didik menyampaikan niat untuk melaksanakan pilihan nilainya. 2. Diskusi kelompok (cooperative learning). Pendidik membentuk

kelompok-kelompok dalam kelas, dan kepada tiap kelompok-kelompok pendidik menyampaikan sejumlah daftar nilai beserta pertanyaan kritis terkait dengan nilai-nilai tersebut secara berbeda. Masing-masing peserta didik secara bebas, dalam kelompok berdiskusi, menanggapi pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap nilai yang ditawarkan, memberi argumentasi atas pilihannya. Kemudian setiap kelompok mencoba merangkum pendapat bersama dan dalam pleno peserta didik atau kelompok diberi kebebasan mengutarakan pilihan nilai beserta alasannya, termasuk niat untuk melaksanakan nilai yang telah dipilih. Peran pendidik sebagai pendamping dan fasilisator dalam proses diskusi kelompok agar diskusi dapat lancar.

3. Studi kasus dengan problem solving moral, studi kasus moral yang berdilema (Hall, 1982). Pendidik membuat cerita berkasus yang mengandung unsur problem solving moral atau pemecahan kasus yang mengandung dilema moral atau nilai tertentu, disertai sejumlah pertanyaan untuk ditanggapi peserta didik baik secara individual maupun secara kolektif dalam diskusi kelompok dan dipresentasikan dalam pleno. Problem solving moral sebaiknya mengandung dilema nilai atau moral yang jelas dan tajam sehingga peserta didik ditantang untuk mencari penyelesaian. Dalam diskusi kelompok peserta didik bebas memilih jalan keluar dari dilema yang ada, dengan disertai alasannya. Peran pendidik sebagai fasilisator dalam diskusi, hanya memberi pertanyaan-pertanyan kritis terhadap argumentasi peserta didik, tanpa memaksakan pendapatnya.


(51)

27 2.2.7 Langkah-langkah pembelajaran dengan VCT

Menurut Jarolimek (1990: 63) ada tujuh tahap yang dibagi dalam tiga tingkat sebagai berikut.

1. choosing freely (This means that the individual is not coerced, pressured, or unduly influenced by others in making the choice. Choices made because they are suggested by the teacher or parents or as a result of peer pressure are not ones that are freely made)

2. choosing from among alternative (To make a choice, one must have available at least two options. If there is only one option, and the individual is required to participate in the activity, there can be no choice)

3. choosing after thoughtful consideration of consequences (This requirement rules out decisions made on impulse or on the “spur of the moment” because such choice cannot be said to representone’s values. Value based decision are arrived at thoughtfully with a full knowledge of the consequences insofar as they can be determined in advance)

4. prizing and cherizing (This means that the person is pleased with the choice that was made)

5. affirming (Because the individual is pleased with the choice, he or she says so. The affirmation are made freely and publicly)

6. acting on choices (This is based on the ancient truth that actions speak louder than words. People act in accordance with what they value)

7. repeating (When behavior is value based, it is consistent, and the individual will repeat it. Such behavior can be reliably predicted. For example, if an individual “love to read,” he or she will not read just one book but will continue reading many books throughout his or her lifetime)

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan VCT menurut Djahiri (1985: 61).

1. Membuat/mencari stimulus. Berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat

nilai-nilai kontras yang disesuaikan dengan topik atau tema target pembelajaran. Dengan persyaratan hendaknya mampu merangsang, melibatkan dan mengembangkan potensi afektual siswa, terjangkau dengan tingkat berpikir siswa.

2. Kegiatan pembelajaran.

a. Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca/menampilkan cerita atau menampilkan gambar, kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru sendiri atau meminta bantuan kepada siswa lain.


(52)

b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi.

c. Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan yang telah disusun oleh guru yang berhubungan dengan stimulus tadi, baik secara individual maupun berkelompok.

d. Menentukan argumen atau pendirian melalui pertanyaan guru baik secara individual maupun berkelompok.

e. Pembahasan atau pembuktian argumen.

f. Penyimpulan

2.3Pembelajaran Kewirausahaan

Pembelajaran merupakan suatu proses kombinasi yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling berinteraksi dan didukung dengan komponen pembelajaran yang lain sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Pada pembelajaran inilah terjadi proses interaksi antara sumber belajar, guru, murid, dan komponen pembelajaran yang lain yang mendukung proses pembelajaran tersebut.

UU Sisdiknas No. 2 Tahun 2003 dalam Sagala (2011: 62) mendefinisikan pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Sedangkan menurut Isjoni (2007: 11) “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.


(53)

29 Menurut Hamalik (2004: 54) “Pengajaran adalah interaksi belajar mengajar, yang didalamnya terdapat komponen-komponen atau faktor-faktor, yakni: (a) tujuan mengajar; (b) siswa yang belajar; (c) guru yang mengajar; (d) metode mengajar; (e) alat bantu mengajar; (f) penilaian; dan (g) situasi pengajaran”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu, dengan melibatkan atau mengkombinasisikan unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan yang dimiliki oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga guru dan murid saling berinteraksi.

Definisi pembelajaran sudah diuraikan, maka selanjutnya adalah menguraikan definisi Kewirausahaan merupakan istilah yang terbilang baru di Indonesia.

Menurut Kasmir (2013: 21) kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas dan inovasi tersebut pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak. Pengertian kewirausahaan berasal dari konsep entrepreneurship. Menurut Kao (1995: 84) “Entrepreneurship is the process of doing something new (creative) and something different (innovative) for the purpose of creating wealth for the individual and adding value to society”. Artinya entrepreneurship adalah proses


(54)

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda untuk mendapatkan kekayaan bagi individu dan menambah nilai bagi masyarakat.

Sementara itu Lambing dan Kuehl (2000: 14) juga memberikan definisi tentang entrepreneurship.

Entrepreneurship is a human, creative act that builds something of value from practically nothing. It is the pursuit of opportunity regardless of the resources, or lack of resources, at hand. It requires a vision and the passion and commitment to lead others in the pursuit of that vision. It also requires a willingness to take calculated risks. Artinya entrepreneurship adalah tindakan kreatif manusia untuk merubah sesuatu menjadi bernilai. Entrepreneurship mencari peluang tanpa memperhatikan ada atau tidaknya sumber daya yang tersedia. Entrepreneurship memerlukan visi, semangat, dan komitmen untuk mengerahkan komponen lain untuk mencapai visi tersebut. Entrepreneurship membutuhkan kesiapan untuk mengambil resiko yang telah diperhitungkan. Berdasarkan beberapa teori di atas, maka yang dimaksud dengan kewirausahaan atau entrepreneurship adalah suatu proses seseorang untuk melakukan berbagai tindakan yang kreatif dan inovatif dengan tujuan untuk menciptakan usaha atau yang berbeda dengan cara yang terorganisir sehingga menambah nilai bagi masyarakat.

Mata pelajaran kewirausahaan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat; (2) berwirausaha dalam bidangnya; (3) menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya; dan (4) mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha. Adapung ruang lingkup mata pelajaran kewirausahaan di SMK meliputi: (1) sikap dan perilaku wirausaha; (2) kepemimpinan dan perilaku prestatif; (3) solusi masalah; dan (4) pembuatan keputusan (Permendiknas No. 22


(55)

31 tahun 2006 tentang Standar Isi). Kurikulum mata pelajaran kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Mata Pelajaran Kewirausahaan kelas XI SMK Negeri 1 Candipuro

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha

1.1Mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausahawan

1.2Menerapkan sikap dan perilaku kerja prestatif

1.3Merumuskan solusi masalah

1.4Mengembangkan semangat wirausaha 1.5Membangun komitmen bagi dirinya

dan bagi orang lain 1.6Mengambil resiko usaha 1.7Membuat keputusan

2. Menerapkan jiwa kepemimpinan 2.1Menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet

2.2Mengelola konflik

2.3Membangun visi dan misi usaha 3. Merencanakan usaha kecil/mikro 3.1Menganalisis peluang usaha

Menganalisis aspek-aspek pengelolaan usaha

3.2Menyusun proposal usaha 4. Mengelola usaha kecil/mikro 1.1Mempersiapkan pendirian usaha

1.2Menghitung resiko menjalankan usaha 1.3Menjalankan usaha kecil

1.4Mengevaluasi hasil usaha Sumber: Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi

2.4 Perkembangan Moral

Perkembangan moral merupakan proses perkembangan perilaku peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Proses perkembangan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Namun, kualitas


(56)

hasil perkembangan moral sangat bergantung pada kualitas proses pembelajaran, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses pembelajaran sangat menentukan kemampuan peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sosial yang sesuai dengan norma, agama, tradisi, hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.

Teori perkembangan moral yang mendasari penelitian ini yaitu teori perkembangan moral menurut teori perkembangan kognitif dan perkembangan moral menurut teori perkembangan afektif, berikut uraiannya.

2.4.1 Perkembangan moral menurut teori perkembangan kognitif

Perkembangan moral menurut teori perkembangan kognitif lebih dititikberatkan pada kemampuan berpikir manusia dalam menentukan suatu tindakan atau perbuatan. Menurut Piaget dalam Wadsworth (1984: 158-159) ada empat tahapan perkembangan kognitif seorang anak, yaitu (1) tahap sensorimotor yang terjadi sejak anak lahir sampai berumur 2 tahun; (2) tahap praoperasi pada umur 2-7 tahun; (3) tahap operasi kongkret pada umur 7-11 tahun; dan (4) tahap operasi formal setelah setelah umur 11 tahun ke atas. Perkembangan tahap-tahap tersebut berurutan karena setiap tahap memerlukan tahap yang sebelumnya. Awal dan perkembangan tahap-tahap tersebut dapat berbeda untuk setiap pribadi.

Ciri-ciri pokok perkembangan yang dimiliki setiap pribadi pada tahap-tahap perkembangan kognitif seorang anak dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.


(57)

33 Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif Piaget

Tahap Usia Ciri-ciri pokok perkembangan

Sensorimotor 0-2 tahun 1. Berdasarkan tindakan 2. > Langkah demi langkah

Praoperasional 2-7 tahun 1. Penggunaan simbol/bahasa tanda 2. Konsep intuitif

Operasi konkret 7-11 tahun 1. Pakai aturan jelas/logis 2. Reversibel dan kekekalan Operasi formal 11 tahun ke atas 1. Hipotesis

2. Abstrak

3. Deduktif dan induktif 4. Logis dan probabilitas Sumber: (Adisusilo, 2012: 12)

Sesuai tahap perkembangan kognitif di atas, di tingkat SMK masuk pada tahap operasional formal, karena siswa yang mempelajari kewirausahaan pada usia 15 tahun ke atas atau bahkan sudah dikatakan dewasa dan mempunyai pola pikir yang kritis, mampu berpikir abstrak, dan mampu menganalisis hingga evaluasi. Sementara itu, Kohlberg dalam Adisusilo (2012: 24) menemukan adanya enam tahap yang satu sama lainnya berbeda jelas.

Enam tahap tersebut kemudian digolongkan menjadi tiga tahap sebagai berikut. 1. Tahap prakonvensional. Pada tahap ini orang menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan adat dan budaya setempat tentang apa yang disebut baik atau buruk, benar atau salah.

2. Tahap konvensional. Pada tahap ini memenuhi harapan kelompok, keluarga, bangsa dianggap bernilai pada dirinya sendiri tanpa menghiraukan akibat-akibat langsung. Sikap ini tidak hanya memuat penyesuaian dengan harapan-harapan orang lain dan dengan tata aturan masyarakat, melainkan memuat juga loyalitas kepadanya, kesediaan untuk mempertahankan, mendukung, dan membenarkan tata aturan itu secara aktif bukan sikap mengidentifikasi diri dengan orang-orang dan kelompok yang terlibat di dalamnya.

3. Tahap pascakonvensional. Pada tahap ini terdapat usaha jelas untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip moral lepas wibawa kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip itu dan lepas pula dari identifikasi individu dengan kelompoknya.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan VCT dapat mengoptimalkan nilai-nilai kewirausahaan, hal ini dapat dilihat dari deskripsi nilai-nilai kewirausahaan dalam dengan menggunakan pendekatan VCT dari siklus 1 sampai siklus 3. karakter siswa seperti sikap mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, kerja keras, rasa ingin tau dan disiplin siswa selalu mengalami peningkatan dari siklus ke siklus.

2. Pendekatan VCT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran kewirausahaan, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kelas sebelum menggunakan pembelajaran nilai-nilai kewirausahaan dengan dengan pendekatan VCT sebesar 65. Kemudian setelah menggunakan pembelajaran dengan pendekatan VCT, maka nilai rata-rata kelas siklus 1 meningkat menjadi 72,03 dengan jumlah siswa yang tidak mencapai KKM 17 siswa. Pada siklus 2 didapat nilai rata-rata kelas sebesar 76,05 dengan jumlah siswa yang tidak mencapai KKM 11 siswa dan Pada siklus 3, peningkatan nilai rata-rata kelas telah memenuhi kriteria yang diharapkan yaitu sebesar 80,08 dengan jumlah siswa yang belum mencapai KKM 2 siswa yaitu AI dan DWA. Faktor


(2)

156 yang menyebabkan siswa tersebut tidak tuntas dari siklus 1 sampai siklus 3 adalah karena adanya permasalahan dalam keluarga dan faktor ekonomi.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam peningkatan hasil belajar kewirausahaan sebagai berikut:

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses, sebelum atau selama pembelajaran VCT, agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri nilai-nilai kewirausahaan yang dituntut.

2. Bagi guru perlu dilakukan kegiatan pembelajaran nilai-nilai kewirausahaan pada setiap pelajaran kewirausahaan dengan berbagai strategi dan metode, guru juga harus melakukan pendekatan individu terhadap siswa yang mempunyai permasalahan dalam keluarga dan permasalahan ekonomi sebagai upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berkarakter positif. 3. Siswa hendaknya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi yang berkaitan

dengan materi pelajaran, sehingga didalam kelompok siswa dapat mendiskusikan materi bagiannya dengan baik dan siswa mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan dikemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tapi mampu meningkatkan atau mengimpelementasikan nilai-nilai kewirausahaan dan seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental yang dimiliki.

4. Bagi siswa yang tidak tuntas karena permasalahan keluarga (AI), hendaknya ada kerjasama antara fihak sekolah dengan orangtua. Fihak sekolah dalam hal


(3)

157 ini, guru bimbingan dan konseling mengadakan kunjungan rumah dan membicarakan permasalahan ini dengan orang tua siswa untuk bersama-sama mencari solusi untuk meningkatkan motivasi belajar AI.

5. Bagi sekolah hendaknya mengupayakan pemberian beasiswa bagi siswa yang tidak tuntas karena permasalahan ekonomi (DWA).

6. Bagi sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehimgga dapat meningkatkan nilai-nilai kewirausahaan peserta didik secara maksimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Banks . James A. 1990. Teaching Strategis for the Social Studies. University of

Washington. Seattle.

Cheppy. 1988. Pendidikan Moral dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta: Depdiknas.

Crain, William. 2007. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djahiri, A.Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran, Afektif, Nilai Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Febriand, Andi. 2013. Pengaruh Prakerin terhadap Sikap Wirausaha Siswa. (Online), (http://manperupi.blogspot.com/2013/01/pengaruh-prakerin-terhadap-sikap.html, diakses tanggal 08 Mei 2013).

Fraenkel, Jack R.1977. How to Teach about Values:an Analitic Approach.San Fransisco:Prentice Hall.

Hall, B. 1973. Value Clarification as Learning Process. New York: Paulist Press. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.

Hopkins. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buchkingham: Open University Press.


(5)

Jarolimek , John and Walker C Parker. 1990. Social Studies in Elementary Education. University of Washington. Macmillan Publishing Company. Kao, Raymond W.Y. 1997. Entrepreneurship A Wealth-Creation And

Adding Process. A Division Of Simon & Schuster. Singapore. Kasmir. 2013. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kemmis & Mc Taggart. 1990. The Action Research Planner. Australia: Deakin University.

Kumalasari, Fita. 2013. Impelementasi Pendekatan VCT ( Value Clarification Technique) dalam Pembelajaran P.Kn. di Kelas 2 SD Negeri 1Kaligadung Kabupaten Kendal. (Online).

http://library-ikipgrissing.ac.id/docfiles/fulltext/648c775023bec0ca.pdf,

diakses tanggal 8 Maret 2014.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas: Buku untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Indeks. Lambing, Peggy dan Charles R. Kuehl. 2000. Entrepreneurship. Upper Saddle

River. New Jersey.

Mulyani, Endang. 2010. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan.

Kementerian Pendidikan Nasional: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

Nurgiyantoro, Burhan. 1987. Penelitian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE UGM.

Pargito. 2010. Dasar-dasar Pendidikan IPS. Lampung: Universitas Lampung. 2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru dan Dosen. Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sapriya. 2012. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.


(6)

Sudrajat. 2012. Mewujudkan Insan Cendikia, Mandiri dan Bernurani Melalui Metode Value Clarification Technique dalam Mata Kuliah SejarahLokal pada Jurusan PendidikanSejarah UniversitasNegeri Yogyakarta. (Online).

http://staffuny.ac.id/vct%20dalam%20sejarah%20lokal.

Suryana. 2003. Kewirausahaan, Pedoman Praktis Kiat dan Proses Menuju Sukses. Bandung: Salemba Empat.

Soedijarto.1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.

Suherman, Eman. 2008. Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Supriyanto.2013.Life Skill dalam Pembelajaran Kewirausahaan di SMK 1 Swadhipa Natar Lampung Selatan. Tesis Pascasarjana P.IPS. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Tidak dipublikasikan.

Taniredja,Tukiran. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2002. Model Pembelajaran Terpadu. Surabaya: Prestasi Pustaka.

Wadsword, Barry J. 1984. Piagets Theory of Cognitive and Affective Development. United States of America: Ferne Y Kawahara.

Wibowo, Muladi. 2011. Pembelajaran Kewirausahaan dan Minat Wirausaha Lulusan SMK. Jurnal Ekplanasi Volume 6 Nomor 2 Edisi September 2011. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik. Halaman 109-122.

Wisnu I, Fitra. 2011. Implementasi Model PembelajaranVCT (Value Clarification Technique) untuk Mengembangkan Potensi Afektual pada Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Kelas X Semester Ganjil SMAN 1 Semarang. (Online)

http://library-ikipgrissing.ac.id/l5b8324435b2b6268pdf, diakses 8 Maret

2014