Proses Perkembangan Empati LANDASAN TEORETIK

19 Orang tua perlu membekali anak, terutama anak laki-laki, dengan empati sejak belia. Anak laki-laki yang semasa tumbuh kembangnya terlatih berempati, ia akan tampil sebagai pribadi yang memahami perasaan orang lain. Pribadi penuh empati seperti ini memudahkan ia untuk berteman, dan menjadikannya sebagai calon suami dan ayah yang baik untuk keluarganya kelak. Dalam perkembangannya, empati sudah ada sejak usia awal, yang ditunjukkan melalui reaksi fasial, kemudian mengalami perkembangan sejalan dengan pertambahan usia Levine dan Hoffman, 1975, elaborasi kognisi Hoffman, 1976. Jika dalam perjalanannya ternyata antara satu orang dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam memberikan atau menerima reaksi empati, hal itu dikarenakan oleh a perbedaan jenis kelamin, b perbedaan self esteem dan c tuntutan keluarga.

2.4 Proses Perkembangan Empati

Menurut Eisenberg 2002 ada lima factor yang mempengaruhi proses perkembangan empati pada diri seseorang yaitu: a. Pola Asuh 1 Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang 20 berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. 2 Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. 3 Pola Asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. 4 Pola Asuh Penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. 21 b. Kebutuhan Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi akan mempunyai tingkat empati dan nilai prososial yang rendah, sedangkan individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang rendah akan mempunyai tingkat empati yang tinggi. c. Jenis Kelamin Perempuan mempunyai tingkat empati yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Persepsi ini didasarkan ada kepercayaan bahwa perempuan lebih nurturance bersifat memelihara dan lebih berorientasi interpersonal dibandingkan laki-laki. Untuk respon empati, mendapatkan hasil bahwa anak perempuan lebih empatik dalam merespon secara verbal keadaan distress orang lain. Empati adalah merupakan ciri khas dari wanita yang lebih peka terhadap emosi orang lain dan bias lebih mengungkapkan emosinya dibandingkan laki-laki Koestner, 1990 Ada persamaan yang dimiliki laki-laki maupun perempuan dalam empati, yaitu adanya respons dari otak pemindaian otak untuk menyelidiki reaksi terhadap suatu yang “menyentuh ketika melihat seseorang yang sedang mengalami perasaan senang atau sedih. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Klaas Enoo Stephen 2008. Kemampuan berempati akan semakin bertambah dengan meningkatnya usia. Sealanjutnya Koestner 1990 menyatakan bahwa 22 semakin tua seseorang semakin baik kemampuan empatinya dikarenakan pemahaman persoektif. d. Derajat Kematangan Psikis Empati juga dipengaruhi oleh derajat kematangan. Derajat kematangan adalah besarnya kemampuan dalam memandang, menempatkan diri pada perasaan orang lain serta melihat kenyataan dengan empati secara proporsional. Derajat kematangan seseorang akan sangat mempengaruhi kemampuan empatinya terhadap orang lain. Seseorang dengan derajat kematangan yang baik akan mampu untuk menampilkan empati yang tinggi pula. e. Sosialisasi Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap rangsangan social yang berhubungan dengan empati dan sesuai dengan norma, nilai atau harapan social. Sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami empati artinya mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berfikir tentang orang lain. Sosialisasi menjadi dasar penting dalam berempati karena dapat melahirkan sikap empati pada anak, kepekaan social juga berpengaruh pada perkembangan empati anak terhadap lingkungan. Betapa pentingnya empati itu dalam kehidupan sehari-hari, karena akan menjaga bagaimana mengatur perasaan individu terhadap orang lain, tidak 23 sembarangan dan tidak sembrono, karena mereka juga manusia, tetangga juga manusia, polisi juga manusia, dokter juga manusia, guru juga manusia, tokoh agama juga manusia, maka kita harus saling menghormati satu sama lain, saling menyayangi satu sama lain, saling tolong satu sama lain. Respons empati, terutama untuk menolong orang lain yang sedang kesusahan. Empati adalah sikap atau perilaku memahami sesuatu dari sudut pandang atau perasaan orang lain. Sikap-sikap sejenis tidak peduli, egois, cuek, hanya memikirkan diri sendiri merupakan cerminan rendahnya empati. Dalam banyak kasus, tipisnya empati ini dapat menjadi penyulut beragam konflik. Berbeda dengan simpati yang lebih merujuk pada ekspresi ataupun tindakan mengasihani seseorang, empati lebih merupakan upaya memahami posisi seseorang dan apa yang sedang dirasakannya. Empati, karenanya, lebih dari sekadar rasa kasihan. Di dalamnya terkandung maksud untuk menghargai dan menghormati orang di sekitarnya. Kunci untuk memahami persaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal : 1. nada bicara 3. ekpresi 2. gerak-gerik 4. wajah dan sebagainya Upaya yang dilakukan dalam mengembangkan empati menurut Eisenberg 2002 upaya-upaya tersebut antara lain : 24 a. Menyadari sepenuhnya emosi, semakin terbuka seseorang dalam emosinya maka akan semakin ia membaca perasaan seseorang. b. Belajar mendengar pendapat orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyelesaikan apa yang dikatakannya kemudian mengajukan pertanyaan sebelum memberikan penilaian. c. Memperhatikan orang lain di jalan, di restoran dan bus dan mencoba memahami perasaan melalui raut mukanya. d. Menilai orang lain tidak hanya didasarkan pada tampak luar saja. Mengetahui sikap dasar seseorang, melalui pembicaraan dan tanya jawab yang menarik. e. Melihat film pendek di televisi dan mencoba memperkirakan pokok persoalan yang dibicarakan. Untuk itu setiap diri perlu menempatkan diri dalam adekan itu. f. Role play atau bermain peran. Teknik bermain peran dinilai sebagai tehnik yang efektif dan akan membantu seseorang membentuk pemahaman yang lebih dalam. g. Menganalisis perbedaan dalam suatu pembicaraan yang bertentangan dengan pendapat yang kita sampaikan. h. Bertanya pada diri sendiri mengapa dalam situasi tertentu memberikan reaksi tertentu untuk mengetahui latar belakang tingkah laku sendiri, akan mudah untuk menempatkan diri dalam kedudukan orang lain. 25 i. Mencari sebab-sebab dalam diri sendiri ketika tidak menyukai seseorang. j. Mencoba mencari sebanyak mungkin keterangan tentang seseorang sebelum melakukan penilaian terhadap orang itu. Jika kita mengetahui mengapa seseorang mempunyai tingkah laku tertentu, maka kita akan dapat menilainya dengan lebih cepat dan bagaimana sikap kita terhadapnya akan menjadi lebih sesuai. k. Mengingat setiap orang dipengaruhi oelh perasaan dan periakunya.

2.5 Empati dalam Bimbingan dan Konseling

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kecerdasan Spasial antara Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan pada Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga T1 202012064 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kecerdasan Spasial antara Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan pada Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga T1 202012064 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kecerdasan Spasial antara Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan pada Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga T1 202012064 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kecerdasan Spasial antara Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan pada Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga T1 202012064 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kecerdasan Spasial antara Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan pada Kelas X SMA Negeri 1 Salatiga

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga T1 132008010 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga T1 132008010 BAB IV

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga T1 132008010 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga

0 1 10