5
B. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial dan hukum tumbuh berkembang dimasayarakat yang mempunyai nilai dan norma yang diperbolehkan dan
dilarang didalamnya. Terkadang manusia dihadapkan kepada kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan kadang-kadang keinginan atau
desakan dari dalam dirinya. Untuk mencukupi kebutuhannya, tidak semua manusia melakukan pekerjaan yang positif atau sesuai dengan norma yang
berlaku, tetapi ada pula manusia yang melakukan pekerjaan yang negatif yang melanggar norma ataupun melanggar hukum untuk memenuhi
kebutuhannya. Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang
dipergunakan oleh seseorang penguasa Hakim untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi
dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta
kekayaan, yaitu seandainya ia tidak melakukan suatu tindak pidana.
1
Dan ada pula tujuan dari hukum pidana yaitu supaya fungsi hukum sebagai
pengayoman terasa dan terwujud dengan sebenar-benarnya sehingga seluruh rakyat, bahkan siapapun yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia
dapat rasa nyaman tinggal di Negara Indonesia. Salah satu kasus tindak pidana seperti halnya mencuri untuk
mencukupi kebutuhannya. Mencuri merupakan salah satu perbuatan yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan akan dikenakan sanksi
1
Algra Janssen, hukum pidana “Edisi Revisi”, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 6
6
karena perbuatannya. Sebagai mana dijelaskan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dalam BAB XXII Pasal 363
yang dirumuskan “ barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu.” Hal itu sudah jelas bahwa mencuri adalah pekerjaan yang melanggar norma dan hukum di
Indonesia. Pencurian tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun juga dilakukan oleh anak. Kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum termasuk Kepolisian hingga jajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan
hukum terhadap anak.
2
Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutrkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran
strategis, mempunyai ciri, atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena
itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan diri sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa anak-anak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang
pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar
2
Ruben Achmad, ”Upaya penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum di kota Palembang, dalam jurnal simbur cahaya, no. 27, tahun X, Januari 2005, hal 24.
7
mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.
3
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa memiliki peran strategis dan mempunyau ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan esistensi bangsa dan negara pada masa depan.
4
Pengertian anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Perlindungan Anak dan Pengadilan Anak. Anak adalah seorang manusia
yang belum berusia 18 tahu, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.
Persoalan tentang anak di dunia ini dirasa sebagai persoalan yang tak kunjung selesai. Bahkan ada beberapa negara dibelahan dunia ini, kondisi
anak-anaknya justru sangat memprihatinkan. Banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan dikeluarganya atau mengalami penderitaan akibat
peperangan ataupun ikut mengangkat senjata dalam peperangan demi membela bangsa dan negara masyarakat seolah-olah lupa bahwa anak-anak
sebenarnya merupakan karunia yang tidak ternilai yang dikaruniakan oleh yang maha kuasa untuk disayang, dikasihi, diasuh, dibina, dirawat atau di
didik oleh kedua orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
5
3
Maidin Gultom, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2008, hal 1.
4
Mukaddimah Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
5
M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Apek hukum perlindungan anak dan perspektif konvensi hak anak, Bandung, Citra Aditia Bakti, 1999, hal 1, dikutip dari UNICEF, situasi anak di dunia 1995, Jakarta 1995, hal 1 - 2.
8
Berdasarkan prosentase tindak pidana yang dilakukan oleh anak, hal ini disebabkan terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak
yaitu dorongan ekonomi yang membuat anak melakukan tindak pidana pencurian karena suatu keinginan sendiri oleh anak tersebut, faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak, faktor sosial yang dimana adanya kesenjangan sosial sehingga anak yang berasal dari golongan menengah ke
bawah lebih rentan untuk melakukan tindak pidana pencurian, faktor keluarga yang kurang memberikan perhatian dan kontrol terhadap anak-
anaknya Ketika terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak bahkan seperti
tindak pidana pencurian, tentunya sangat meresahkan warga masyarakat karena masyarakat akan merasa ketidaknyamanan dalam lingkungan
hidupnya, keadaan seperti ini tentu tidak diinginkan oleh warga masyarakat sehingga masyarakat akan cenderung melakukan peningkatan kewaspadaan
dan upaya-upaya penanggulangan agar tinak pidana seperti pencurian khususnya yang dilakukan oleh anak bisa berkurang.
Ada dua upaya untuk menanggulanginya, yang pertama preventif dan represif. Upaya preventif dapat dilakukakan dengan menekan faktor-faktor
yang menjadi penyebabnya seperti dorongan ekonomi, faktor lingkungan,
kesenjangan sosial, faktor keluarga. Sedangkan upaya represif adalah
dengan melakukan penegakan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
9
Penulis mengambil beberapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak: 1.
Kasus yang pertama yang bernama Andreas Bagus Wicoro yang masih berusia 15 tahun dari latar belakang keleuarga yang tidak
mampu. Satu kasus pencurian terjadi di wilayah JL. Tritisrejo Kec. Tingkir Salatiga. Klien terbukti mencuri satu kardus ciki yaitu
dengan merek Ohayo, Dari kasus yang pertama diatas Balai Pemasyarakatan BAPAS klas I Semarang menyarankan kepada
Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri ciki oyaho yang berisi berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dan sidang tim
pengamat pemasyarakatan TPP BAPAS klas I Semarang tanggal 31-3-2011 serta rekomendasi kepala BAPAS. Menyarankan
sebaiknya klien dipidana relatif ringan agar sadar hukum dengan mendapat pembinaan dilembaga pemasyarakatan anak, Jaksa
Penuntun Umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan hanya menuntutnya selama 4 bulan. Namun dalam catatan kriminal
anak tersebut baru pertama kali melakukan perbuatan melanggar hukum, dalam keseharianya pun anak tersebut cukup sopan dan
terbuka, anak tersebut juga masih mau melanjutkan sekolahnya demi mencapai cita-cita dimasa depan.
2. Kasus yang kedua dengan Terdakwa Sri Santoso Bin Sumadi pada
hari rabu tanggal 13 April 2011 sekitar pukul 03.00 WIB atau setidaknya pada suatuwaktu dalam tahun 2011 di warung makan Jl.
Bima RT 03 RW 08 kelurahan Dukuh kecamatan Sidomuksti kota Salatiga atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih
10
termasuk dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri Salatiga mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan
bersekutu.Untuk kasus yang kedua Balai Pemasyarakatan BAPAS klas I Semarang menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan
tersangka pencuri dua tabung gas elpiji yang berisi berdasarkan hasil penelitian kemsayarakatan LITMAS dan sidang tim pengamat
pemasyarakatan TPP BAPAS klas I Semarang tanggal 30 mei 2011 serta rekomendasi dari kepala BAPAS Semarang maka kami
menyarankan klien sebaiknya klien : DIPIDANA PENJARA agar efek pemidanan yang dijalani dapat memberikan pelajaran serta
menyadarkan klien dikemudian hari dan sadar hukum. Jaksa penuntut umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan
hanya menuntut klien dengan tuntutan selama 8 bulan dipotong masa tahanan. Sebenarnya anak tersebut bersekolah dengan lancar, karena
lemahnya ekonomi orang tuanya jadi anak tersebut tedak bersekolah. 3.
Kasus yang ketiga yaitu dua orang anak kembar yang pertama bernama Deni Fendi Saputra umur 16 th dan Dedi Fendi Saputra
umur 16 th yang kronologinya sebagai berikut: terdakwa 1 Dedi Fendi Saputra baik bertindak sendiri atau bersama-sama dengan
terdakwa 2 Deni Fendi Saputra, Anto belum tertangkap dan gentho belum tertangkap bahwa pada hari senin tanggal 27 juni
2011sekitar pukul 03.00 WIB terdakwa 1 dan 2 merencanakan untuk
11
mengambil barang dikonter ELJE yang berada di karangbolong, Akibat perbuatan terdakwa saksi Joko Setiawan bin Suripto
menderita kerugian yang ditaksir sebesar Rp. 26.000.000,- . Untuk kasus yang ketiga Balai Pemasyarakatan BAPAS klas I Semarang
menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri 12 HP dengan berbagai merk, dan kartu perdana,
berdasarkan hasil penelitian kemsayarakatan LITMAS dan sidang tim pengamat pemasyarakatan TPP Balai Pemasyarakatan
BAPAS klas I Semarang tanggal 24 Agustus 2011 serta rekomendasi dari kepala Balai Pemasyarakatan BAPAS Semarang
maka kami menyarankan klien sebaiknya klien : Diberikan Pidana bersyarat dibawah bimbingan dan pengawasan dari Balai
Pemasyarakatan BAPAS dan instansi terkait agar sadar hukum. Akan tetapi para terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum
masing-masing dengan pidana penjara selama 8 bulan.dalam kasus ini
penulis melihat
Jaksa Penuntut
Umum kurang
mempertimbangkan apa yang menjadi rekomendasi oleh Balai Pemasyarakatan BAPAS.
Dalam hal penuntutan, jaksa mempunyai beberapa pertimbangan dalam melakukan tuntutan terhadap sebuah kasus, pertimbangan tersebut
sebagai berikut: 1.
Terpenuhinya unsur-unsur, unsur disini adalah terpenuhinya seperti dalam Pasal-Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
12
2. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan tersangka, adapun hal
yang memberatkan pada umumnya perbuatan tersangka merugikan orang lain. Adapun yang meringankan anak tersebut berjanji tidak
akan mengulanginya dan mau melanjutkan sekolahnya. 3.
Aspek keadan orang tua, dari beberapa kasus tersebut anak tersebut kurang kasih sayang oleh ibunya, dikarenakan ada yang ibunya
meninggal dan ada yang ibunya menjadi TKW diluar negeri dan tidak pernah pulang.
4. Rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan BAPAS, Rekomandasi
balai pemasyarakatan sangat penting dalam kasus yang dilakukan oleh anak karena Balai Pemasyarakatan melakukan penelitian ke
lingkungan tempat tinggal anak dan melakukan wawancara terhadap lingkungan sekitar.
Penulis menilai apakah hanya gara-gara ciki, anak tersebut di pidana penjara. Apabila dipenjara tidahkah akan hilang masa depannya, bukan
hanya itu, yang lebih parahnya lagi anak itu bisa juga mengalami tekanan batinnya, tekanan psikis dan sanksi sosial dari masyarakat. Kasus yang
kedua anak tersebut membantu melancarkan pencurian, uang hasil pencuriannya pun ia tidak merasakannya. Namun akibat perbuatannya itu ia
dituntut 8 bulan penjara, hal itu tidak setimpal dengan apa yang dilakukannya.
Kasus yang ketiga anak tersebut memang mencuri handphone dan menjualnya. Tuntutan jaksa Penuntut Umum menurut saya kurang
mempertimbangkan rekomendasi Balai Pemasyarakatan BAPAS yang
13
merekomendasikan pidana bersyarat. Sebenarnya anak melakukan suatu perbuatan tidak tahu atau belum tahu akibat yang ditimbulkan oleh
perbuatannya itu, maka dari itu pencurian yang dilakukan oleh anak sebaiknya diselesaikan dengan mediasi antara korban dan orang tua atau
wali anak tersebut. Apabila dipenjara anak tersebut akan merasa tidak adil dan yang lebih parahnya lagi anak tersebut akan megalami depresi yang
dapat mengganggu psikis. Anak tersebut bisa juga akan tertanam kebencian dan balas dendam yang akan diingat sampai dia tua nanti.
Bila kita melihat dalam tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Uumum, Jaksa Penuntut Umum telah mempertimbangkan tuntutannya
dengan melihat pertimbangan Balai Pemasyarakatan yaitu tuntutan pidana ringan dan sudah melihat pedoman dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan Pasal 26 ayat 1 yang dirumuskan:
“pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 12
satu per dua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa “.
Akan tetapi ada permasalahan yang kurang tepat yaitu tuntutan Jaksa Penuntut Umum, karena dalam Undang-Undang Nomer 3 tahun 1997 BAB
III disebutkan ada pidana dan tindakan. Bararti masih ada pilihan yang lebih meringankan pelaku pencurian, sedangkan masa depan anak masih panjang
dan mungkin saja masa depanya cerah sebagai penerus bangsa. Dalam Surat Edaran Jaksa Agung terdapat beberapa faktor yang dapat
meringan kan atau memberatkan tuntutan: Pelaku, Perbuatan, Akibat dari perbuatan, Faktor-faktor lain. Dalam ketiga kasus tersebut pelakunya adalah
14
anak dibawah umur, akibat dari perbuatan mereka hanya kerugian material salah satu hanya ciki ohayo yang tidak seberapa mahalnya, faktor-faktor lain
mereka bersikap kooperative dalam persidangan tidak mempersulit. Anak tersebut sebenarnya jangan dikenakan pidana tetapi dalam Pasal
24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 yang dirumuskan ayat 1 tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja; atau c.
menyerahkan kepada departemen sosial, organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja. Ayat 2
” tindakan yang dimaksud ayat 1 dapat disertai terguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh H
akim.” Dalam konvensi tentang hak-hak anak, disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 november tahun 1989 Pasal 2 ayat 2 yang dirumuskan
“Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau
hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau kepercayaan orang tua anak, wali hu
kum anak atau anggota keluarga anak.”
Walaupun anak menjadi pelaku pidana akan tetapi mereka sebenarnya harus mendapatkan perlindungan karena status mereka yang masih dibawah
umur dan belum dewasa.
15
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak hanya melindungi dari kekerasan, akan
tetapi melindungi kepentingan-kepentingan yang terbaik bagi anak misalnya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh
pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
Yang dimaksud dengan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang
dilindungi negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua Dimaksud penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas hak-
hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya.
6
Aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum
yuridis anak belum dibebani kewajiban.
7
Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak terdapat pengertian kesejahteraan anak yaitu: anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar dan baik secara rahasia, jasmani maupun sosial.
Anak adalah sosok individu yang lemah yang belum dapat bertanggung jawab atas perbuatanya. Jadi kesejahteraan anak diatur dalam
6
penjelas pasal 2 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
7
bismar siregar, 1986, Aspek Hukum Perlidungan anak, Bumi Akasara, Jakarta
16
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979. Apabila anak mendapatkan hukuman penjara semua hak-hak anak tidak dapat terpenuhi seperti fasilitas yang
memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup,
memperoleh pendidikan, rekreasi dan pelayanan kesehatan, dan perumahan. Hal tersebut akan mengganggu pertubuhan fisik maupun psikisnya. Padahal
diharapkan dapat menjadi penerus perjuangan bangsa.
C. Rumusan Masalah