Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana T1 312009054 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Anak sebagai generasi muda penerus cita-cita bangsa, oleh sebab itu anak harus dipersiapkan secara dini sehingga mempunyai potensi bakat dan kemampuan untuk melanjutkan pembangunan Indonesia kedepan. Mengingat kedudukan anak memiliki tempat strategis anak harus mendapat perlakuan khusus guna memperoleh pendidikan, bimbingan dan perlakuan yang layak terutama dari keluarga yaitu orang tuanya.

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang bersih, bagaikan kertas putih tanpa ada coretan. Orang tua sebagai orang yang dikaruniai anak harus mendidiknya dengan ajaran, norma-norma yang baik dan membuat sang anak menjadi anak yang baik budi pekerti dan kelakuannya. Tetapi pada kenyataanya tidak semua anak menjadi anak yang baik kelakuanya, ada pula yang menjadi sebaliknya, nakal dan jahat.

Pengertian anak nakal dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) yang dirumuskan “ anak nakal adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. “

Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma / penyelewengan


(2)

2 hukum dan merugikan masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai norma yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran nilai-nilai, melanggar norma-norma yang berlaku dan bahkan sebagai suatu tindak pidana.

Penulis mengambil Kasus pidana pencurian anak dengan usia tersangka 14 tahun dari latar belakang keluarga yang tidak mampu. Satu kasus pencurian terjadi di wilayah JL. Tritisrejo Kec. Tingkir Salatiga. Klien terbukti mencuri satu kardus berisi makanan ringan yaitu dengan merek Ohayo, dan yang satunya juga kasus pencurian yang dilakukan oleh anak usia 17 tahun dari latar belakang keluarga yang sederhana. Sang anak mencuri 2 tabung gas elpiji di sebuah warung makan di Jl. Bima RT.03 RW.08 Kel. Dukuh Kec. Sidomukti Kota Salatiga.

Dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tentang tindak pidana pencurian secara konvensional, yang dirumuskan:

‘’ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Berikut adalah pasal yang terkait, dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, dengan keterkaitan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan Pasal 26 ayat (1) yang dirumuskan:

“ pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 ( satu per dua)


(3)

3 Oleh karena itu penulis hendak meneliti apakah Pasal-Pasal yang sudah dikemukakan oleh penulis diatas tersebut berlaku untuk tindak pidana pencurian yang secara khusus dilakukan oleh anak , dan sudah diterapkan secara benar oleh penegak hukum (Jaksa Penuntut Umum).perhatian penulis untuk melihat tuntutan dalam putusan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dan akan difokuskan pada tuntutan atas nama SRI SANTOSO Bin SUMADI NO. REG. PERKARA: PDM-90/SALTI/Ep.1/07/2011 dan

ANDREAS BAGUS WICORO Bin NUGROHO NO. REG.

PERKARA:PDM-50/SALTI/Ep.1/04/2011.

Melihat dari kejadian-kejadian diatas penulis tertarik menulis tentang

“ pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana

terhadap anak yang melakukan tindak pidana , karena anak adalah subyek

yang sangat penting dalam pembangunan bangsa, dan sangat menarik untuk ditulis.

Penulis mengambil judul ini dikarenakan penulis melihat judul ini belum pernah ada yang menulisnya, sebagai perbandingan skripsi penulis mengambil beberapa judul skripsi yang dimuat dalam tabel seperti dibawah ini.


(4)

4 Tabel perbandingan skripsi :

No. Nama Rumusan

masalah

Tujuan penelitian

Metode penelitian

1. Lusy

julnita labulu 31200802 2 Bagaimana pertimbangan

Hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap

tindak pidana

yang dilakukan oleh anak?

Untuk mengetahui perkembangan

hakim dalam

penjatuhan putusan terhadap

tindak pidana

yang dilakukan

oleh anak

dikaitkan dengan hak-hak anak.

Normatif

2. Prasetya

imanuel prawira 31200803 9 Bagaimana peran rekomendasi balai pemasyarakatan dalam pertimbangan

Hakim dalam

putusan perkara pidana peradilan anak?

Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui rekomendasi balai

pemasyarakatan dipertimbangank an oleh hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap anak atau tidak.

Yuridis –

normatif

3. Sulung

setiawan 31200905 4

Bagaimana pertimbangan

Jaksa Penuntut

Umum dalam

melakukan tuntutan pidana

terhadap anak

yang melakukan tindak pidana?

Menganalisis dasar-dasar pertimbangan

Jaksa Penuntut

Umum dalam

melakukan tuntutan pidana

terhadap anak

yang melakukan tindak pidana.

Yuridis-kualitatif


(5)

5 B. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial dan hukum tumbuh berkembang dimasayarakat yang mempunyai nilai dan norma yang diperbolehkan dan dilarang didalamnya. Terkadang manusia dihadapkan kepada kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan kadang-kadang keinginan atau desakan dari dalam dirinya. Untuk mencukupi kebutuhannya, tidak semua manusia melakukan pekerjaan yang positif atau sesuai dengan norma yang berlaku, tetapi ada pula manusia yang melakukan pekerjaan yang negatif yang melanggar norma ataupun melanggar hukum untuk memenuhi kebutuhannya.

Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang dipergunakan oleh seseorang penguasa (Hakim) untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta

kekayaan, yaitu seandainya ia tidak melakukan suatu tindak pidana. 1 Dan

ada pula tujuan dari hukum pidana yaitu supaya fungsi hukum sebagai pengayoman terasa dan terwujud dengan sebenar-benarnya sehingga seluruh rakyat, bahkan siapapun yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia dapat rasa nyaman tinggal di Negara Indonesia.

Salah satu kasus tindak pidana seperti halnya mencuri untuk mencukupi kebutuhannya. Mencuri merupakan salah satu perbuatan yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan akan dikenakan sanksi

1Algra Janssen, hukum pidana “Edisi Revisi”, PT. R


(6)

6 karena perbuatannya. Sebagai mana dijelaskan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana dalam BAB XXII Pasal 363 yang dirumuskan “

barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu.” Hal itu sudah jelas bahwa mencuri adalah pekerjaan yang melanggar norma dan hukum di Indonesia. Pencurian tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun juga dilakukan oleh anak. Kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh yang dilakukan oleh aparat penegak hukum termasuk Kepolisian hingga jajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan

hukum terhadap anak.2

Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutrkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri, atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan diri sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa anak-anak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar

2Ruben Achmad, ”Upaya penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum di kota Palembang, dalam jurnal simbur


(7)

7 mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam

meniti kehidupan. 3

Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa memiliki peran strategis dan mempunyau ciri dan sifat khusus yang

menjamin kelangsungan esistensi bangsa dan negara pada masa depan. 4

Pengertian anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Perlindungan Anak dan Pengadilan Anak. Anak adalah seorang manusia yang belum berusia 18 tahu, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

Persoalan tentang anak di dunia ini dirasa sebagai persoalan yang tak kunjung selesai. Bahkan ada beberapa negara dibelahan dunia ini, kondisi anak-anaknya justru sangat memprihatinkan. Banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan dikeluarganya atau mengalami penderitaan akibat peperangan ataupun ikut mengangkat senjata dalam peperangan demi membela bangsa dan negara masyarakat seolah-olah lupa bahwa anak-anak sebenarnya merupakan karunia yang tidak ternilai yang dikaruniakan oleh yang maha kuasa untuk disayang, dikasihi, diasuh, dibina, dirawat atau di

didik oleh kedua orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.5

3 Maidin Gultom, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia, Bandung, Refika

Aditama, 2008, hal 1.

4Mukaddimah Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

5 M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Apek hukum perlindungan anak dan perspektif konvensi hak anak, Bandung, Citra Aditia


(8)

8 Berdasarkan prosentase tindak pidana yang dilakukan oleh anak, hal ini disebabkan terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak yaitu dorongan ekonomi yang membuat anak melakukan tindak pidana pencurian karena suatu keinginan sendiri oleh anak tersebut, faktor lingkungan yang mempengaruhi anak, faktor sosial yang dimana adanya kesenjangan sosial sehingga anak yang berasal dari golongan menengah ke bawah lebih rentan untuk melakukan tindak pidana pencurian, faktor keluarga yang kurang memberikan perhatian dan kontrol terhadap anak-anaknya

Ketika terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak bahkan seperti tindak pidana pencurian, tentunya sangat meresahkan warga masyarakat karena masyarakat akan merasa ketidaknyamanan dalam lingkungan hidupnya, keadaan seperti ini tentu tidak diinginkan oleh warga masyarakat sehingga masyarakat akan cenderung melakukan peningkatan kewaspadaan dan upaya-upaya penanggulangan agar tinak pidana seperti pencurian khususnya yang dilakukan oleh anak bisa berkurang.

Ada dua upaya untuk menanggulanginya, yang pertama preventif dan represif. Upaya preventif dapat dilakukakan dengan menekan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya seperti dorongan ekonomi, faktor lingkungan,

kesenjangan sosial, faktor keluarga. Sedangkan upaya represif adalah

dengan melakukan penegakan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


(9)

9 Penulis mengambil beberapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak:

1. Kasus yang pertama yang bernama Andreas Bagus Wicoro yang

masih berusia 15 tahun dari latar belakang keleuarga yang tidak mampu. Satu kasus pencurian terjadi di wilayah JL. Tritisrejo Kec. Tingkir Salatiga. Klien terbukti mencuri satu kardus ciki yaitu dengan merek Ohayo, Dari kasus yang pertama diatas Balai Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri ciki oyaho yang berisi berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP) BAPAS klas I Semarang tanggal 31-3-2011 serta rekomendasi kepala BAPAS. Menyarankan sebaiknya klien dipidana relatif ringan agar sadar hukum dengan mendapat pembinaan dilembaga pemasyarakatan anak, Jaksa Penuntun Umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan hanya menuntutnya selama 4 bulan. Namun dalam catatan kriminal anak tersebut baru pertama kali melakukan perbuatan melanggar hukum, dalam keseharianya pun anak tersebut cukup sopan dan terbuka, anak tersebut juga masih mau melanjutkan sekolahnya demi mencapai cita-cita dimasa depan.

2. Kasus yang kedua dengan Terdakwa Sri Santoso Bin Sumadi pada

hari rabu tanggal 13 April 2011 sekitar pukul 03.00 WIB atau setidaknya pada suatuwaktu dalam tahun 2011 di warung makan Jl. Bima RT 03 RW 08 kelurahan Dukuh kecamatan Sidomuksti kota Salatiga atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih


(10)

10 termasuk dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri Salatiga mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu.Untuk kasus yang kedua Balai Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri dua tabung gas elpiji yang berisi berdasarkan hasil penelitian kemsayarakatan (LITMAS) dan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP) BAPAS klas I Semarang tanggal 30 mei 2011 serta rekomendasi dari kepala BAPAS Semarang maka kami menyarankan klien sebaiknya klien : DIPIDANA PENJARA agar efek pemidanan yang dijalani dapat memberikan pelajaran serta menyadarkan klien dikemudian hari dan sadar hukum. Jaksa penuntut umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan hanya menuntut klien dengan tuntutan selama 8 bulan dipotong masa tahanan. Sebenarnya anak tersebut bersekolah dengan lancar, karena lemahnya ekonomi orang tuanya jadi anak tersebut tedak bersekolah.

3. Kasus yang ketiga yaitu dua orang anak kembar yang pertama

bernama Deni Fendi Saputra umur 16 th dan Dedi Fendi Saputra umur 16 th yang kronologinya sebagai berikut: terdakwa 1 Dedi Fendi Saputra baik bertindak sendiri atau bersama-sama dengan terdakwa 2 Deni Fendi Saputra, Anto ( belum tertangkap) dan gentho (belum tertangkap) bahwa pada hari senin tanggal 27 juni 2011sekitar pukul 03.00 WIB terdakwa 1 dan 2 merencanakan untuk


(11)

11 mengambil barang dikonter ELJE yang berada di karangbolong, Akibat perbuatan terdakwa saksi Joko Setiawan bin Suripto menderita kerugian yang ditaksir sebesar Rp. 26.000.000,- . Untuk kasus yang ketiga Balai Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri 12 HP dengan berbagai merk, dan kartu perdana, berdasarkan hasil penelitian kemsayarakatan (LITMAS) dan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP) Balai Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang tanggal 24 Agustus 2011 serta rekomendasi dari kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Semarang maka kami menyarankan klien sebaiknya klien : Diberikan Pidana bersyarat dibawah bimbingan dan pengawasan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dan instansi terkait agar sadar hukum. Akan tetapi para terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum masing-masing dengan pidana penjara selama 8 bulan.dalam kasus

ini penulis melihat Jaksa Penuntut Umum kurang

mempertimbangkan apa yang menjadi rekomendasi oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS).

Dalam hal penuntutan, jaksa mempunyai beberapa pertimbangan dalam melakukan tuntutan terhadap sebuah kasus, pertimbangan tersebut sebagai berikut:

1. Terpenuhinya unsur-unsur, unsur disini adalah terpenuhinya seperti


(12)

12

2. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan tersangka, adapun hal

yang memberatkan pada umumnya perbuatan tersangka merugikan orang lain. Adapun yang meringankan anak tersebut berjanji tidak akan mengulanginya dan mau melanjutkan sekolahnya.

3. Aspek keadan orang tua, dari beberapa kasus tersebut anak tersebut

kurang kasih sayang oleh ibunya, dikarenakan ada yang ibunya meninggal dan ada yang ibunya menjadi TKW diluar negeri dan tidak pernah pulang.

4. Rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rekomandasi

balai pemasyarakatan sangat penting dalam kasus yang dilakukan oleh anak karena Balai Pemasyarakatan melakukan penelitian ke lingkungan tempat tinggal anak dan melakukan wawancara terhadap lingkungan sekitar.

Penulis menilai apakah hanya gara-gara ciki, anak tersebut di pidana penjara. Apabila dipenjara tidahkah akan hilang masa depannya, bukan hanya itu, yang lebih parahnya lagi anak itu bisa juga mengalami tekanan batinnya, tekanan psikis dan sanksi sosial dari masyarakat. Kasus yang kedua anak tersebut membantu melancarkan pencurian, uang hasil pencuriannya pun ia tidak merasakannya. Namun akibat perbuatannya itu ia dituntut 8 bulan penjara, hal itu tidak setimpal dengan apa yang dilakukannya.

Kasus yang ketiga anak tersebut memang mencuri handphone dan menjualnya. Tuntutan jaksa Penuntut Umum menurut saya kurang mempertimbangkan rekomendasi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang


(13)

13 merekomendasikan pidana bersyarat. Sebenarnya anak melakukan suatu perbuatan tidak tahu atau belum tahu akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya itu, maka dari itu pencurian yang dilakukan oleh anak sebaiknya diselesaikan dengan mediasi antara korban dan orang tua atau wali anak tersebut. Apabila dipenjara anak tersebut akan merasa tidak adil dan yang lebih parahnya lagi anak tersebut akan megalami depresi yang dapat mengganggu psikis. Anak tersebut bisa juga akan tertanam kebencian dan balas dendam yang akan diingat sampai dia tua nanti.

Bila kita melihat dalam tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Uumum, Jaksa Penuntut Umum telah mempertimbangkan tuntutannya dengan melihat pertimbangan Balai Pemasyarakatan yaitu tuntutan pidana ringan dan sudah melihat pedoman dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan Pasal 26 ayat (1) yang dirumuskan:

“pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (

satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa“.

Akan tetapi ada permasalahan yang kurang tepat yaitu tuntutan Jaksa Penuntut Umum, karena dalam Undang-Undang Nomer 3 tahun 1997 BAB III disebutkan ada pidana dan tindakan. Bararti masih ada pilihan yang lebih meringankan pelaku pencurian, sedangkan masa depan anak masih panjang dan mungkin saja masa depanya cerah sebagai penerus bangsa.

Dalam Surat Edaran Jaksa Agung terdapat beberapa faktor yang dapat meringan kan atau memberatkan tuntutan: Pelaku, Perbuatan, Akibat dari perbuatan, Faktor-faktor lain. Dalam ketiga kasus tersebut pelakunya adalah


(14)

14 anak dibawah umur, akibat dari perbuatan mereka hanya kerugian material salah satu hanya ciki ohayo yang tidak seberapa mahalnya, faktor-faktor lain mereka bersikap kooperative dalam persidangan tidak mempersulit.

Anak tersebut sebenarnya jangan dikenakan pidana tetapi dalam Pasal 24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 yang dirumuskan ayat (1) tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada departemen sosial, organisasi sosial

kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Ayat (2) ” tindakan yang dimaksud ayat (1) dapat disertai terguran dan

syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.”

Dalam konvensi tentang hak-hak anak, disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 november tahun 1989 Pasal 2 ayat (2) yang dirumuskan

“Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau

kepercayaan orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga anak.”

Walaupun anak menjadi pelaku pidana akan tetapi mereka sebenarnya harus mendapatkan perlindungan karena status mereka yang masih dibawah umur dan belum dewasa.


(15)

15 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak hanya melindungi dari kekerasan, akan tetapi melindungi kepentingan-kepentingan yang terbaik bagi anak misalnya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Yang dimaksud dengan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

Dimaksud penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya.6

Aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum

(yuridis) anak belum dibebani kewajiban. 7

Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak terdapat pengertian kesejahteraan anak yaitu: anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar dan baik secara rahasia, jasmani maupun sosial.

Anak adalah sosok individu yang lemah yang belum dapat bertanggung jawab atas perbuatanya. Jadi kesejahteraan anak diatur dalam

6

( penjelas pasal 2 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak).

7


(16)

16 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979. Apabila anak mendapatkan hukuman penjara semua hak-hak anak tidak dapat terpenuhi seperti fasilitas yang memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup, memperoleh pendidikan, rekreasi dan pelayanan kesehatan, dan perumahan. Hal tersebut akan mengganggu pertubuhan fisik maupun psikisnya. Padahal diharapkan dapat menjadi penerus perjuangan bangsa.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian? D. Tujuan Penelitian

Menganalisis Dasar-Dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana. E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum pidana anak, pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada jaksa dalam menuntut perkara anak supaya dalam penuntutan Jaksa Penuntut Umum betul-betul mempertimbangkan kesalahan sesuai dengan pidana anak.


(17)

17 F. Metode Penelitian

Agar tujuan dan manfaat penelitian ini dapat tercapai sebagai mana yang telah direncanakan, maka untuk itu dibutuhkan suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yakni :

1. Lokasi Penelitian : Penulis menetapkan Salatiga sebagai lokasi penelitian

dikarenakan dalam hal ini di Kejaksaan Negeri Salatiga terdapat kasus pencurian dilakukan oleh anak.

2. Jenis Penelitian : Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian

Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Misalnya: beberapa peraturan perundang-undangan, keputusan hakin dan pertimbangan jaksa.

3. Pendekatan masalah : pendekatan Undang-Undang (statute’s approach),

pendekatan kasus (case’s approach), pendekatan teori (theory’s approach)

4. Bahan hukum :

a. Primer : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945, Kitab Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, berkas tuntutan, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-001/J-A/4/1995 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Undang-Undang Republik.


(18)

18

b. Sekunder : makalah, jurnal, artikel

c. Tersier : kamus

5. Unit Amanat : Unit amanat dalam penulisan ini adalah tuntutan

perkara pidana anak dibawah umur di Kejaksaan Negeri Salatiga NO. REG. PERKARA: 90/SALTI/Ep.1/07/2011 dan REG. PERKARA: PDM-50/SALTI/Ep.1/04/2011.

6. Metode analisis : Metode analisis yang digunakan adalah yuridis

kualitatif. Yuridis yaitu secara hukum, menurut aturan hukum. Dan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang disebut pendekatan infrstigasi karena biasanya penelitian mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat penelitian.


(1)

13 merekomendasikan pidana bersyarat. Sebenarnya anak melakukan suatu perbuatan tidak tahu atau belum tahu akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya itu, maka dari itu pencurian yang dilakukan oleh anak sebaiknya diselesaikan dengan mediasi antara korban dan orang tua atau wali anak tersebut. Apabila dipenjara anak tersebut akan merasa tidak adil dan yang lebih parahnya lagi anak tersebut akan megalami depresi yang dapat mengganggu psikis. Anak tersebut bisa juga akan tertanam kebencian dan balas dendam yang akan diingat sampai dia tua nanti.

Bila kita melihat dalam tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Uumum, Jaksa Penuntut Umum telah mempertimbangkan tuntutannya dengan melihat pertimbangan Balai Pemasyarakatan yaitu tuntutan pidana ringan dan sudah melihat pedoman dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan Pasal 26 ayat (1) yang dirumuskan:

“pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 ( satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa“.

Akan tetapi ada permasalahan yang kurang tepat yaitu tuntutan Jaksa Penuntut Umum, karena dalam Undang-Undang Nomer 3 tahun 1997 BAB III disebutkan ada pidana dan tindakan. Bararti masih ada pilihan yang lebih meringankan pelaku pencurian, sedangkan masa depan anak masih panjang dan mungkin saja masa depanya cerah sebagai penerus bangsa.

Dalam Surat Edaran Jaksa Agung terdapat beberapa faktor yang dapat meringan kan atau memberatkan tuntutan: Pelaku, Perbuatan, Akibat dari perbuatan, Faktor-faktor lain. Dalam ketiga kasus tersebut pelakunya adalah


(2)

14 anak dibawah umur, akibat dari perbuatan mereka hanya kerugian material salah satu hanya ciki ohayo yang tidak seberapa mahalnya, faktor-faktor lain mereka bersikap kooperative dalam persidangan tidak mempersulit.

Anak tersebut sebenarnya jangan dikenakan pidana tetapi dalam Pasal 24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 yang dirumuskan ayat (1) tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada departemen sosial, organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Ayat (2) ” tindakan yang dimaksud ayat (1) dapat disertai terguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.”

Dalam konvensi tentang hak-hak anak, disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 november tahun 1989 Pasal 2 ayat (2) yang dirumuskan

“Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau kepercayaan orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga anak.”

Walaupun anak menjadi pelaku pidana akan tetapi mereka sebenarnya harus mendapatkan perlindungan karena status mereka yang masih dibawah umur dan belum dewasa.


(3)

15 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak hanya melindungi dari kekerasan, akan tetapi melindungi kepentingan-kepentingan yang terbaik bagi anak misalnya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Yang dimaksud dengan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

Dimaksud penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.6

Aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum (yuridis) anak belum dibebani kewajiban. 7

Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak terdapat pengertian kesejahteraan anak yaitu: anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar dan baik secara rahasia, jasmani maupun sosial.

Anak adalah sosok individu yang lemah yang belum dapat bertanggung jawab atas perbuatanya. Jadi kesejahteraan anak diatur dalam

6

( penjelas pasal 2 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak). 7


(4)

16 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979. Apabila anak mendapatkan hukuman penjara semua hak-hak anak tidak dapat terpenuhi seperti fasilitas yang memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup, memperoleh pendidikan, rekreasi dan pelayanan kesehatan, dan perumahan. Hal tersebut akan mengganggu pertubuhan fisik maupun psikisnya. Padahal diharapkan dapat menjadi penerus perjuangan bangsa.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian?

D. Tujuan Penelitian

Menganalisis Dasar-Dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum pidana anak, pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada jaksa dalam menuntut perkara anak supaya dalam penuntutan Jaksa Penuntut Umum betul-betul mempertimbangkan kesalahan sesuai dengan pidana anak.


(5)

17

F. Metode Penelitian

Agar tujuan dan manfaat penelitian ini dapat tercapai sebagai mana yang telah direncanakan, maka untuk itu dibutuhkan suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yakni :

1. Lokasi Penelitian : Penulis menetapkan Salatiga sebagai lokasi penelitian dikarenakan dalam hal ini di Kejaksaan Negeri Salatiga terdapat kasus pencurian dilakukan oleh anak.

2. Jenis Penelitian : Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Misalnya: beberapa peraturan perundang-undangan, keputusan hakin dan pertimbangan jaksa.

3. Pendekatan masalah : pendekatan Undang-Undang (statute’s approach),

pendekatan kasus (case’s approach), pendekatan teori (theory’s approach)

4. Bahan hukum :

a. Primer : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, berkas tuntutan, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-001/J-A/4/1995 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Undang-Undang Republik.


(6)

18 b. Sekunder : makalah, jurnal, artikel

c. Tersier : kamus

5. Unit Amanat : Unit amanat dalam penulisan ini adalah tuntutan perkara pidana anak dibawah umur di Kejaksaan Negeri Salatiga NO. REG. PERKARA: 90/SALTI/Ep.1/07/2011 dan REG. PERKARA: PDM-50/SALTI/Ep.1/04/2011.

6. Metode analisis : Metode analisis yang digunakan adalah yuridis kualitatif. Yuridis yaitu secara hukum, menurut aturan hukum. Dan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang disebut pendekatan infrstigasi karena biasanya penelitian mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat penelitian.


Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

PENDAHULUAN TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN ASAS DEMI KEPENTINGAN YANG TERBAIK BAGI ANAK.

0 3 18

PENUTUP TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN ASAS DEMI KEPENTINGAN YANG TERBAIK BAGI ANAK.

0 4 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana T1 312009054 BAB II

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana T1 312009054 BAB IV

0 0 2

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggungjawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan T1 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 55