IMPLEMENTASI UU NO. 24 TAHUN 2007 TENTAN

(1)

IMPLEMENTASI UU NO. 24 TAHUN 2007

TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana alam tertinggi di Dunia, setidaknya demikianlah yang dinyatakan oleh United Nations International Stategy for Disaster Reduction Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam terjadi di Indonesia mulai dari Kebakaran hutan, kekeringan, tanah longsor, banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi dan tsunami.

Berikut data yang dikeluarkan oleh United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR) yang merangking Negara berdasarkan bencana alam meliputi tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan.

Bencana alam tsunami; Dari 265 negara Indonesia peringkat

pertama dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya. Mengalahkan Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban).

Bencana alam tanah longsor; Dari 162 negara Indonesia peringkat pertama dengan 197.372 orang terkena dampaknya. Mengungguli India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban)

Bencana alam gempa bumi. Dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban.

Bencana alam banjir; Dari 162 negara Indonesia berada diurutan

ke-6 dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674).

Bencana alam angin topan; Ranking pertama dikuasai Jepang dengan 22.548.120 korban disusul oleh Filipina, China, India, dan Taiwan.

Bencana alam kekeringan; Peringkat pertama adalah negara China dengan 71,297,700 disusul India, Amerika Serikat, Pakistan,


(2)

Oleh karena Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana alam tertinggi, Indonesia musti mempunyai standar penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam, baik mengantisipasi terjadinya bencana sebelum atau setelah terjadinya bencana.

Belajar dari sejarah panjang kebencanaan yang terjadi di Indonesia, setidaknya saat ini sudah ada pola baru penanggulangan bencana dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pendirian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksanaan.

Namun yang terpenting dari itu, sejauh mana Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) mengimpementasikan aturan-aturan terkait dengan kebencanaan tersebut? . Setidak-tidaknya mengeluarkan kebijakan di tingkat daerah terkait dengan kebencanaan dan mengembangkan strategi dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan kebijakan di tingkat nasional.

II. KERANGKA ATURAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Kesadaran akan pengurangan resiko bencana telah mulai muncul pada dekade 1990 -1999, yang dikenal dengan dekade pengurangan risiko bencana international. Upaya pengurangan resiko itu membutuhkan pemahaman dan komitmen bersama dari semua pihak terkait, terutama para pengambil kebijakan.

Komitmen-komitmen tersebut, setidaknya dapat dilihat dari berbagai aturan terkait kebencanaan yang sudah dilahirkan, baik ditingkat Internasional, regional maupun lokal. Berikut beberapa aturan terkait yang penting untuk kita pahami;

Kerangka Aturan International 1. Resolusi PBB

No. 46/182 tahun 1991

Penguatan koordinasi bantuan kemanusiaan PBB. Resolusi ini muncul atas keprihatinan yang mendalam terhadap penderitaan korban dan situasi darurat akibat bencana, hilangnya hak atas kehidupan, arus


(3)

pengungsi yang besar, hilangnya tempat tinggal dan rusaknya berbagai fasilitas

No. 56/195 Tanggal 21 Desember 2001

Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan peringatan Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional dalam rangka mendorong agar upaya-upaya berkelanjutan pengurangan risiko bencana menjadi agenda tahunan negara-negara peratifikasi resolusi. Keterkaitan yang cukup kuat antara kebijakan, rencana dan program pembangunan serta pengentasan kemiskinan dengan Pengurangan Risiko Bencana akan sangat menentukan hasil akhir pembangunan itu sendiri

No. 60/195 Tanggal 22 Desember 2005

Strategi internasional dalam upaya pengurangan resiko bencana. PBB mengingatkan negara didunia bahwa pengurangan resiko bencana menjadi bagian penting dalam pembangunan berkelanjutan

2. Stategi Yokohama

Strategi Yokohama untuk Dunia yang Lebih Aman: Pedoman untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Mitigasi terhadap Bencana Alam dan Rencana Aksi (The Yokohama Strategy for a Safer World: Guidelines for Natural Disaster Prevention, Preparedness and Mitigation and its Plan of Action [“Strategi Yokohama”]) yang diadopsi tahun 1994 memberikan suatu panduan landmark untuk mengurangi risiko dan dampak bencana.

Pengembangan kerangka aksi 2005-2015, meliputi:

a. Tata kelola kelembagaan, kerangka kerja legal dan kebijakan b. Identifikasi resiko, pengkajian, Monitoring, dan peringatan dini c. Pengelolaan pengetahuan dan pendidikan

d. Pengurangan faktor-faktor resiko mendasar

e. Kesiapsiagaan untuk respons dan pemulihan yang efektif 3. Kerangka Aksi Hyogo

Konferensi sedunia tentang pengurangan resiko bencana pada 18-21 Januari 2005, melahirkan kerangka aksi 2005-2015 untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana, dan mengadopsi 5 prioritas aksi, yaitu:

a. Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana merupakan prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya

b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memonitor resiko-resiko bencana dan meningkatkan peringatan dini

c. Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat


(4)

d. Mengurangi faktor-faktor risiko mendasar

e. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respons yang efektif di semua tingkat

Kerangka Aturan Regional 1. Kerangka Aksi Beijing

Konferensi Asia pertama tentang kebencanaan yang diadakan di Beijing, Cina tanggal 27-29 September 2005. Dalam konferensi ini 5 prioritas utama untuk pengurangan risiko bencana di Asia, yaitu:

a. memastikan bahwa PRB menjadi prioritas utama secara nasional dan lokal berbasis penguatan kelembagaan dalam kerangka implementasi.

b. Identifikasi, penilaian dan monitoring risiko bencana dan peringatan dini.

c. Menggunakan ilmu pengetahuan, inovasi dan penyuluhan/pendidikan untuk membangun kesadaran akan keselamatan dan ketahanan.

d. Mengurangi faktor risiko yang muncul.

e. Penguatan kesiapsiagaan terhadap bencana sebagai suatu respon yang efektif di semua level.

Kerangka Aturan Nasional

1. Pasal 28G Ayat (1) UUD 1954

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi

2. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai peran strategis dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memenuhi hak asasi manusia; sedangkan fungsi pelayanan diarahkan pada pemberdayaan sehingga dengan potensi yang dimiliki (lebih dikenal sebagai kearifan lokal), masyarakat dapat mengambil peran secara utuh dalam kerangka pencegahan termasuk pengurangan risiko bencana di daerahnya sendiri dan atau penggerakan peran serta bagi daerah lainnya.

3. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pengelolaan bencana


(5)

maupun yang terkait dengan landasan hukum karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur hal tersebut

4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Strategi implementasi penyelenggaran penataan ruang sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana:

a. Penerapan peraturan zonasi secara konsisten yang merupakan kelengkapan dari rencana detail tata ruang.

b. Penekanan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara sistemik melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.

c. Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang

III. PENERAPAN UU 24 TAHUN 2007 DI SUMATERA BARAT

Untuk menilai sejauh mana penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan RAN-PB, berikut beberapa indikator yang dapat digunakan:

1. Aspek Umum

Secara umum efi siensi dan keberhasilan pelaksanaan pengurangan risiko bencana dapat diukur dari:

a. Peningkatan jumlah jiwa yang selamat pada kejadian bencana b. Penurunan jumlah korban yang terluka/cedera akibat bencana

c. Penurunan signifi kan persentase masyarakat yang terkena dampak kejadian bencana

d. Persentase jumlah penduduk korban bencana yang dapat dihitung pada waktu tertentu setelah bencana

e. Tersedianya standar ketahanan bangunan dan lahan f. Kapasitas penanganan tanggap darurat

2. Aspek Ketahanan Terhadap Bencana

Ditinjau dari aspek ketahanan dalam menghadapi bencana, keberhasilan Pengurangan Risiko Bencana dapat diukur dari:

a. Distribusi tingkat pendapatan masyarakat b. Tingkat pencapaian pendidikan

c. Tingkat penggunaan pelayanan medis d. Tingkat pengangguran

e. Ketersediaan dan ketahanan bangunan perumahan

f. Angka kelahiran dan kematian pada berbagai kelompok sosial g. Kualitas hidup

h. Ketahanan hidup i. Ketahanan lingkungan j. Ketahanan ekonomi lokal 3. Aspek Cakupan Wilayah


(6)

Secara nasional keberhasilan pengurangan risiko bencana dapat dilihat dari Indeks Risiko Bencana dan Indeks Ketahanan Bencana Nasional.

a. Indeks Risiko Bencana Nasional digunakan untuk mengukur risiko bencana di suatu negara yang meliputi penilaian terhadap indikator bencana, indikator fi sik dan ketahanan sosio-ekonomi masyarakat b. Indeks Ketahanan Bencana Nasional, digunakan untuk mengukur

kapasitas manajemen risiko bencana, kelembagaan, kepedulian terhadap risiko bencana, kesiapan pendanaan dan kesiapan tanggap darurat

Strategi komprehensif pengurangan risiko bencana akan disusun untuk kawasan-kawasan yang mempunyai indeks risiko tinggi dan indeks ketahanan yang rendah.

4. Aspek Kebijakan dan Pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana

Keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana dalam suatu wilayah tidak bisa lepas dari implementasi kebijakan dan pelaksanaan pengurangan risiko bencana yang dapat dilihat dari:

a. Tingkat kesiapan dan waktu yang diperlukan untuk tanggap darurat b. Periode pemulihan dan tingkat efi siensi pemulihan

c. Kerugian dibandingkan dengan biaya pemulihan d. Besaran biaya sistem pengurangan risiko bencana e. Lingkup perencanaan dan pengelolaan kebencanaan

f. Penyediaan pendukung sosial/program jaring pengaman sosial untuk mendukung ketahanan terhadap bencana

g. Kesinambungan sumber dan alokasi pendanaan untuk manajemen bencana

h. Lingkup, relevansi dan kemampuan riset dalam mengidentifi kasi bencana, risiko dan ketahanan terhadap bencana

i. Proses untuk mengkaji ulang, memperbarui dan memelihara Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana secara rutin

j. Kapasitas jaringan kerjasama yang memadukan kepentingan pemerintah, swasta, LSM, perkumpulan profesi dan individu

Sebelum melihat sejauh mana UU Penanggulangan bencana di terapkan, setidaknya kita perlu mengetahui materi-materi apa saja yang terdapat/diatur dalam UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, setidaknya dalam UU tersebut terdapat materi sebagai berikut:

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana


(7)

daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

- Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.

- Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus

- Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.

- Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum.

>> SUMBAR

Sebagai bentuk implementasi dari UU Penanggulangan bencana, maka pemerintah Sumatera Barat telah menerbitkan beberapa peraturan


(8)

daerah dan dan Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RAN-PB Sumbar) yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008. Adapun visi yang dimajukan oleh pemerintah provinsi Sumbar adalah “Sumatera Barat Siaga, Tangguh dan Tawakal Menghadapi Bencana”.

Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan 3 Misi, 5 Tujuan. Dari 5 tujuan, dijabarkan menjadi 10 sasaran yang hendak dicapai, yaitu :

a. Terbitnya aturan perundangan yang memadai bagi penyelenggaraan PB Sumbar

b. Terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumbar

c. Terhimpunnya sumber daya yang dapat dimobilisasi secara terpadu dalam upaya PB yang melingkupi wilayah Sumbar

d. Tumbuhnya budaya Siaga Bencana pada masyarakat.

e. Peningkatan Daya Dukung Fasilitas dan Utilitas Pelayanan Umum f. Penurunan Kerentanan lingkungan pada kawasan rawan bencana g. Terselenggaranya pertolongan cepat dan tepat sasaran pada korban

bencana untuk mengurangi jumlah korban jiwa yang meninggal h. Tersusunnya rencana pemulihan kawasan bencana secara

partisipatif

i. Tersedianya Standar Kesejahteraan Minimum Penduduk Korban Bencana

j. Pulihnya Daya dukung fasilitas dan utilitas pelayanan umum.

Terkait dengan kelembagaan, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 24 Tahun 2007, Sumatera Barat sudah terbentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang merupakan organisasi resmi menggantikan peran Satkorlak/Satlak PB yang bersifat koordinatif dan fungsional.

Oleh karena Penanggulangan bencana tidak saja merupakan kewajiban pemerintah, maka untuk wilayah Sumatera Barat juga melibatkan peran serta aktif masyarakat, setidaknya jika melihat pasca terjadinya bencana alam, peran serta masyarakat sangat terlihat.

Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Bencana 1. Tahap Pencegahan/mitigasi

Dalam tahap ini masih banyak yang harus dibenahi di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat, kurangnya pemahaman terhadap UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Perda No. 5 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana oleh SKPD yang terkait dalam penanggulangan bencana di tingkat kabupaten dan kota maupun provinsi, hal ini menyebabkan program pemerintah terhadap upaya mitigasi tidak tercapai dengan maksimal.


(9)

Pendirian BPBD di beberapa Kabupaten/kota masih terkendala karena minimnya kapasitas personil, peralatan serta dukungan teknis dalam pelaksanaan tupoksi lembaga tersebut. Terkait dengan persoalan ini setidaknya diperlukan pembentukan peraturan-peraturan terkait di tingkat lokal guna menterjemahkan pelaksanaan UU Penanggulangan Bencana, pembentukan perda-perda di tingkat Kabupaten dan Kota, peningkatan kwalitas SDM

2. Tahap Kesiapsiagaan

Hal ini menjadi poin penting dalam mengantisipasi terjadinya bencana, dan menghindarkan jatuhnya korban yang lebih banyak. Sehingga diperlukan penyusunan rencana dan mekanisme penanggulangan bencana, membangun sistem peringatan dini bencana berdasarkan kearifan lokal.

Permasalahan yang terjadi, masih ada kabupaten dan kota yang belum melaksanakan secara maksimal, sehingga diperlukan pendampingan dan pembuatan modul.

3. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini merupakan tahap penindakan dan pemberian pertolongan pada masyarakat yang terkena/terdampak bencana. Pada tahap ini banyak masalah yang terjadi, salah satunya kurangnya jumlah dan kualitas personil dalam pencarian dan penyelamatan korban, kurang terkoordinirnya upaya pertolongan terhadap korban, kurang validnya data dan informasi tentang korban, sehingga menimbulkan persoalan di kemudian hari.

4. Tahap Rehabilitasi

Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan kondisi yang terdampak bencana ke kondisi normal/kondisi yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Dalam tahap ini, persoalan yang paling banyak terjadi adalah akurasi data dan koordinasi antar lembaga/instansi tidak berjalan dengan baik.

Pemulihan yang harus dilakukan oleh pemerintah, tidak saja terkait dengan rehabilitasi rumah masyarakat yang terkena dampak, tetapi juga meliputi pemulihan sumber ekonomi masyarakat, perbaikan terhadap sektor-sektor pertanian yang penting, pemulihan pusat perekonomian masyarakat (pasar), dan perbaikan fasilitas-fasilitas umum, publik dan perkantoran.


(10)

Jika kita lihat kejadian gempa 30 September 2009, sampai saat ini masih menyisakan masalah pada tahap Rehabilitasi, di mana proses validasi data yang tidak akurat, terjadinya tindak pidana berupa pemotongan-pemotongan dana dan tidak berjalan dengan lancarnya upaya Monitoring dan evaluasi, bahkan masih banyak sektor-sektor yang harus diperbaiki, tetapi masih belum terlaksana dengan baik.

IV. PENUTUP

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan UU tentang penanggulangan bencana, maka pemerintah perlu memperkuat koordinasi dengan sesama pemerintahan (SKPD) terkait, dengan Kabupaten/kota, LSM, sektor Swasta dan Masyarakat. Selain itu perlu dilakukan pengembangan riset kebencanaan di lingkungan pemerintah, mengoptimalkan sumberdaya lokal yang ada dan mengintegrasikan Analisa Resiko Bencana dengan dokumen AMDAL serta pembuatan RTRW berbasis Analisa Resiko Bencana.

Sumber Bacaan:

IDEA, Meredam Risiko Bencana; Upaya Integrasi PRB Dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah, Nindya Grafika, Yogyakarta, 2010.

KOGAMI. Panduan penyusunan strategi pengurangan risiko bencana Komunitas kota/kabupaten. 2009.

MASYARAKAT PEDULI BENCANA INDONESIA (MPBI). Kerangka Aksi Hyogo; Pengurangan Risiko Bencana 2005-2015 Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana. 2007.

COASTAL DEVELOPMENT INSTITUTE OF TECHNOLOGY (CDIT) Japan, Menyelamatkan Diri Dari Tunami, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor, 2008.

DIPOSAPTONO,SUBANDONO.BUDIMAN, Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor, 2008.

NATAWIDJAJA, DANNY HILMAN, DKK, Studi Gempa Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Mentawai Di Masa Datang, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung, 2009.


(1)

maupun yang terkait dengan landasan hukum karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur hal tersebut

4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Strategi implementasi penyelenggaran penataan ruang sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana:

a. Penerapan peraturan zonasi secara konsisten yang merupakan kelengkapan dari rencana detail tata ruang.

b. Penekanan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara sistemik melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.

c. Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang

III. PENERAPAN UU 24 TAHUN 2007 DI SUMATERA BARAT

Untuk menilai sejauh mana penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan RAN-PB, berikut beberapa indikator yang dapat digunakan:

1. Aspek Umum

Secara umum efi siensi dan keberhasilan pelaksanaan pengurangan risiko bencana dapat diukur dari:

a. Peningkatan jumlah jiwa yang selamat pada kejadian bencana b. Penurunan jumlah korban yang terluka/cedera akibat bencana

c. Penurunan signifi kan persentase masyarakat yang terkena dampak kejadian bencana

d. Persentase jumlah penduduk korban bencana yang dapat dihitung pada waktu tertentu setelah bencana

e. Tersedianya standar ketahanan bangunan dan lahan f. Kapasitas penanganan tanggap darurat

2. Aspek Ketahanan Terhadap Bencana

Ditinjau dari aspek ketahanan dalam menghadapi bencana, keberhasilan Pengurangan Risiko Bencana dapat diukur dari:

a. Distribusi tingkat pendapatan masyarakat b. Tingkat pencapaian pendidikan

c. Tingkat penggunaan pelayanan medis d. Tingkat pengangguran

e. Ketersediaan dan ketahanan bangunan perumahan

f. Angka kelahiran dan kematian pada berbagai kelompok sosial g. Kualitas hidup

h. Ketahanan hidup i. Ketahanan lingkungan j. Ketahanan ekonomi lokal 3. Aspek Cakupan Wilayah


(2)

Secara nasional keberhasilan pengurangan risiko bencana dapat dilihat dari Indeks Risiko Bencana dan Indeks Ketahanan Bencana Nasional.

a. Indeks Risiko Bencana Nasional digunakan untuk mengukur risiko bencana di suatu negara yang meliputi penilaian terhadap indikator bencana, indikator fi sik dan ketahanan sosio-ekonomi masyarakat b. Indeks Ketahanan Bencana Nasional, digunakan untuk mengukur

kapasitas manajemen risiko bencana, kelembagaan, kepedulian terhadap risiko bencana, kesiapan pendanaan dan kesiapan tanggap darurat

Strategi komprehensif pengurangan risiko bencana akan disusun untuk kawasan-kawasan yang mempunyai indeks risiko tinggi dan indeks ketahanan yang rendah.

4. Aspek Kebijakan dan Pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana

Keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana dalam suatu wilayah tidak bisa lepas dari implementasi kebijakan dan pelaksanaan pengurangan risiko bencana yang dapat dilihat dari:

a. Tingkat kesiapan dan waktu yang diperlukan untuk tanggap darurat b. Periode pemulihan dan tingkat efi siensi pemulihan

c. Kerugian dibandingkan dengan biaya pemulihan d. Besaran biaya sistem pengurangan risiko bencana e. Lingkup perencanaan dan pengelolaan kebencanaan

f. Penyediaan pendukung sosial/program jaring pengaman sosial untuk mendukung ketahanan terhadap bencana

g. Kesinambungan sumber dan alokasi pendanaan untuk manajemen bencana

h. Lingkup, relevansi dan kemampuan riset dalam mengidentifi kasi bencana, risiko dan ketahanan terhadap bencana

i. Proses untuk mengkaji ulang, memperbarui dan memelihara Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana secara rutin

j. Kapasitas jaringan kerjasama yang memadukan kepentingan pemerintah, swasta, LSM, perkumpulan profesi dan individu

Sebelum melihat sejauh mana UU Penanggulangan bencana di terapkan, setidaknya kita perlu mengetahui materi-materi apa saja yang terdapat/diatur dalam UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, setidaknya dalam UU tersebut terdapat materi sebagai berikut:

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana


(3)

daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

- Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional.

- Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.

- Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus

- Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.

- Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum.

>> SUMBAR

Sebagai bentuk implementasi dari UU Penanggulangan bencana, maka pemerintah Sumatera Barat telah menerbitkan beberapa peraturan


(4)

daerah dan dan Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RAN-PB Sumbar) yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008. Adapun visi yang dimajukan oleh pemerintah provinsi Sumbar adalah “Sumatera Barat Siaga, Tangguh dan Tawakal Menghadapi Bencana”.

Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan 3 Misi, 5 Tujuan. Dari 5 tujuan, dijabarkan menjadi 10 sasaran yang hendak dicapai, yaitu :

a. Terbitnya aturan perundangan yang memadai bagi penyelenggaraan PB Sumbar

b. Terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumbar

c. Terhimpunnya sumber daya yang dapat dimobilisasi secara terpadu dalam upaya PB yang melingkupi wilayah Sumbar

d. Tumbuhnya budaya Siaga Bencana pada masyarakat.

e. Peningkatan Daya Dukung Fasilitas dan Utilitas Pelayanan Umum f. Penurunan Kerentanan lingkungan pada kawasan rawan bencana g. Terselenggaranya pertolongan cepat dan tepat sasaran pada korban

bencana untuk mengurangi jumlah korban jiwa yang meninggal h. Tersusunnya rencana pemulihan kawasan bencana secara

partisipatif

i. Tersedianya Standar Kesejahteraan Minimum Penduduk Korban Bencana

j. Pulihnya Daya dukung fasilitas dan utilitas pelayanan umum.

Terkait dengan kelembagaan, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 24 Tahun 2007, Sumatera Barat sudah terbentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang merupakan organisasi resmi menggantikan peran Satkorlak/Satlak PB yang bersifat koordinatif dan fungsional.

Oleh karena Penanggulangan bencana tidak saja merupakan kewajiban pemerintah, maka untuk wilayah Sumatera Barat juga melibatkan peran serta aktif masyarakat, setidaknya jika melihat pasca terjadinya bencana alam, peran serta masyarakat sangat terlihat.

Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Bencana 1. Tahap Pencegahan/mitigasi

Dalam tahap ini masih banyak yang harus dibenahi di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat, kurangnya pemahaman terhadap UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Perda No. 5 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana oleh SKPD yang terkait dalam penanggulangan bencana di tingkat kabupaten dan kota maupun provinsi, hal ini menyebabkan program pemerintah terhadap upaya mitigasi tidak tercapai dengan maksimal.


(5)

Pendirian BPBD di beberapa Kabupaten/kota masih terkendala karena minimnya kapasitas personil, peralatan serta dukungan teknis dalam pelaksanaan tupoksi lembaga tersebut. Terkait dengan persoalan ini setidaknya diperlukan pembentukan peraturan-peraturan terkait di tingkat lokal guna menterjemahkan pelaksanaan UU Penanggulangan Bencana, pembentukan perda-perda di tingkat Kabupaten dan Kota, peningkatan kwalitas SDM

2. Tahap Kesiapsiagaan

Hal ini menjadi poin penting dalam mengantisipasi terjadinya bencana, dan menghindarkan jatuhnya korban yang lebih banyak. Sehingga diperlukan penyusunan rencana dan mekanisme penanggulangan bencana, membangun sistem peringatan dini bencana berdasarkan kearifan lokal.

Permasalahan yang terjadi, masih ada kabupaten dan kota yang belum melaksanakan secara maksimal, sehingga diperlukan pendampingan dan pembuatan modul.

3. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini merupakan tahap penindakan dan pemberian pertolongan pada masyarakat yang terkena/terdampak bencana. Pada tahap ini banyak masalah yang terjadi, salah satunya kurangnya jumlah dan kualitas personil dalam pencarian dan penyelamatan korban, kurang terkoordinirnya upaya pertolongan terhadap korban, kurang validnya data dan informasi tentang korban, sehingga menimbulkan persoalan di kemudian hari.

4. Tahap Rehabilitasi

Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan kondisi yang terdampak bencana ke kondisi normal/kondisi yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Dalam tahap ini, persoalan yang paling banyak terjadi adalah akurasi data dan koordinasi antar lembaga/instansi tidak berjalan dengan baik.

Pemulihan yang harus dilakukan oleh pemerintah, tidak saja terkait dengan rehabilitasi rumah masyarakat yang terkena dampak, tetapi juga meliputi pemulihan sumber ekonomi masyarakat, perbaikan terhadap sektor-sektor pertanian yang penting, pemulihan pusat perekonomian masyarakat (pasar), dan perbaikan fasilitas-fasilitas umum, publik dan perkantoran.


(6)

Jika kita lihat kejadian gempa 30 September 2009, sampai saat ini masih menyisakan masalah pada tahap Rehabilitasi, di mana proses validasi data yang tidak akurat, terjadinya tindak pidana berupa pemotongan-pemotongan dana dan tidak berjalan dengan lancarnya upaya Monitoring dan evaluasi, bahkan masih banyak sektor-sektor yang harus diperbaiki, tetapi masih belum terlaksana dengan baik.

IV. PENUTUP

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan UU tentang penanggulangan bencana, maka pemerintah perlu memperkuat koordinasi dengan sesama pemerintahan (SKPD) terkait, dengan Kabupaten/kota, LSM, sektor Swasta dan Masyarakat. Selain itu perlu dilakukan pengembangan riset kebencanaan di lingkungan pemerintah, mengoptimalkan sumberdaya lokal yang ada dan mengintegrasikan Analisa Resiko Bencana dengan dokumen AMDAL serta pembuatan RTRW berbasis Analisa Resiko Bencana.

Sumber Bacaan:

IDEA, Meredam Risiko Bencana; Upaya Integrasi PRB Dalam Perencanaan dan Penganggaran Daerah, Nindya Grafika, Yogyakarta, 2010.

KOGAMI. Panduan penyusunan strategi pengurangan risiko bencana Komunitas kota/kabupaten. 2009.

MASYARAKAT PEDULI BENCANA INDONESIA (MPBI). Kerangka Aksi Hyogo; Pengurangan Risiko Bencana 2005-2015 Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana. 2007.

COASTAL DEVELOPMENT INSTITUTE OF TECHNOLOGY (CDIT) Japan, Menyelamatkan Diri Dari Tunami, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor, 2008.

DIPOSAPTONO,SUBANDONO.BUDIMAN, Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor, 2008.

NATAWIDJAJA, DANNY HILMAN, DKK, Studi Gempa Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Mentawai Di Masa Datang, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung, 2009.