KESIMPULAN ORNAMENTASI DAN TEKNIK NYANYIAN RITUAL DALAM RINDING GUMBENG DI DUREN, NGAWEN, GUNUNGKIDUL.

Selain penggunaan ornamentasi, pada setiap tembang, para sinden juga menggunakan céngkok, wilet, senggakan , dan pembagian suara untuk mengimprovisasi sebuah tembang. Dalam penampilannya, para sinden tersebut selalu duduk tegap. Para penembang tersebut menggunakan resonansi kepala dalam menyanyi, sehingga menghasilkan suara yang tinggi. Namun suara itu tidak sama halnya dengan suara seriosa, walaupun sama-sama menggunakan resonansi kepala, suara yang dihasilkan para penembang tersebut terkesan cempreng namun tetap indah.

B. SARAN

Sebagai salah satu karya seni yang memiliki karakter unik, penulis menghimbau untuk memperkenalkan seni musik tradisional Rinding Gumbeng ini kepada masyarakat luas agar Rinding Gumbeng dapat dilestarikan. Adapun beberapa saran dari peneliti adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kesenian yang hanya terdapat di Gunungkidul, peneliti menghimbau kepada budayawan Gunungkidul untuk ikut serta mengembangkan seni musik Rinding Gumbeng ini. Diharapkan para seniman Gunungkidul mau membagikan ilmu kepada para pemain Rinding Gumbeng supaya dapat mengembangkan teknik yang mereka miliki. 2. Sebagai kesenian yang langka, dihimbau kepada kelompok musik tradisional Rinding Gumbeng untuk mau mempelajari beberapa ilmu yang menunjang musik warisan leluhur ini, sehingga kelompok Ngluri seni akan menjadi semakin baik dan semakin diminati oleh masyarakat baik di Gunungkidul maupun di daerah lainnya. 3. Kepada peneliti lain diharapkan dapat ikut serta dalam ritual panen padi di Dusun Duren, sehinggga peneliti dapat merasakan secara langsung keadaan ritual panen padi tersebut. Dengan ikut berpartisipasi secara langsung, maka peneliti akan benar-benar merasakan makna dan perasaan para petani yang melaksanakan ritual panen padi. DAFTAR PUSTAKA Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius. Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.. _________________. 2008. Laras Manis Tuntunan Praktis Karawitan Jawa. Yogyakarta: Kuntul Press. _________________. 2010. Tuntunan Tembang Jawa. Melagukan, Mengajarkan, Mementaskan . Yogyakarta: Lumbung Ilmu. Harmunah. 1996. Musik Keroncong, Sejarah, Gaya, dan Perkembangan. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Kamus Besar Bahasa Indonesia . 2001. Jakarta: Balai Pustaka. Kusnadi. 2011. “Tembang dalam Pertunjukan Langen Mandra Wanara”. Jurnal Seni dan Pendidikan Seni , 9, 2, hlm. 111 – 128. Kridalaksana, Harimurti dan F.X. Rahyono.2001.Wiwara Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka. Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2001. Sosiologi 2. Jakarta: Erlangga. Mudjilah, H. S. 2004. Teori Musik Dasar. Diktat Perkuliahan, hlm.68-69. Mulyadi. 2000. Antropologi Budaya. Jakarta: Erlangga. Mulyani, Hesti. 2006. “Naskah Serat Asmaralaya: sakaratul Maut dalam Konsep Kejawen”. Kejawen, Jurnal Kebudayaan Jawa, 1, 2, hlm. 113. Palgunadi, Bram. 2002. Serat Kandha. Karawitan Jawi: Mengenal Seni Karawitan Jawa . Bandung: ITB Prawiradisastra, Sadjijo. 1976. “Pengantar Apresiasi Seni Tembang”. Diktat Perkuliahan, hlm. 43 ____________________. 1991. “Pengantar Apresiasi Seni Tembang”. Diktat Perkuliahan, hlm. 14 – 34.