EKSPEKTASI GURU TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESI (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jannah dan Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung)

(1)

TEACHERS’ EXPECTATION TOWARDS PROFESSION DEVELOPMENT PROGRAM (Case Study At Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jannah And

Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung) By

Sriwiyana

This research aims to describe and analyze teachers' expectation towards teachers proffesion development program at MI Miftahul Jannah and MI Al- Munawarrah Bandar Lampung, through subfocus research : (1) Teachers' expectation towards planning of teachers' profession development program, (2) Teachers' expectation towards organization of teachers' profession development program; (3) Teachers' expectation towards implementation of teachers' profession development

program; (4) Teachers' expectation towards evaluation of teachers' profession development program.

Method of research used qualitative approach by case study design. To collect the data used interview, documentation and observation. Data resources consists of school supervisor, headmaster and teacher at MI Miftahul Jannah and MI AL- Munawarrah Bandar Lampung.

Result of research are : (1) planning of teachers' profession development program has implemented but lack of relevance to material, process of giving material is not effective and the result is not maximum. (2) organization of teachers' profession development program has applied by organizer from teachers' profession development program has been relevance to duty and education

background or skill but in implementation does not cooperate each others and also does not fill procedure operational standard. (3) implementation of teachers' profession development program has applied but some of planning are not relevance to previous design. (4) Supervisor of teachers' profession development program has implemented but it is not maximum, evaluation and solution program is not optimal.


(2)

ABSTRAK

EKSPEKTASI GURU TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESI (Studi Kasus Di Madrasah Ibtidaiyah

Miftahul Jannah Dan Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung)

Oleh: Sriwiyana

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis ekspektasi guru terhadap program pengembangan profesi guru di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung, dengan subfokus penelitian (1) Ekspektasi guru terhadap perencanaan pada program pengembangan profesi guru; (2) Ekspektasi guru terhadap pengorganisasian pada program pengembangan profesi guru; (3) Ekspektasi guru terhadap pelaksanaan pada program pengembangan profesi guru: (4) Ekspektasi guru terhadap pengawasan pada program pengembangan profesi guru.

Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi. Sumber data terdiri atas pengawas sekolah, yayasan, kepala sekolah dan guru di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung.

Hasil penelitian: (1) Perencanaan pada program pengembangan profesi guru telah terlaksana tetapi kurang terencana secara optimal, materi yang diberikan kurang relevan, proses penyampaian materi kurang efektif dan hasil yang dicapai belum optimal; (2) Pengorganisasian pada program pengembangan profesi guru sudah terlaksana, pihak-pihak pelaksana program pengembangan profesi guru telah mempunyai kesesuaian antara tugas dengan latar belakang pendidikan/keahlian, tetapi pada pelaksanaannya kurang bekerja sama dan pelaksanaanya kurang memenuhi standar operasional prosedur; (3) Pelaksanaan pada program

pengembangan profesi guru telah terlaksana tetapi tidak sepenuhnya sesuai dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya; (4) Pengawasan pada program

pengembangan profesi guru terlaksana tetapi kurang optimal, evaluasi dan tindak lanjut dari program kurang berjalan secara optimal.


(3)

EKSPEKTASI GURU TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESI (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah

Miftahul Jannah dan Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung)

Oleh SRIWIYANA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

EKSPEKTASI GURU TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESI (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah

Miftahul Jannah dan Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung)

Tesis

Oleh SRIWIYANA NPM. 1323012016

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Data Peran Guru yang Dominan Bagi Siswa ... 4

2.1 Lima Tingkatan Piramid Teori Maslow ... 16

2.2 Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi ... 32

2.3 Sumber-Sumber Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ... 36

2.5 Kerangka Pikir Ekspektasi Guru pada Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 54

3.1 Pola Interaktif Diadopsi dari Miles dan Huberman ... 70

4.1 Diagram Kontek Perencanaan pada Program Pengembangan Profesi ... 110

4.2 Diagram Kontek Pengorganisasian pada Program Pengembangan Profesi ... 112

4.3 Diagram Kontek Pelaksanaan pada Program Pengembangan Profesi ... 114

4.4 Diagram Kontek Pengawasan pada Program Pengembangan Profesi ... 116


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Data Guru MI di Bandar Lampung ... 8

1.2 Data Jumlah Siswa MI Miftahul Jannah ... 11

1.3 Data Jumlah Siswa MI Al-Munawaroh ... 11

1.4 Data Guru di MI Miftahul Jannah ... 12

3.1 Matrik Informan Penelitian ... 63

3.2 Ringkasan Data Observasi ... 64

3.3 Daftar Dokumen Penelitian ... 65


(7)

(8)

(9)

(10)

MOTO

“Sebaik-baik hamba Allah adalah hamba Allah yang berguna /bermanfaat bagi hamba Allah yang lainnya”


(11)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah Wa Syukurilah, kupersembahkan karya ini kepada

1. Hi. Meri Noviantoni, S.Ag suamiku tercinta yang tak henti-hentinya memberiku semangat, dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini;

2. Kedua orang tuaku Alm. Abdul Djalil dan Hj. Subiah;

3. Kakak-kakakku (Alm. Sriwiyati, Sriwiyani, Suhartono, Iskandar Rudi) dan keluarga besar.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 03 Desember 1975 di Tanjung Karang yang saat ini disebut Bandar Lampung. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Abdul Djalil dan ibu Hj. Subiah.

Penulis menempuh pendidikan di SDN 1 Langkapura selesai pada tahun 1987, dan dilanjutkan ke SMP Negeri Segalamider tamat pada tahun 1990. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Tanjung Karang. Pada tahun 1994 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi pembangunan S1, dan selesai pada tanggal 15 April 1999.

Pada tahun 2010 sampai saat ini, penulis sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jannah Bandar Lampung.

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(13)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini berjudul “Ekspektasi Guru Terhadap Program PengembanganProfesi Studi Kasus di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung”, ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung yang telah memfasilitasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung yang telah memberi bimbingan, dukungan dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;

3. Bapak Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S. selaku Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Lampung dan selaku pembimbing pertama penulisan tesis ini yang telah dengan sabar dan penuh dedikasi membimbing,

mengarahkan, memberi dukungan, semangat dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;

4. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si, selaku Plt. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberi bimbingan, dukungan dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. 5. Bunda Dr. Riswanti Rini, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu pendidikan,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberi bimbingan, dukungan dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;


(14)

6. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberi bimbingan, dukungan, dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;

7. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd. selaku pembimbing kedua penulisan tesis ini yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberi dukungan, semangat, motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan;

8. Bapak dan ibu dosen staf pengajar pada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dukungan dan motivasi selama penulis memempuh pendidikan;

9. Bapak Ahmad Saichu dan Ibu Sri Agustiningsih, S.Pd.I selaku Kepala Sekolah MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh yang telah membantu dalam penelitian tesis ini;

10. Dewan guru di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh yang telah membantu memberikan informasi, masukan dan sarannya dalam penelitian tesis ini;

11. Rekan-rekan di Program Studi Magister Manajemen Pendidikan angkatan 2013, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini;

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas saran dan bantuannya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala dan kebahagiaan atas bantuan, dukungan, serta bimbingannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi orang lain dan dunia pendidikan.

Bandar Lampung, 5 Januari 2016 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

MOTO ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 13

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 13

1.4 Tujuan Penelitian ... 14

1.5 Kegunaan Penelitian ... 14

1.6 Definisi Istilah ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Teori Ekspektasi ... 16

2.2 Profesionalisme Guru ... 20

2.3 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru ... 23

2.4 Manajemen Pendidikan ... 39

2.4.1 Perencanaan ... 39

2.4.2 Pengorganisasian ... 46

2.4.3 Pelaksanaan ... 49

2.4.4 Pengawasan ... 50

2.5 Kerangka Pikir ... 53

BAB III METODE DAN RANCANGAN PENELITIAN ... 55

3.1 Jenis Penelitian ... 55

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

3.3 Rancangan Penelitian ... 56

3.4 Kehadiran Peneliti ... 58

3.5 Sumber Data Penelitian ... 61

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 63


(16)

3.6.2 Dokumentasi ... 64

3.6.3 Wawancara ... 65

3.6.4 Teknik Pengolahan Data ... 68

3.7 Analisis Data ... 69

3.8 Tehnik Keabsahan Data ... 70

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 71

4.1 Paparan Data Gambaran Umum Kedua Sekolah ... 71

4.1.1 Gambaran Umum MI Miftahul Jannah ... 71

4.1.2 Gambaran Umum MI Al-Munawarah ... 72

4.2 Paparan Data Penelitian ... 73

4.2.1 Perencanaan dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 73

4.2.1.1 Perencanaan Proses Penyampaian Materi dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 74

4.2.1.2 Perencanaan Proses Penyampaian Materi dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 75

4.2.1.3 Perencanaan Hasil yang Ingin Dicapai dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 76

4.2.1.4 Perencanaan Penilaian Kegiatan dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 85

4.2.2 Pengorganisasian dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 79

4.2.2.1 Struktur Pengorganisasian dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 79

4.2.2.2 Keserasian Tugas dengan Latar Belakang Pendidikan/ Instruktur dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 81

4.2.2.3 Ketersediaan Standar-Standar Operasional/Job Diskription dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 83

4.2.3 Pelaksanaan dalam Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 84

4.2.3.1 Pemberian Materi dalam Program Pengembangan Profesi Guru Di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 85


(17)

4.2.3.2 Jadwal Kegiatan dalam Program Pengembangan Profesi Di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 98 4.2.3.3 Partisipasi Peserta dalam Program Pengembangan Profesi

Di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 99 4.2.3.4 Pendekatan Teknik, Metode Penyampaian Materi oleh

Instruktur pada Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 100 4.2.3.5 Evaluasi Hasil Pembelajaran pada Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 102 4.2.3.6 Kegiatan pada Program Pengembangan Profesi di MI

Miftahul Jannah dan MI Al- Munawarrah

Bandar Lampung ... 103 4.2.4 Pengawasan dalam Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 105 4.2.4.1 Evaluasi pada Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 106 4.2.4.2 Tindak Lanjut pada Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 107 4.3 Temuan Penelitian ... 109 4.3.1 Perencanaan dalam Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 109 4.3.2 Pengorganisasian dalam Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 111 4.3.3 Pelaksanaan dalam Program Pengembangan Profesi

di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 112 4.3.4 Pengawasan dalam Program Pengembangan Profesi di MI

Miftahul Jannah danMI Al-Munawaroh

Bandar Lampung ... 115 4.4 Pembahasan ... 116 4.4.1 Ekspektasi Guru terhadap Perencanaan Program

Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan

MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 117 4.4.2 Ekspektasi Guru terhadap Pengorganisasian Program

Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan

MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 118 4.4.3 Ekspektasi Guru terhadap Pelaksanaan Program


(18)

MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 119

4.4.4 Ekspektasi Program Pengembangan Profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung ... 120

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 122

5.1 Kesimpulan ... 122

5.2 Implikasi ... 124

5.3 Saran-Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN


(19)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan definisi istilah.

1.1Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan suatu bangsa. Menurut Sauri (2010:1) faktor internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter bangsa di antaranya adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Pembangunan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia sebagai subjek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development. Tanpa adanya orientasi demikian, maka pembangunan hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya serta peningkatan standar nilai kehidupan manusianya. Hal yang mendominasi terhadap

performance manusia sebagai subjek pembangunan yang bertata nilai tersebut tiada lain adalah pendidikan.

Pendapat mengenai pendidikan merupakan komponen penting dalam


(20)

Samani (2010:V) bahwa pendidikan memililiki kontribusi signifikan dalam peningkatan taraf ekonomi, baik secara ekonomi maupun sosial. Logikanya, seseorang yang berpendidikan memiliki produktivitas kerja lebih baik, sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Pendidikan merupakan wahana yang strategis menyiapkan sumber daya manusia (human capital) dalam pembangunan bangsa.

Menurut Tilaar dan Nugroho (2008:32) tujuan akhir dari proses pendidikan adalah sejalan dengan tujuan pembangunan milennium ketiga, yaitu menghormati dan mengembangkan hak asasi manusia sebagai makhluk yang merdeka, namun bertanggung jawab atas sesamanya di planet bumi ini.

Studi Bank Dunia terhadap seratus lima puluh(150) negara menunjukkan bahwa kemajuan suatu negara ditentukan oleh inovasi (45%), networking (25%), teknologi (20%), dan sumber daya alam (10%). Tiga faktor awal, yaitu inovasi, networking, dan teknologi adalah bagian dari kualitas sumber daya manusia dan hanya 10% di luar itu. Berdasarkan uraian di atas, untuk mengantar bangsa Indonesia ke eraglobal, diperlukan peran dunia pendidikan sebagai pilar utama pengembangan sumber daya manusia (SDM) (Samani,2012:5).

Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan berbagai

kemampuan peserta didik secara utuh baik intelektual, emosionaliatas, sosialitas, moralitas, maupun religiulitas. Pendidikan juga memegang peranan penting dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa (Dardiri dalam Suyatno, 2009:208).

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, guru mempunyai peranan yang strategis dan sentral dalam dunia pendidikan. Peran guru sangat vital dan fundamental,


(21)

mengingat guru merupakan pelaku utama yang sangat membantu proses

pembelajaran siswa di kelas. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak boleh melupakan guru. Guru harus memperoleh perhatian prioritas sebagai bagian integral dalam melakukan upaya peningkatan pendidikan. Betapapun baiknya kurikulum dan sarana-prasarana pembelajaran lainnya, tanpa didukung oleh guru yang kompetens dan profesional, tidak akan membuahkan hasil belajar yang optimal (Baedhowi dalam Suyatno, 2009:71).

Guru merupakan komponen utama yang paling menentukan keberhasilan pendidikan karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana, dan prasarana serta iklim pembelajaran menjadi lebih berarti bagi peserta didik. Di tangan guru dapat tercipta proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Akan tetapi, berdasarkan berbagai kajian hasil penelitian bahwa profesionalisme guru di Indonesia masih rendah, hal ini dapat terlihat dari berbagai indikator seperti rendahnya komitmen guru terhadap profesi, kurangnya motivasi guru untuk melakukan penelitian, dan adanya beberapa perguruan tinggi yang mencetak guru asal jadi ( Mulyasa, 2007:9).

Guru merupakan ujung tombak peningkatan pendidikan. Guru memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Sehubungan dengan itu menurut Supranata dalam Suyatno (2009:210) guru yang memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan remunerasi terstandar merupakan impian masyarakat. Dikarenakan guru semacam itu diyakini mampu mendongkrak mutu pendidikan menuju standar nasional pendidikan.


(22)

Gambar 1.1 Data Peran Guru Yang Dominan Bagi Siswa

Dari data hasil penelitian Prof. John Hatte menyimpulkan bahwa dalam pencapaian pembelajaran siswa, guru memegang peranan yang dominan.

Pencapaian hasil pembelajaran, guru berperan 30%, kemampuan atau keinginan siswa itu sendiri 49% dan sisanya dipengaruhi oleh peran sekolah, rumah dan teman.

Guru memiliki peran sangat strategis dan sentral dalam proses peningkatan mutu pendidikan, mengingat tugas dan fungsinya menuntut guru untuk senantiasa berada di garis terdepan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu sosok guru yang profesional merupakan syarat mutlak bagi terciptanya sistem dan praktik pendidikan yang bermutu (Darma dalam Suyatno, 2009 :177).


(23)

Guru memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam mewujudkan accountability penyelenggaraan dan pemberian layanan pendidikan yang bermutu, tanpa guru yang memiliki kompetensi tinggi, upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan dicapai dengan maksimal.

Untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan berdaya saing diperlukan upaya dan kemauan yang keras. Salah satunya adalah

ketersediaan guru. Guru yang dimaksud adalah guru yang memiliki kompetensi. Guru yang kreatif, inovatif dan pekerja keras merupakan ciri guru yang

diharapkan (Suyatno, 2009:339).

Pada pasal 39 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Pada pasal 1 butir 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

menyatakan, “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Dari kedua UU tersebut secara jelas, menyatakan bahwa pendidik (di dalamnya termasuk guru) merupakan sebuah profesi. Sehingga guru harus melaksanakan


(24)

tugasnya secara profesional. Jadi, guru (pendidik) sebagai profesi tidak dapat (tidak boleh) dikerjakan orang yang tidak memiliki profesi tersebut.

Guru adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh profesional karena guru berhubungan dengan tanggung jawab merancang dan membangun sesuatu yang amat penting bagi masa depan kemanusiaan (Sutjipto dalam Suyatno, 2009:94).

Pemerintah melalui Undang-Undang No 14 Tahun 2005 menetapkan empat kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sebagai tenaga pendidik, yaitu (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi pedagogik, dan (4) kompetensi Sosial. Keempat kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan membentuk konfigurasi yang menggambarkan sosok guru yang profesional dan berkarakter.

Rahman (2013:23) mengemukakan bahwa guru bukan hanya sekadar pengajar melainkan sebagai pendidik. Guru bukan hanya sekadar membekali peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan melainkan mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik melalui pembentukan sikap yang positif.

Menyadari pentingnya peran guru dalam pembelajaran, pemerintah telah melakukan berbagai terobosan untuk mewujudkan guru yang kompetens dan profesional, sejahtera, bermartabat dan terlindungi. Salah satu usaha tersebut adalah melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Sebagai salah satu bentuk kongkrit implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen adalah upaya pemerintah melakukan sertifikasi guru dalam jabatan


(25)

yang pada hakekatnya untuk mendongkrak kualitas, martabat, dan sekaligus kesejahteraan guru (Baedhowi dalam Suyatno, 2009:73).

Guru dikatakan profesional apabila telah mendapatkan sertifikat pendidik. Sertifikasi guru merupakan program pengembangan profesi oleh pemerintah, program sertifikasi diberikan pemerintah untuk peningkatan mutu guru dan perhatian pemerintah guna lebih mensejahterakan guru.

Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, magang, seminar, simposium, dan sebagainya. Pengalaman empirik menunjukkan bahwa pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah

melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru secara nasional. Dalam operasionalnya upaya tersebut dilaksanakan oleh tiga puluh ( Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di tiga puluh provinsi dan oleh dua belas Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga kependidikan (P4TK) sesuai dengan bidangnya (Surapranata dalam Suyatno, 2009:212).

Berjalannya program sertifikasi guru meningkat pula jumlah guru bersertifikasi, tetapi kenyataanya mutu guru belum meningkat sesuai harapan. Beberapa studi menunjukkan tidak terjadi peningkatan kinerja guru setelah mereka mendapat tunjangan profesi (Samani, 2012:142). Tampaknya guru belum terbiasa melakukan pengembangan profesi bagi dirinya, walaupun penghasilan mereka sudah cukup baik (Samani, 2012:222). Hal ini dapat dilihat pula dari mutu pendidikan yang belum meningkat.


(26)

Menurut Samani (2012:63) mutu pendidikan di Indonesia belum meningkat berdasarkan hasil penelitian Universitas Negeri Surabaya hasil ujian nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) selama tiga tahun (2008, 2009, 2010) menunjukkan bahwa salah satu kelemahan siswa SMA adalah kemampuan menganalisis data, baik berupa data uraian kalimat maupun data berupa angka atau tabel. Padahal menurut kajian Moller dan Wagner (2011), salah satu

kemampuan penting yang diperlukan saat ini adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi (expert thinking), termasuk analisis.

Meningkatnya jumlah guru yang sudah bersertifikasi maka diharapkan mutu pendidikan di negara kita makin meningkat pula dan untuk mempertahankan mutu guru tersebut membutuhkan program pengembangan profesi yang efektif sesuai dengan kebutuhan guru untuk dunia pendidikan saat ini dan yang akan datang. Data guru MI bersertifikasi sampai tahun 2014 di lingkungan Kemenag seperti pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Data Guru MI di Kota Bandar Lampung

Guru MI Kota Bandar Lampung

Sudah Bersertifikasi 679

Belum Sertifikasi 186

Jumlah 865

Sumber : Kemenag Bagian Pendidikan Kota Bandar Lampung (2014)

Meningkatkan profesionalisme guru merupakan salah satu jawaban penting dalam pembangunan pendidikan nasional yang berkualitas. Membina profesionalisme guru berarti pula membina profesionalisme dunia pendidikan nasional kearah yang lebih mapan, dan pada gilirannya menjadi barometer penting dalam melihat


(27)

sejauhmana pembangunan kualitas pendidikan nasional telah dicapai. Dalam konteks yang lebih luas, guru yang profesional dapat menjadi nahkoda

pembangunan pendidikan yang menghasilkan anak-anak bangsa yang berkualitas dan berdaya saing. Ini berarti makin profesional sumber daya pendidik makin terbuka pula peluang mengembangkan kualitas layanan pendidikan nasional yang berarti pula peluang menghasilkan output pendidikan nasional yang lebih baik juga semakin terbuka (Suyanto dalam Suyatno, 2009:115).

Sebagai bagian dari sistem pendidikan guru dihadapkan pada berbagai tantangan baik internal maupun global. Guru juga dihadapkan pada adanya ketegangan antara yang global dan yang lokal, antara yang universal dan yang individual, antara yang setia pada tradisi dan tuntutan modernitas, antara nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai material. Banyak tantangan yang dihadapi oleh guru profesional, sudah seharusnya guru-guru profesional harus selalu meningkatkan kompetensi dan kualitas secara terus menerus, baik kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Tanpa upaya yang terus menerus memperbarui diri, maka guru-guru kita meskipun sudah mendapatkan sertifikat pendidik profesional akan tertinggal oleh kemajuan zaman. Di sinilah pentingnya long learning dan life-long education (Dardiri, 2009:208)

Menurut Rahman (2014:6) profesionalitas seorang guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengalaman (experience), harapan (expectation) dan fakta/kenyataan (evidence).

Berangkat dari hal-hal di atas, maka perlu di kaji tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan peningkatan kompetensi guru seperti (1) Untuk


(28)

meningkatkan kompetensi guru dipandang perlu mengetahui harapan guru mengenai perencanaan terhadap program pengembangan profesi; (2) Untuk meningkatkan kompetensi guru dipandang perlu untuk meninjau pengorganisasian terhadap program pengembangan profesi; (3) Untuk meningkatkan kompetensi guru dipandang perlu meninjau pelaksanaan terhadap program pengembangan profesi; (4) Untuk peningkatkan kompetensi guru dipandang perlu meninjau pengawasan terhadap program pengembangan profesi.

Bertolak dari hal tersebutlah peneliti tertarik untuk meneliti mengenai ekspektasi guru terhadap program pengembangan profesi di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jannnah Bandar Lampung dan Madrasah Ibtidaiyah Al-Munawaroh Bandar Lampung.

Peneliti melaksanakan penelitian di kedua sekolah ini karena kedua

sekolah/madrasah ini merupakan lembaga pendidikan formal yang potensial memberikan layanan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari indikasi bahwa Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Bandar Lampung berjumlah enam puluh buah yang terdiri dari dua belas Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dan empat puluh delapan Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS).

Kedua sekolah/madrasah ini walau merupakan sekolah swasta yang kecil, tetapi mempunyai jumlah murid yang semakin meningkat terutama dalam tiga tahun terakhir ini. Tenaga pendidik sebagai sumber daya manusia yang penting, dengan kualifikasi pendidikannya yang beragam dan makin meningkatnya jumlah guru yang bersertifikat pendidik di kedua sekolah ini.


(29)

MI Miftahul Jannah merupakan sekolah swasta kecil di pinggiran kota Bandar Lampung yang hanya mempunyai empat (4) ruang kelas dan satu (1) ruang untuk kantor, menampung siswa sebanyak seratus tujuh puluh sembilan (179) siswa untuk tahun pelajaran 2014/2015 ini dan dibagi menjadi 9 rombel. Madrasah ini mempunyai luas tanah hanya 600 m2.

Data di bawah menunjukkan jumlah siswa di MI Miftahul Jannah yang mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir.

Tabel 1.2 Data Jumlah siswa di MI Miftahul Jannah

No Tahun Pelajaran Jumlah Siswa

1. 2011/2012 175

2. 2012/2013 172

3. 2013/2014 174

4. 2014/2015 179

Sumber: Data Sekolah

Jumlah siswa MI Miftahul Jannah cukup mengalami peningkatan terutama dalam tiga tahun terakhir ini.

MI Al-Munawarroh terletak di pinggiran kota Bandar Lampung yang mempunyai lebih banyak ruang kelas dan luas tanah yang lebih luas dibanding MI Miftahul Jannah. Jumlah sisw a Al-Munawarroh pun mengalami peningkatan terutama dalam empat tahun terakhir ini.

Jumlah siswa MI Al-Munawarah makin meningkat terutama di empat tahun terakhir ini. Hal tersebut dapat dilihat dari data berikut:


(30)

Tabel 1.3 Data jumlah siswa MI Al-Munawarroh

No Tahun Pelajaran Jumlah Siswa

1. 2011/2012 160

2. 2012/2013 175

3. 2013/2014 180

4. 2014/2015 198

Sumber: Data Sekolah

Jumlah guru di MI Miftahul Jannah berjumlah dua belas orang, terdiri atas kepala madrasah, tiga guru bidang studi Agama Islam, dan delapan sebagai guru kelas. Untuk kualifikasi pendidikan terdiri atas S-1 sebanyak 67% dan yang belum S-1 sebanyak 23% lulusan Sekolah Menengah Atas dan sederajat atau masih

meneruskan pendidikan S-1. Untuk guru yang memiliki sertifikat pendidik atau yang sudah sertifikasi terdiri atas enam orang dari dua belas orang guru atau sudah mencapai 50% dari jumlah keseluruhan guru di MI Miftahul Jannah.

Tabel 1.4 Data Guru di MI Miftahul Jannah dan MI Al-Munawaroh

Status pendidik MI Miftahul Jannah MI Al-Munawarah

Guru belum sertifikasi 6 7

Guru bersertifikasi 6 5

Jumlah 12 12

Sumber : Hasil Observasi

Sedangkan jumlah guru di MI Al-Munawaroh yaitu berjumlah dua belas orang. Terdiri atas kepala madrasah, empat guru bidang studi dan tujuh guru kelas. Kualifikasi Pendidikan guru S-1 sebanyak 75% dan yang belum S-1 sebanyak 25%. Guru yang bersertifikasi sebanyak 5 orang dari dua belas orang guru atau mencapai 42%.


(31)

Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya pengelola (guru) telah dilakukan, baik pemerintah maupun dari yayasan. Melihat hal ini peneliti terpanggil meneliti tentang ekspektasi guru terhadap program pengembangan profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al Munawarroh Bandar Lampung.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka fokus penelitian ini adalah ekspektasi guru terhadap program pengembangan profesi di MI Miftahul Jannah dan MI Al Munawarroh Bandar Lampung, sedangkan sub fokus dalam penelitian ini adalah

1. Ekspektasi guru terhadap perencanaan program pengembangan profesi?

2. Ekspektasi guru terhadap pengorganisasian program pengembangan profesi?

3. Ekspektasi guru terhadap pelaksanaan program pengembangan profesi?

4. Ekspektasi guru terhadap pengawasan program pengembangan profesi guru?

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Bagaimanakah ekspektasi guru terhadap perencanaan program pengembangan profesi?

1.3.2 Bagaimanakah ekspektasi guru terhadap pengorganisasian program pengembangan profesi?

1.3.3 Bagaimanakah ekspektasi guru terhadap pelaksanaan program pengembangan profesi?


(32)

1.3.4 Bagaimanakah ekspektasi guru terhadap pengawasan program pengembangan profesi?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan:

1. Ekspektasi guru terhadap perencanaan program pengembangan profesi.

2. Ekspektasi guru terhadap pengorganisasian program pengembangan

profesi.

3. Ekspektasi guru terhadap pelaksanaan dalam program pengembangan Profesi.

4. Ekspektasi guru terhadap pengawasan program pengembangan profesi.

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri atas kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis sebagai berikut

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan disiplin ilmu Manajemen Pendidikan, khususnya kajian mengenai

pengembangan profesi dan pelatihan tenaga pendidikan; 2. Secara praktis

a. Penelitian ini diharapkan berguna bagi guru untuk memberikan informasi program pengembangan profesi guru menuju guru yang profesional harapan bangsa dan negara Indonesia;

b. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi sekolah untuk mengetahui dan memenuhi ekspektasi guru pada program pengembangan profesi guru;


(33)

c. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi Dinas Pendidikan untuk mengetahui dan memenuhi ekspektasi guru terhadap program

pengembangan profesi guru dalam menyusun langkah-langkah kebijakan pendidikan untuk menciptakan dunia pendidikan yang makin maju;

d. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi yayasan untuk mengetahui dan memenuhi ekspektasi guru terhadap program pengembangan profesi guru; e. Bagi peneliti, hasil dalam penelitian ini dapat menambah kompetensi

profesionalisme sebagai pendidik dan memberikan informasi mengenai program pengembangan profesi peneliti sebagai guru.

1.6 Definisi istilah

Untuk memperoleh kejelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dikemukakan beberapa pengertian istilah yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun beberapa istilah tersebut adalah

1.6.1 Ekspektasi

Ekspektasi dalam penelitian ini adalah harapan besar yang dibebankan pada sesuatu yang dianggap akan mampu;

1.6.2 Program Pengembangan Profesi

Program Pengembangan Profesi dalam penelitian ini adalah program yang dikemas untuk peningkatan kompetensi guru.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diutarakan secara berturut-turut adalah tentang teori ekspektasi, profesionalisme guru, pengembangan keprofesian berkelanjutan guru, manajemen pendidikan, perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan.

2.1 Teori Ekspektasi

a. Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)

Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam lima tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan hirarki kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat setidak-tidaknya harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.

Gambar 2.1. Lima Tingkatan Piramid Teori Maslow Aktualisasi diri

Penghargaan Sosial Keamanan


(35)

Lima hirarki kebutuhan Maslow, yaitu

1. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya);

2. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,

diterima, memiliki);

4. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan);

5. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk

menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

b. Teori Motivasi Herzberg (1966)

Menurut Herzberg (1966) ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan,


(36)

termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik) sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya (faktor intrinsik).

c. Teori Motivasi Douglas McGregor

Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori Y (positif), Menurut teori X empat pengandaian yang dipegang manajer adalah a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja; b. Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan

hukuman untuk mencapai tujuan;

c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab;

d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan dengan kerja;

Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y, yaitu

a. Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain;

b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran;

c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab; d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.


(37)

d. Teori Motivasi Vroom (1964)

Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen

Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas;

 Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu);

 Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.

e. Teori Achievement Mc Clelland (1961)

Dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu

Need for achievement (kebutuhan akan prestasi);

Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial);


(38)

f. Clayton Alderfer ERG

Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori Maslow. Alfeder mengemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi

(http://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-motivasi-dan-teori-teori-motivasi/ diunggah pada hari Selasa, 5 Januari 2016).

2.2 Profesionalisme Guru

Profesionalisme, merupakan atribut dan kompetensi seseorang yang diperoleh dari suatu proses pendidikan yang secara sengaja dirancang khusus (bukan hanya pelatihan) agar orang tersebut menguasai filsafat dan teori sebagai landasan dalam menjalankan praktek pekerjaannya, menguasai keterampilan yang didasarkan atas landasan filsafat dan teori itu, memiliki suatu sikap dan kecintaan terhadap

pekerjaannnya, serta memilik etika yang diyakini dan dipegang teguh dalam melaksanakan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam pekerjaannya itu (Sutjipto dalam Suyatno, 2009:93).

Menurut Sutjipto dalam Suyatno (2009:93), dan kawan-kawan guru adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh profesional karena guru berhubungan dengan tanggung jawab merancang dan membangun sesuatu yang amat penting bagi masa depan kemanusiaan. Guru bukan hanya berfungsi melaksanakan pelatihan


(39)

sehingga muridnya dapat menjawab soal ujian dan/atau melaksanakan keterampilan tertentu.

Salah satu peranan yang dapat membantu merealisasikan kemanusiaan manusia adalah guru. Guru ikut serta mengembangkan potensi kejiwaan dan jasmani muridnya, sehingga murid tersebut dapat mengembangkan kemanusiaannya secara maksimal. Guru harus dapat menanamkan tanggung jawab setiap muridnya dalam melaksanakan fungsi kemanusiaannya.

Menurut Dardiri dalam Suyatno, dan kawan-kawan ( 2009:206) tugas seorang guru profesional, meliputi tiga bidang utama: pertama, bidang profesi; kedua, bidang kemanusiaan; ketiga, bidang kemasyarakatan. Dalam bidang profesi, tugas guru profesional adalah mengajar, mendidik, melatih dan melaksanaakan

penelitian masalah-masalah pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, tugas guru profesional adalah sebagai penggganti orang tua, utamanya dalam peningkatan kemampuan intelektualitas peserta didik. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentranformasikan potensi yang dimilikinya agar berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Dalam bidang kemasyarakatan tugas guru profesional adalah memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (Tilaar, 2002:88-89).

Guru bermutu yakni guru yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial secara berkelanjutan (continuous improvement) (Dardiri dalam Suyatno, dan kawan-kawan, 2009:207).


(40)

Standar profesional seorang guru sangat penting untuk mewujudkan guru yang berkualitas, seperti yang dikemukakan oleh Arifin dalam Agung (2014:71) bahwa guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai

1) Memiliki dasar ilmu yang kuat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi masyarakat ilmu pengetahuan abad 21;

2) Penguasaan kiat-kiat praktis profesi berdasarkan riset penelitian dan praktis pendidikan. Ilmu ilmu pendidikan yang dikembangkan tidak hanya sekedar konsep tetapi merupakan kajian dan praktik dilapangan dan disesuaikan dengan pendidikan masyarakat Indonesia;

3) Pengembangan kemampuan profesional harus berkesinambungan, dengan melibatkan unsur yang terkait khususnya dalam bidang pendidikan. Kelemahan dan hambatan seorang profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service. Karena

pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah khususnya pada sektor pemerintah.

Faktor yang mempengaruhi profesionalitas guru, menurut Rahman (2014:6) profesionalitas seorang guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengalaman (experience), harapan (expectation) dan fakta/kenyataan (evidence).

Menurut Lee (2005) dalam Rahman (2014:3) model pengembangan profesionalitas seharusnya melibatkan partisipasi guru dalam pengambilan keputusan progam mengingat hal tersebut sangat berpengaruh terhadap


(41)

(2002) menyatakan perlunya dimulai sebuah program pendidikan atau pelatihan dengan melakukan analisis kebutuhan. Kajian ini harus melibatkan guru karena mereka akan menjadi orang-orang yang akan menjadi subjek dari program pengembangan profesional.

2.3 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru

Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap,

berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran secara

profesional. Pembelajaran yang berkualitas diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan.

Tujuan umum pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah untuk

meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Secara khusus tujuan pengembangan

keprofesian berkelanjutan adalah sebagai berikut

a. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku;


(42)

b. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik;

c. Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional;

d. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru; e. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat; f. Menunjang pengembangan karir guru.

Manfaat pengembangan keprofesian berkelanjutan yang terstruktur, sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan keprofesian guru adalah sebagai berikut

a. Bagi Peserta Didik

Peserta didik memperoleh jaminan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif;

b. Bagi Guru

Guru dapat memenuhi standar dan mengembangkan kompetensinya

sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas utamanya secara efektif sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik untuk menghadapi kehidupan di masa datang;

c. Bagi Sekolah/Madrasah

Sekolah/Madrasah mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik;


(43)

d. Bagi Orang Tua/Masyarakat

Orang tua/masyarakat memperoleh jaminan bahwa anak mereka

mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan pengalaman belajar yang efektif;

e. Bagi Pemerintah

Memberikan jaminan kepada masyarakat tentang layanan pendidikan yang berkualitas dan profesional.

Sasaran kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan/atau Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan

kebutuhan guru. Pelaksanaannya didasarkan pada unsur-unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan, prinsip pelaksanaan dan lingkup pelaksanaan kegiatan.

1. Unsur Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, unsur kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi

a. Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan

profesionalisme diri agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau kebijakan pendidikan nasional serta perkembangan ilmu Pengetahuan teknologi, dan/atau seni.


(44)

Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan melalui diklat fungsional dan/atau kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi

dan/atau keprofesian guru.

Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 menyatakan bahwa diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru baik di sekolah maupun di luar sekolah (seperti KKG/MGMP/MGBK) dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru.

Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain 1) Lokakarya atau kegiatan bersama (seperti KKG, MGMP,

MGBK, KKKS dan MKKS) untuk menyusun dan/atau

mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media pembelajaran;

2) Keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan teknis, dan/atau diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta;

3) Kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.


(45)

Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain (1) perencanaan pendidikan dan program kerja; (2) pengembangan kurikulum, penyusunan RPP dan

pengembangan bahan ajar; (3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5)

penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.

Kegiatan pengembangan diri dilaksanakan di sekolah sesuai

kebutuhan guru dan sekolah, dan dikoordinasikan oleh koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan. Bukti pelaksanaan kegiatan pengembangan diri yang dapat dinilai, antara lain

1) Diklat fungsional yang harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah;


(46)

2) Kegiatan kolektif guru yang harus dibuktikan dengan surat

keterangan dan laporan deskripsi hasil kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah.

Catatan: Bagi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, maka laporan dan bukti fisik pelaksanaan pengembangan diri harus disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota/ Provinsi.

Guru yang telah mengikuti diklat fungsional dan/atau kegiatan kolektif guru berkewajiban mendiseminasikan kepada rekan guru lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat proses kemajuan dan pengembangan sekolah secara komprehensif. Guru yang mendiseminasikan hasil diklat fungsional dan/atau kegiatan kolektif akan memperoleh penghargaan berupa angka kredit sesuai perannya sebagai pemrasaran/narasumber. b. Publikasi Ilmiah

Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap

peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan

pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu

1) Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau narasumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang diselenggarakan pada tingkat


(47)

sekolah, KKG/MGMP/MGBK, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional;

2) Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Publikasi dapat berupa karya tulis hasil

penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masingmasing. Dokumen karya ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah;

Catatan: Bagi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh kepala dinas

pendidikan setempat.

3) Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap, modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang


(48)

c. Karya inovatif

Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa penemuan teknologi tepat guna,

penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni, pembuatan/ modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.

Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang mencakup ketiga unsur tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.

2. Pelaksanaan dan Prinsip-Prinsip Pelaksanaan

Dalam sistem Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru, sebagai langkah awal pelaksanaan pembinaan dan pengembangan

profesionalisme guru, akan dilakukan pemetaan profil kinerja guru dengan menggunakan instrumen evaluasi diri. Kegiatan tersebut


(49)

dilaksanakan pada setiap awal semester periode penilaian kinerja guru yang hasilnya akan digunakan sebagai acuan dalam merencanakan program pengembangan keprofesian berkelanjutan. Pelaksanaan Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan selama kurun waktu dua (2) semester bagi guru yang telah maupun belum mencapai standar yang ditetapkan. Pada setiap akhir semester kedua dilakukan penilaian kinerja guru dimana hasilnya merupakan gambaran

peningkatan kompetensi yang diperoleh guru setelah melaksanakan pengembangan keprofesian berkelanjutan pada tahun berjalan dan sekaligus digunakan sebagai dasar penetapan angka kredit unsur utama dari sub-unsur pembelajaran/bimbingan pada tahun tersebut. Hasil penilaian kinerja guru tahun sebelumnya dan dilengkapi hasil evaluasi diri tahun berjalan, selanjutnya digunakan sebagai acuan perencanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk tahun berikutnya.

Penilaian Kinerja Guru dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara pengembangan keprofesian berkelanjutan, penilaian kinerja guru, dan pengembangan karir guru ditunjukkan melalui alur pembinaan dan pengembangan profesi guru berikut.


(50)

Gambar 2.2. Alur Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru

Pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang

didasarkan pada evaluasi diri dan hasil penilaian kinerja guru dengan urutan prioritas kegiatan yang harus dipenuhi sebagai berikut

a. Pencapaian kompetensi yang diidentifikasikan melalui hasil

pemantauan atas pelaksanaan tugas utama guru dalam pembelajaran berdasarkan hasil penilaian kinerja guru;

b. Peningkatan kompetensi yang dibutuhkan sekolah untuk menyesuaikan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan budaya berdasarkan Laporan Evaluasi Diri Sekolah dan/atau Rencana Tahunan Pengembangan Sekolah;

c. Kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan misalnya sebagai kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala perpustakaan, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan sebagainya;. d. Peningkatan kompetensi yang diminati oleh guru untuk menunjang


(51)

Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut pada akhirnya bukan hanya bertujuan untuk peningkatan keprofesian guru dalam menunjang layanan pendidikan yang bermutu, tetapi juga berimplikasi peningkatan kemampuan melaksanakan tugas utamanya dalam pembelajaran/pembimbingan serta perolehan angka kredit untuk pengembangan karir guru.

Agar pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan prioritas pelaksanaan tersebut maka pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut

a. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian integral dari tugas guru sehari-hari yang berorientasi kepada keberhasilan peserta didik. Cakupan materi untuk kegiatan pengembangan keprofesian

berkelanjutan harus kaya dengan materi akademik, metode

pembelajaran, penelitian pendidikan terkini, teknologi dan/atau seni, serta berbasis pada data dan hasil pekerjaan peserta didik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran;

b. Setiap guru berhak mendapat kesempatan dan wajib mengembangkan diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan sesuai dengan

kebutuhan pengembangan profesinya;

c. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan dengan minimal jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas Pendidikan


(52)

Kabupaten/Kota dan/atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian

kesempatan pengembangan yang tidak merata maka proses perencanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dimulai dari sekolah;

d. Guru yang tidak memperlihatkan peningkatan kompetensi setelah diberi kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan sesuai dengan kebutuhannya, maka dimungkinkan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sanksi tersebut tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan guru untuk melaksanakan program pengembangan keprofesian

berkelanjutan;

e. Guru harus terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan sebagai salah satu sumber informasi kegiatan monitoring dan evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya yang berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah;

f. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus berkontribusi dalam mewujudkan visi, misi, dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus menjadi bagian terintegrasi dari rencana

pengembangan sekolah dan/atau kabupaten/kota dalam melaksanakan peningkatan mutu pendidikan;


(53)

g. Sedapat mungkin kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan di sekolah atau KKG/MGMP/MGBK bersama-sama dengan sekolah lain sehingga mengurangi dampak negatif pada layanan pendidikan karena guru meninggalkan sekolah;

h. Pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mewujudkan guru yang lebih profesional sehingga mendorong pengakuan profesi guru sebagai lapangan pekerjaan yang bermartabat dan bermakna bagi masyarakat dalam pencerdasan kehidupan bangsa;

i. Pengembangan keprofesian berkelanjutan diharapkan dapat mendukung pengembangan karir guru yang lebih objektif, transparan dan akuntabel

3. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan

Lingkup pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan ditunjukkan dalam diagram di bawah ini (diadopsi dari TDA: Continuing

Professional Development (http://www.tda.gov.uk/teachers/ continuing

professional-development.aspx).

Pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat dilakukan di internal sekolah, eksternal-antarsekolah maupun melibatkan kepakaran lain yang dimungkinkan untuk dilakukan melalui jaringan virtual.


(54)

Gambar 2.3. Sumber-sumber Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk KMGMP,/MGBK, pengembangan diri dapat dilakukan di dalam sekolah secara mandiri atau jaringan virtual dalam dan dikelompokkan sebagai berikut.

a. Dilakukan oleh guru secara mandiri dengan program kegiatan antara lain sebagai berikut

1) mengembangkan kurikulum yang mencakup topik-topik aktual/terkini yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan

sebagainya sesuai dengan kebutuhan peserta didik;

2) merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan peserta didik;

3) mengevaluasi, menilai dan menganalis hasil belajar peserta didik yang dapat menggambarkan kemampuan peserta didik secara nyata;

4) menganalisis dan mengembangkan model pembelajaran berdasarkan umpan balik yang diperoleh dari peserta didik;


(55)

5) melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehari-hari sebagai bahan untuk pengembangan pembelajaran; 6) mengkaji artikel dan/atau buku yang berkaitan dengan bidang dan

profesi untuk membantu pengembangan pembelajaran;

7) melakukan penelitian mandiri (misalnya Penelitian Tindakan Kelas) dan menuliskan menjadi bahan publikasi ilmiah;

8) lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan keprofesian guru.

b. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah dengan program kegiatan antara lain sebagai berikut

1) mengobservasi kegiatan pembelajaran sesama guru dan memberikan saran untuk perbaikan pembelajaran;

2) melakukan identifikasi, investigasi dan membahas permasalahan yang dihadapi di kelas/sekolah;

3) menulis modul, buku panduan peserta didik, lembar kerja peserta didik, dsb;

4) membaca dan mengkaji artikel dan/atau buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi untuk membantu pengembangan pembelajaran; 5) mengembangkan kurikulum dan persiapan mengajar dengan

memanfaatkan TIK;

6) melaksanakan pembimbingan pada program induksi bagi guru pemula; 7) melakukan penelitian bersama dan menuliskan hasil penelitian tersebut; 8) lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan keprofesian guru.


(56)

c. Dilakukan oleh guru melalui jaringan sekolah.

Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan melalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok kerja/musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/kota tertentu, antarprovinsi, bahkan

dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan melalui jaringan antara lain dapat berupa

1) kegiatan KKG/MGMP/MGBK;

2) pelatihan/seminar/lokakarya;

3) kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha dan industri, dsb;

4) mengundang narasumber dari sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi/institusi yang relevan.

Untuk menetapkan pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan di sekolah, melalui jaringan sekolah, atau kepakaran lain, kepala sekolah perlu memperhatikan beberapa hal antara lain

a. Tidak merugikan kepentingan belajar peserta didik;

b. Sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesionalisme guru dan peningkatan mutu sekolah kelayakan pelaksanaan program

pengembangan keprofesian berkelanjutan ditinjau dari segi ketersediaan sumber daya manusia, biaya, dan waktu.


(57)

Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti mengusahakan perpustakaan khusus untuk guru-guru yang mencakup segala bidang studi yang diajarkan di sekolah sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari bahan dan referensi untuk mengajar di kelas. Pengembangan yang lain dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada guru-guru untuk mengarang bahan pelajaran tersendiri sebagai buku tambahan bagi siswa baik secara perorangan atau berkelompok. Usaha ini dapat memotivasi guru dalam melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitasnya yang berarti memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kinerjanya (https://made82math.

files.wordpress.com/2013/10/buku-1-pkb-guru.pdf diunggah pada hari

minggu tanggal 22 Nopember 2015).

2.4. Manajemen Pendidikan

Menurut Usman (2008:9) definisi manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan.

2.4.1 Perencanaan

Fungsi manajemen yang akan diutarakan di awali dari fungsi perencanaan. Fungsi perencanaan adalah kunci tercapaiya tujuan organisasi. Beberapa pakar


(58)

Menurut Usman (2008:60) perencanaaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.

Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto dalam Usman (2008:60) ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Prajudi Atmosudirjo dalam Usman (2008:60) mendefinisikan perencanaan ialah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang akan melakukan, bilamana, dimana dan bagaimana cara melalukannya.

Perencanaan menurut Handoko (2003) dalam Usman (2008:61) meliputi (1) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi; (2) penentuan strategi,

kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan yang disebut perencanaan ialah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Dari definisi ini perencanaan mengandung unsur-unsur (1) materi kegiatan yang akan disampaikan; (2) proses penyampaian materi; (3) hasil yang ingin dicapai; (4) penilaian kegiatan pembelajaran/produk hasil kegiatan.


(59)

2.4.1.1 Materi Dalam Program Pengembangan Profesi guru

PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29 ayat [1]-[6] dan dalam Rancangan Pemerintah (RP) tentang Guru, Pasal 2 dinyatakan bahwa guru wajib memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memilik kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Setiap pakar dan setiap negara berbeda dalam menjabarkan dari kemampuan guru. Indonesia menjabarkan melalui Permendiknas No 16 Tahun 2007 yang

menyebutkan standar kompetensi dikelompokkan menjadi empat, yaitu 1) kompetensi paedagogik; 2) kompetensi kepribadian; 3) kompetensi sosial; 4) kompetensi profesional.

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, ada empat

kompetensi yang harus dikuasai oleh para guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Kompetensi paedagogik, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Upaya memperdalam pemahaman terhadap peserta didik ini didasari oleh kesadaran bahwa bakat minat dan tingkat kemampuan mereka berbeda-beda. Sekalipun bahan ajar yang

disajikan dalam kelas secara klasikal sama namun ketika sampai pada pemahaman secara individual, guru harus mengetahui tingkat perbedaan individual siswa


(60)

sehingga dapat memandu siswa yang percepatan belajarnya terbelakang. Sehingga pada akhir pembelajaran ini adalah bagaimana kemampuan pendidik membantu pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Kompetensi kepribadian, yaitu guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulia. Bakat dan minat menjadi guru merupakan faktor penting untuk

memperkokoh sesorang memilih profesi guru. Guru adalah teladan bagi anak didik, dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu kepribadian yang mantap menjadi syarat pokok bagi guru agar tidak mudah terombang-ambing secara psikologis oleh situasi-situasi yang terus berubah secara dinamis (baik positif maupun situasi negatif). Dengan kepribadian seperti ini, guru akan mampu tampil berwibawa, arif, dalam menyapa dan mendidik para siswa, dan cerdas dalam melayani masyarakat dengan segala perbedaannya.

Kompetensi sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Guru harus menjauhkan sikap-sikap egois, sikap yang

mengedepan kepentingan diri sendiri. Guru harus pandai bergaul, ramah terhadap peserta didik, orangtua maupun masyarakat pada umumnya. Guru adalah sosok yang dapat secara luwes berkomunikasi kesegala arah, karena bidang tugasnya harus berhubungan dengan siswa, antar guru, dengan atasannya, dan kepada masyarakat diluar sekolah. Ada beberapa tip yang harus dikuasai guru dalam tata cara pergaulan ini. Dan kunci keberhasilan guru dalam membina dan


(61)

bagaimana kemempuan guru dalam melakukan interaksi sosial ini kepada siswa dan masyarakat lainnya.

Kompetensi profesional, yaitu kemampuan untuk dapat menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru mampu membimbing peserta didik dapat memenuhi standar kompetensi minimal yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Guru diwajibkan menguasai dengan baik mata pelajaran yang diasuhnya, sejak dari dasar-dasar keilmuannya sampai dengan bagaimana metode dan teknik untuk mengajarkan serta cara menilai dan mengevaluasi siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Akhir dari proses pembelajaran adalah siswa memiliki standar kompetensi minimal yang harus dikuasai dengan baik, sehingga ia dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kompetensi tersebut.

Menurut Supranata dalam Suyatno (2009), kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi guru bersifat holistik. Karenanya peningkatan kompetensi guru perlu dilakukan secara integratif dan komprehensif walaupun adakalanya sangat spesifik.

Secara umum komponen struktur program diklat peningkatan kompetensi terdiri atas program umum, program pokok, dan program penunjang. Formulasinya, perlu diatur : 5-10% program umum, 70-90% program pokok


(62)

dan 5-15% program penunjang.

Menurut Supranata dalam Suyatno (2009:228) manfaat penyelenggaraan diklat peningkatan kompetensi guru, yaitu (1) memperdalam dan memperluas

pengetahuan dan wawasan; (2) meningkatkan kompetensi dan profesionalisme; (3) memantapkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan budi pekerti luhur; (4) mendukung penguatan semangat nasionalisme dan integritas nasional; (5) meningkatkan kecintaan terhadap budaya, bangsa, dan negara; (6) memantapkan keseimbangan etika, logika, estetika dan kinestetika; (7) meningkatkan daya adaptasi terhadap abad pengetahuan dan tekonologi informasi; (8)

mengembangkan keterampilan hidup; serta (9) memberdayakan peserta diklat.

Penyelenggaraan diklat peningkatan kompetensi guru yang ideal adalah diklat yang dikemas berdasarkan kebutuhan peserta diklat. Oleh karena itu, identifikasi kebutuhan peserta diklat yang berkenaan dengan kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional harus dilakukan secara optimum. Desainer diklat harus mampu memastikan peta

kompetensi peserta diklat dengan memanfaatkan hasil uji profesi, tes performansi, TNA/ analisis kebutuhan diklat, penilaian diri, monev, pemetaan sekolah, atau hasil akreditasi, dan sebagainya. Peta kebutuhan peserta diklat yang objektif diyakini akan mendukung terwujudnya program diklat peningkatan kompetensi yang bermakna dan sesuai dengan kebutuhan guru pada tataran satuan pendidikan. Dalam praktik, pengemasan desain diklat berbasis kompetensi perlu mengacu beberapa prinsip. Diklat peningkatan kompetensi harus berfokus atau berorientasi


(63)

pada pemenuhan kompetensi yang dipersyaratkan. Diklat peningkatan kompetensi harus bersifat komprehensif, integratif, dan berkelanjutan.

Ditinjau dari segi moral dan integritas, diklat peningkatan kompetensi seyogyanya mencakup nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan budi pekerti luhur, serta

penguatan semangat dan integritas nasional demi kesatuan dan persatuan budaya, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diklat peningkatan Kompetensi guru harus mampu mendukung pemantapan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, beradaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi informasi, serta pengembangan keterampilan hidup (Supranata dalam Suyatno, dkk,

2009:224).

Menurut Hamalik (2001:37) penyusunan program pelatihan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut

1) Program pelatihan harus memiliki tujuan yang jelas sehubungan dengan upaya mencapai tujuan organisasi, yakni memberikan kesempatan kepada tenaga organisasi pada semua jenjang untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan sikapnya;

2) Program pelatihan disusun berdasarkan kebutuhan lapangan dan tujuan tertentu. Kebutuhan ditentukan melalui penjajagan kebutuhan pelatihan, sedangkan tujuan berdasarkan tujuan organisasi;

3) Ruang lingkup program pelatihan ditentukan berdasarkan kebijakan dan tujuan guna menjadi landasan kesepakatan dan kerjasama;


(64)

4) Penetapan metode dan teknik serta proses-proses dalam suatu program latihan harus dikaitkan secara langsung dengan upaya memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pelatihan itu;

5) Berdasarkan kebutuhan dan tujuan manajemen, maka setiap orang yang berada dalam manajemen tersebut harus bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pelatihan, sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing; 6) Tenaga staf pelatihan berfungsi membantu tenaga lini, guna melakukan

penjajagan kebutuhan pelatihan, mengembangkan program pelatihan,

memberikan pelayanan administrasi, dan pelaksanaan tindak lanjut pelatihan; 7) Pelatihan yang efektif berdasarkan prinsip-prinsip belajar, antara lain belajar

aktif, perpaduan antara teori dan praktek, pengalaman lapangan disamping belajar reseptif dan modifikasi tingkah laku;

8) Penyelenggaraan pelatihan sebaiknya didalam lingkungan pekerjaan, sehingga bener-benar terkait dengan kebutuhan, kondisi dan situasi, serta tuntunan pekerjaan sesungguhnya.

2.4.2 Pengorganisasian

Fungsi manajemen ke dua yang akan diutarakan adalah fungsi pengorganisasian. Beberapa pakar mendefinisikan fungsi pengorganisasian sebagai berikut.

Organisasi menurut Weber (1968) dalam Stoner dan Freeman (1995) adalah struktur birokrasi. Organisasi menurut pendapat Wendrich, at al. (1998) adalah proses mendesain kegiatan-kegiatan dalam struktur organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sedangkan Sutarto (1995) mendefinisikan organisasi sebagai kumpulan orang, proses pembagian kerja, sistem kerja sama atau sistem


(65)

sosial. Jones (1995) mendefinisikan organisasi sebagai respons terhadap nilai-nilai kreatif untuk memuaskan kebutuhan manusia. Organisasi menurut Griffin & Morhead (1996) ialah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Akhirnya organisasi menurut Barnard (Anonim, 2000) adalah suatu sistem aktivitas yang dikoordinasikan secara sadar oleh dua orang atau lebih (Usman, 2008:141).

Pengorganisasian menurut Handoko (2003) dalam Usman (2008:141) ialah 1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi; 2) proses perancangan dan pengembangan suatu organisasi yang akan dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan; 3) penugasan tanggung jawab tertentu; 4) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

Istilah pengorganisasian menurut Handoko (2003) dalam Usman (2008:141) ialah 1) cara manajemen merancang struktur formal untuk penggunaan yang paling efektif terhadap sumber daya keuangan, fisik, bahan baku, dan tenaga kerja organisasi; 2) bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatannya, dimana setiap pengelompokkan diikuti penugasan seorang manajer yang diberi wewenang mengawasi anggota kelompok; 3) hubungan antara fungsi, jabatan, tugas karyawan; 4) cara manajer membagi tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen dan mendelegasikan wewenang untuk mengerjakan tugas tersebut.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan pengorganisasian ialah proses

mendesain kegiatan-kegiatan dalam struktur organisasi, kumpulan orang, proses pembagian kerja, sistem kerja sama atau sistem sosial untuk mencapai tujuan.


(66)

Dari definisi-definisi di atas pengorganisasian mengandung unsur-unsur (1) struktur pengorganisasian; (2) keserasian tugas dengan latar belakang pendidikan/keahlian; (3) Ketersedia standar-standar operasional prosedur.

2.4.2.1 Pengorganisasian Program Pengembangan Profesionalisme Guru

Pembinaan guru adalah rangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru, terutama wujud bantuan pelayanan profesional, yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik, pengawas, dan pembina lainnya untuk meningkatkan proses dari hasil belajar mengajar (Depdikbud, 1985:3, Depdikbud, 1986:5).

Menurut (Mantja, 1998) supervisor atau pembina yang dalam sistem kepejabatan persekolahan di Indonesia adalah kepala sekolah, pengawas atau pejabat yang terlibat dalam layanan supervisi adalah pihak yang selama ini dipandang

berwenang, dan karena itu dianggap paling bertangggung jawab dalam kegiatan supervisi.

Menurut Sujanto dalam Suyatno, dan kawan-kawan (2009:134) dukungan pihak-pihak terkait dalam program pengembangan profesi guru adalah para birokrat bidang pendidikan (pusat dan daerah), anggota legislatif yang menangani bidang pendidikan, para orang tua, organisasi serikat-serikat guru dan semua yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Menurut Baedhowi dalam Suyatno, dan kawan-kawan (2009:71) komitmen pemerintah untuk mewujudkan pendidikan berkualitas perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan di tanah air.


(1)

guru-guru, pengawas tidak pernah mensupervisi guru-guru untuk tahun pelajaran 2014/2015

5.2 Implikasi

Implikasi dirumuskan berdasarkan temuan-temuan penelitian yang merupakan konsekuensi untuk mencapai kondisi ideal dalam pelaksanaan program

pengembangan profesi guru di MI Miftahul jannnah dan MI Al-Munawaroh Bandar Lampung agar tujuan program tersebut dapat tercapai, yaitu menghasilkan guru-guru profesional yang merupakan jawaban penting dalam pembangunan pendidikan nasional yang berkualitas.

5.2.1 Perencanaan

Perencanaan pada program pengembangan profesi guru harus dirancang berdasarkan analisis kebutuhan yang akurat sehingga pelaksanaan program pengembangan profesi guru dapat terlaksana secara efektif, efisien dan hasilnya maksimal.

Perencanaan pada program pengembangan profesi guru harus dirancang berdasarkan kebutuhan guru, yaitu materi pada program tersebut harus mengacu pada empat kompetensi yang dipersyaratkan dalam PP nomor 19 Tahun 2005, Permendiknas no 16 tahun 2007, dan sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen . Perencanaan pada program pengembangan profesi guru harus memiliki tujuan yang jelas sehubungan dengan tujuan program pengembangan profesi guru. Program pengembangan profesi guru harus bersifat komprehensif, integratif dan


(2)

berkelanjutan. Para designer pada program pengembangan profesi guru harus orang yang berpengalaman, berkeahlian dan berketerampilan.

5.2.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam program pengembangan profesi guru harus berjalan dengan baik dimana pihak-pihak yang berwenang, dan

bertanggung jawab dalam kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan program pengembangan profesi harus menjalankan sesuai tugas dan wewenangnya. Program pengembangan profesi guru seharusnya

mendapatkan dukungan pihak-pihak terkait dalam program pengembangan profesi guru yaitu para birokrat bidang pendidikan (pusat dan daerah), anggota legislatif yang menangani bidang pendidikan, para orang tua, organisasi serikat-serikat guru dan semua yang terlibat dalam

penyelenggaraan pendidikan nasional.

Guru harus mengikuti organisasi profesi seperti KKG, MGMP, dan lain-lain sebagai bentuk pengembangan diri yang merupakan bagian dari program pengembangan profesi guru.

5.2.3 Pelaksanaan

Pelaksanaan pola diklat dalam program pengembangan profesi guru harus menggunakan pola diklat yang efektif dimana harus dilaksanakan dengan pola diklat in-on-in (in-service-on-service-in-service) artinya peserta yang telah memenuhi persyaratan segera mengikuti diklat (in- service) untuk penambahan substansi materi dan metode pembelajaran sesuai dengan standar, kemudian kembali ke tempat kerja masing-masing untuk


(3)

menerapkan materi yang diterima (on-service), kemudian mengikuti diklat kembali (in-service) untuk pendalaman materi terkait dengan

profesionalisme guru.

Pelaksanaan dalam program pengembangan profesi guru harus berjalan dengan baik dimana pelaksanaan pada program pengembangan profesi guru harus sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Program pengembangan profesi guru seharusnya dilaksanakan secara profesional, bertahap, berjenjang, berkelanjutan, akuntabel efektif dan efisien.

5.2.4 Pengawasan

Pengawasan dalam program pengembangan profesi guru harus berjalan dengan baik dimana supervisor atau pembina, yaitu kepala sekolah, pengawas, dan pejabat yang terlibat dalam layanan supervisi harus melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab tugas dan wewenangnya.

5.3 Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.

5.3.1 Guru

Guru perlu mengembangkan profesi dan kompetensi baik yang difasilitasi pemerintah maupun secara mandiri, untuk mencapai guru yang profesional dambaan bangsa ini guna mencapai tujuan pendidikan nasional.


(4)

5.3.2 Sekolah

Sekolah perlu memfasilitasi guru untuk mengikuti berbagai program pengembangan profesi guru, meningkatkan kompetensinya guna mencapai tujuan program pengembangan profesi guru dan tujuan pendidikan

nasional.

5.3.3 Yayasan

Yayasan perlu mendukung dan memfasilitasi kebutuhan guru dalam mengikuti program pengembangan profesi guru dan lebih peka untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan guru yang terkait dengan PPPG agar tercapainya tujuan dari VISI dan MISI sekolah yang merupakan bagian dari Program yayasan.

5.3.4 Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan perlu menindaklanjuti pelaksanaan dari program pengembangan profesi guru, yaitu berbagai kegiatan program pengembangan profesi guru di sekolah yang sudah berjalan, guna mengetahui tingkat keberhasilan dari program tersebut sehingga sudah mencapai hasil yang maksimal, guna menemukan solusi terbaik untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan guru dalam program pengembangan profesi guru guna tercapainya tujuan dari program tersebut yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. (2014). Mengembangkan Profesionalitas Guru. Bee Media Pustaka. Jakarta

Ambarita, Alben. (2013). Kepemimpinan Kepala Sekolah.Universitas Lampung, Bandar Lampung

Hamalik, Oemar. 2001.Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan pendekatan Terpadu. Bumi Aksara, Jakarta Baedhowi. 2010. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku 1.

Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta.

http://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-motivasi-dan-teori-teori-motivasi/ Manajemen Pembinaan Profesional Guru berwawasan pengembangan Sumber

Daya Manusia Suatu Kajian Konseptual-Historik dan Empirik - Prof. Dr. Willem Mantja

Miles, B.M. & Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif, Penerjemah Rohadi. P.T. Rosdakarya. Bandung

Model Pendidikan Guru Masa Depan - Lantip Diat Prasojo .Administrasi Pendidikan FIP UNY.

Moleong, Lexy. 2005. Metode Penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Moleong, Lexy. 2010. Metode Penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Rahman, Bujang. 2013. Rekonstruksi Paradigma Pendidikan untuk Memperkuat Karakter Bangsa Melalui Implementasi Kurikulum 2013. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Rahman, Bujang. 2014. Aplikasi Manajemen 3E dalam Pengembangan Profesionalitas Guru. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 13, No.1.


(6)

Rahman, Bujang. 2015. Mempersiapkan Guru profesional Suatu Pendekatan Komprehensif. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Samani, Muchlas. 2012. Profesionalisasi Pendidikan. Unesa University Press, Surabaya.

Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembinaan

Profesionalisme Guru Berbasis Pendidikan Nilai. Makalah Sarasehan Nasional “Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” oleh Kopertis Wilayah 3 DKI Jakarta, 12 Januari 2010.

Sugiyono. 2011, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D) C.V Alfabeta, bandung

Suyatno, dkk. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru 70th Abdul Malik Fajar.Uhamka Press, Jakarta Selatan

Tilaar, H.A.R. & Nugroho, Riant. Kebijakan pendididikan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Usman, Husaini. (2008). MANAJEMEN Teori Praktik & Riset Pendidikan. Bumi aksara. Jakarta