Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

mengarahkan pada pneumonia aspirasi, scleroderma atau mixed connectice tissue disease. Sinusitis berulang mengarah pada granulomatosis Wagener. Batuk darah menunjukkan ke arah sindrom perdarahan alveolar seperti pada sindrom Goodpasture, lupus erimatosus sistemik, granulomatisis Wagener, kapilaritis paru. Artritis mencurigakan ke arah berbagai penyakit vaskular kolagen atau sarkoidosis. Gejala pada kulit dan otot mengarahkan pada dermatomiositis atau polimiositis. Sicca syndrome mata dan mulut kering mencurigakan akan sarkoidosis, sindrom Sjogren atau penyakit vaskular kolagen lainnya.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan seringkali tidak menolong penegakkan diagnosis. Sebaliknya temuan fisik di luar toraks sering membantu memperjelas penyakit yang terjadi. Misalnya kelainan kulit disertai dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali mengarahkan pada sarkoidosis. Nyeri otot dan kelemahan otot paroksimal mencurigakan adanya pilomiositis. Adanya artritis mengarahkan pada sarkoidosis dan penyakit vaskular kolagen. Atralgia juga bisa terjadi pada FPI tetapi jarang sampai menyebabkan sinovitis atau artritis akut. Sklerodaktili, fenomena Raynaud dan lesi telangiektasia adalah gambaran khas skleroderma dan sinrom CREST. Iridosiklitis, uveitis tau konjungtivitis mungkin berhubungan dengan skleroderma dan sindrom vaskular kolagen. Kelainan saraf pusat disertai diabetes insipidus atau disfungsi kelenjar pituitary anterior mengarahkan pada sarkoidosis. Diabetes insipidus tanpa gangguan saraf pusat mencurigakan ke arah granulomatosis sel Lagerhans, sementara epilepsi dan retardasi mental menunjukkan adanya kemungkinan tuberous sclerosis.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada dugaan PPI harus meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, hiting jenis leukosit, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, 13 elektrolit Na, K, Cl, Ca, urinalisis dan tes penapisan untuk penyakit vaskular kolagen. Apabila diperlukan dapat juga diperiksa kadar Angiotensin Converting Enzyme ACE dan Creatinin Kinase CK. Seluruh foto yang pernah dibuat harus dibandingkan. Dengan membandingkan kita bisa mendapatkan keterangan tentang awitan kronisitas, progresivitas, maupun stabilitas penyakit. Walaupun jarang, bisa saja ditemukan foto toraks yang normal pada PPI. Bila terdapat kelainan, distribusi dan gambaran kelainan dapat membantu mempersempit diferensial diagnosa. Gambaran kelainan yang didominasi daerah apeksatas, mengarahkan pada sarkoidosis, beriliosis, granulomatosis sel Lagerhans, fibrosis kistik, silikosis dan ankylosing spondilitis. Gambaran kelainan yang didominasi daerah tengah dan bawah menunjukkan FPI, karsinomatosis limfangitik, pneumonia eosinifilik subakut, asbestosis, skleroderma dan artritis dermatoid. Adanya adenopati hilus bilateral sekaligus paratrakeal mencurigakan ke arah sarkoidosis. Adanya kalsifikasi “kulit telur” memungkinkan adanya sarkoidosis atau silikosis. Karsinomatosis limfangitik ditandai antara lain dengan garis Kerley B tanpa kardiomegali sementara gambaran paru adalah gambaran PPI. Gambaran infiltrat di lobus atas dan lobus tengah yang cenderung ke tepi sehingga bagian tengah atau hilis cenderung lebuh bersih, atau sering disebut bayangan film negatif dari edema paru mengarah ke pneumonia eosinofilik kronik. Infiltrat bilateral pada saat dan lobus yang sama mencurigakan ke arah BOOP, pneumonia eosinofilik kronik, PPI imbas obat, pneumonitis radiasi kambuhanrecall. Adanya plak atau penebalan lokal pleura pada gambaran umum PPI mengarah ke dugaan asbestosis. Penebalan pleura yang difus bisa juga pada pleurisy asbestos dan bisa juga akibat artritis reumatoid, skleroderma atau keganasan. Adanya efusi pleuri mencurigakan ke arah artrits reumatoid, lupus eritematosus sistemik, reaksi obat, penyakit paru akibat asbestos, amiloidosis, limfangioleiomiomatosis atau karsinomatosis limfangitik. Dalam konteks PPI, gambaran volume paru yang relatif 14 normal atau bahkan membesar, mencurigakan ke arah adanya obstruksi saluran napas dan ini dapat terjadi pada limfangioleiomiomatosis, granuloma eosinofilik, pneumonia hipersensitivitas, tuberous sclerosis dan sarkoidosis. Dalam menafsirkan temuan ini, harus disadari bahwa foto toraks hanya memberikan penilaian semikuantitatif dari volume paru dan seringkali tidak mencerminkan keadaan fungsional dan histologis yang terjadi. Walau bagaimanapun juga kombinasi foto toraks dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis bisa sangat mengarah. Apapun sebabnya, gangguan restriktif paru dan penurunan kapasitas difusi paru adalah gambaran yang dominan pada PPI. Akibatnya umumnya tes fungsi paru menunjukkan adanya PPI dan menunjukkan beratnya penyakit, tetapi tidak bisa membedakan berbagai penyebab PPI. FEV 1 umumnya normal karena baik FEV maupun FVC sama-sama turun. Dlco adalah pemeriksaan selisih tekanan oksigen di alveolus dengan di arteri PAO2-PaO2 bisa normal atau meninggi tergantung beratnya penyakit. Walaupun sangat tidak spesifik, pemeriksaan ini diyakini sebagai parameter yang sensitif untuk menilai adanya disfungsi paru terutama pada stadium dini. Dlco juga berguna untuk pengawasan perkembangan penyakit dan hasil pengobatan. Perubahan PAO2-PaO2 saat istirahat, FVC, dan Dlco dalam 1 tahun, akan menggambarkan prognosis PPI. Penyakit seperti polimiositis, scleroderma dan lupus eritematosus sistemik harus dipikirkan bila uji pada pasien yang kooperatif menunjukkan penurunan maximal voluntary ventilation MVV yang lebih besar dari penurunan maximal voluntary pressure = MIP sehubungan dengan kelemahan otot. Bila terdapat kelainan obstruktif saluran napas, harus dipikirkan adanya PPOK, asma atau bronkiektasis yang menyertai PPI. Evaluasi fungsi paru saat latihan, baik tunggal maupun serial dapat membantu penatalaksanaan PPI. Beratnya hipoksemia imbas latih dan perbedaan tekanan O2 alveolus-arteri gradient A-alfa O2 berhubungan dengan beratnya fibrosis paru. 15 Diagnosis pasti ILD adalah dengan biopsi paru. Untuk mendapatkan hasil jaringan yang terbaik, biopsi dilakukan dengan open lung biopsy yang mortaliti dan morbiditinya tinggi. Selain itu bisa juga dengan prosedur video-assisted thoracoscopy VATS yang relatif lebih mahal dari biopsi transbronkial maupun dengan pemeriksaan bronchoalveolar lavage BAL yang merupakan pendekatan diagnostik lain dari ILD. Prosedur transbronkial dan BAL dilakukan dengan menggunakan bronkoskop serat lentur fiberoptic bronchoscopy yang morbiditi dan mortalitinya lebih rendah. Pemeriksaan BAL bertujuan untuk mendapatkan sampel sel-sel dan komponen nonselular dari unit bronkoalveolar yang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, menentukan stadium penyakit, dan menilai kemajuan terapi follow up pada beberapa penyakit ILD. 2.6 Penyakit Paru Interstitial 2.6.1 Fibrosis paru idiopatik