HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN KEDELAI SERTA KONSUMSI SERAT MAKANAN DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PASIEN PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN KEDELAI SERTA KONSUMSI SERAT MAKANAN DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA

PASIEN PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

Oleh

SARTIKA SAFITRI

Peningkatan kadar kolesterol total merupakan salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Salah satu konsekuensi utama dislipidemia adalah terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Konsumsi protein kedelai dan serat makanan diyakini memiliki efek hipokolesterolisme. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesetrol total.

Penelitian ini dilakukan pada Desember 2015 sampai Januari 2016 di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung dengan metode observasional analitik dan pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanyak 40 orang, berusia 18-45 tahun. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Konsumsi protein kedelai dan serat makanan dinilai dengan SQFFQ, kadar kolesterol total puasa diukur dengan metode CHOD-PAP. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dengan α=0,05.

Rerata konsumsi protein kedelai, serat makanan dan kadar kolesterol total subjek penelitian berturut-turut adalah 15,35±10,68 gram/hari, 7,34±3,06 gram/hari, dan 178 mg/dL. Koefisien korelasi menunjukkan hubungan negatif kadar kolesetrol total serum dengan konsumsi protein kedelai dan serat makanan (p = 0,043, r = -0,321; p = 0,010, r = -0,402).

Kesimpulan, terdapat hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total. Semakin tinggi konsumsi protein kedelai dan konsumsi serat makanan maka semakin rendah kadar kolesterol total.


(2)

ABSTRACT

THE CORRELATIONS OF SOY PROTEIN CONSUMPTION AND DIETARY FIBER CONSUMPTION WITH TOTAL CHOLESTEROL LEVEL IN PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG’S PATIENTS

By

SARTIKA SAFITRI

Increased levels of total cholesterol serum is one of lipid metabolism disorder sign (dislipidemia). The main consequences of dislipidemia is coronary heart disesase (CHD). Soy protein and dietary fiber are believed have hypocholesterolemic effect. This study aimed to determine the correlation of soy protein and dietary fiber consumption with total cholesterol level.

This study was conducted on Desember 2015 until January 2016 in Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung with observational analytic method and cross sectional approach. Sampling was taken by consecutive sampling and obtained 40 respondents, aged 18-45 years. Soy protein and dietary fiber intakes were collected by SQFFQ. Fasting total cholesterol level was measured by fotometric with CHOD-PAP method. Data were analyzed with univariate and bivariate by Pearson correlation test.

Mean intakes of soy protein, dietary fiber, and serum total cholesterol level of respondents are 15,35±10,68 gram/day, 7,34±3,06 gram/day, and 178 mg/dL. Correlation coefficients showed that total cholesterol was negatively associated with soy protein and dietary fiber intake (p = 0,043, r = -0,321; p = 0,010, r = -0,402).

In conclusion, there were correlation between soy protein and dietary consumption with cholesterol total level. The higher consumption of soy protein and dietary fiber, the lower serum total cholesterol.


(3)

HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN KEDELAI SERTA KONSUMSI SERAT MAKANAN DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA

PASIEN PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

Oleh:

SARTIKA SAFITRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 20 Maret 1995, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Samroni, BBA dan Ibu Mariani, BSc.

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN 3 Kota Gapura pada tahun 2006, sekolah menengah pertama di SMPN 7 Kotabumi diselesaikan pada tahun 2010, dan sekolah menegah atas di SMAN 3 Kotabumi diselesaikan pada tahun 2012. Selama bersekolah, penulis juga aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler meliputi Rohis, OSIS, KIR, Science Center, dan English Club.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Program studi Pendidikan Dokter melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen Patologi Anatomi pada tahun ajaran 2014-2015. Penulis juga aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Ketua Bidang Keputrian pada tahun 2013-2014. Penulis juga aktif dalam organisasi BEM FK Unila sebagai anggota Dinas Pendidikan dan Profesi (Pendpro) pada tahun 2013-2014, dalam Lembaga Kemahasiswaan PMPATD Pakis Rescue Team sebagai anggota Divisi Pengabdian Masyarakat (Pengmas), serta pada tahun 2014-2015 penulis menjadi Bendahara DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) FK Unila.


(8)

Selain itu juga penulis pernah mengikuti organisasi ektrakampus, yaitu menjadi pengurus FULDFK Dewan Ekskutif Wilayah I sebagai anggota Departemen Kemuslimahan pada tahun 2013-2014.


(9)

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Aku persembahkan karya kecil ini untuk Abah, Ibu dan Adik tersayang

Semoga selalu dalam perlindungan Allah SWT

“... niscaya Allah akan mengan

gkat (derajat) orang-orang yang beriman

diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa

derajat. Dan Allah Mahateliti apa

yang ka

mu kerjakan.”

(Q.S. Al-Mujadalah:11)

“Wahai Saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara

yang

akan aku beritahukan perinciannya: (1) kecerdasan, (2) semangat,

(3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat

(belajar) dengan guru (ahli), (6) membutuhkan

waktu yang lama.”


(10)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta Alam. Syukur yang tak terkira kepada Sang Maha Cinta yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penelitian ini dapat saya selesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tersampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sosok luar biasa karena kebiasaannya, suri tauladan terbaik bagi umatnya.

Skripsi yang berjudul “Hubungan Konsumsi Protein Kedelai serta Konsumsi Serat Makanan dengan Kadar Kolesterol Total Pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung”, adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.

Saya meyakini penelitian ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Maka dengan segenap kerendahan hati saya menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang, tempat saya dititipkan olehNya, Abah dan Ibu tercinta, Samroni, BBA dan Mariani, Bsc serta adik saya Angga Orgando atas cinta, kasih sayang, dukungan, doa, semangat, kerja keras, kesabaran, keikhlasan yang tak ada habisnya, menjadikan saya terus menguatkan diri untuk berjuang dan merintis jalan ini menuju masa depan. Dan juga seluruh


(11)

keluarga besar Alm. Ali Munir dan keluarga besar Alm. Zainudin yang selalu mendukung saya dalam mengejar cita-cita, insyaAllah saya akan menjadi dokter pertama yang terlahir dari kedua keluarga ini;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes, Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

4. Ibu dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK., selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu berharganya untuk membimbing dan memberikan ilmu, saran, kritik yang membangun, dukungan serta nasihat dalam penyusunan skripsi ini;

5. Ibu dr. Dian Isti Anggraini, M.P.H., selaku pembimbing kedua yang telah menerima saya dengan senang hati untuk bimbingan, meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, nasihat, serta saran dalam penyusunan skripsi ini;

6. Ibu dr. Putu Ristyaning Ayu, Sp.PK., selaku dosen pembahas dan penguji yang telah memberikan masukan, motivasi bimbingan serta kritik yang membangun dalam proses penyusunan skripsi ini;

7. Bapak dr. M. Yusran, M.Sc, Sp.M., dan Bapak dr. Syazili Mustofa selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 8. Seluruh dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang sudah

memberikan ilmu dan keterampilan, motivasi serta nasihat,selama pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;


(12)

9. Ibu dr. Marissa Anggraini, M.Pd.Ked., selaku Kepala Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung yang telah memberi izin untuk dapat melaksanakan penelitian di sana serta para staf Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung yang telah bersedia membantu;

10. Sahabat Fillah yang setia membersamai saya, berjuang bersama di FK Unila, Sheba Denisica Nasution, Septina Ashariani, Zsa Zsa Febryana, dan Ria Janita Riduan;

11. Teman-teman yang telah berkenan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, Hanifah Rahmania, Idzni Mardhiyah, Hani Zahiyyah Suarsyaf, Suci Widya P, Huzaimah, mbak Pramadhana Sellynda dan teman-teman di kos Asrama Tiara;

12. Teman-teman Asisten Dosen Patologi Anatomi: Zahra Zettira, Idzni Mardhiyah, Seffia Riandini, Ratna Agustina, dan Singgih Suhan Nanto, terima kasih atas kebersamaan dan kerja samanya;

13. Teman-teman sejawat, seperjuangan, FK Unila 2012, terima kasih telah berkenan memerima saya, saya bangga menjadi bagian dari kalian, semoga kita dapat menuju masa depan dengan penuh cahaya harapan;

14. Teman-teman seperjuangan FSI Ibnu Sina, BEM, PMPATD Pakis Rescue Team dan DPM FK Unila, terima kasih telah memberikan kesan, pengalaman, dan pelajaran berharga dalam berorganisasi di FK Unila;

15. Seluruh kakak-kakak FK Unila 2002-2010 dan adik-adik FK Unila 2013-2015 yang selalu memberi dukungan dalam semangat satu kedokteran;

16. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang selalu bekerja keras demi FK Unila yang lebih baik;


(13)

17. Seluruh responden yang telah berkenan menjadi bagian dari penelitian ini; 18. Pahlawan tanpa tanda jasa, para guru yang mengajar di SDN 3 Kotagapura,

SMPN 7 Kotabumi, dan SMAN 3 Kotabumi terima kasih atas pendidikan formal dan nonformal yang dapat menjadi bekal saya dalam menjalani kehidupan ini. Serta terima kasih kepada seluruh teman-teman saya diketiga sekolah tersebut, terutama untuk sahabat Samudera Pasai yang saya sayangi; 19. Dan kepada semua yang pernah menjadi bagian dari potongan-potongan

skenario hidup saya, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap yang membacanya. Semoga niat, tindakan, perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kolesterol ... 6

2.1.1 Definisi, Biointesis, Transpor, Eksresi ... 6

2.1.2 Kadar Kolesterol Total ... 12

2.2 Kedelai ... 13

2.3 Serat Makanan ... 16

2.4 Pengaruh Konsumsi Protein Kedelai dan Kadar Kolesterol Total ... 17

2.5 Pengaruh Konsumsi Serat Makanan dan Kadar Kolesterol Total ... 19


(15)

2.7 Kerangka Teori ... 24

2.8 Kerangka Konsep ... 25

2.9 Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 26

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.3.1 Populasi Penelitian ... 26

3.3.2 Sampel Penelitian ... 27

3.3.2.1 Kriteria Sampel ... 27

3.3.2.2 Metode Pengambilan Sampel... 27

3.3.2.3 Besar Sampel... 28

3.4 Variabel Penelitian ... 29

3.4.1 Variabel Bebas... 29

3.4.2 Variabel Terikat ... 29

3.5 Definisi Operasional ... 30

3.6 Pengumpulan Data ... 31

3.6.1 Jenis Data... 31

3.6.2 Intrumen Penelitian ... 31

3.6.3 Cara Pengumpulan Data ... 32

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 35

3.7.1 Pengolahan Data ... 35

3.7.2 Analisis Data ... 36


(16)

3.7.2.2Analisis Data Bivariat ... 36

3.8 Alur Penelitian ... 37

3.9 Etika Penelitian. ... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.2 Pembahasan ... 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi kadar kolesterol total ... 13

2. Kandungan protein kedelai dan hasil olahannya... 14

3. Definisi operasional ... 30

4. Statistik deskriptif karakteristik subjek penelitian ... 40

5. Hasil uji normalitas data ... 41

6. Hasil uji korelasi Pearson konsumsi protein kedelai dengan kadar kolesterol total serum ... 43

7. Hasil uji korelasi Pearson konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total serum ... 44


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Kaji Etik 2. Surat Izin Penelitian

3. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian 4. Lembar Penjelasan Penelitian

5. Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian 6. Form Identitas Responden

7. Semi Quantitave Food Frequency (SQFFQ) 8. Master Tabel

9. Tabel kandungan protein kedelai dan serat makanan 10. Contoh Gambar Ilustrasi Bahan Makanan

11. Gambar Dokumentasi Penelitian 12. Pengolahan Data dan Uji Statistik


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Transportasi kolesterol antar berbagai jaringan tubuh manusia...9

2. Bagan singkat proses metabolisme dan jalur transportasi yang mengontrol kadar kolesterol pada sel mamalia ...10

3. Reaksi kimia metode CHOD-PAP ...13

4. Mekanisme potensial yang menjelaskan efek hipokolesterolisme yang berhubungan dengan konsumsi serat makanan ...21

5. Kerangka teori ...24

6. Kerangka konsep ...25

7. Alur penelitian ...37

8. Grafik hubungan konsumsi protein kedelai dengan kadar kolesterol total ...43

9. Grafik hubungan konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total ...45


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kadar kolesterol serum (hiperkolesterolemia) merupakan salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi utama hiperkolesterolemia adalah peningkatan risiko terjadinya PJK (penyakit jantung koroner) (Bays et al., 2008; Lewington et al., 2007). Data WHO (World Health Organization) tahun 2011 memperlihatkan PJK sebagai penyebab kematian pertama di dunia, sedangkan di Indonesia merupakan penyebab kematian ke 8 (Depkes, 2007; WHO, 2011).

Prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia cenderung meningkat. Studi MONICA (Monitoring Trends and Determinants of Cardiovascular Disease) I tahun 1988 dan MONICA II tahun 1993 di Jakarta menunjukkan peningkatan prevalensi hiperkolesterolemia 13,4% menjadi 16,2% pada penduduk perempuan dan 11,2% menjadi 14% pada penduduk laki-laki (Boedhi-Darmojo, 1993). Hiperkolesterolemia lebih sering terjadi pada laki-laki (36,2%) dibandingkan wanita (31%) menurut National Health and Nutrition Examination Survey III data yang diambil pada tahun 2005-2008 (CDC, 2009). Sedangkan berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 proporsi penduduk Indonesia dengan kadar kolesterol total


(21)

2

di atas normal lebih tinggi pada perempuan (39,6%) dibandingkan pada laki-laki (30,0%) dan di daerah perkotaan lebih tinggi daripada daerah pedesaan (Depkes, 2013).

Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena genetik serta gaya hidup (life style) yang tidak sehat, mulai dari pola makan yang tidak seimbang sampai kurangnya aktivitas olahraga. Kadar kolesterol yang tinggi dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi dan juga karena konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat (Sudha et al., 2009; Hernawati et al., 2013).

Diet dan terapi farmakologi antihiperkolesterolemia dapat menurunkan risiko terjadinya PJK, dan intervensi diet merupakan terapi garis pertama yang dianjurkan. Studi menunjukkan bahwa asupan nutrisi dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah. Beberapa zat gizi dapat memiliki efek hiperkolesterolemik seperti asam lemak jenuh dan kolesterol, namun juga dapat memiliki efek hipokolesterolemik seperti buah dan sayur. Selain itu penelitian beberapa tahun terakhir membuktikan bahwa konsumsi protein, dan serat makanan juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Brown et al., 1999; Haryanto & Sayogo, 2013).

Salah satu sumber protein adalah dari kacang kedelai. Kedelai dikenal sebagai sumber pangan yang memilki nilai gizi tinggi dan rasanya lezat. Negara-negara di Asia telah mengkonsumsi kedelai dan produk olahannya sejak berabad-abad yang lalu. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh yang dihubungkan dengan konsumsi produk kedelai berdasarkan studi epidemiologi (Xiao, 2008).


(22)

3

Food and Drug Association menyetujui klaim mengenai protein kedelai dalam pencegahan penyakit jantung koroner pada tahun 1999 (FDA, 1999). Protein kedelai dipercayai mempunyai efek menurunkan kadar kolesterol, dan keuntungan lainnya pada sistem kardiovaskuler (Edrman, 2000).

Memperbanyak konsumsi serat makanan (dietary fiber) dapat menjadi salah satu upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Anderson et al., 2009). Serat makanan dapat menghambat absorpsi kolesterol dalam usus halus dan akhirnya akan menurunkan konsentrasi kolesterol dalam plasma serta meningkatkan sintesis kolesterol oleh hati, sintesis empedu, dan ekskresi kolesterol melalui feses. Oleh karena itu, serat makanan telah banyak digunakan dan direkomendasikan untuk menjaga konsentrasi kolesterol darah agar tetap normal (Hernawati et al., 2013).

Belum terdapat penelitian mengenai hubungan konsumsi protein kedelai dan hasil olahannya serta asupan serat makanan dengan kadar kolesterol total pada penduduk Kota Bandar Lampung. Maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.


(23)

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah yaitu,

a. Apakah terdapat hubungan konsumsi protein kedelai dengan kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?. b. Apakah terdapat hubungan konsumsi konsumsi serat makanan dengan

kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?. c. Bagaimana gambaran rerata konsumsi protein kedelai pada pasien

Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?.

d. Bagaimana gambaran rerata konsumsi serat makanan pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan konsumsi protein kedelai serta hubungan konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Bagaimana gambaran rerata konsumsi protein kedelai pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?.

b. Bagaimana gambaran rerata konsumsi serat makanan pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung ?.


(24)

5

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti diharapkan dapat memberikan kemanfaatan. Manfaat tersebut dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Maka, beberapa manfaat yang peneliti harapkan meliputi:

a. Bagi institusi pemerintahan: memberikan masukan kepada institusi pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan holistik terhadap penatalaksanaan dan pencegahan hiperkolesterolemia.

b. Bagi masyarakat: memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat serat makanan dan protein kedelai dalam mengendalikan kadar kolesterol darah.

c. Bagi peneliti: pertama, mendapatkan data dan memahami hubungan asupan protein kedelai dan serat makanan dengan kadar kolesterol. Kedua, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau data dasar untuk penelitian selanjutnya. Ketiga, peneliti mendapatkan pengalaman secara langsung dalam merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian dan menyusun hasil penelitian.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolesterol

2.1.1 Definisi, Biointesis, Transpor, Eksresi

Kolesterol adalah senyawa alisiklik dengan struktur dasar terdiri dari inti perhydrocyclopenthanophenanthrene yang tersusun atas 4 cincin karbon (Lieberman & Marks, 2009). Kolesterol merupakan senyawa prekursor semua steroid lain di dalam tubuh, misalnya kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D, serta peran strukturalnya pada membran sel dan di lapisan luar lipoprotein. Sebagian besar kolesterol dalam tubuh berasal dari biosintesis (sekitar 700mg/hari), sisanya berasal dari bahan makanan hewani misalnya kuning telur, daging, hati, dan otak. Kolesterol yang disintesis dari tubuh manusia terutama oleh hepar dan usus yang menyumbang sekitar 10% dari seluruh jumlah yang disintesis. Kolesterol mampu disintesis pada hampir seluruh jaringan yang mengandung sel berinti, prosesnya berlangsung di retikulum endoplasma (Mayes, & Botham, 2009; Haryanto & Sayogo, 2013).

Kolesterol yang dihasilkan hepar didistribusikan ke seluruh tubuh dengan bantuan lipoprotein terutama VLDL (very low density


(26)

7

lipoprotein), IDL (intermediate density lipoprotein), dan LDL (low density lipoprotein), yang mengangkut kolesterol ester ke jaringan yang membutuhkan kolesterol untuk sintesis membran sel, hormon steroid, dan vitamin D. Sedangkan lipoprotein HDL (high density lipoprotein) berfungsi mengangkut kolesterol kembali ke hepar untuk proses metabolisme (Lieberman & Marks, 2009; Haryanto & Sayogo, 2013).

Transportasi kolesterol terdiri dari 3 jalur utama yaitu, jalur eksogen, jalur endogen, dan reverse cholesterol transport. Pada siklus eksogen, triasilgliserol dan kolesterol yang berasal dari makanan yang mengandung lemak diserap di usus halus dan dibawa dalam bentuk kilomikron, selanjutnya masuk ke sirkulasi limfe, dari ductus toracicus ke sirkulasi darah dan dihidrolisis oleh LPL (lipoprotein lipase) menjadi FFA (free fatty acid) yang kemudian diserap oleh jaringan. Lipoprotein lipase suatu enzim yang dominan terdapat di jaringan adiposa dan muskuloskeletal (Mayes & Botham, 2009).

Kilomikron menjadi chylomicron remnant (kilomikron sisa) karena kehilangan sebagian triasilgliserolnya. Chylomicron remnant dapat diresintesis menjadi kilomikron ester yang disimpan di hepar, menjadi kilomikron bebas yang akan digunakan oleh hepar untuk membentuk membran sel, hormon, mielin, dan sebagainya. Kilomikron bebas juga menjadi asam empedu yang akan dieksresikan ke feses, dan menjadi lipoprotein endogen yang dikeluarkan menuju plasma (Mayes & Botham, 2009).


(27)

8

Pada jalur endogen, di dalam hepar terjadi sintesis VLDL dari triasilgliserol dan kolesterol. Saat di hepar VLDL dapat diubah menjadi IDL dan LDL oleh LPL. Setelah dari hepar, VLDL menuju jaringan adiposa, yang kemudian dihidrolisis oleh LPL adiposa menjadi IDL. Di dalam sirkulasi darah VLDL dihidrolisis oleh LPL endotel pembuluh darah menjadi IDL, kemudian dipecah lagi menjadi LDL. Hepar dan jaringan steroidogenik yang mempunyai reseptor LDL dioksidasi dan ditangkap oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell) (Lieberman & Marks, 2009).

Terakhir, jalur reverse cholesterol transport adalah membawa kolesterol untuk dikembalikan ke hepar dengan bantuan HDL yang merupakan hasil esterifikasi pre-β-HDL oleh LCAT (lechitin cholesterol acyl transferase). Sistem reseptor scavenger kelas B tipe 1 /SR-B1 (scavenger receptor B class type 1) atau melalui bantuan CETP (cholesterol ester transfer protein) menukar kolesterol ester HDL dengan triasilgliserol pada VLDL dan LDL untuk kembali ke hepar melalui reseptor LDL (Lieberman & Marks, 2009).


(28)

9

Gambar 1. Transportasi kolesterol antar berbagai jaringan tubuh manusia (Mayes & Botham, 2009) (Singkatan: C, unesterified cholesterol; CE, cholesteryl ester;

TG, triacylglycerol; VLDL, very low density lipoprotein; IDL, intermediate-density lipoprotein; LDL,low-density lipoprotein; HDL, high-density lipoprotein;

ACAT, acyl-CoA:cholesterol acyltransferase; LCAT, lecithin:cholesterol acyltransferase; A-I, apolipoprotein A-I; CETP, cholesteryl ester transfer protein;

LPL, lipoproteinlipase; HL, hepatic lipase; LRP, LDL receptor-related protein.)

Kolesterol disintesis dari asetil-KoA dengan 4 enzim kunci yang meregulasi proses sintesis tersebut (Liscum, 2002). Biosintesis kolesterol dibagi menjadi 5 tahap, yaitu: (1) mevalonat yang merupakan senyawa enam-karbon, disintesis dari asetil-KoA. (2) Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO2. (3) Enam unit


(29)

10

isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk skualen. (4) Skualen mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol. (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut (Mayes, & Botham, 2009).

Gambar 2. Bagan singkat proses metabolisme dan jalur transportasi yang mengontrol kadar kolesterol pada sel mamalia (Liscum, 2002).

Banyak faktor yang mempengaruhi keseimbangan kolesterol di dalam jaringan. Pada tingkat jaringan berbagai proses dianggap mengendalikan kesimbangan kolesterol pada sel. Peningkatan kolesterol terjadi pada keadaan (1) pengambilan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misal, reseptor LDL atau reseptor scavenger; (2) pengambilan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya akan kolesterol ke membran sel, (3) sintesis kolesterol, (4) Hidrolisis


(30)

11

ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase (Mayes, & Botham, 2009).

Penurunan dapat terjadi akibat (1) aliran kolesterol keluar dari membran sel ke lipoprotein yang potensial kolesterolnya rendah, khususnya HDL3 atau HDL discoid, atau praβ-HDL, dan didorong oleh enzim LCAT; (2) esterifikasi kolesterol oleh enzim ACAT (acyl–CoA cholesterol acyltransferase; (3) penggunaan kolesterol untuk sintesis senyawa steroid lainnya, seperti hormon atau asam empedu, di hati (Mayes, & Botham, 2009).

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah. Pertama, asupan lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi. Terdapat 3 jenis asam lemak yang bersifat hiperkolesterolemik yaitu asam laurat (C12:0) yang banyak terdapat pada makanan hewani, asam miristat (C14:0) terutama pada lemak mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan asam palmitat (C16:0) yang juga terdapat pada minyak kelapa sawit (Krummel, 2008). Asupan tinggi kolesterol memiliki korelasi positif dengan meningkatnya kadar koleseterol total dan kadar kolesterol LDL. Konsumsi tinggi kolesterol bersama dengan asam lemak jenuh memiliki potensi meningkatkan kadar kolesterol LDL yang sangat besar (Krummel, 2008).

Faktor kedua adalah penuaan. Seiring bertambahnya usia terjadi penurunan ambilan partikel LDL dari sirkulasi akibat penurunan efisiensi kerja reseptor LDL. Ketiga, obesitas. Obesitas dapat


(31)

12

menyebabkan hiperkolesterolemia diduga karena adanya peningkatan sintesis VLDL di hepar. Keempat, faktor genetik. Faktor genetik dapat mempengaruhi kadar LDL plasma melalui pengaturan sintesis apo B-100, partikel LDL, reseptor LDL, dan ambilan partikel LDL oleh hepar. Kelima, hormon estrogen. Hormon estrogen berperan dalam menstimulasi sintesis reseptor LDL, penurunan kadar estrogen seringkali menyebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL pada masa pascamenopause (Grundy, 2006).

Kolesterol dieksresikan dari tubuh di dalam empedu sebagai kolesterol dan garam empedu. Kolesterol dikeluarkan dari tubuh setiap harinya sekitar 1 gram. Kurang lebih separuhnya dieksresikan di dalam feses setelah mengalami konversi sebagai kolesterol. Salah satu sterol utama dalam tinja adalah koprostanol, senyawa tersebut dibentuk dari kolesterol oleh bakteri di usus bagian distal. Kelebihan kolesterGaram empedu disintesis di hepar dari kolesterol. Sebagian besar garam empedu yang diseksresikan diserap kembali ke dalam sirkulasi porta dan dikembalikan ke hepar sebagai bagian dari sirkulasi enterohepatik. (Mayes, & Botham, 2009).

2.1.2 Kadar Kolesterol Total

Salah satu metode pemeriksaan kolesterol total adalah dengan metode CHOD-PAP (cholesterol oxidase-peroxidase aminoantipyrine phenol) atau disebut juga uji fotometrik-enzimatik, metode ini yang sering digunakan di klinik maupun untuk kepentingan studi. Metode ini


(32)

13

mengukur kolesterol total langsung dalam plasma atau serum melalui

suatu seri reaksi, dimana ester kolesterol dihidrolisis. Grup 3 – OH

kolesterol dioksidasi , dan hidrogen peroksida , salah satu produk dari

reaksi, yang diukur secara enzimatis (McPherson & Pincus, 2011).

\

Gambar 3. Reaksi kimia metode CHOD-PAP (McPherson & Pincus, 2011).

Tabel 1. Klasifikasi kadar kolesterol total

Kadar Kolesterol Total (mg/dL) Interpretasi

<200 Normal

200-239 Mengkhawatirkan

>240 Tinggi

Sumber: ATP III (2000)

2.2 Kedelai

Tanaman kedelai dalam taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut (Sharma, 1993) :

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatofita Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledon


(33)

14

Ordo : Polipetales Famili : Leguminosae Subfamili : Papilionidae

Genus : Glycine

Spesies : Glyicine max (L.) Merrill

Masyarakat Indonesia mengenal kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai, dan taoge dalam pola konsumsi sebagian besar masyarakat sebagai menu penting, dengan alasan sebagai sumber protein yang relatif murah. Mengenai pemanfaatan kedelai untuk bahan pangan, tempe dan tahu yang mendominasi, yakni dengan persentase masing-masing 50% dan 40%, sedangkan sisanya digunakan untuk pengolahan susu kedelai, kecap, taoge, tauco, tepung, dan olahan lainnya (Silitonga & Djanuwardi, 1996; Ginting, Antarlina, & Widowati, 2009)

Tabel 2. Kandungan protein kedelai pada produk olahan kedelai

Produk Kedelai Kandungan Protein

(gram/100 gram BDD)

Kacang kedelai goreng 32,2

Kacang kedelai rebus 20,2

Tempe 14

Tempe goreng 20

Tahu 10,9

Tahu goreng 9,7

Susu kedelai 3,5

Tauco 11,4

Oncom 13

Keripik tempe 12,1


(34)

15

Kacang kedelai pada berat keringnya mengandung 35-40% protein, 90% bagiannya disimpan dalam 2 bentuk protein globulin, yaitu 11S glycinin dan 75 β-conglycinin (Torres, Torre-Villalvazo, & Tovar, 2006). Glycinin memiliki subunit A (asam) dan subunit B (basa), sedangkan β-conglycinin memiliki subunit α, α’, dan β. Protein ini mengandung semua asam amino yang esensial untuk nutrisi manusia, itulah yang membuat produk kedelai hampir mirip dengan makanan hewani dari sisi kualitas proteinnya, namun dengan kadar lemak jenuh yang lebih rendah dan tanpa kolesterol (Young, 1991).

Isoflavon merupakan bahan aktif yang terkandung dalam kedelai yang paling banyak diteliti dan cukup berhubungan dengan protein. Isofalovon adalah fitoestrogen kedelai utama yang ditemukan pada produk makanan kedelai. Genistin, daidzin, dan glisitein adalah isoflavon utama pada kedelai. Makanan berbasis kedelai yang biasa dikonsumsi oleh penduduk negara-negara barat adalah kedelai yang terutama mengandung genistin dan daidzin (terkonjugasi pada gula sebagai glikosida). Isoflavon glikosida tidak dapat diabsorbsi melainkan harus terlebih dahulu diubah menjadi bentuk aktif, genistein dan daidzein, keduanya merupakan isoflavon aglikosida, oleh mikroflora usus atau fermentasi in vitro. Sedangkan sebagian besar makanan kedelai penduduk Asia mengandung isoflavon aglikosida dengan kadar yang tinggi. Isoflavon aglikosida lebih bioavailable dan lebih aktif dibanding isoflavon glikosida (Anthony et al., 1996; Miniello et al., 2003).


(35)

16

2.3 Serat makanan

Serat makanan (dietary fiber) didefinisikan sebagai bagian tanaman yang dapat dimakan atau analog dengan karbohidrat yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia dengan fermentasi lengkap atau parsial di dalam usus besar. Sedangkan menurut WHO dan FAO serat makanan adalah semua polisakarida dengan sepuluh atau lebih unit monomer yang tidak dapat terhidrolisis oleh enzim pencernaan di usus halus. Serat makanan tersebut meliputi poli- dan oligosakarida, lignin, serta zat tumbuhan lainnya yang terkait. (AACC, 2001; Lattimer & Haub, 2010).

Pembagian serat makanan berdasarkan pada sifat fisik, kimia, dan fisiologis dari serat tersebut, meliputi sifat kelarutannya dalam air, viskositas, dan kemampuannya untuk difermentasi. Serat makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu serat makanan tidak larut (unsoluable dietary fiber) dan serat makanan larut (soluable dietary fiber) (James, Muir, & Gibson, 2003).

Pada saluran pencernaan, unsoluable dietary fiber tidak akan larut dalam air, maka tidak membentuk gel dan kemampuannya untuk fermentasi rendah. Unsoluable dietary fiber dapat diperoleh dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang ditemukan dalam serealia, buah-buahan, kacang-kacangan, sayur-sayuran. Sedangkan soluable dietary fiber akan larut di dalam air dan membentuk gel, maka dapat dikatakan viskositasnya tinggi. Soluable dietary fiber akan melewati usus halus tanpa dicerna dan dengan mudah difermentasi menjadi asam lemak rantai pendek oleh flora di usus besar. Soluable dietary fiber meliputi pektin, inulin, karagenan, alginat, gum, musilago, dan sebagian


(36)

17

hemiselulosa (Wong & Jenkins, 2007; Carvalho et al., 2009; Lattimer & Haub, 2010).

Di Indonesia sampai saat ini belum ada baku kebutuhan serat makanan. Di Amerika asupan serat makanan yang direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 25 g/hari untuk perempuan dan 38 g/hari untuk laki-laki (usia 19-50 tahun) (Food and Nutrition Board, 2002; King, Mainous & Lambourne, 2012). Asupan serat makanan masyarakat di perkotaan sekitar 9,9 g/hari dan di perdesaan sekitar 10,7 g/hari per orangnya (Sari, Prihatin & Bantas, 2014).

2.4 Pengaruh Konsumsi Protein Kedelai Terhadap Kadar Kolesterol

Studi kepada manusia yang pertama mengenai efek penurunan kadar kolesterol oleh protein kedelai adalah pada tahun 1967, dilakukan penggantian protein dengan protein kedelai dengan asupan sebesar 100 g/hari didapatkan hasil penurunan kadar kolesterol >2,59 mmol/L pada pria hiperkolesterolemia (Hodges et al., 1967). Namun publik belum memberikan perhatian lebih kepada hasil studi tersebut hingga sebuah penelitian meta-analisis dipublikasikan pada tahun 1995.

Anderson et al (1995) menganalisis 38 clinical controlled studies pada rentang tahun 1977-1994. Dari 38 penelitian tersebut, 30 penelitian dilakukan pada penderita hiperkolesterolemia. Hasilnya adalah rata-rata asupan protein kedelai adalah 47 g/hari, dengan rentang 17-124 gram, didapatkan hasil yang cukup signifikan yaitu, terjadi penurunan kolesterol total 9,3%, kolesterol LDL 12,9%, triasilgliserol 10,5%, dan tidak terjadi perubahan signifikan pada


(37)

18

kadar kolesterol HDL, dibandingkan dengan protein hewani (Anderson et al., 1995; Xiao, 2008).

Dalam hal ini protein kedelai dijadikan sebagai suplementasi pada terapi non-farmakologi penderita hiperkolesterolemia. Berdasarkan sumber lain protein kedelai dapat menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL 10-12%. Sebagian besar studi menggunakan asupan protein kedelai lebih dari 40 mg/hari. Sebuah studi menunjukkan asupan 25 mg/hari berhubungan dengan penurunan kolesterol LDL sebesar 5 mg/dL (Dewell, Hollenbeck, & Hollenbeck, 2006; Jenkins et al., 2000; PERKI, 2013). Penelitian lain yang menunjukkan hasil adanya hubungan signifikan adalah penelitian oleh Thorp et al (2008) dengan memberikan diet mengandung protein kedelai selama 6 minggu, didapatkan penurunan kadar kolesterol total (Thorp et al., 2008). American Academy of Family Physicians merekomendasikan konsumsi harian yang mengandung 25 gram protein kedelai. Rekomendasi tersebut dengan evidence rating level C (yaitu berdasarkan konsensus, bukti berbasis penyakit, praktik klinik, opini para ahli, atau kasus serial) (Michelfelder, 2009).

Mekanisme penurunan kadar kolesterol oleh kedelai sebenarnya belum sepenuhnya dimengerti. Namun beberapa studi menyebutkan bahwa komponen kedelai dapat meregulasi metabolisme lipid dengan modulasi aktivitas faktor transkripsi utama dan dengan demikian mengubah ekspresi gen yang terlibat pada proses lanjutannya dalam lipogenesis maupun lipolisis. Asupan protein kedelai mengubah ekspresi gen pengatur sterol yang terikat protein tipe 1/SREBP-1 (sterol regulatory element binding protein), reseptor


(38)

19

aktivasi proliferasi peroksisomal, dan reseptor X hepar (Torres, Torre-Villalvazo & Tovar, 2006).

Protein kedelai menurunkan rasio insulin/glukagon, yang bertanggung jawab menyebabkan penurunan ekspresi faktor transkripsi di hepar yaitu SREBP-1 (sterol regulatory element binding protein). Penurunan pada faktor transkripsi tersebut menyebabkan menurunnya ekspresi beberapa enzim yang bersifat lipogenik sehingga kadar kolesterol menurun. Konsumsi kedelai juga mengurangi lipotoksisitas pada hepar dengan mempertahankan jumlah adiposit fungsional, mencegah transfer asam lemak ke jaringan adiposa tambahan. Selanjutnya, komponen penting kedelai yaitu isoflavon merangsang faktor transkripsi SREBP-2, menyebabkan peningkatan clearance kolesterol serum (Torres, Torre-Villalvazo & Tovar, 2006).

2.5 Pengaruh Konsumsi Serat Terhadap Kadar Kolesterol

Serat larut air seperti pektin, gum, mucilago, polisakarida alga dan hemiselulosa dapat menurunkan kolesterol LDL melalui mekanisme pengikatan asam empedu dan hasil fermentasi serat oleh bakteri pada kolon (asetat, propionat, dan butirat) yang dapat menghambat sintesis kolesterol (Krummel, 2008). Serat larut air dapat ditemukan pada bahan makanan seperti oat, gandum, biji-bijian, psilium (Ard & Franklin, 2006).

Diet serat yang yang larut dalam air seperti kacang polong, sayuran, buah, dan sereal mempunyai efek hipokolesterolemik (Brown et al., 1999). Diet serat yang larut dalam air sebanyak 5-10 mg/hari dapat menurunkan


(39)

20

kolesterol LDL sebesar 5% (FDA, 1999). Anjuran diet serat yang larut dalam air untuk menurunkan kolesterol adalah 5-15 mg/hari (Rideout et al., 2008).

Hasil meta-analisis oleh Brown et al (1999) menunjukkan bahwa konsumsi serat makanan sebanyak 2-10 gram/hari menyebabkan penurunan yang kecil namun signifikan pada kadar kolesterol total. Penelitian lain menunjukkan, prevalensi hiperkolesterolemia lebih tinggi pada individu dengan diabetes melitus yang mengkonsumsi serat makanan kurang dari median asupan subjek penelitian (29 gram/hari) dan berisiko lebih tinggi untuk hiperkolesterolemia (OR = 1,38; p =0,04) (Narayan et al., 2014).

Berdasarkan berbagai studi, terdapat beberapa mekanisme utama yang cukup diterima untuk menjelaskan mengenai penurunan kadar kolesterol oleh serat makanan. Pertama, pencegahan reabsorpsi garam empedu dari usus halus menyebabkan peningkatan ekskresi garam empedu pada feses. Kedua, menurunkan respon glikemik menyebabkan rendahnya stimulasi insulin terhadap sintesis kolesterol di hepar. Ketiga, efek fisiologis dari fermentasi produk serat makanan larut air, terutama propionat (asam lemak rantai pendek) (Gunnes & Gidley, 2010).

Konsumsi serat makanan larut maupun serat makanan tidak larut dapat mempengaruhi absorpsi lemak dengan mengikat asam lemak, kolesterol dan garam empedu sehingga tidak dapat berikatan dengan micelle yang berguna untuk melewati enterosit, akibatnya lemak tidak diserap dan diteruskan ke usus besar untuk dieksresi. Maka, garam empedu dan kolesterol yang ke hepar (sirkulasi enterohepatik) berkurang, menyebabkan penurunan kadar kolesterol sel hepar. Hal tersebut akan meningkatkan pengambilan


(40)

21

kolesterol darah yang akan digunakan untuk sintesis garam empedu yang baru, berakibat penurunan kadar koleseterol darah (Rideout et al., 2008).

Gambar 4. Mekanisme potensial yang menjelaskan efek hipokolesterolisme yang berhubungan dengan konsumsi serat makanan (Rideout et al., 2007) (Singkatan:

ABCG5/G8, ATP-binding cassette transporter G5 and G8; C; cholesterol; CE, cholesteryl ester; CYP7A, cholesterol 7a-hydroxylase; GG, guar gum; LDLr, low

density lipoproetin receptor; NPC1L1, Niemann-Pick-C-1 like 1; SCFA, short-chain fatty acids; SREBP2, sterol regulatory element binding protein 2.)


(41)

22

2.6 Semi Quantitaive Food Frequency Quesionaire (SQFFQ)

Penilaian konsumsi pangan tingkat individu dapat dilakukan dengan berbagai macam metode berdasarkan kegunaannya, salah satunya adalah metode penilaian dengan kuesioner frekuensi makanan (food frequency quesionaire / FFQ). Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Metode ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi cukup sering oleh responden (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2001).

Food frequency quesionaire (FFQ) terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan. Food frequency quesionaire (FFQ) dapat dilakukan dengan cara wawancara maupun diisi sendiri oleh responden. Kuesioner disusun secara rinci, meliputi daftar makanan dan jawaban subjek untuk seberapa sering dan dalam jumlah masing-masing makanan yang dimakan per hari, per minggu, dan per bulan (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2001).

Pada umumnya FFQ digunakan untuk merangking individu berdasarkan besaran asupan zat gizi, tetapi tidak dirancang untuk memperkirakan asupan secara absolut. Meskipun demikian, cara ini lebih akurat untuk menentukan rata-rata asupan zat gizi jika menu makanan dari hari ke hari sangat bervariasi. Pemilihan metode FFQ untuk pengukuran konsumsi makanan biasanya oleh karena tujuan penelitian yang hanya untuk


(42)

23

mengetahui kebiasaan dan pola konsumsi dari sekelompok masyarakat (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2001).

Terdapat beberapa jenis FFQ, yaitu: (a) simple or non quantitative FFQ, tidak memberikan tentang porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi, (b) semiquantitative FFQ (SQFFQ), memberikan porsi yang konsumsi misalnya sepotong roti, secangkir kopi dan sebagainya, (c) quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi, seperti kecil, sedang, atau besar. Keunggulan metode FFQ yaitu (a) berguna untuk memilih makanan yang biasanya dikonsumsi dan dapat digunakan untuk membuat peringkat individu berdasarkan asupan nutrien (rendah atau tinggi), (b) memerlukan waktu singkat untuk mengecek jawaban dalam kuesioner, (c) relatif murah, (d) tidak mempengaruhi kebiasaan makan responden, (e) penolakan oleh responden biasanya kecil, (f) cocok bagi survei untuk jumlah populasi besar, (g) dapat diisi sendiri oleh responden, (h) dapat membantu untuk melihat hubungan antara diet dengan penyakit (Fatmah, 2010).

Selain itu terdapat beberapa kelemahan dari FFQ, yaitu (a) memerlukan memori atas pola makan di masa lalu dan asupan saat ini mungkin mempengaruhi pelaporan masa lampau, (b) mungkin kurang teliti dan seringkali perhitungan kompleks dibutuhkan untuk estimasi frekuensi, (c) kuantifikasi asupan makanan mungkin kurang teliti karena rendahnya estimasi untuk mengingat porsi atau pemakaian ukuran standar porsi, (d) terbatasnya kemungkinan memasukkan spesifikasi makanan dalam kuesioner dan tingginya jumlah jenis makanan (Fatmah, 2010).


(43)

24

2.7 Kerangka Teori

Gambar 5. Kerangka teori

Keterangan:

= Variabel yang diteliti Kadar kolesterol

total ↑ Kadar Kolesterol total ↓ Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi: usia, jenis kelamin, genetik Pola Konsumsi Konsumsi serat

- peran isoflavon kedelai

- meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam lipogene- sis dan lipolisis Konsumsi protein

kedelai dan hasil olahannya Konsumsi tinggi kolesterol dan lemak jenuh - pencegahan reabsorpsi garam empedu - menurunkan respon glikemik - efek fisiologis

hasil fermentasi serat Makanan hipokolesterolemik Makanan hiperkoleste-rolemik


(44)

25

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 6. Kerangka konsep

2.9 Hipotesis

a. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total pada pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

Kadar Kolesterol total ↓ Pola Konsumsi

Konsumsi serat

- peran isoflavon kedelai

- meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam lipogenesis dan lipolisis

Konsumsi protein kedelai dan hasil

olahannya

- pencegahan reabsorpsi garam empedu

- menurunkan respon glikemik

- efek fisiologis hasil fermentasi serat Variabel Independen


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu metode atau prosedur untuk mengumpulkan data pada sebuah penelitian (Mukhtar et al., 2011). Penelitian ini merupakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu, dengan cara pengumpulan data sekaligus pada satu waktu dan tanpa ada perlakuan terhadap sampel penelitian (Notoadmodjo, 2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di ruang tunggu pasien dan laboratorium Puskesmas Rawat Inap Kedaton, Bandar Lampung. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoadmodjo, 2010). Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penduduk Kota


(46)

27

Bandar Lampung. Populasi terjangkau pasien rawat jalan Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoadmojo, 2010). Berikut penjelasan mengenai metode pengambilan sampel, besar sampel, dan kriteria sampel pada penelitian ini.

3.3.2.1 Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Berusia 18 - 45 tahun.

2. Bersedia mengikuti penelitian. b. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi yang ditetapkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Sedang melakukan diet tertentu

2. Sedang mengkonsumsi obat antihiperhiperkolesterolemia

3.3.2.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang secara


(47)

28

berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi.

3.3.2.3 Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel penelitian ini digunakan rumus besar sampel untuk analisis korelatif, yaitu (Dahlan, 2010): n= +3 n= +3 n=

+3

n= +3 n= +3

n=

+3 n= 27,7 + 3

n= 30,7 n=31 Keterangan :

Zα = deviat baku alfa (kesalahan tipe I), kesalahan tipe I ditetapkan 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64


(48)

29

Zβ = deviat baku beta (kesalahan tipe II), dengan power 80% maka kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, sehingga Zβ = 0,84

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna, r = 0,44 (Ballesteros et al., 2001).

n = besar sampel

Setelah dilakukan perhitungan, maka didapatkan jumlah sampel sebesar 31 sampel. Kemudian dengan ditambahkan perkiraan sampel drop out sebesar 10%, maka jumlah sampel minimum lebih kurang 34 sampel. Pada penelitian ini peneliti akan menetapkan besar sampel yaitu 40 sampel.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi protein kedelai dan hasil olahannya dan jumlah konsumsi serat pangan.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol total.


(49)

30

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional.

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur

Hasil

Ukur Skala

Kadar kolesterol total Angka yang menunjukkan jumlah kolesterol total dalam darah Pengukuran dengan mesin fotometer yang menggunakan metode CHOD-PAP Pengambilan sampel darah vena, sebelumnya responden diminta berpuasa 10-12 jam

mg/dL Numerik

Konsumsi protein kedelai dan produk olahannya Jumlah konsumsi protein kedelai dan hasil olahnnya Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) Dengan meminta pasien mengisi kuesioner jumlah konsumsi protein kedelai selama satu bulan yang lalu, dan dibantu food models gram/ hari Numerik Konsumsi serat pangan Jumlah konsumsi serat Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) Dengan meminta pasien mengisi kuesioner jumlah konsumsi serat selama satu bulan yang lalu gram/ hari Numerik


(50)

31

3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan antara lain:

1. Data karakteristik responden yang meliputi umur, nama, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner.

2. Data konsumsi protein kedelai, serat, dan kolesterol yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan formulir SQFFQ.

3. Data kadar kolesterol total serum puasa dengan sampel darah vena yang dilakukan pengukuran di laboratorium.

3.6.2 Intrumen Penelitian

a. Alat tulis

b. Lembar identitas dan data responden

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat identitas dan hasil penelitian terhadap responden.

c. Lembar informed consent (persetujuan menjadi responden) d. Lembar SQFFQ (Semi Quantitative Food Frequency

Questionnaire)

e. Food models (dalam bentuk gambar) f. Sarung tangan steril


(51)

32

h. Masker

i. Tourniquet (karet pembendung) j. Kapas alkohol

k. Kasa steril l. Plester steril

m. Plain vacutainer (tabung sampel darah) n. Vacutainer holder

o. Needle 23 p. Mikropipet

q. Mesin sentrifugasi (Elektro-mag M815P) r. Mesin fotometer (DiaSys StarDust FC) s. Tempat sampah medis disposable t. Bahan: darah vena

3.6.3 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data atau cara kerja pada penelitian ini meliputi beberapa langkah. Adapun prosesnya meliputi :

a. Menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan b. Meminta persetujuan untuk dijadikan responden penelitian dengan

menandatangani lembar informed consent dan yakinkan responden bahwa informasi yang akan diberikan dijaga kerahasiaannya.

c. Jika setuju dijadikan responden/sampel tapi bila tidak setuju maka drop out.


(52)

33

d. Menanyakan data umum responden, meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

e. Menanyakan kepada responden mengenai kebiasaan makan selama 1 bulan terakhir dengan metode SQFFQ dan dibantu dengan food models (dalam bentuk gambar) untuk menghitung URT (ukuran rumah tangga) bahan makanan yang dikonsumsi.Setelah SQFFQ selesai diisi, selanjutnya akan dihitung jumlah konsumsi protein kedelai dan serat makanan, dengan melihat kandungan mereka dalam bahan makanan yang dikonsumsi oleh responden, berpedoman pada DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia), kemudai dikalikan dengan frekuensi makan lalu dihitung rata-rata jumlah konsumsi dalam satuan gram per hari.

f. Mengambil sampel darah vena responden (flebotomi). Prosedur flebotomi dengan tabung vakum. Pertama, menyapa responden, memperkenalkan diri, sambil mengkonfirmasi identitas responden pada formulir, mengkonfirmasi responden telah berpuasa selama 10-12 jam, mempersiapkan pasien pada posisi yang siap untuk pengambilan darah. Kedua, menyiapkan plain vacutainer, venous collection system, kapas alkohol, kasa steril, torniket dan plaster kecil. Ketiga, mencuci tangan dengan standar WHO, lalu menggunakan sarung tangan steril. Ketiga, memasang torniquet pada lengan atas lebih kurang 7-10 cm (4 jari) di atas fossa cubiti, minta pasien untuk mengepalkan tangan. Keempat, melakukan desinfeksi


(53)

34

dengan kapas alkohol 70% secara sirkuler dari arah dalam keluar, tunggu sampai kering (30 detik). Kelima, memegang bagian tutup tabung yang berwarna dengan satu tangan, kemudian putar dan lepaskan bagian yang berwarna putih dengan tangan lainnya, memasang dengan cara memutar jarum pada holder, dan memutar jarum dengan rapat ke dalam holder. Keenam, melakukan penusukan vena dengan tepat dan benar, lalu memasukkan tabung pertama ke dalam holder, sesuai order of draw, mendorong tabung ke jarum sampai ke ujung holder menggunakan ibu jari, sementara jari telunjuk dan jari tengan memegang ujung tepi holder, darah akan mulai mengalir ke dalam tabung. Ketujuh, melepaskan tourniquet sesegera mungkin saat darah mulai mengalir ke tabung. Kedelapan, menekan pinggiran holder secara perlahan dengan ibu jari untuk melepaskan stopper dari holder. Kesembilan, mencabut jarum secara perlahan dan bekas tempat tusukan ditekan dengan kasa steril, lalu membuang jarum pada tempatnya. Kesepuluh, menulis label nama pada tabung, kemudian memastikan perdarahan pada tempat tusukan jarum telah berhenti, dan ditutup dengan plester steril (PDS-Patklin, 2012).

g. Pemeriksaan kadar kolesterol sampel darah responden. Darah yang telah dimasukkan di dalam vacutainer disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm dalam waktu 10 menit. Kemudian serum yang telah terpisah diambil dengan mikropipet dan dimasukkan ke dalam tabung. Jumlah serum, kontrol, dan blanko (air destilasi) yang


(54)

35

dianalisis adalah masing-masing sebanyak 10 μl, kemudian dicampur dengan reagent sebanyak 1000 μl. Reagent terdiri dari Good’s buffer, phenol, 4-aminoantipyrine, cholesterol esterase (CHE), choleseterol oxidase (CHO), dan peroxidase (POD). Langkah selanjutnya adalah menginkubasi campuran tadi selama minimal 10 menit pada suhu 37 derajat selsius. Kemudian dibaca adsorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 60 menit.

3.7Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan perangkat lunak komputer. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah : a. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry, memasukkan data dalam ke dalam komputer.

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.

d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.


(55)

36

3.7.2 Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh menggunakan bantuan software statistik pada komputer. Terdapat dua jenis analisis data yang dilakukan, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

3.7.2.1Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian, yaitu dengan uji normalitas data.

3.7.2.2 Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Pearson (jika data terdistribusi normal), atau uji Rank Spearman jika data tidak berdistribusi normal, untuk mengetahui hubungan antara kadar kolesterol total dan asupan protein kedelai dan serat.


(56)

37

Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

Meminta persetujuan (informed consent)

Penentuan sampel

Jumlah sampel

Pengambilan data umum responden: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan Kriteria

inklusi

Kriteria eksklusi

Pengisian Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ)

Pengambilan sampel darah vena

Analisis data

Pengukuran kadar kolesterol total 3.8Alur Penelitian

Gambar 7. Alur Penelitian Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Pengolahan Data

Pembuatan proposal, perizinan, seminar proposal


(57)

38

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu sistem nilai normal, yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan penelitian yang melibatkan responden, meliputi kebebasan ancaman, kebebasan dari eksploitasi keuntungan dari penelitian tersebut,dan risiko yang didapatkan. Penelitian ini telah dikaji sehingga mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung berdasarkan surat Persetujuan Etik (Ethical Approval) No:65/UN26/8/DT/2016.


(58)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini:

1. Terdapat korelasi yang lemah antara konsumsi protein kedelai dengan kadar kolesterol total pasien rawat jalan Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Semakin tinggi konsumsi protein kedelai semakin rendah kadar kolesterol total serum.

2. Terdapat korelasi yang sedang antara konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total pasien rawat jalan Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Semakin tinggi konsumsi serat makanan semakin rendah kadar kolesterol total serum.

3. Rerata konsumsi protein kedelai subjek penelitian adalah 15,35±10,68 gram/hari

4. Rerata konsumsi serat makanan subjek penelitian adalah 7,34±3,06 gram/hari


(59)

54

5.2 Saran

Berdasarkan dari kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan bagi penelitian ini yaitu :

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode eksperimental (pre dan post test), memberikan intervensi berupa asupan atau edukasi diet kepada subjek penelitian, dan juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar lipid lainnya.

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada jumlah subjek penelitian yang lebih besar serta memperhatikan karakteristik subyek penelitian dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar koleseterol total. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total dengan alat yang lebih terpercaya.

3. Perlu diberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek protein kedelai dan serat makanan bagi kesehatan.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Adult Treatment Panel III (ATP III). 2001. Executive summary of the third report of the national cholesterol education program education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation and treatment of high blood cholesterol in adult (Adult treatment panel III). JAMA. 285(19): 2476-97.

American Association of Cereal Chemist (AACC). 2001. Report of the Dietary Fiber Definition Committee to the Board of Directors of the American Association Of Cereal Chemists. Cereal Foods Worlds. 3(46):112-26.

Anderson JW, Baird P, Davis RH Jr, Ferre S, Knudtson M, Koraym A, et al. 2009. Health benefits of dietary fiber. Nutr Rev. 67(4):188-205.

Anderson JW & Bush HM. 2011. Soy protein effects on serum lipoproteins: a quality assessment and meta-analysis of randomized, controlled studies. J Am Coll Nutr. 30(2):79-91.

Anderson JW, Johnstone BM, & Cook N. 1995. Meta-analysis of the effects of soy protein intake on serum lipids. N Engl J Med. 333(1):27682.

Anthony MS, Clarkson TB, Hughes CL, Morgan TM & Burke GL. 1996. Soybean isoflavones improve cardiovascular risk factors without affecting the reproductive system of peripubertal rhesus monkeys. J Nutr. 126(1):4350. Ard JD & Franklin Jr FA. 2006. Cardiovascular Disease. Dalam : Heimburger DC &

Ard JD. Handbook of Clinical Nutrition. Edisi ke 4. USA: Mosby Elsevier. hlm. 422–47.

Ballesteros MN, Cabrera RM, Saucedo MS, Yepiz-Plascencia GM, Ortega MI, Valencia ME. 2001. Dietary fiber and lifestyle influence serum lipids in free living adult men. Am J Coll Nutr. 20(6):649-55.


(61)

Bays HE, Tighe AP, Sadovsky R & Davidson MH. 2008. Prescription Omega-3 fatty acids and their lipid effects: Physiologic mechanisms of action and clinical implications. Expert Rev Cardiovasc Ther. 6(3):391-409.

Boedhi-Darmojo R. 1993. The pattern of cardiovascular disease in Indonesia. World Health Stat Q. 46(2):119-24.

Brown L, Rosner B, Willet W & Sacks SM. 1999. Cholesterol-lowering effects of dietary fiber: a meta-analysis. Am J Clin Nutr. 69(1):30-42.

Carvalho AF, Portela MC, Sousa MB, MArtins FS, Rocha FC, Farias DF, et al. 2009. Physiological and physico-chemical characterization of dietary fibre from the green seaweed Ulva fasciata Delile. Braz J Biol. 69(3):969-77.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. National Health and Nutrition Examination Survey III. Tersedia dari http://www.cdc.gov/nchs/nhanes.htm. [Diakses: 10 Oktober 2015].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2005. Daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Jakarta: Direktorat Jenderal Pangan dan Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2007. Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2013. Riset Kesehatan

Dasar Nasional (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dahlan MS. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian

kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dahlan MS. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, multivariat, dilengkapi aplikasi menggunakan SPSS. Edisi ke 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.

Dewell A, Hollenbeck PL, Hollenbeck CB. 2006. A critical evaluation of the role of soy protein and isoflavone supplementation in the control of plasma cholesterol concentrations. J Clin Endocrinol Metab. 91(3):772-80.

Erdman JW. 2000. Soy protein and cardiovascular disease: a statement for healthcare professionals from the nutrition committee of the AHA. Circulation. 102(20):2555-9.


(62)

Eriana V. 2008. Hubungan antara konsumsi protein kedelai dan hasil olahannya dengan kadar kolesterol total pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. [Skirpsi]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Fernandez ML. 2001. Soluble fi ber and indigestible carbohydrate effects on plasma lipids and cardiovascular risks. Curr Opin in Lipidol. 12:35–40

Food and Drug Administration (FDA). 1999. Food labeling: health claims; soluble fiber from certain foods and coronary heart disease: final rule. Fed Regist. 73(159):47828-9.

Food and Nutrition Board. 2002. Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrates, Fiber, Fat, Protein, and Amino Acids. Washington DC: The National Academies Press.

Ginting E, Antarlina SS & Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 28(3):79-87.

Grundy SM. 2006. Nutrition in The Management of Disorder of Serum Lipids and Lipoproteins. Dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabello B & Cousins RJ, penyunting. Modern Nutrition in Health and Dieases. Edisi ke 10. USA: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1076-94.

Gunnes P & Gidley MJ. 2010. Mechanisms underlying the cholesterol-lowering properties of soluable dietary fibre polysaccharides. Food Funct. 1(2):149-55.

Haryanto A & Sayogo S. 2013. Hiperkolesterolemia: bagaimana peran hesperidin?. Cermin Dunia Kedokteran. 40(1):12-16.

Hernawati, Manalu W, Suprasyogi A & Astuti DA. 2013. Perbaikan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan suplemen pangan bekatul. Majalah Kedokteran Bandung, 45(1):1-9.

Hodges RE, Krehl WA, Stone DB & Lopez A. 1967. Dietary carbohydrates and low cholesterol diets: effects on serum lipids on man. Am J Clin Nutr. 20(2):198– 208.

James SL, Muir JG, & Gibson PR. 2003. Dietary fibre: a roughage guide. Intern Med J. 33(7):291-6.


(63)

Jaceldo-Sielg K, Fraser GE, Chan J, Franke A, & Sabaté J. 2008. Validation of soy protein estimates from a food-frequency questionnaire with repeated 24-h recalls and isoflavonoid excretion in overnight urine in a Western population with a wide range of soy intakes. Am J Clin Nutr. 87(13):1422-7.

Jenkins DJA, Kendall CW, Vidgen E, Mehling CC, Parker T, Seyler H, et al. 2000. The effect on serum lipids and oxidized low-density lipoprotein of supplementing self-selected low-fat diets with soluble fiber, soy, and vegetable protein foods. Metabolism. 49(1):67-72.

King DE, Mainous AG & Lambourne CA. 2012. Trends in dietary fiber intake in the United State, 1999-2008. J Acad Nutr Diet. 112:642-8.

Krummel DA. 2008. Medical Nutrition Therapy For Cardiovascular Disease. Dalam : Mahan LK & Escott-stump S, penyunting. Krause’s Food and Nutrition therapy. Edisi ke 12. Canada: Saunders Elsevier. hlm. 833–64.

Kusharto CM. 2006. Serat makanan dan perannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(2):45-54

Lattimer JM & Haub MD. 2010. Effects of dietary fiber and its components on metabolic health. Nutrients. 2:1266-89.

Lee SA, Wen W, Xiang YB, Barnes S, Liu D, Cai Q, et al. 2007. Assessment of dietary isoflavone intake among middle-aged Chinese men. J Nutr. 137(4):1011-16.

Lewington S, Whitlock G, Clarke R, Sherliker P, Emberson J, Halsey J, et al. 2007. Blood cholesterol and vascular mortality by age, sex, and blood pressure: a meta-analysis of individual data from 61 prospective studies with 55,000 vascular deaths. Lancet. 370(9602):1829-39.

Liscum L. 2002. Cholesterol biosynthesis. Dalam: Vance DE & Vance JE, penyunting. Biochemistri of Lipids, Lipoprotein and Membranes. Edisi ke 4. Canada: Elsevier Science. hlm. 409-31.

Lieberman M & Marks AD. 2009. Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach. Edisi ke 3. China: Lippincot Williams and Wilkins.

Mayes PA & Botham KM. 2009. Cholesterol synthesis, transport, & excretion. Dalam: Murray RK, Bender DA, Botham KM, Weil PA, Kenelly PJ & Rodwell VW, penyunting. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi ke 28. China: McGraw-Hill. hlm. 219-20.


(64)

McPherson RA & Pincus MR. 2011. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Edisi ke 21. Philadelpia: Elsevier.

Messina M, Nagata C, & Wu AH. 2006. Estimated Asian adult soy protein and isflavone intakes survey. Nutr Cancer. 55(1):1-12

Michelfelder AJ. 2009. Soy: a complete source of protein. Am Fam Physician. 79(1):43-7.

Miniello VL, Moro GE, Tarantino M, Natile M, Granieri L, & Armenio L. 2003. Soy-based formulas and phyto-oestrogens: a safety profile. Acta Paediatr. 91(441):93–100.

Morito K, Hirose T, Kinjo J, et al. 2001 Interaction of phytoestrogens with estrogen receptors alpha and beta. Biol Pharm Bull. 24:351–6.

Mukhtar Z, Haryuna TSH, Effendy E, Rambe AYM, Betty & Zahara D. 2011. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran Edisi 1. USU Press. Medan. Narayan S, Lakshmipriya N, Vaidya R, Bai MR, Sudha V, Krishnaswamy

K, Unnikrishnan R, Anjana RM & Mohan V. 2014. Association of dietary fiber intake with serum total cholesterol and low density lipoprotein cholesterol levels in Urban Asian-Indian adults with type 2 diabetes. Indian J Endocrinol Metab. 18(5):624-630.

Nishina PM & Freedland RA. 1990. The effects of dietary fiber feeding on cholesterol metabolism in rats. J Nutr. 120(7):800–5.

Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013. Pedoman

Tatalaksana Dislipidemia di Indonesia. Edisi ke 1. Jakarta: Centra Communication.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS-Patklin). 2012. Modul Pelatihan Nasional: Flebotomi Dasar Bagi Analisis Kesehatan. Edisi ke 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2009. Tabel Konsumsi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Rideout TC, Harding SV, Jones PJ & Fan MZ. 2008. Guar gum and similar soluble fibers in the regulation of cholesterol metabolism: current understandings and future research priorities. Vasc Health Risk Manag. 4(5):1023-33.


(1)

Bays HE, Tighe AP, Sadovsky R & Davidson MH. 2008. Prescription Omega-3 fatty acids and their lipid effects: Physiologic mechanisms of action and clinical implications. Expert Rev Cardiovasc Ther. 6(3):391-409.

Boedhi-Darmojo R. 1993. The pattern of cardiovascular disease in Indonesia. World Health Stat Q. 46(2):119-24.

Brown L, Rosner B, Willet W & Sacks SM. 1999. Cholesterol-lowering effects of dietary fiber: a meta-analysis. Am J Clin Nutr. 69(1):30-42.

Carvalho AF, Portela MC, Sousa MB, MArtins FS, Rocha FC, Farias DF, et al. 2009. Physiological and physico-chemical characterization of dietary fibre from the green seaweed Ulva fasciata Delile. Braz J Biol. 69(3):969-77.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. National Health and Nutrition Examination Survey III. Tersedia dari http://www.cdc.gov/nchs/nhanes.htm. [Diakses: 10 Oktober 2015].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2005. Daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Jakarta: Direktorat Jenderal Pangan dan Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2007. Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2013. Riset Kesehatan

Dasar Nasional (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dahlan MS. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian

kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dahlan MS. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, multivariat, dilengkapi aplikasi menggunakan SPSS. Edisi ke 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.

Dewell A, Hollenbeck PL, Hollenbeck CB. 2006. A critical evaluation of the role of soy protein and isoflavone supplementation in the control of plasma cholesterol concentrations. J Clin Endocrinol Metab. 91(3):772-80.

Erdman JW. 2000. Soy protein and cardiovascular disease: a statement for healthcare professionals from the nutrition committee of the AHA. Circulation. 102(20):2555-9.


(2)

Eriana V. 2008. Hubungan antara konsumsi protein kedelai dan hasil olahannya dengan kadar kolesterol total pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. [Skirpsi]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Fernandez ML. 2001. Soluble fi ber and indigestible carbohydrate effects on plasma lipids and cardiovascular risks. Curr Opin in Lipidol. 12:35–40

Food and Drug Administration (FDA). 1999. Food labeling: health claims; soluble fiber from certain foods and coronary heart disease: final rule. Fed Regist. 73(159):47828-9.

Food and Nutrition Board. 2002. Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrates, Fiber, Fat, Protein, and Amino Acids. Washington DC: The National Academies Press.

Ginting E, Antarlina SS & Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 28(3):79-87.

Grundy SM. 2006. Nutrition in The Management of Disorder of Serum Lipids and Lipoproteins. Dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabello B & Cousins RJ, penyunting. Modern Nutrition in Health and Dieases. Edisi ke 10. USA: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1076-94.

Gunnes P & Gidley MJ. 2010. Mechanisms underlying the cholesterol-lowering properties of soluable dietary fibre polysaccharides. Food Funct. 1(2):149-55.

Haryanto A & Sayogo S. 2013. Hiperkolesterolemia: bagaimana peran hesperidin?. Cermin Dunia Kedokteran. 40(1):12-16.

Hernawati, Manalu W, Suprasyogi A & Astuti DA. 2013. Perbaikan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan suplemen pangan bekatul. Majalah Kedokteran Bandung, 45(1):1-9.

Hodges RE, Krehl WA, Stone DB & Lopez A. 1967. Dietary carbohydrates and low cholesterol diets: effects on serum lipids on man. Am J Clin Nutr. 20(2):198– 208.

James SL, Muir JG, & Gibson PR. 2003. Dietary fibre: a roughage guide. Intern Med J. 33(7):291-6.


(3)

Jaceldo-Sielg K, Fraser GE, Chan J, Franke A, & Sabaté J. 2008. Validation of soy protein estimates from a food-frequency questionnaire with repeated 24-h recalls and isoflavonoid excretion in overnight urine in a Western population with a wide range of soy intakes. Am J Clin Nutr. 87(13):1422-7.

Jenkins DJA, Kendall CW, Vidgen E, Mehling CC, Parker T, Seyler H, et al. 2000. The effect on serum lipids and oxidized low-density lipoprotein of supplementing self-selected low-fat diets with soluble fiber, soy, and vegetable protein foods. Metabolism. 49(1):67-72.

King DE, Mainous AG & Lambourne CA. 2012. Trends in dietary fiber intake in the United State, 1999-2008. J Acad Nutr Diet. 112:642-8.

Krummel DA. 2008. Medical Nutrition Therapy For Cardiovascular Disease. Dalam : Mahan LK & Escott-stump S, penyunting. Krause’s Food and Nutrition therapy. Edisi ke 12. Canada: Saunders Elsevier. hlm. 833–64.

Kusharto CM. 2006. Serat makanan dan perannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(2):45-54

Lattimer JM & Haub MD. 2010. Effects of dietary fiber and its components on metabolic health. Nutrients. 2:1266-89.

Lee SA, Wen W, Xiang YB, Barnes S, Liu D, Cai Q, et al. 2007. Assessment of dietary isoflavone intake among middle-aged Chinese men. J Nutr. 137(4):1011-16.

Lewington S, Whitlock G, Clarke R, Sherliker P, Emberson J, Halsey J, et al. 2007. Blood cholesterol and vascular mortality by age, sex, and blood pressure: a meta-analysis of individual data from 61 prospective studies with 55,000 vascular deaths. Lancet. 370(9602):1829-39.

Liscum L. 2002. Cholesterol biosynthesis. Dalam: Vance DE & Vance JE, penyunting. Biochemistri of Lipids, Lipoprotein and Membranes. Edisi ke 4. Canada: Elsevier Science. hlm. 409-31.

Lieberman M & Marks AD. 2009. Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach. Edisi ke 3. China: Lippincot Williams and Wilkins.

Mayes PA & Botham KM. 2009. Cholesterol synthesis, transport, & excretion. Dalam: Murray RK, Bender DA, Botham KM, Weil PA, Kenelly PJ & Rodwell VW, penyunting. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi ke 28. China: McGraw-Hill. hlm. 219-20.


(4)

McPherson RA & Pincus MR. 2011. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Edisi ke 21. Philadelpia: Elsevier.

Messina M, Nagata C, & Wu AH. 2006. Estimated Asian adult soy protein and isflavone intakes survey. Nutr Cancer. 55(1):1-12

Michelfelder AJ. 2009. Soy: a complete source of protein. Am Fam Physician. 79(1):43-7.

Miniello VL, Moro GE, Tarantino M, Natile M, Granieri L, & Armenio L. 2003. Soy-based formulas and phyto-oestrogens: a safety profile. Acta Paediatr. 91(441):93–100.

Morito K, Hirose T, Kinjo J, et al. 2001 Interaction of phytoestrogens with estrogen receptors alpha and beta. Biol Pharm Bull. 24:351–6.

Mukhtar Z, Haryuna TSH, Effendy E, Rambe AYM, Betty & Zahara D. 2011. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran Edisi 1. USU Press. Medan. Narayan S, Lakshmipriya N, Vaidya R, Bai MR, Sudha V, Krishnaswamy

K, Unnikrishnan R, Anjana RM & Mohan V. 2014. Association of dietary fiber intake with serum total cholesterol and low density lipoprotein cholesterol levels in Urban Asian-Indian adults with type 2 diabetes. Indian J Endocrinol Metab. 18(5):624-630.

Nishina PM & Freedland RA. 1990. The effects of dietary fiber feeding on cholesterol metabolism in rats. J Nutr. 120(7):800–5.

Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013. Pedoman

Tatalaksana Dislipidemia di Indonesia. Edisi ke 1. Jakarta: Centra Communication.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS-Patklin). 2012. Modul Pelatihan Nasional: Flebotomi Dasar Bagi Analisis Kesehatan. Edisi ke 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2009. Tabel Konsumsi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Rideout TC, Harding SV, Jones PJ & Fan MZ. 2008. Guar gum and similar soluble fibers in the regulation of cholesterol metabolism: current understandings and future research priorities. Vasc Health Risk Manag. 4(5):1023-33.


(5)

Rideout TC, Yuan Z, Bakovic M, Liu Q, Li RK, Mine Y, et al. 2007. Guar gum

consumption increases hepatic nuclear SREBP2 and LDL receptor expression in pigs fed an atherogenic diet. J Nutr. 137(3):568–72.

Sacks FM, Lichtenstein A, Horn LV, Harris W, Kris-Etherton P, & Winston M. 2006. Soy protein, isoflavones, and cardiovascular health: an American Heart Association Science Advisory for professionals from the Nutrition Committee. Circulation. 113:1034-44.

Sari YD, Prihatin S & Bantas K. 2014. Asupan serat makanan dan kadar kolesterol-LDL penduduk berusia 25-65 tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor. Penel Gizi Makan. 37(1):51-58.

Sharma OP. 1993. Plant Taxonomy. New Delhi: Mc Graw Hill Company.

Silitonga C & Djanuwardi B. 1996. Konsumsi tempe. Dalam: Sapuan & Sutrisno N. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia. hlm. 209−29.

Sudha MR, Chauhan P, Dixit K, Babu S, & Jamil K. 2009. Probiotic as complementary therapy for hypercholesterolemia. Biol Med. 1(4):1-13. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Taku K, Umegaki K, Sato Y, Taki Y, Endoh K, Watanabe S. 2007. Soy isoflavones lower serum total and LDL cholesterol in humans : a meta-analysis of 11 randomized controlled trials. Am J Clin Nutr. 85(1):1148-57

Torres N, Torre-Villalvazo I, & Tovar AR. 2006. Regulation of lipid metabolism by soy protein and its implication in diseases mediated by lipid disorders. J Nutr Biochem. 17(6):365–73.

Villegas R, Yang G, Liu D, Xiang YB, Cai H, Zheng W et al. 2007. Validity and reproducibility of the food-frequency questionnaire used in the Shanghai men’s health study. Br J Nutr. 97(5):993-1000.

Wong JMW & Jenkins DJA. 2007. Carbohydrate digestibility and metabolic effects. J Nutr. 2007. 137(11):2539S-46S

Wong WW, Smith EO, Stuff JE, Hachey DL, Heird WC & Pownell HJ. 1998. Cholesterol-lowering effect of soy protein in normocholesterolemic and hypercholesterolemic men. Am J Clin Nutr. 68(6 Suppl):1385S–89S.


(6)

World Health Organization (WHO). 2011. Top 10 causes of death. Tersedia dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html. [Diakses 11 Oktober 2015].

Xiao CW. 2008. Health effects of soy protein and isoflavon in human. J Nutr. 138(6): 1244-9.

Young VR. 1991. Soy protein in relation to human protein and amino acid nutrition. J Am Diet Assoc. 91(7):828–35.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Tingkat Kolesterol Drah Total Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

1 43 93

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI SERAT MAKANAN DAN KEJADIAN HEMOROID

2 28 27

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN MENGANDUNG PURIN DENGAN HIPERURISEMIA DI PUSKESMAS SUKARAJA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

9 58 66

HUBUNGAN ASUPAN SERAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA ANGGOTA POLISI POLRES REMBANG Hubungan Asupan Serat dan Lemak Total dengan Kadar Kolesterol Total pada Anggota Polisi Polres Rembang.

0 3 17

HUBUNGAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR KOLESTEROL DARAH DAN KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN PADA Hubungan Konsumsi Lemak Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Kolesterol Darah Dan Kadar Low Density Lipoprotein Pada Pasien Penyakit Jantung Koro

2 3 18

HUBUNGAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR KOLESTEROL DARAH DAN KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN PADA Hubungan Konsumsi Lemak Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Kolesterol Darah Dan Kadar Low Density Lipoprotein Pada Pasien Penyakit Jantung Koro

0 3 13

GAMBARAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER SERAT DAN SUMBER KOLESTEROL, INDEKS MASA TUBUH (IMT), KADAR KOLESTEROL Gambaran Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Serat Dan Sumber Kolesterol, Indeks Masa Tubuh (IMT), Kadar Kolesterol Darah Dan Low

0 2 17

GAMBARAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER SERAT DAN SUMBER KOLESTEROL, INDEKS MASA TUBUH (IMT), KADAR KOLESTEROL DARAH DAN Low Density Lipoprotein (LDL) PADA PASIEN Gambaran Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Serat Dan Sumber Kolesterol, I

0 2 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SERAT MAKANAN DAN UANG BULANAN DENGAN KONSUMSI SERAT MAKANAN PADA Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dan Uang Bulanan Dengan Konsumsi Serat Makanan Pada Mahasiswa Gizi Fik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 16

TAP.COM - HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN PROTEIN HEWANI PADA IBU NIFAS ... 208 627 1 PB

0 0 15