Diplomasi kebudayaan jepang di Indonesia melalui The Japan Foundation tahun 2003-2011

(1)

TAHUN 2003-2011 Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

IYUL YANTI

NIM. 106083003761

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/ 2012 M


(2)

TAHUN 2003-2011 Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

IYUL YANTI

NIM. 106083003761

Menyetujui,

Pembimbing Penasehat Akademik

Kiky Rizky, M.Si Nazaruddin Nasution,SH, MA. NIP. 197303212008011002 NIP. 020001548

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/ 2012 M


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Februari 2012


(4)

Japan Foundation Tahun 2003-2011 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Maret 2012. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Jakarta, 09 April2012

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan, Sekertaris Jurusan,

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si

NIP. 197304141999032002 NIP. 197808042009121002

Pembimbing,

Kiky Rizky, M.Si

NIP. 197303212008011002

Penguji I Penguji II

Dina Afrianty, Ph.D M.Adian Firnas, S.IP, M.Si


(5)

iv Melalui The Japan Foundation tahun 2003-2011”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tujuan Jepang mendirikan The

Japan Foundation dan perannya di Indonesia sebagai diplomasi kebudayaan.

Dalam berbagai bentuk kerjasama yang dilakukan adalah eksebisi, pameran kebudayaan, pertukaran pelajar dan pertukaran intelektual. Peran the Japan

Foundation di Indonesia adalah sebagai media pertukaran organisasi antara

Jepang dan Indonesia. The Japan Foundation adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah Jepang sebagai organisasi mitra kerja yang didirikan pada tahun 1972 di bawah Kementrian Luar Negeri Jepang. Pada tahun 2003 the

Japan Foundation mengalami perubahan struktur menjadi lembaga administratif

independen yang diharapkan akan lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatannya dan lebih mudah berkonsentrasi untuk tujuan pertukaran kebudayaan Jepang dengan negara-negara lain. Didirikannya the Japan Foundation di Indonesia dilatarbelakangi adanya peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) pada tahun 1974, yaitu Jepang dinilai sebagai negara yang telah mendominasi perekonomian Indonesia. Peristiwa tersebut menjadi puncak kemarahan mahasiswa terhadap roda pemerintahan Soeharto yang dinilai telah merugikan masyarakat karena banyaknya investasi asing khususnya Jepang yang masuk ke Indonesia, sehingga pasar Indonesia didominasi oleh produk-produk Jepang. Oleh karena itu, Jepang memperbaiki hubungan dengan Indonesia salah satunya dalam bidang sosial budaya melalui the Japan Foundation.

Keberhasilan Jepang dalam melakukan diplomasi kebudayaan di Indonesia dapat dilihat dari respon masyarakat yang ingin mengenal kebudayaan Jepang lebih jauh dan peminat bahasa Jepang yang terus meningkat, pada tahun 2006 di Indonesia tercatat sekitar 272.000 orang yang mempelajari bahasa Jepang, kemudian berbagai kegiatan eksebisi yang dilakukan Jepang melalui the Japan

Foundation Jakarta. Saat ini hubungan Jepang-Indonesia dinilai baik, dan

keberadaan the Japan Foundation Jakarta tidak menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat Indonesia hingga saat ini.

Skripsi ini menggunakan konsep diplomasi dalam bentuk second track

diplomacy, diplomasi kebudayaan menurut Martin Wight dan Winston Churchil,

politik luar negeri oleh J.R Childs dan kepentingan nasional menurut K.J Holsti dan Hans J. Morgenthau. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis yang menggunakan data berupa data primer seperti wawancara dengan narasumber pada the Japan Foundation Indonesia. Sementara data sekunder berupa studi kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, majalah, dan jaringan internet.

Kata kunci: Diplomasi Kebudayaan, Politik Luar Negeri, Kepentingan Nasional, The Japan Foundation.


(6)

v Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Diplomasi Kebudayaan Jepang Di Indonesia Melalui The Japan Foundation Tahun 2003-2011”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Terutama untuk Ayahanda Tercinta Suparman dan Ibunda Muniroh selaku orang tua penulis yang telah memberikan dorongan semangat, berdoa untuk kebaikan dan kesuksesan putra-putrinya, dukungan baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu. Terimakasih Mah, Pak... 3. Bapak Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, MSi., sebagai Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.

7. Bapak Badrus Sholeh, MA dan Bapak Armein Daulay M.Si. sebagai dosen Program Studi Hubungan Internasional yang telah memberikan masukan pada skripsi serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Program Studi Hubungan Internasional.

8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwi.

9. Terimakasih untuk perpustakaan The Japan Foundation Jakarta khususnya kepada Ibu Diana S. Nugroho dan Ibu Susanti Pogram Cultural Section

dan ketua perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yang telah banyak membantu memberikan bahan-bahan skripsi ini, Perpustakaan BPPK Kementerian Luar Negeri Indonesia, PDHI UI, Miriam Budiardjo, PDII LIPI, Perpustakaan Nasional, Freedom Institute, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan Budi Luhur, Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Pasca Sarjana UIN, Perpustakaan Univ. Parahyangan Bandung, Perpurtakaan Univ. Muhamadiyah Yogyakarta.

10.Teruntuk Pijay Wijaya, Yeni Purwanti, Aizar Arfa Wijaya, Laziah Nurjamilah, Silmi Lisani Putri, Syafira Nurfadillah, selaku kakak,


(7)

vi memberikan motivasi pada penulis untuk selalu berpikir positif dan optimis.

12.Teruntuk sahabat-sahabat terbaik penulis di HI Puji Nia Rachmatika, Dwi Wahyuni, dan Umi Kulsum. Kalian semua telah memberikan pertemanan yang indah dengan segala suka duka dan canda tawa sejak awal perkuliahan hingga saat ini, serta telah memberikan dorongan semangat di saat penulis putus asa dalam pembuatan skripsi ini dan memberikan banyak masukan hingga sampai menyelasaikan skripsi ini. “we are not

number one but we are the best”

13.Sahabat Rosy Kamalia, Maya Damayanti, Astrid Ismulyati, Starlet Ralisya Injaya, Lilis Widya Sari, Yeyen Magreyeni S, dan Yeni Puspita Sari teman seperjuangan penulis selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan segala saran, kritikan, dan tidak pernah lelah memberikan nasihat semangat. Jatuh bangun bersama mencari data skripsi. “temannnn...! akan indah pada waktunya....”

14.Sahabat kost Pondok Sakinah Teh Iyam, Ai, dan kak reni, dan Pegasus Kak Wiwin, Kak Kiki, dan Dilah kalian semua telah menjadi saksi dalam proses penulisan skripsi ini. ’Thanks alot my best friends’

15.Kepada kawan-kawan di PSM (Paduan Suara Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sahabat Herda, Zakia, Nurul, kak Tutto, kak Odoy, kak Secco, Kak Dilah, ka Ika, Kak Lily, dan kak jay kalian telah memberikan hari-hari selama penulisan skripsi ini terasa menyenangkan,

”Thank You...!!!

16.Teman-teman Program Studi Hubungan Internasional angkatan 2006, 2007, 2008, dan 2009 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

17.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan dari Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan- perbaikan ke depan.

Jakarta, 20 Februari 2012


(8)

vii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kerangka Pemikiran ... 9

E. Metoda Penelitian ... 18

F. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II PASANG SURUT HUBUNGAN JEPANG-INDONESIA A. Hubungan Jepang-Indonesia ... 21

a. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia ... 21

b. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Lama ... 24

c. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Baru ... 27

BAB III PERISTIWA MALARI DAN TERBENTUKNYA THE JAPAN FOUNDATION INDONESIA A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara ... 34

B. Peristiwa Malari Tahun 1974 ... 36

C. Tujuan Jepang dan Terbentuknya The Japan Foundation ... 39

BAB IV DIPLOMASI KEBUDAYAAN JEPANG DI INDONESIA MELALUI THE JAPAN FOUNDATION A. Peran The Japan Foundation di Indonesia ... 46

B. Program-Program The Japan Foundation Indonesia ... 49

C. Perkembangan The Japan Foundation di Indonesia 2003-2011 ... 57

BAB V Penutup ... 66

Daftar Pustaka Lampiran


(9)

viii Tabel I.1 Hubungan Antara Situasi, Bentuk, Tujuan, dan Sarana

Diplomasi Kebudayaan ... 13

Gambar struktur III. 2 The Japan Foundation pada Kementerian luar negeri Jepang ... 40

Gambar II.2 The Japan FoundationWorldwide ... 44

Gambar Struktur IV. 2 The Japan Foundation Jepang ... 59

Tabel II.2 Kegiatan the Japan Foundation ... 60

Tabel IV.4 Perkembangan Perpustakaan the Japan Foundation Jakarta tahun 2003-2011 ... 65


(10)

ix Lampiran 2: Surat Keterangan Penelitian


(11)

x

AS Amerika Serikat

ASEAN Association of South East Asian Nations

CIA Central Inteligencie Agency

CRO Cumulative Reles of Origin

EPA Economic Partnership Agreement

GNP Gross National Product

GSP General Scheme of Preference

IMF International Monetary Fund

JENESYS Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths

JICA Japan International Coorporation Agency

JLPT Japanese Language ProficiencyTest

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

Malari Malapetaka Lima Belas Januari

MTN Multilateral Trade and Tarif Negotiation

NGO Non Government Organization

ODA Official Development Assistance

PETA Pembela Tanah Air

PM Perdana Menteri

RUP Rencana Urgensi Perekonomian SLTA Sekolah Tingkat Atas

SSIA Society for the Study of Indonesian Art Japan

UUD Undang-Undang Dasar

US United State


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun 1939 antara pihak Sekutu Amerika Serikat, telah membuat Jepang membentuk format hubungan kerjasama baru, yaitu meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan sosial budaya dengan negara-negara di dunia yang salah satunya dengan Indonesia. Jepang yang pernah hancur dibom oleh Amerika Serikat menjadikan Jepang porak-poranda dalam berbagai aspek, kemudian untuk kembali bangkit meneruskan pembangunan Jepang membutuhkan bantuan dan kerjasama dari pihak luar. Pada saat yang bersamaan, Amerika Serikat memberi kesempatan kepada Jepang untuk bekerjasama di berbagai bidang yaitu ekonomi, politik, dan sosial budaya.1 Kondisi itulah yang melatarbelakangi kedekatan antara Jepang dengan AS, kedekatan itu yang kemudian memberikan pengaruh bagi Jepang untuk melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain di dunia.

Perkembangan hubungan politik Jepang pada tahun 1948 terhadap negara-negara lain tidak terlepas dari peranan Amerika Serikat, termasuk dengan Indonesia. Amerika Serikat berhasil mengintervensi politik dalam negeri Jepang melalui badan intelejen CIA (Central Intelligence Agency). Pada saat itu Jepang dipimpin oleh PM Nobusuke Kishi sebagai ketua partai berkuasa, saat itu muncul Yoshi Kodama yaitu seorang pemberontak di Jepang yang pernah melakukan aksi melawan pemerintah, dan menjadi orang kepercayaan Amerika Serikat dalam

1

Mashashi Nishihara, Soekarno, Ratna Sari Dewi, dan Pampasan Perang: Hubungan Indonesia- Jepang 1951-1966, h. 6.


(13)

membantu keinginannya menjadi badan intelejen CIA, kemudian mereka membentuk politik Jepang Pasca Perang Dunia II.2

Dalam upaya meredam pengaruh komunis, Jepang dan Amerika Serikat menjadi salah satu yang melatarbelakangi hubungan politik antara Jepang dengan Indonesia.3 Dengan melalui perundingan secara bilateral antara Jepang dan Indonesia terkait dengan pampasan perang merupakan latarbelakang juga atas hubungan politik Jepang-Indonesia, perundingan itu pun sekaligus menjadi langkah awal bagi Jepang untuk membuka hubungan diplomatiknya. Dalam melakukan hubungan politik tersebut, bagi masing-masing kedua negara Jepang-Indonesia memiliki kepentingan nasionalnya sendiri. Jepang tidak terlepas dari pengaruh Amerika Serikat untuk meredam pengaruh komunis di Indonesia. Bagi Indonesia, perjanjian pampasan perang sangat penting untuk meningkatkan politiknya.4 Agenda politik Indonesia ini merupakan awal hubungan dengan agenda-agenda lain dalam kepentingan Indonesia terhadap Jepang terutama dibidang ekonomi.

Hubungan Jepang-Indonesia dalam bidang diplomatik didasarkan pada perjanjian perdamaian antara Republik Indonesia dan Jepang pada bulan Januari 1958, sejak itu hubungan bilateral antara kedua negara berlangsung baik dan terus berkembang tanpa mengalami hambatan. Eratnya hubungan bilateral kedua negara tersebut juga tercermin dalam berbagai persetujuan yang ditandatangani maupun pertukaran nota oleh kedua pemerintahnya, yang dimaksudkan untuk

2

Tim Winer, Membongkar Kegagalan CIA, pionase Amatiran Sebuah Negara Adidaya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008, h. 147.

3

Ibid, h. 222.

4

Departemen Lur Negeri Republik Indonesia, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa, h. 293.


(14)

memberikan landasan yang lebih kuat bagi kerjasama di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya.5

Pada tahun 1970-an Jepang telah tumbuh sebagai negara dengan perekonomian yang modern didasari dengan ekspor impor yang dilakukan Jepang, meskipun negara ini pada awalnya adalah negara miskin yang memiliki sumber daya alam sangat terbatas, kekuatan ekonomi Jepang sebagian besar bertumpu pada sektor industri manufaktur. Namun Jepang menyadari bahwa negaranya memerlukan sumber daya alam, serta daerah pemasaran yang terdapat di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Jepang meningkatkan kerjasama ekonomi perdagangan dan pembangunan, hal ini terlihat dari bantuan ODA (Official

Development Assistance) pada tahun 1960. Disamping itu bantuan ekonomi yang

diberikan telah membantu Jepang mengembangkan perdagangan dan hubungan politik dengan negara-negara Asia.6

Kekalahan perang Jepang pada tahun 1945, sebenarnya adalah kebangkitan bagi Jepang setelah kekalahannya pada Perang Dunia II, Jepang lebih meningkatkan kekayaan bangsa dan memperkuat negara dengan angkatan persenjataannya untuk mampu bersaing dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kemudian investasi negara diperluas untuk mengembangkan produksi sehingga pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat. Berdasarkan ajaran semangat bushido (semangat budha) yang mengajarkan

5

Diakses dari http://www.deplu.go.id/Lists/BilateralCoorporation/DispForm.aspx?ID= 56, pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 12.00.

6

Orr, Jr, Robert M, Japan’s Emergence as A Foreign Aid Power, New York: Colombia University Press, 1990, h. 46.


(15)

kepatuhan kepada penguasa dan bermoral tinggi dengan menjunjung tinggi sikap disiplin.7

Perdagangan Jepang meluas secara cepat sejak pertengahan 1960-an dan bantuan ekonomi ke Asia Tenggara pun bertambah, berawal dari tujuan politik yang kemudian membuka jalur bantuan keuangan dan investasi swasta pada tahun 1972. Sesuai dengan statistik Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri, investasi swasta yang disetujui mencapai $858 juta di tahun 1971, sedangkan pada tahun 1972 mencapai $2338 juta.8

Kemampuan Jepang untuk melakukan perdagangan internasional dengan pertumbuhan ekonomi yang besar, membuatnya dijuluki oleh negara Asia sebagai

“Kekuatan Ekonomi Raksasa”. Hal ini didasarkan GNP-nya yang besar didapat dari ( Gross national product) Pendapatan Kotor Nasional industri-industri berat serta kimia dan perdagangan yang meningkat per kapita pada tahun 1979 sebesar $6.300.9

Namun hubungan perdagangan dengan Asia Tenggara khususnya Indonesia hanya menguntungkan bagi Jepang. Tidak adanya mekanisme perdagangan yang seimbang memunculkan kelompok anti-Jepang, misalnya investasi, bayaran buruh murah, mobil dan produk-produk Jepang telah menguasai pasar Asia Tenggara. Korporasi-korporasi Jepang telah bergerak dan masuk ke Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan dalam mencari buruh murah. Kemudian negara-negara menuntut, bahwa Jepang menggunakan skala-skala upah rendah

7

Nandang Rahmat, In International Seminar Proceedings, Latar Belakang Persepsi Orang Asing Terhadap Etos Kerja Bangsa Jepang, Surabaya: Research Center for Japanese Studies- Institute of Reseaches The States University of Surabaya, 2006, h. 3.

8

Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1981, h. 72.

9

Sayidiman Suryohadiprojo, Masyarakat Jepang Dewasa Ini, Jakarta: PT. Gramedia, 1998, h. 199.


(16)

untuk memetik keuntungan besar. Inilah yang menyebabkan Jepang disebut sebagai kekuatan ekonomi raksasa karena telah dianggap memonopoli perekonomian dunia.10

Pada tahun 1970-an Jepang juga disebut sebagai „hewan ekonomi’ oleh negara Asia artinya negara yang serakah dan menguasai perekonomian Asia bahwa Jepang telah menggantikan agresi militer dengan agresi ekonomi.11 Kemudian untuk memulihkan citra baik, Jepang menyadari perlu adanya keterlibatan internasional dengan negara-negara yang telah menganggapnya tidak baik, sehingga Jepang melakukan perdagangan internasional, selain ekonomi dan politik pemerintah Jepang juga melakukan keterlibatan internasional mengenai kebudayaan. Karena tidak hanya hubungan internasional dalam bentuk kerjasama ekonami dan politik saja, hubungan internasional kebudayaan sangat penting untuk rakyat dan ketahanan negaranya.12

Untuk itu Jepang mendirikan sebuah lembaga kebudayaan yang dikenal dengan nama The Japan Foundation pada bulan Oktober 1972 di Tokyo. Lembaga ini bertujuan sebagai pusat pertukaran kebudayaan Jepang.13 Hingga saat ini, the Japan Foundation telah mendirikan 23 kantor yang tersebar di 21 negara di seluruh dunia. Hal ini juga termasuk empat institusi di Jepang, yaitu di Tokyo sebagai pusat kota, Kyoto karena dianggap sebagai pusat budaya Jepang, Kansai sebagai pengembangan bahasa Jepang, dan Urawa, serta tiga di antaranya di Amerika Serikat, yaitu satu di Los Angeles dan dua di New York. Kantor terakhir yang didirikan, adalah kantor cabang Vietnam yang baru beroperasi pada

10

Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 73.

11

Suryohadiprojo, Masyarakat Jepang Dewasa Ini, h. 201.

12

Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 91.

13


(17)

tahun 2007. Untuk kawasan Asia Tenggara, the Japan Foundation telah memiliki lima kantor cabang, yaitu di Jakarta, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, dan Hanoi. Seiring dengan semakin pentingnya kawasan Asia Tenggara dalam dunia internasional saat ini, maka the Japan Foundation meningkatkan keterlibatannya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu pada tanggal 1 April 2007 the Japan Foundation membuka biro Asia Tenggara yang bertempat di Thailand (Bangkok).14 Dana operasional berasal dari bunga modal awal yang diberikan oleh pemerintah Jepang ditambah dengan subsidi tahunan dari pemerintah serta dari sektor swasta atau perusahaan-perusahaan Jepang.

Salah satu alasan Jepang mendirikan the Japan Foundation, yaitu untuk melakukan kerjasama internasional tidak hanya melalui ekonomi dan politik saja, melainkan perlu adanya kerjasama internasional di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan kerjasama kebudayaan sangat penting bagi kepentingan nasionalnya, dan sebagai pemulihan citra bagi negara yang pernah dijajahnya, maka Jepang banyak mendirikan pusat kebudayaan Jepang melalui the Japan Foundation di negara-negara yang dianggapnya penting untuk memperkenalkan kebudayaannya di mata dunia.15

Kemudian, yang melatarbelakangi berdirinya the Japan Foundation di Asia Pasifik, khususnya Indonesia adalah terjadinya konflik pada tanggal 15 Januari 1974 yang dikenal dengan nama Malari. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mahasiswa Indonesia terhadap dominasi modal asing Jepang, sehingga menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Dari sudut pandang mahasiswa hal ini dipandang sebagai wujud konflik kepentingan antar-kelompok

14

Diakses dari http://www.jpf.or.id/id/index.php?option=comcontent&taks=blogcategory &id-19&Itemid=31 pada tanggal 05 April 2011, pukul 21.05.

15


(18)

yang mempunyai pengaruh besar dalam elit politik Indonesia saat itu. Kelompok tersebut dapat diwakili oleh kelompok Jenderal Sumitro yang mewakili modal Amerika Serikat melawan kelompok Jenderal Ali Murtopo yang mewakili modal Jepang. Konflik ini kemudian dimenangi oleh kelompok Ali Murtopo, sehingga konsekuensinya modal Jepang menjadi dominan dalam membantu perubahan ekonomi Indonesia.16 Peristiwa Malari pada tahun 1974 itu memaksa Jepang untuk introspeksi terhadap kebijakan yang selama ini dijalankannya jika Jepang ingin tetap membina hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara, khususnya dengan Indonesia. Maksud baik Jepang kemudian dibuktikan dengan kunjungan Perdana Menteri Fukuda ke negara-negara ASEAN (Association of

South East Asian Nation) pada tanggal 18 Agustus 1977 di Manila yang berakhir

dengan dikeluarkannya Doktrin Fukuda, yang salah satu isinya adalah Jepang akan berusaha keras untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara ASEAN.17 Hubungan ini ditekankan sebagai hubungan persahabatan, tidak hanya di bidang ekonomi dan politik, melainkan juga di bidang sosial budaya. Salah satunya dengan didirikan pusat kebudayaan untuk membangun citra baik bangsa Jepang dan sebagai alat diplomasi Jepang.

Diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia yang dilakukan the Japan

Foundation melalui beberapa proses terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat

respon masyarakat Indonesia terhadap Jepang mulai dari tahun 1974 setelah peristiwa Malari sampai tahun 1979. Tujuannya untuk memberikan kontribusi bagi lingkungan internasional yang lebih baik dan untuk memelihara serta

16

A, Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik Kebijaksanaan Ekonomi di Indonesia 1950-1980, Jakarta: LP3ES, 1989, h. 39.

17

J, Panglaykim, Doktrin Fukuda: Suatu Pandangan Bisnis, Analisa, Vol. VI No.10 Oktober 1997, h. 8.


(19)

mengembangkan keharmonisan hubungan luar negeri Jepang.18 Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Jepang dalam mempertahankan hubungan baik dengan Indonesia.19 Persahabatan dua negara dapat terjalin dengan baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak merupakan tantangan tersendiri bagi pelaksanaan diplomasi kedua negara.

Jepang melakukan diplomasi kebudayaannya ke berbagai negara melalui pertukaran kebudayaan, yang diharapkan dapat mempererat hubungan bilateral Jepang, dalam berbagai bidang, yaitu diplomatik, ekonomi, dan juga aspek kebudayaan.20 Hubungan kebudayaan dapat meningkatkan kemampuan manusia untuk tidak melakukan kekerasan pada suatu persengketaan dan juga dapat mempertinggi kesadaran manusia untuk saling ketergantungan bagi semua bangsa dan negara.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan meneliti dan menganalisis lebih dalam mengenai tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation terkait masalah diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia dan program-program yang telah dilaksanakan dengan mengacu pada fakta-fakta yang telah ada, batasan waktu yang diambil dalam penelitian ini, yaitu pada tahun 2003-2011 karena pada tahun tersebut the Japan Foundation mengalami perubahan struktur menjadi lembaga administratif independen. Oleh karena itu penelitian ini dijadikan sebuah

skripsi dengan judul “Diplomasi Kebudayaan Jepang di Indonesia Melalui The Japan Foundation Tahun 2003-2011”.

18

The Japan Foundation, Nuansa, Jakarta: edisi Januari-Februari-Maret 2011, h. 1.

19

Ibid, h. 2- 3.

20

Budi Saranto, Gaya Manajemen Jepang, Berdasarkan azas Kebersamaan dan Keakraban, h. 58.


(20)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan mendasar yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: Apa tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation dan bagaimana perannya di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation sebagai diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia dan program-program the Japan

Foundation yang menjadi bagian dari diplomasi kebudayaan di Indonesia.

D. Kerangka Pemikiran

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis keberadaan the Japan Foundation

sebagai diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia. Untuk menganalisis hal tersebut, penulis menggunakan konsep diplomasi, diplomasi kebudayaan, politik luar negeri dan kepentingan nasional.

Konsep adalah kata yang menggambarkan suatu gagasan, klarifikasi, atau memperkenalkan suatu sudut pandang dan mengamati suatu fenomena yang empiris. Konsep dalam ilmu sosial adalah bersifat objek seperti orang, kelompok, negara, atau organisasi internasional.21

Diplomasi Menurut the Oxford English Dictionary diplomasi adalah manajemen hubungan internasional melalui negosiasi yang erat kaitannya dengan politik internasional, yaitu seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain.22 Diplomasi menurut Geoff Berridge dan Alan James adalah penyelenggaraan hubungan antara negara-negara yag berdaulat

21Mohtar Mas’oed,

Ilmu Hubungan Internasional, Jakarta: LP3ES, 1990, h. 94- 95.

22


(21)

melalui diplomat untuk mempromosikan negosiasi internasional.23 Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan diplomasi adalah negosiasi yang dilakukan aktor-aktor internasional untuk menyelesaikan permasalahan nasional atau internasional dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri.

Terdapat dua bentuk diplomasi secara spesifik, yaitu first track diplomacy,

adalah sebuah komunikasi yang bersifat resmi dan rahasia dalam menyelesaikan konflik dengan negara lain, yang dilakukan oleh pemerintah dengan pemerintah

(goverment to goverment).24 Kemudian second track diplomacy yaitu upaya

negosiasi dalam penyelesaian konflik antarnegara yang dilakukan oleh organisasi non-pemerintah (non-govermental organozations/ NGOs) atau masyarakat dengan masyarakat (people to people).25 Dalam tulisan ini penulis menggunakan second

track diplomacy, yaitu organisasi yang tidak melibatkan pemerintah yang bersifat

independen, untuk mencapai kepentingan dan tujuan berpengaruh terhadap negara.

Tujuan utama diplomasi yang efektif adalah untuk menjamin keuntungan negara sendiri, demi kepentingan nasionalnya untuk memelihara keamanan. Selain itu, untuk memajukan ekonomi perdagangan dan kepentingan komersial perlindungan warga negara sendiri di negara lain, mengembangkan kebudayaan dan ideologi, meningkatkan prestasi nasional, dan mempererat persahabatan dengan negara lain. Tujuan politik yang mendasar dari diplomasi adalah untuk

23

Geoff Berridge and Alan James, A Dictinory of Diplomacy, Second Edition, New York: Palgrave Macmillan, 2003, h. 69- 70.

24

Diakses dari http://www.beyondintractability.org/essay/track1_diplomacy/, pada 15 Maret 2010, pukul 18.00.

25


(22)

mencapai tujuan-tujuannya secara damai, tetapi apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka tindakan-tindakan lain seperti perang, diperbolehkan.26

Diplomasi Kebudayaan

Diplomasi sangat erat kaitannya dengan hubungan internasional. Hal ini disebabkan karena diplomasi merupakan instrumen yang digunakan oleh negara-negara untuk melaksanakan politik luar negeri agar mencapai kepentingan nasionalnya. Dengan kata lain, diplomasi merupakan alat untuk melaksanakan hubungan internasional.

Secara konvensional, pengertian diplomasi adalah usaha suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasional di kalangan internasional.27 Dalam hal ini diplomasi tidak hanya diartikan sebagai perundingan melainkan semua upaya hubungan luar negeri. Begitu pula dengan diplomasi kebudayaan, diplomasi kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, dan kesenian. Sedangkan secara makro sesuai dengan ciri khas utama. Misalnya propaganda. Kegiatan diplomasi kebudayaan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh lembaga-lembaga seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Diplomasi kebudayaan dapat dilakukan oleh kelompok, masyarakat, individu-individu, termasuk warga negara. Dilihat pada skema berikut ini,

26

SL, Roy, Diplomacy, h. 9-10.

27

Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, Yogyakarta: Ombak, 2007, h. 2.


(23)

Gambar I.1

Skema Pelaku dan Sasaran Diplomasi Kebudayaan

Sumber: TulusWarsito& Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Keterangan:

Diplomasi kebudayaan dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah, dan sasaran utamanya adalah masyarakat suatu negara bukan semata-mata langsung kepada pemerintah dengan tujuan kepentingan nasional.28

Diplomasi kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu diplomasi kebudayaan makro dan diplomasi kebudayaan mikro.29 Diplomasi kebudayaan makro, menurut pengertian umum adalah segala hasil dan upaya budidaya manusia terhadap lingkungan dapat diartikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang kemudian dapat dipelajari untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan.30 Sedangkan diplomasi kebudayaan mikro merupakan hasil dari diplomasi kebudayaan makro, berupa pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga dan kesenian.

Diplomasi kebudayaan, dapat dipakai oleh semua masyarakat resmi atau tidak resmi, melalui pemerintah atau pun non pemerintah terhadap negara yang dituju.31 Melalui sarana yang relatif mudah dan efektif dalam menciptakan opini masyarakat dunia terhadap kepentingan nasional, seperti melalui propaganda yang

28

Ibid, h. 17.

29

Ibid, h. 3.

30

Ibid, h. 19.

31

Ibid, h. 71. Pemerintah

Kekuatan Nasional

Pemerintah

Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional

Strategi Kebudayaan


(24)

merupakan penyebaran informasi baik mengenai kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun nilai-nilai sosial suatu bangsa kepada bangsa lain.

Ada beberapa konsep dalam diplomasi kebudayaan yang terdapat dalam tabel sebagai berikut, diantaranya:

Tabel I.1

Hubungan antara Situasi, Bentuk, Tujuan, dan Sarana Diplomasi Kebudayaan32

SITUASI BENTUK TUJUAN SARANA

DAMAI

- Eksebisi - Kompetisi - Pertukaran Misi - Negosiasi - Konferensi - Pengakuan - Hegemoni - Persahabatan - Penyesuaian - Pariwisata - Olah Raga - Pendidikan - Kesenian

KRISIS

- Propoganda - Pertukaran Misi - Negosiasi - Persuasi - Penyesuian - Pengakuan - Ancaman - Politik - Media Massa - Diplomatik

- Misi Tingkat Tinggi - Opini Publik KONFLIK

- Teror - Penetrasi - Pertukaran Misi - Boikot - Negosiasi - Ancaman - Subversi - Persuasi - Pengakuan

- Opini Publik - Perdagangan - Paramiliter - Forum Resmi - Pihak Ke tiga PERANG - Kompetisi - Teror - Penetrasi - Propaganda - Embargo - Boikot - Blokade - Dominasi - Hegemoni - Ancaman - Subversi - Pengakuan - Penaklukan - Militer - Paramiliter - Penyelundupan - Opini Publik - Perdagangan

- Suplai Barang Konsumtif (termasuk senjata)

Sumber: Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Keterangan:

- Semakin negatif hubungan antara dua (atau lebih) negara-negara, maka akan semakin banyak intensif bentuk diplomasi kebudayaan yang dipakai.

- Dalam pengertian konvensional, diplomasi kebudayaan dilakukan pasca -perang dengan damai. Salah satu bentuk diplomasi kebudayaan adalah eksebisi atau pameran dapat dilakukan untuk menampilkan konsep-konsep atau karya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi maupun nilai-nilai sosial atau ideologi dari suatu bangsa. Eksebisionistik adalah bahwa setiap negara dianggap mempunyai keinginan untuk

32


(25)

memamerkan keunggulan yang dimilikinya, sehingga mempunyai citra bangsa yang bernilai. Eksebisi dapat dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri. Melalui pameran, dapat memperoleh pengakuan yang kemudian dikaitkan dengan kepentingan nasional, baik melalui perdagangan maupun pameran kebudayaan.33 Selain eksebisi, bentuk dari diplomasi kebudayaan adalah kompetisi yang merupakan perlombaan dalam arti positif, seperti pertandingan dalam suatu cabang olah raga.

Diplomasi kebudayaan dalam bentuk pertukaran pelajar merupakan salah satu jenis hasil dari negosiasi yang telah dilakukan. Pertukaran pelajar ini, mencakup masalah kerjasama beasiswa antar-negara. Hal ini memberikan gambaran bahwa negara-negara yang bersangkutan mempunyai kepentingan timbal-balik dalam aspek kebudayaan, khususnya dibidang pendidikan. Dalam hubungannya antara nagara maju dengan negara sedang berkembang, dikenal

adanya “expert-export”. Expert adalah negara penerima, sedangkan export adalah negara pengirim. Export merupakan pakar atau ahli yang dikirim melalui lembaga-lembaga pendidikan tinggi di negara. Selama belajar di negeri tuan rumah, calon expert diharapkan mempelajari disiplin ilmu yang ditekuninya dan dapat memberikan informasi sosial, ekonomi, serta politik pada masyarakat di negara asalnya.34

Menurut Martin Wight, diplomasi kebudayaan dibagi menjadi tiga bagian.35 Pertama, setelah Perang Dingin, adanya peraturan pola kekuasaan internasional terbagi oleh dua negara yang berkuasa, yaitu Amerika Serikat dan

33

Ibid, h. 21.

34

Ibid, h. 59.

35

Soedjatmoko and Kenneth W Thompson dalam World Politics, Cultural Diplomacy, An Introduction, 1976, h. 405.


(26)

Uni Soviet. adanya kekuatan besar di antara negara yang kecil yang memiliki kekuasaan di bidang politik. Ke dua, suatu bangsa harus membangun pertumbuhan jaringan keamanan di seluruh dunia untuk tujuan ilmiah, pendidikan, dan teknologi. Ke tiga, diplomasi kebudayaan dapat dijadikan kekuatan utama dalam membentuk suatu sistem internasional yang baru dan subsistem regional.

Beberapa tujuan dari diplomasi kebudayaan yaitu:36 pertama tujuan diplomasi kebudayaan lebih luas dari pada pertukaran kebudayaan, hal tersebut mencakup mengirim utusan ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan satu negara ke negara lain. Seperti yang digambarkan oleh The Marshall Plan37

pada Winston Churchil, yaitu tindakan suatu bangsa yang tidak menggunakan kekerasan merupakan bentuk dari diplomasi kebudayaan. Ke dua, tujuan diplomasi kebudayaan adalah membangun pengetahuan baru dan kepekaan terhadap negara lain untuk mewujudkan hubungan yang lebih baik antara masyarakat dengan bangsanya. Ke tiga, diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi pendapat umum (masyarakat negara lain) guna mendukung suatu kebijakan luar negeri tertentu. Biasanya, terjadi dalam hubungan diplomasi kebudayaan antara masyarakat dengan masyarakat lain. Diplomasi Kebudayaan dilakukan sebagai upaya untuk mencapai kepentingan bangsa dalam memahami, menginformasikan, dan mempengaruhi atau membangun citra bangsa melalui kebudayaan. Sebenarnya, tindakan yang paling efektif untuk memulihkan citra bangsa dengan cara mengubah realitas. Dengan dilakukannya diplomasi kebudayaan tersebut, dapat meningkatkan aspiriasi dan pemahaman untuk

36

Ibid, h. 406.

37

The Marshal Plan adalah program ekonomi tahun 1947 oleh Amerika Serikat yang bertujuan untuk membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di eropa dan Asia setelah Perang Dunia II.


(27)

peningkatan citra positif, membangun saling pengertian serta memperbaiki citra bangsa.38 Menyangkut politik luar negeri dan kepentingan nasional.

Politik luar negeri setiap negara yang memiliki hubungan dengan negara lain harus memisahkan politik dalam negerinya dengan politik luar negeri, definisi dari politik luar negeri adalah kepentingan suatu negara terhadap negara lain. Menurut Gibson dalam bukunya the Road to Foreign Policy politik luar negeri adalah rencana komprehensif yang dibentuk baik didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman, untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain dan politik luar negeri ditunjukan pada peningkatan dan perlindungan kepentingan bangsa.39

Politik luar negeri dalam aspek yang dinamis adalah sebuah sistem tindakan suatu pemerintahan terhadap negara lain, termasuk dalam jumlah keseluruhan hubungan luar negeri suatu bangsa, bentuk, dan tujuan kepentingannya. Diplomasi dan politik luar negeri menurut J. R Childs adalah substansi hubungan luar negeri suatu negara, sedangkan diplomasi adalah proses kebijakan yang dilaksanakan, artinya politik luar negeri mengambil keputusan mengenai hubungan luar negeri sedangkan diplomasi sebagai pelaksana.40 Politik luar negeri suatu bangsa ditunjukan untuk memajukan dan melindungi kepentingan negara, begitupun dengan diplomasi yang mempunyai kepentingan dan fungsinya sama.

Potilik luar negeri Jepang sesudah Perang Dunia II lebih mengarah pada cinta damai, hal ini didasarkan pada perekonomiannya yang tergantung pada impor sumber daya alam dan ekspor barang kemudian dapat menjamin jalur lalu

38

Tulus Warsito & Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan, h. 4.

39

SL, Roy, Diplomacy, h. 31.

40


(28)

lintas perdagangan agar tidak terganggu.41 Karena jalur perdagangan yang aman dapat menjamin dan memelihara hubungan damai dengan semua negara di dunia.

Kepentingan Nasional (national interest) adalah suatu konsep analisa hubungan luar negeri, sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku hubungan luar negeri suatu negara.42 Konsep kepentingan nasional menjelaskan bahwa demi kelangsungan hidup suatu negara maka negara harus memenuhi kebutuhan negaranya yaitu mencapai kepentingan nasional. Tercapainya kepentingan nasional negara akan berjalan dengan stabil, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan keamanan dan negara akan tetap mendapatkan kelangsungan hidup (survival).43

Kepentingan menurut K.J. Holsti merupakan konsep untuk menentukan masa depan suatu negara melalui para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan luar negeri.44 Sementara menurut Hans J. Morgenthau, kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan untuk mendapatkan pertahanan suatu negara di atas negara lain.45 Demikian halnya dengan Jepang yang telah memberikan bantuan keuangan kepada Indonesia karena kepentingan nasionalnya, yaitu menjamin kelancaran pasokan bahan dasar untuk industrinya. Hal serupa dengan the Japan Foundation yang dapat dilihat dari berbagai jenis program yang dijalankannya semata-mata tidak hanya ingin mengenalkan budaya Jepang saja, didalamnya juga terdapat unsur kepentingan nasional, diplomasi, politik luar negeri dan pencitraan baik setelah terjadinya konflik Malari 1974. Seperti yang

41Mas’oed,

Ilmu Hubungan Internasional, h. 279.

42

Ibid, h. 139.

43

Jackson Robet and Sorensen Georg, Pengantar studi hubungan Internasional, pustaka pelajar, Yogyakarta, 2005, h. 88.

44

K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987, h. 206.

45

Hans Morgenthau, Politic Among Nations: The Struggle for Power and Peace, Michigan University: A. A. Knopf, 1948, h. 45.


(29)

dikatakan oleh Hans J. Morgentau strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional, ia juga mengatakan bahwa kepentingan nasional adalah setiap negara mengejar kekuasaan yaitu dapat membentuk pengendalian diri dan mempertahankan suatu negara dari negara lain.46

Dari definisi dan tujuan diplomasi, diplomasi kebudayaan, politik luar negeri dan kepentingan nasional di atas dapat dilihat pada negara Jepang. Jepang yang telah melakukan diplomasi kebudayaan pada negara-negara lain melalui the

Japan Foundation karena Jepang sebagai negara maju dengan perekonomiannya

yang begitu besar, maka Jepang dianggap telah mendominasi perekonomian negara-negara yang sedang berkembang untuk kepentingan nasionalnya, sehingga menimbulkan rasa kurang suka terhadap Jepang. Untuk itu Jepang melakukan diplomasi sebagai cara membangun citra bangsanya, disamping itu Jepang ingin budayanya diakui oleh seluruh masyarakat di dunia, salah satunya dengan melakukan diplomasi kebudayaan melalui lembaga the Japan Foundation.

E. Metoda Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu cara untuk membuat gambaran dan situasi yang menjadi bagian permasalahan yang akan diteliti.47 Jenis penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitatif.48 Penelitian tersebut didukung dengan berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah, dan internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan narasumber

46Mas’oed,

Ilmu Hubungan Internasional, h. 140.

47

John W Creswell, Qualitative and Quantitative Approach, (California: Sage Publication), 1994, h. 148.

48


(30)

pada The Japan Foundation Indonesia yang dapat dipercaya sebagai sumber utama dan menggali informasi yang akan menyempurnakan skipsi ini.49

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang ingin dibahas oleh penulis dalam skripsi ini, dibagi dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB IPendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kerangka Pemikiran E. Metoda Penelitian F. Sistematika Penulisan

BAB II Pasang Surut Hubungan Jepang-Indonesia

A. Hubungan Jepang-Indonesia

a. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia

b. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Lama c. Hubungan Jepang-Indonesia pada Masa Orde Baru

BAB III Peristiwa Malari dan Terbentuknya The Japan Foundation Indonesia

A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara B. Peristiwa Malari Tahun 1974

C. Tujuan Jepang dan Terbentuknya The Japan Foundation

49


(31)

BAB IV Diplomasi Kebudayaan Jepang di Indonesia Melalui The Japan Foundation

A. Peran The Japan Foundation di Indonesia

B. Program-Program The Japan Foundation Indonesia

C. Perkembangan The Japan Foundation di Indonesia 2003-2011

BAB V


(32)

BAB II

Pasang Surut Hubungan Jepang-Indonesia A. Hubungan Jepang-Indonesia

Dalam bab II skripsi ini, penulis akan membahas mengenai pasang surut hubungan Jepang-Indonesia pada masa penjajahan, masa Orde lama, dan masa Orde baru. Penjelasan tersebut disajikan untuk memberi gambaran kepada pembaca mengenai perkembangan hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.

Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi dunia pada tahun 1970-an, mempunyai arti yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia pada era pembangunan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Hubungan Jepang-Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang, baik pada masa sebelum Indonesia merdeka maupun setelah merdeka. Meskipun demikian, untuk menekankan perkembangan hubungan Jepang-Indonesia.

A. 1. Masa Penjajahan Jepang di Indonesia

Masa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945, tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Pulau Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan di Sumatera sebagai sumber minyak utama.50

50

Diakses pada http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/02pproof%20masa_pendudukan _jepang. pdf, pada tanggal 22 Maret 2012, pukul 15.30.


(33)

Kebijakan Jepang ternyata tidak berjalan lama, Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya yang kemudian kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru bertujuan untuk kepentingan Jepang itu sendiri. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain, Gerakan Tiga A adalah Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942. Gerakan Tiga A terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Tujuan gerakan ini adalah untuk menghimpun potensi bangsa guna kemakmuran bersama. Putera, bertujuan untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Putera lebih bermanfaat bagi bangsa Indonesia dari pada bagi Jepang. Putera lebih mengarahkan perhatian rakyat kepada kemerdekaan dari pada kepada usaha perang pihak Jepang. Oleh karena itu kemudian Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebangkitan Jawa) pada bulan Maret 1944 Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah sehingga kepemimpinan langsung dipegang oleh Gunseikan. Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan kegiatan dengan bukti yang nyata.

Jawa Hokokai mempunyai tugas antara lain mengerahkan rakyat untuk mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak sebagai bahan baku pelumas untuk Jepang. Pada tanggal 5 September 1943 membentuk Cuo Sangi In

(Badan Pertimbangan) atas anjuran Perdana Menteri Hideki Tojo. Ketua Cuo


(34)

pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer.51

Dampak negatif kependudukan Jepang di antaranya,

- Ekonomi Sama dengan negara imperialis yang lain Jepang datang dengan masalah ekonomi yaitu untuk mencari daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari pemasaran untuk hasil-hasil industrinya.

- Aktivitas ekonomi zaman Jepang sepenuhnya di pegang oleh Jepang. Politik atau pemerintahan Meskipun ada organisasi politik yang masih terus berjuang menentang Jepang.

- Organisasi politik di Indonesia tidak berkembang bahkan dihapuskan oleh Jepang

- Didirikan/dibentuknya berbagai organisasi Jepang - Kehidupan politik rakyat diatur oleh pemerintah Jepang

- Rakyat kerja paksa yang disebut dengan kerja Romusha. Dari kerja paksa tersebut menyebabkan jatuh banyak korban akibat kelaparan dan terkena penyakit.

- Banyak wanita Indonesia yang dijadikan wanita penghibur “Jugun Ianfu” pada masa itu.

Dampak positif kependudukan Jepang di antaranya,

- Jepang memperkenalkan sistem Tonorigumi (Rukun Tetangga/RT) yang tergabung dalam Ku (desa)

51

Diakses dari http://finnme6.detik.com/2001/01/17/masa-pendudukan-jepang-di-indonesia/, pada tanggal 22 Maret 2012, pukul 15.00.


(35)

- Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat pendidikkan Jepang yang menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya. - Orang-orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang

lebih penting dari sebelumnya yang hanya dipegang oleh orang Belanda, dengan masih dalam pengawasan Jepang.

- Bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk sekolah di sekolah yang dibangun pemerintah

- Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pada sekolah-sekolah - Para pemuda Indonesia diberi pendidikan militer melalui organisasi PETA

(Pembela Tanah Air).

A. 2. Hubungan Jepang-Indonesia Masa Orde Lama

Masa Kabinet Natsir pada tahun 1945-1947 di Indonesia adanya program yang dinamakan Program Benteng, ini merupakan bagian integral dari RUP. Program Benteng adalah salah satu upaya untuk membentuk suatu kelas menengah nasional dengan jalan membatasi alokasi impor, gagasan utama program Benteng ini adalah untuk mendorong para importir nasional agar mampu bersaing dengan perusahaaan-perusahaan asing. Program ini juga memberikan bantuan dalam bentuk keuangan kepada indonesia memiliki modal besar untuk mengimpor.52

Setelah pelaksanaan Program Benteng, sistem perekonomian diarahkan pada Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama antara tahun 1955/1956-1960/1961, yang kemudian menjadi Rencana Nasional pada kabinet Ali Sastroamidjyo tahun 1956. Tujuan utama dari Rencana Lima Tahun adalah untuk

52


(36)

mendorong industri dan pembangunan perusahaan-perusahaan pelayanan umum, dan jasa dalam sektor publik yang diharapkan akan merangsang penanaman modal sektor swasta.53 Pola perdagangan sebelum dan sesudah perang, menunjukkan Jepang lebih menguntungkan dari pada Asia selama periode perang antara 48%-68% dari ekspor dan 41%-43% dari impornya, dibandingkan selama periode setelah perang antara 28%-52% dari ekspor dan 26%-37% dari impor Jepang.54 Dari semua negara Asia, Indonesia merupakan negara yang paling menarik perhatian bagi Jepang karena kekayaan alam dan letak geografisnya yang begitu stategis untuk jalannya perdagangan Jepang.55 Diplomasi Jepang setelah Perang Dunia II adalah meningkatkan kerjasama ekonomi, politik, dan kebudayaan.

Nobukuse Kishi adalah seorang perdana menteri yang pertama mengunjungi Asia Tenggara pada tahun 1957, telah menyusun tiga prinsip kebijakan luar negeri Jepang, yaitu kerjasama dengan dunia bebas, mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi pemelihara perdamaian, dan

melindungi kepentingan Asia dengan menekankan bahwa “Jepang adalah masyarakat Asia”.56

Pada kunjungan tersebut, Kishi membawa proposal mengenai dana untuk pengembangan Asia dengan Jepang, namun rencana ini tidak pernah terwujud karena hampir semua negara di Asia mencurigai dana tersebut akan digunakan kepentingan Jepang sendiri untuk menguasai perekonomian Asia. Meskipun demikian, secara bertahap Jepang menjalin hubungan dengan Indonesia

53

Ibid, h. 39.

54

Masashi Nishisara, Soekarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang: Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, h. 12.

55

LEKNAS LIPI, Sekitar Kerjasama Ekonomi dan Ilmiah, Jakarta, 1974, h. 17.

56

Masashi Nishisara, The Japanese and Soekarno’s Tokyo Jakarta Relation 1951-1966, Kyoto: Center for Southeast Asian Studies, University Kyoto, 1976, h. 7.


(37)

menggunakan berbagai cara yang dianggap dapat menguntungkan kedua belah pihak, salah satunya dengan bantuan ekonomi.

Bantuan ekonomi yang diberikan Jepang mengalami perubahan pada pertengahan tahun 1950-1965, bantuan ekonomi diberikan dalam bentuk pembayaran rugi perang kepada Indonesia yang pernah di jajah oleh Jepang pada Perang Dunia II. Kebijakan bantuan ekonomi Jepang difokuskan pada kepentingan nasional Jepang, dan dalam kerjasama ekonomi dapat mempromosikan ekspor untuk penanaman investasinya di luar negeri.57 Bantuan ekonomi Jepang pada masa sebelum Orde Baru selain bertujuan untuk mempererat hubungan diplomatik, kerjasama ekonomi juga sebagai pembayaran pampasan perang. Pembayaran pampasan perang sedikitnya telah menimbulkan beban bagi Jepang namun menguntungkan perkembangan industrinya karena pembayaran pampasan perang dalam bentuk jasa, barang modal, yang pada kenyataannya memaksa Indonesia untuk menggunakan produk-produk Jepang. Pembayaran dua puluh juta dollar AS pertahun merupakan 30% dari keseluruhan ekspor Jepang ke Indonesia, pada masa pembayaran pampasan ini, ekspor barang Jepang telah mendominasi produk Indonesia.

Hubungan diplomatik Jepang dengan Indonesia dimulai sejak tahun 1958 belum intensif, oleh karena politik luar negeri Indonesia cenderung anti-kolonialisme/imperialisme. Sebagai negara yang pernah dijajah Jepang, Indonesia selalu waspada terhadap bantuan ekonomi yang diberikan Jepang, pampasan perang sendiri sebenarnya merupakan hak bagi Indonesia yang harus dibayar untuk pembangunan nasionalnya.

57

Dennis T. Yasutomo, The Manner of Giving: Strategic Aid and Japanese Foreign Policy, Lexington: Health, 1986, h. 9.


(38)

B. 3. Hubungan Jepang Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru muncul, usaha pembangunan ekonomi sangat memegang peranan dalam setiap pengambilan keputusan dan politik luar negeri. Arti dari pembangunan ekonomi adalah untuk menaikkan pendapatan perkapita dan menaikkan produksi perkapita dengan menambah modal dan kemampuan.58 Politik luar negeri adalah salah satu peranan yang sangat besar sebagai pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia, terutama dalam menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara industri. Salah satu misi politik luar negeri Indonesia yaitu untuk pembangunan ekonominya sebagai penarik modal asing agar dapat menanamkan modalnya di Indonesia serta memperluas pemasaran hasil dari produksinya ke luar negeri, sesuai dengan kebijakan ekonomi Indonesia yang mengarah pada dukungan para kreditor, yaitu negara Barat dan Jepang.59

Hubungan bilateral Jepang-Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi pada awal pemerintahan Orde Baru telah meningkat, hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia telah berhasil mengembangkan perkapita dan menaikan produksi perkapitanya dengan modal dan kemampuan. Di lain pihak, Jepang sebagai negara industri yang maju pun membutuhkan tempat pemasaran dari hasil produksinya, jadi hubungan ekonomi kedua negara adalah saling meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat di masing-masing negaranya tersebut. Kebijakan pemerintah Orde Baru telah melaksanakan politik pintu terbuka yang artinya bebas membuka hubungan ekonomi dengan negara lain, melalui Peraturan

58

Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Pembangunan, Jakarta: PT. Pembangunan, 1995, h. 39.

59 Mochtar Mas’oed,

Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, Jakarta: LP3ES, 1989, h. 71.


(39)

Penanaman Modal Asing tahun 1967. Kemudian memberikan peluang bagi Jepang untuk melakukan investasi dalam bidang infastruktur dan industri manufaktur, seperti jalan, jembatan, listrik, untuk mendorong sektor swasta agar menginvestasikan industri-industri manufaktur.60 Bantuan ekonomi Jepang memiliki peranan yang penting dalam memperlancar masuknya investasi sektor swasta, salah satu contoh proyek Jepang yang besar yaitu bekerjasama dengan sektor swasta adalah proyek Asahan.

Indonesia sebagai negara yang sedang malaksanakan pembangunan, banyak memanfaatkan hubungan bilateral, untuk menunjang pembangunan ekonominya. Tindakan ini diambil pemerintah karena menyadari akan kekurangannya terutama dalam masalah pendanaan. Karena perekonomian sebelum Orde Baru mengalami perkembangan yang kurang baik, hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan pertumbuhan penduduknya yang mengakibatkan pendapatan perkapita dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan sangat rendah. Untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara yang sedang berkembang, maka pemerintah meningkatkan hubungan ekonomi yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi bangsa secara keseluruhan, kemudian pemerintah Indonesia berusaha menarik negara-negara asing untuk menanamkan modalnya melalui sebuah keputusan yang telah disepakati. Kemudian ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru mengalami peningkatan, ini adalah sebagian dari dampak positif masuknya modal asing, hubungan Jepang-Indonesia dalam bidang ekonomi merupakan salah satu faktor kemajuan pembangunan ekonomi Indonesia.

60

Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980, h. 52.


(40)

Dampak negatif dari bantuan asing yaitu ekonomi telah didominasi oleh pasar luar negeri seperti Jepang, kemudian pada 15 Januari 1974, muncul gejala anti-Jepang yang dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi modal asing dan anti modal asing. Konflik ini tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan di negara-negara Asia Tenggara yaitu Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kemudian Jepang mencoba menjalin hubungan yang lebih baik dengan Asia Tenggara upaya memperbaiki citra Jepang terhadap nagara-negara di Asia Tenggara.61 Bagi Jepang mempertahankan hubungan dengan Asia Tenggara, khususnya Indonesia sangat penting karena Indonesia memiliki ideologi non komunis bersistem ekonomi terbuka dan mempunyai kemauan untuk meningkatkan hubungan Indonesia dengan Jepang. Mengingat Jepang dengan Indonesia saling membutuhkan, maka pada tahun 1977 Perdana Menteri Takeo Fukuda mengeluarkan Doktrin Fukuda. Isi dari Doktrin Fukuda terhadap kawasan Asia Tenggara (khususnya kepada ASEAN) yaitu,62

1. Jepang sebagai negara yang terikat pada perdagangan menolak peranan sebagai kekuatan militer dan atas dasar itu bertekad bulat akan memberikan andil bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara serta masyarakat dunia.

2. Jepang sebagai teman sejati negara-negara Asia Tenggara akan berusaha sebaik-baiknya untuk memperoleh hubungan saling percaya, yang didasarkan pada pengertian dari hati kehati dengan negara-negara Asia

61

Bambang, Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 184-185.

62

Hubungan Indonesia-Jepang Masa Pemerintahan Takeo Fukuda, Laporan Penelitian LIPI, h. 47.


(41)

Tenggara, khususnya ASEAN dan dengan berbagai bidang yang luas yang tidak hanya mencakup area politik ekonomi tetapi juga sosial.

3. Jepang akan menjadi mitra sama derajat dengan ASEAN dan negara-negara anggotanya, akan bekerjasama secara positif dalam usaha-usaha mereka sendiri untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan mereka bersama-sama dengan bangsaa lain yang berjiwa sama di luar kawasan, sementara membina tujuan menunjang hubungan yang didasarkan atas saling pengertian dengan bangsa-bangsa Indonesia. Dengan demikian akan memberikan andil bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara.

Dari pernyataan doktrin tersebut, dapat dikemukakan bahwa usaha Jepang untuk meningkatkan perdamaian dan kemakmuran tanpa mempergunakan peranan militer benar-benar merupakan sikap yang baik. Di samping itu Jepang tidak ingin dipandang sebagai negara militer yang berambisi perang, namun Jepang lebih senang jika disebut sebagai kekuatan ekonomi dunia yang akan mensejahterakan masyarakat di dunia.

Doktrin Fukuda kemudian diterapkan dalam Japan ASEAN Joint

Statement yaitu,63

1. Jepang bersedia membantu keuangan kelima proyek ASEAN sebesar 1 milyar US $ (akan diberikan setelah kelayakan studi disetujui) dan diberikan berdasarkan syarat lunak dan bertahap sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing.

63


(42)

2. Jepang akan mempertimbangkan program stabilitas penghasil ekspor negara-negara ASEAN Staber (Stabilization exsport earing) yang akan mencakup dana ratusan dollar Amerika Serikat.

3. Kerjasama bilateral antara Jepang dengan setiap negara-negara ASEAN tidak akan terpengaruh oleh keputusan Jepang diatas.

4. Secara teknis Jepang bersedia membantu penyelesaian projek bersama ASEAN.

5. Perdagangan antara Jepang dengan ASEAN harus terus diperluas demi keuntungan kedua belah pihak.

6. Jepang akan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk memperbaiki masuknya produk-produk ke pasar Jepang, baik berupa barang-barang ekspor jadi maupun barang setengah jadi.

7. Dalam konteks perundingan multilateral (MTN) Multilateral Trade and

Tarif Negotiation, Jepang bersedia menanggapi usaha-usaha ASEAN untuk

meningkatkat ekspor melalui berbagai cara termasuk mempelajari lebih lanjut permintaan ASEAN yang mendesak agar perdagangan bersifat tarif maupun non tarif dihapuskan.

8. Jepang bersedia memperbaiki sistem preferensi umum (GSP) General

Scheme of Preference, serta memasukkan persetujuan ASEAN mengenai

peraturan-peraturan asal barang yang kumulatif (CRO) Cumulative Rales of

Origin kedalam preferensi umum/GSP Jepang.

9. Jepang bersedia menggalakanekspor ASEAN.

10.ASEAN tetap menghendaki agar penanaman modal swasta Jepang diteruskan dan digalakkan.


(43)

Japan ASEAN Statement merupakan upaya meningkatkan hubungan secara bilateral dalam kerangka penerapan Doktrin Fukuda terhadap Indonesia, untuk meningkatkan hubungan kedua belah pihak antara Jepang-Indonesia dalam segala

bidang. Peningkatan hubungan tersebut tertulis dalam “Joint message

Soeharto-Fukuda” yaitu,64

1. Membantu stabilitas dan perdamaian di Asia dan dunia lainnya sesuai dengan semangat kerjasama dan solidaritas.

2. Kerjasama yang erat di segala bidang.

3. Kerjasama yang luas di bidang ekonomi, sosial budaya, akademi untuk mencapai “heart to heart contact” yang harus ditingkatkan dalam segala bidang.

4. Saling mempercayai dan equal partnership.

Dari pernyataan diatas, dapat dikemukakan bahwa hubungan Jepang-Indonesia memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian Jepang-Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk-produk Jepang yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, ini dapat memperoleh keuntungan bagi Indonesia sendiri karena dapat memenuhi kebutuhan barang-barang yang dibutuhkan, namun telah menyebabkan pula ketergantungan Indonesia terhadap modal asing. Maka dapat dilihat dari uraian diatas hubungan Jepang-Indonesia dari masa Orde Lama sampai Orde Baru mengalami kemajuan, karena pada masa Orde Lama hubungan Jepang-Indonesia belum begitu intensif dikarenakan kebijakan luar negerinya lebih menekankan pada kekuatan mandiri dan rasa nasionalisme yang tinggi saja dan rasa saling mencurugai satu sama lain. Sedangkan pada masa Orde Baru

64


(44)

lebih menekankan pada pembangunan ekonominya sehingga membutuhkan dana yang besar untuk itu Indonesia menjalin hubungan dengan Jepang. Meskipun Jepang memberikan bantuan untuk menstabilkan perekonomian Indonesia, disamping itu Jepang mempunyai kepentingan nasionalnya yaitu agar Indonesia tetap mensuplai bahan-bahan mentah dan perluasan pasar luar negeri bagi Jepang.


(45)

BAB III

Peristiwa Malari dan Terbentuknya The Japan Foudation Indonesia

A. Krisis Politik dan Ekonomi Asia Tenggara

Pada tahun 1970 Jepang bangkit menjadi kekuatan ekonomi kedua di dunia menyusul Amerika Serikat, kebangkitan ini terjadi skarena ekspor impor yang dilakukan terhadap negara-negara menjadikan industrinya meningkat, Jepang sangat tergantung pada Asia Tenggara khususnya pada wilayah ASEAN. ASEAN merupakan partner dagang penting bagi Jepang, 30% ekspor ASEAN yang dikirim ke Jepang termasuk seluruh ekspor LNG (gas alam cair), dan 25% impor ASEAN dari Jepang.65

Pada awal tahun 1974 terjadi peristiwa anti-Jepang di Thailand, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Indonesia selama kunjungan Perdana Menteri Tanaka kelima negara ASEAN (Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara). Pada saat itu nama-nama perusahaan Jepang telah bermunculan menguasai Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Perusahaan tersebut telah berkuasa dan menggali sumber-sumber alam yang tidak dapat diganti oleh Jepang, berawal dari janji dan ingin membantu perekonomian Asia Tenggara secara tidak langsung telah menyusahkan rakyat di kawasan ini.66

Globalisasi telah menyatukan ekonomi nasional, terutama sektor keuangan dalam sebuah unit tunggal yang beroperasi secara global.67 Pengaruh investasi dan industri Jepang di Asia Tenggara khususnya Indonesia telah mengakibatkan Jepang menjadi negara maju dan membantu perekonomian Jepang, sehingga

65

Robert A, Scalapino & Jusuf Wanandi, Asia Tenggara dalam Tahun 1980-an, Jakarta: Yayasan Proklamasi, Center for Strategic and International Studies, 1985, h. 76.

66

Mochtar Lubis,Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 63.

67

Diakses pada http://www.prakarsa-rakyat.org/download/buku/merespon/krisis/ekonomi/ dan/politik/elektoral .pdf, pada tanggal 23 Maret 2012, pukul 21.00.


(46)

dominasi produk Jepang di pasar Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar yang berkembang. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana dengan peminjaman berdasarkan batasan peminjaman menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan perekonomian.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik


(47)

untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan keuangannya.

Pada Oktober 1997 Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998 digantikan oleh B.J Habibie. Pada Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an memiliki andil atas jatuhnya rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, keuangan Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran masyarakat, kemudian hutang dan subsidi meningkat secara drastis sementara belanja pembangunan dikurangi.

A.Peristiwa Malari 1974

Dampak dari bantuan ekonomi yang dominan berimbas besar terhadap persoalan politik, kemudian muncul konflik yang disebut dengan peristiwa

“Malari” Malapetaka Lima Belas Januari 1974, adalah puncak kemarahan mahasiswa terhadap kesewenang-wenangan pemerintah menggunakan dana asing dalam pembangunan negara yang manfaatnya tidak diperoleh rakyat.68 Peristiwa ini menjadi puncak ketegangan perpolitikan dalam negeri dalam waktu enam

68

M. Aref Rahmat, Ali Moertopo & Dunia Intelijen Indonesia, Jakarta: PT. Buku Seru, 2011, h. 9.


(48)

bulan, saat itu politik dalam negeri diwarnai dengan permasalahan mulai dari kritik atas jalannya pemerintahan, aksi-aksi demonstrasi atas ketidakpuasan pada kekuasaan pemerintah Soeharto termasuk Ali Moertopo yaitu orang kepercayaan presiden Soeharto pada masa Orde Baru.69

Peristiwa ini merupakan kejadian pertama yang menunjukkan sikap tidak setia jenderal-jenderal dilingkungan kepresidenan selama masa pemerintahan Soeharto. Kenaikan tarif listrik terus meningkat, beras semakin langka dan harganya semakin tidak menentu, serta proyek-proyek bangunan sipil mulai dikuasai perusahaan asing terutama dari Jepang, produk-produk Jepang makin menguasai pasar-pasar nasional, yang kemudian menjatuhkan ekonomi dalam negeri. Hutang Indonesia sebesar tujuh miliar dollar yang dipinjam dari IMF (International Monetary Fund) harus terus dibayar beserta bunganya. Masalah-masalah sosial di tahun 1974 menjadi awal yang serius bagi Indonesia, stabilitas nasional melemah dan aksi-aksi protes mulai bermunculan.70 Pada tahun 1971 muncul kelompok Golput (golongan putih) yaitu reaksi masyarakat terhadap pemilu dinilai janggal, karena dimenangkan oleh partai Golkar dengan perolehan suara 62,8%. Berbagai peristiwa yang muncul pada tahun 1974 ini presiden Soeharto saat itu mengambil sikap kepada kelompok-kelompok yang bermaksud akan menjatuhkannya, diantaranya kelompok Jenderal Ali Moertopo dan kelompok Jenderal Soemitro.71

Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia pada tanggal 15 Januari 1974.72 Pada saat itu, terjadi

69

Ibid h. 10.

70

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa, Buku 1V B, Jakarta: Departemen Luar Negeri, 2005, h. 1088-1089.

71

M. Aref Rahmat, Ali Moertopo & Dunia Intelijen Indonesia, h. 11.

72

Diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=78106 pada tanggal 21 April 2011 pukul. 12.05.


(49)

peristiwa kerusuhan di Jakarta, banyak pihak yang mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan bentuk sentimen terhadap Jepang, namun ada juga yang beranggapan itu merupakan akumulasi dari berbagai perkembangan termasuk pertentangan antara elit politik di Indonesia. akan tetapi pada dasarnya peristiwa itu memicu masyarakat akan ketidak puasan terhadap dominasi ekonomi Jepang di Indonesia.

Kerusuhan itu mengakibatkan berbagai kerusakan infrastruktur, sebelas orang meninggal, 117 orang luka berat, 120 orang luka ringan, dan 775 orang ditahan. Segala hal yang berhubungan dengan Jepang menjadi sasaran utama kerusuhan.73 Peristiwa itu membuat Jepang berintrospeksi sehingga hubungan Jepang-Indonesia sempat mengalami kemunduran, namun Jepang kembali memperbaiki citranya salah satunya mendirikan pusat budaya Jepang sebagai alat diplomasinya. Setelah meredanya Peristiwa Malari, Jepang dan Indonesia mulai memasuki format baru dalam hubungan kerjasamanya.

Hubungan Jepang-Indonesia terus berlangsung bahkan hingga masa revolusi yang telah mengalami beberapa kali pergantian perdana menteri Jepang. Perkembangan hubungan Jepang-Indonesia yaitu pada tahun 2008 pasca peringatan 50 tahun hubungan bilateral kedua negara. Selain melakukan intensifitas hubungan dalam bidang politik dan ekonomi, Jepang-Indonesia pun melakukan kerjasama dibidang budaya dan pendidikan.74

73

Diakses dari http://www.scribd.com/doc/46642948/Pers-Dalam-Peristiwa-Malari-1974 pada tanggal 21 April 2011 pukul. 12.00.

74

Anhar Gonggong, Peran Pemerintah dalam Mewujudjan Social Welfare and Protection dalam Menyikapi ASEAN Socio-Culture Community, Jakarta: Lemhannas,2009, h. 56.


(1)

Diana S. Nugroho, tanggal 09 Juni, pukul, 13.00.

1. Apa tujuan diplomatis didirikannya The Japan Foundation di Indonesia?

Tujuan diplomatis didirikannya The Japan Foundation Indonesia adalah untuk memperkenalkan budaya Jepang mulai dari budaya tradisional hingga modern saat ini, melalui media majalah, seperti Aneka Jepang dan Nuansa Jepang (yang diterbitkan setiap tiga bulan untuk menginformasikan kegiatan-kegiatan di the Japan Foundation Indonesia. Selain itu the Japan Foundation mengadakan berbagai kursus seperti Ikebana (seni merangkai bunga Jepang), Cha no yu (upacara minum teh), Origami (seni melipat kertas). Selain mengenalkan budaya Jepang, tujuan diplomatis The Japan Foundation, yaitu memberikan kontribusi bagi lingkungan internasional yang baik serta memelihara keharmonisan bagi hubungan luar negeri Jepang.

2. Bagaimana program-program The Japan Foundation dapat menjadi bagian dari diplomasi budaya Jepang di Indonesia?

Program-program yang baru dibuat dan hubungan kerjasama dilaksanakan tidak hanya dengan lembaga pemerintah ataupun lembaga besar saja, namun lebih berfokus pada lembaga berskala kecil bahkan lembaga yang berlokasi di daerah-daerah terpencil. Di antara program-program yang telah dilakukan dan berdampak sangat positif bagi upaya pemahaman di antara kedua bangsa adalah program revitalisasi budaya lokal yang memberikan kesempatan bagi kebudayaan tradisi di Indonesia untuk diperhatikan dan/ atau diselamatkan dari kepunahan. Rasa seperti itulah sebenarnya yang berakar kuat dalam proses memahami dan saling pengertian antar bangsa.

3. Mengapa The Japan Foundation Indonesia didirikan pada tahun 1979 sedangkan di Jepang berdiri pada tahun 1972?

mendirikan the Japan Foundation di Indonesia, melalui beberapa proses terlebih dahulu pasca konflik Malari 1974 pemerintah Jepang berusaha memperbaiki citra baik, kemudian melihat respon masyarakat Indonesia terhadap Jepang, yang kemudian didirikan Japan Foundation pada tahun 1979 di Jakarta.


(2)

Diana S. Nugroho, tanggal 26 Mei 2011.

1. Apakah dengan adanya The Japan Foundation, hubungan ekonomi dan politik berpengaruh?

Jika dikaitkan sebagai ekonomi the Japan Foundation tidak menangani masalah tersebut, karena Jepang memiliki lembaga- lembaga tersendiri dalam menangani masalah ekonomi seperti bantuan ekonomi resmi yaitu ODA (Official Development Assistance), Perundingan resmi EPA (Economic Partnersip Agreement).

2. Bagaimana pandangan masyarakat mengenai the Japan Foundation sejauh ini? Pandangan masyarakat Indonesia terhadap Jepang pun semakin meningkat, ini ditunjukan pada setiap pameran ataupun beberapa program yang telah dilaksanakan oleh the Japan Foundation. Untuk itu, the Japan Foundation Indonesia mempunyai beberapa kantor cabang di Indonesia yaitu Medan, Surabaya dan Makassar untuk memudahkan masyarakat Indonesia mengenal Jepang lebih dalam. Kebanyakan masyarakat yang menyukai kebudayaan Jepang yaitu anak-anak dan remaja karena berawal dari kartun-kartun Jepang, animasi yang telah mendominasi pasar di Indonesia.

3. Apa yang melatarbelakangi the Japan Foundation didirikan di Indonesia?

The Japan Foundation didirikan di Indonesia, sebagai pemulihan citra Jepang pasca-Malari 1974 yaitu kerusuhan yang diwarnai dengan ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi modal asing khususnya Jepang.

Diana S. Nugroho, tanggal 30 Juni 2011.

1. Bagaimana pengaruh dari budaya Jepang terhadap budaya Indonesia?

Adapun pengaruh-pengaruh budaya Jepang yang dapat dilihat melalui masyarakat Indonesia seperti kebiasaan hidup dan mengkonsumsi barang-barang dari Jepang, secara tidak langsung masyarakat Indonesia telah terpengaruh oleh budaya Jepang tersebut. Untuk itu budaya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.

2. Bagaimana cara the Japan Foundation mempertahankan budaya tradisional Jepang, ditengah masyarakat modern?


(3)

Untuk wilayah Asia Tenggara, karena adanya peristiwa Malari/ anti Jepang. Sedangkan di kawasan Amerika dan Eropa hanya memperluas untuk mengenalkan budaya Jepang.

Diana S. Nugroho, tanggal 10 November 2011.

Bagaimana sejarah berdirinya Japan Foundation yang mempunyai 23 kantor yang tersebar di 21 negara?

Sejarah The Japan Foundation yang mempunyai 23 kantor tersebar di 21 negara memiliki latar belakang yang sama, yaitu untuk memuluskan jalannya diplomasi budaya yang efektif dengan tidak melakukan kekerasan. Meskipun pernah terjadi sebuah konflik di masing- masing negara, namun keberadaan the Japan Foundation tidak berpengaruh bagi konflik yang pernah ada di masing- masing negara, dengan diplomasi kebudayaan yang dijalankan oleh the Japan Foundation diharapkan akan mengembalikan citra baik bagi negara Jepang yang telah dianggap sebagai negara yang mendominasi perekonamian dunia. Selain ingin mempromosikan budaya, Jepang ingin mengembalikan citra pada negara-negara Asia Tengggara yang telah menganggapnya sebagai negara yang telah memonopoli perekonomian Asia, yaitu Thailad, Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia. Telah menimbulkan anti Jepang pada konflik Malari tahun 1974.

Diana S, Nugroho, The Japan Foundation, 30 Juni 2011.

1. Program apa yang dapat dilihat dari Japan Foundation sehingga program tersebut dapat dikatakan berhasil?

Menurut survei yang dilaksanakan the Japan foundation Jakarta pada tahun 2006 di luar negara Jepang terdapat lebih dari 2.97 juta orang yang mempelajari bahasa Jepang, dan jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat sekitar 272.000 orang yang mempelajari bahasa Jepang, untuk itu the Japan foundation berupaya untuk membantu kebutuhan pendidikan bahasa Jepang di luar negara Jepang. Program ini dapat dikatakan sebagai keberhasilan the Japan Foundation sebagai lembaga budaya Jepang.


(4)

Diana S. Nugroho, tanggal 30 Juni 2011.

1. Bagaimana pengaruh budaya Jepang di Indonesia?

Mengenai pengaruh budaya Jepang dalam masyarakat Indonesia dapat dilihat pengaruhnya dari kebiasaan orang Indonesia memakai barang- barang atau produk dari Jepang. Secara tidak langsung masyarakat yang mulai terbiasa menggunakan produk Jepang maka budaya Jepang pun telah berpengaruh didalamnya.

Diana S. Nugroho, tanggal 09 Juni 2011.

1. Bagaimana cara the Japan Foundation bekerja dan membagi divisi untuk menjalankan tugasnya masing- masing? The Japan Foundation membagi Kegiatan yang dipusatkan pada empat area kegiatan sekaligus menjadi empat tujuan utama the Japan Foundation, yaitu:

- Divisi Pertukaran Kebudayaan, tujuannya untuk mempromosikan budaya Jepang dan pertukaran kebudayaan dengan negara lain

- Divisi Pendidikan Bahasa Jepang, yaitu membantu pengembangan bahasa Jepang dan pelaksanaan kursus bahasa Jepang untuk umum dan pelajar.

- Divisi Pertukaran Intelektual dan Pengembangan Studi Jepang, tujuannya sebagai pertukaran intelektual dan proyek penelitian studi Jepang.

- Divisi Pengoleksian dan Penyediaan Informasi, yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pertukaran internasional dan menyebarkan informasi mengenai the Japan Foundation.

Diana, S. Nugroho, tanggal 31 Mei 2011.

Bagaimana peran the Japan Foundation yang ada di negara bagian Asia Pasifik? The Japan Foundation yang berada di Seoul, Beijing, Kuala Lumpur, Jakarta, New Delhi dan Sydney, hanya sebagian lingkungan kecil sebagai lembaga pusat

kebudayaan Jepang, yang memiliki Divisi dan kegiatan yang sama dengan the Japan Foundation lainnya. Kemudian bagaimana the Japan Foundation dapat dikatakan berhasil mengembalikan citra Jepang?

Dapat dilihat dari program-program yang telah kami buat, selama ini sangat baik dan tidak ada efek negatif bagi Jepang maupun Indonesia sendiri.


(5)

Adanya perubahan struktur pada the Japan Foundation, apakah berpengaruh bagi pemerintah Jepang melalukan diplomasi kebudayaan Jepang?

Perubahan struktur pada tidak berpengaruh dengan diplomasi kebudayaan Jepang, karena selain pada the Japan Foundation, Jepang sebelumnya melakukan diplomasi kebudayaan melalui keduta besar yang ada di negara-negara lain. Untuk lebih memudahkan masyarakat yang ingin mengenal Jepang maka melalui the Japan Foundation secara lebih spesifiknya.


(6)

LEMBAR PERTANYAAN SEPUTAR KERJASAMA THE JAPAN FOUNDATION INDONESIA DENGAN KEMENTERIAN REPUBLIK

INDONESIA

Siuaji Raja, Directorate of Public Diplomacy, Jakarta: Kementerian Luar Negeri, tanggal 03 November 2011.

1. Mengenai The Japan Foundation yang ada di Indonesia. Apakah ada kerjasama secara tertulis kerjasama antara Jepang dengan Indonesia terkait dengan berdirinya the Japan Foundation?

Berdirinya The Japan Foundation di Indonesia memang tidak ada kerjasama secara tertulis, namun mereka hanya ijin kepada kami untuk mendirikan lemaga budaya Jepang, yang bertujuan untuk mempererat hubungan bilateral antara Jepang dengan Indonesia saja tanpa adanya kekerasan.

2. Apakah diplomasi budaya yang dilakukan the Japan Foundation dapat dikatakan efektif untuk memulihkan citra bangsa Jepang di negara Asia khususnya Indonesia terkait dengan peristiwa Malari?

Yang dilakukan The Japan Foundation sudah dapat dikatkan sebagai alat diplomasi budaya yang efektif, karena dapat kita lihat bahwa program yang dilaksanakan sejauh ini positif. Bahkan saat ini negara Jepang dengan Indonesia sangat baik, meskipun pada tahun 1942 Jepang pernah menjajah negara kita namun tidak ada pengaruhnya saat ini.

3. Selain melalui The Japan Foundation, diplomasi apakah yang dilakukan Jepang kepada Indonesia?

Selain the Japan Foundation, diplomasi atau kerjasama yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia banyak. Contohnya kerjasama ekonomi seperti bantuan ODA, IJEPA dan bantuan ekonomi lainnya.