Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun 1939 antara pihak Sekutu Amerika Serikat, telah membuat Jepang membentuk format hubungan kerjasama baru, yaitu meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan sosial budaya dengan negara-negara di dunia yang salah satunya dengan Indonesia. Jepang yang pernah hancur dibom oleh Amerika Serikat menjadikan Jepang porak-poranda dalam berbagai aspek, kemudian untuk kembali bangkit meneruskan pembangunan Jepang membutuhkan bantuan dan kerjasama dari pihak luar. Pada saat yang bersamaan, Amerika Serikat memberi kesempatan kepada Jepang untuk bekerjasama di berbagai bidang yaitu ekonomi, politik, dan sosial budaya. 1 Kondisi itulah yang melatarbelakangi kedekatan antara Jepang dengan AS, kedekatan itu yang kemudian memberikan pengaruh bagi Jepang untuk melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain di dunia. Perkembangan hubungan politik Jepang pada tahun 1948 terhadap negara- negara lain tidak terlepas dari peranan Amerika Serikat, termasuk dengan Indonesia. Amerika Serikat berhasil mengintervensi politik dalam negeri Jepang melalui badan intelejen CIA Central Intelligence Agency. Pada saat itu Jepang dipimpin oleh PM Nobusuke Kishi sebagai ketua partai berkuasa, saat itu muncul Yoshi Kodama yaitu seorang pemberontak di Jepang yang pernah melakukan aksi melawan pemerintah, dan menjadi orang kepercayaan Amerika Serikat dalam 1 Mashashi Nishihara, Soekarno, Ratna Sari Dewi, dan Pampasan Perang: Hubungan Indonesia- Jepang 1951-1966 , h. 6. membantu keinginannya menjadi badan intelejen CIA, kemudian mereka membentuk politik Jepang Pasca Perang Dunia II. 2 Dalam upaya meredam pengaruh komunis, Jepang dan Amerika Serikat menjadi salah satu yang melatarbelakangi hubungan politik antara Jepang dengan Indonesia. 3 Dengan melalui perundingan secara bilateral antara Jepang dan Indonesia terkait dengan pampasan perang merupakan latarbelakang juga atas hubungan politik Jepang-Indonesia, perundingan itu pun sekaligus menjadi langkah awal bagi Jepang untuk membuka hubungan diplomatiknya. Dalam melakukan hubungan politik tersebut, bagi masing-masing kedua negara Jepang- Indonesia memiliki kepentingan nasionalnya sendiri. Jepang tidak terlepas dari pengaruh Amerika Serikat untuk meredam pengaruh komunis di Indonesia. Bagi Indonesia, perjanjian pampasan perang sangat penting untuk meningkatkan politiknya. 4 Agenda politik Indonesia ini merupakan awal hubungan dengan agenda-agenda lain dalam kepentingan Indonesia terhadap Jepang terutama dibidang ekonomi. Hubungan Jepang-Indonesia dalam bidang diplomatik didasarkan pada perjanjian perdamaian antara Republik Indonesia dan Jepang pada bulan Januari 1958, sejak itu hubungan bilateral antara kedua negara berlangsung baik dan terus berkembang tanpa mengalami hambatan. Eratnya hubungan bilateral kedua negara tersebut juga tercermin dalam berbagai persetujuan yang ditandatangani maupun pertukaran nota oleh kedua pemerintahnya, yang dimaksudkan untuk 2 Tim Winer, Membongkar Kegagalan CIA, pionase Amatiran Sebuah Negara Adidaya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008, h. 147. 3 Ibid, h. 222. 4 Departemen Lur Negeri Republik Indonesia, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia Dari Masa ke Masa , h. 293. memberikan landasan yang lebih kuat bagi kerjasama di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya. 5 Pada tahun 1970-an Jepang telah tumbuh sebagai negara dengan perekonomian yang modern didasari dengan ekspor impor yang dilakukan Jepang, meskipun negara ini pada awalnya adalah negara miskin yang memiliki sumber daya alam sangat terbatas, kekuatan ekonomi Jepang sebagian besar bertumpu pada sektor industri manufaktur. Namun Jepang menyadari bahwa negaranya memerlukan sumber daya alam, serta daerah pemasaran yang terdapat di negara- negara berkembang. Oleh karena itu, Jepang meningkatkan kerjasama ekonomi perdagangan dan pembangunan, hal ini terlihat dari bantuan ODA Official Development Assistance pada tahun 1960. Disamping itu bantuan ekonomi yang diberikan telah membantu Jepang mengembangkan perdagangan dan hubungan politik dengan negara-negara Asia. 6 Kekalahan perang Jepang pada tahun 1945, sebenarnya adalah kebangkitan bagi Jepang setelah kekalahannya pada Perang Dunia II, Jepang lebih meningkatkan kekayaan bangsa dan memperkuat negara dengan angkatan persenjataannya untuk mampu bersaing dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kemudian investasi negara diperluas untuk mengembangkan produksi sehingga pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat. Berdasarkan ajaran semangat bushido semangat budha yang mengajarkan 5 Diakses dari http:www.deplu.go.idListsBilateralCoorporationDispForm.aspx?ID= 56, pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 12.00. 6 Orr, Jr, Robert M, Japan’s Emergence as A Foreign Aid Power, New York: Colombia University Press, 1990, h. 46. kepatuhan kepada penguasa dan bermoral tinggi dengan menjunjung tinggi sikap disiplin. 7 Perdagangan Jepang meluas secara cepat sejak pertengahan 1960-an dan bantuan ekonomi ke Asia Tenggara pun bertambah, berawal dari tujuan politik yang kemudian membuka jalur bantuan keuangan dan investasi swasta pada tahun 1972. Sesuai dengan statistik Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri, investasi swasta yang disetujui mencapai 858 juta di tahun 1971, sedangkan pada tahun 1972 mencapai 2338 juta. 8 Kemampuan Jepang untuk melakukan perdagangan internasional dengan pertumbuhan ekonomi yang besar, membuatnya dijuluki oleh negara Asia sebagai “Kekuatan Ekonomi Raksasa”. Hal ini didasarkan GNP-nya yang besar didapat dari Gross national product Pendapatan Kotor Nasional industri-industri berat serta kimia dan perdagangan yang meningkat per kapita pada tahun 1979 sebesar 6.300. 9 Namun hubungan perdagangan dengan Asia Tenggara khususnya Indonesia hanya menguntungkan bagi Jepang. Tidak adanya mekanisme perdagangan yang seimbang memunculkan kelompok anti-Jepang, misalnya investasi, bayaran buruh murah, mobil dan produk-produk Jepang telah menguasai pasar Asia Tenggara. Korporasi-korporasi Jepang telah bergerak dan masuk ke Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan dalam mencari buruh murah. Kemudian negara-negara menuntut, bahwa Jepang menggunakan skala-skala upah rendah 7 Nandang Rahmat, In International Seminar Proceedings, Latar Belakang Persepsi Orang Asing Terhadap Etos Kerja Bangsa Jepang , Surabaya: Research Center for Japanese Studies- Institute of Reseaches The States University of Surabaya, 2006, h. 3. 8 Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1981, h. 72. 9 Sayidiman Suryohadiprojo, Masyarakat Jepang Dewasa Ini, Jakarta: PT. Gramedia, 1998, h. 199. untuk memetik keuntungan besar. Inilah yang menyebabkan Jepang disebut sebagai kekuatan ekonomi raksasa karena telah dianggap memonopoli perekonomian dunia. 10 Pada tahun 1970-an Jepang juga disebut sebagai „hewan ekonomi’ oleh negara Asia artinya negara yang serakah dan menguasai perekonomian Asia bahwa Jepang telah menggantikan agresi militer dengan agresi ekonomi. 11 Kemudian untuk memulihkan citra baik, Jepang menyadari perlu adanya keterlibatan internasional dengan negara-negara yang telah menganggapnya tidak baik, sehingga Jepang melakukan perdagangan internasional, selain ekonomi dan politik pemerintah Jepang juga melakukan keterlibatan internasional mengenai kebudayaan. Karena tidak hanya hubungan internasional dalam bentuk kerjasama ekonami dan politik saja, hubungan internasional kebudayaan sangat penting untuk rakyat dan ketahanan negaranya. 12 Untuk itu Jepang mendirikan sebuah lembaga kebudayaan yang dikenal dengan nama The Japan Foundation pada bulan Oktober 1972 di Tokyo. Lembaga ini bertujuan sebagai pusat pertukaran kebudayaan Jepang. 13 Hingga saat ini, the Japan Foundation telah mendirikan 23 kantor yang tersebar di 21 negara di seluruh dunia. Hal ini juga termasuk empat institusi di Jepang, yaitu di Tokyo sebagai pusat kota, Kyoto karena dianggap sebagai pusat budaya Jepang, Kansai sebagai pengembangan bahasa Jepang, dan Urawa, serta tiga di antaranya di Amerika Serikat, yaitu satu di Los Angeles dan dua di New York. Kantor terakhir yang didirikan, adalah kantor cabang Vietnam yang baru beroperasi pada 10 Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 73. 11 Suryohadiprojo, Masyarakat Jepang Dewasa Ini, h. 201. 12 Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 91. 13 Ibid, h. 94. tahun 2007. Untuk kawasan Asia Tenggara, the Japan Foundation telah memiliki lima kantor cabang, yaitu di Jakarta, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, dan Hanoi. Seiring dengan semakin pentingnya kawasan Asia Tenggara dalam dunia internasional saat ini, maka the Japan Foundation meningkatkan keterlibatannya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu pada tanggal 1 April 2007 the Japan Foundation membuka biro Asia Tenggara yang bertempat di Thailand Bangkok. 14 Dana operasional berasal dari bunga modal awal yang diberikan oleh pemerintah Jepang ditambah dengan subsidi tahunan dari pemerintah serta dari sektor swasta atau perusahaan-perusahaan Jepang. Salah satu alasan Jepang mendirikan the Japan Foundation, yaitu untuk melakukan kerjasama internasional tidak hanya melalui ekonomi dan politik saja, melainkan perlu adanya kerjasama internasional di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan kerjasama kebudayaan sangat penting bagi kepentingan nasionalnya, dan sebagai pemulihan citra bagi negara yang pernah dijajahnya, maka Jepang banyak mendirikan pusat kebudayaan Jepang melalui the Japan Foundation di negara-negara yang dianggapnya penting untuk memperkenalkan kebudayaannya di mata dunia. 15 Kemudian, yang melatarbelakangi berdirinya the Japan Foundation di Asia Pasifik, khususnya Indonesia adalah terjadinya konflik pada tanggal 15 Januari 1974 yang dikenal dengan nama Malari. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mahasiswa Indonesia terhadap dominasi modal asing Jepang, sehingga menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Dari sudut pandang mahasiswa hal ini dipandang sebagai wujud konflik kepentingan antar-kelompok 14 Diakses dari http:www.jpf.or.ididindex.php?option=comcontenttaks=blogcategory id-19Itemid=31 pada tanggal 05 April 2011, pukul 21.05. 15 Mochtar Lubis, Kekuatan yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, h. 90. yang mempunyai pengaruh besar dalam elit politik Indonesia saat itu. Kelompok tersebut dapat diwakili oleh kelompok Jenderal Sumitro yang mewakili modal Amerika Serikat melawan kelompok Jenderal Ali Murtopo yang mewakili modal Jepang. Konflik ini kemudian dimenangi oleh kelompok Ali Murtopo, sehingga konsekuensinya modal Jepang menjadi dominan dalam membantu perubahan ekonomi Indonesia. 16 Peristiwa Malari pada tahun 1974 itu memaksa Jepang untuk introspeksi terhadap kebijakan yang selama ini dijalankannya jika Jepang ingin tetap membina hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara, khususnya dengan Indonesia. Maksud baik Jepang kemudian dibuktikan dengan kunjungan Perdana Menteri Fukuda ke negara-negara ASEAN Association of South East Asian Nation pada tanggal 18 Agustus 1977 di Manila yang berakhir dengan dikeluarkannya Doktrin Fukuda, yang salah satu isinya adalah Jepang akan berusaha keras untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara ASEAN. 17 Hubungan ini ditekankan sebagai hubungan persahabatan, tidak hanya di bidang ekonomi dan politik, melainkan juga di bidang sosial budaya. Salah satunya dengan didirikan pusat kebudayaan untuk membangun citra baik bangsa Jepang dan sebagai alat diplomasi Jepang. Diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia yang dilakukan the Japan Foundation melalui beberapa proses terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat respon masyarakat Indonesia terhadap Jepang mulai dari tahun 1974 setelah peristiwa Malari sampai tahun 1979. Tujuannya untuk memberikan kontribusi bagi lingkungan internasional yang lebih baik dan untuk memelihara serta 16 A, Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik Kebijaksanaan Ekonomi di Indonesia 1950- 1980 , Jakarta: LP3ES, 1989, h. 39. 17 J, Panglaykim, Doktrin Fukuda: Suatu Pandangan Bisnis, Analisa, Vol. VI No.10 Oktober 1997, h. 8. mengembangkan keharmonisan hubungan luar negeri Jepang. 18 Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Jepang dalam mempertahankan hubungan baik dengan Indonesia. 19 Persahabatan dua negara dapat terjalin dengan baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak merupakan tantangan tersendiri bagi pelaksanaan diplomasi kedua negara. Jepang melakukan diplomasi kebudayaannya ke berbagai negara melalui pertukaran kebudayaan, yang diharapkan dapat mempererat hubungan bilateral Jepang, dalam berbagai bidang, yaitu diplomatik, ekonomi, dan juga aspek kebudayaan. 20 Hubungan kebudayaan dapat meningkatkan kemampuan manusia untuk tidak melakukan kekerasan pada suatu persengketaan dan juga dapat mempertinggi kesadaran manusia untuk saling ketergantungan bagi semua bangsa dan negara. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan meneliti dan menganalisis lebih dalam mengenai tujuan Jepang mendirikan the Japan Foundation terkait masalah diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia dan program-program yang telah dilaksanakan dengan mengacu pada fakta-fakta yang telah ada, batasan waktu yang diambil dalam penelitian ini, yaitu pada tahun 2003-2011 karena pada tahun tersebut the Japan Foundation mengalami perubahan struktur menjadi lembaga administratif independen. Oleh karena itu penelitian ini dijadikan sebuah skripsi dengan judul “Diplomasi Kebudayaan Jepang di Indonesia Melalui The Japan Foundation Tahun 2003-2011 ”. 18 The Japan Foundation, Nuansa, Jakarta: edisi Januari-Februari-Maret 2011, h. 1. 19 Ibid, h. 2- 3. 20 Budi Saranto, Gaya Manajemen Jepang, Berdasarkan azas Kebersamaan dan Keakraban , h. 58.

B. Rumusan Masalah