Penatalaksanaan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal

11 Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit. 10,11 Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor. 10,11

2. 7. Diagnosis

Berdasarkan Task Force on Rhinosinusitis yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery AAO-HNS diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu. 10,11

2.8. Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, karies atau ganggren gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan. 1,10,11 Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya. Antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika 12 alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan. 1,10,11 Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati- hati.Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama lebih dari 7 hari akan menyebabkan rinitis medika mentosa. 1,10,11 Alergi berperan sebagai penyebab rinosinusitis kronis pada lebih dari 50 kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine. 1,10,11 Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipoanosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis. Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang. Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot merata. 1,10,11 Rinosinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior, 13 Caldwell-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional BSEF dapat dilaksanakan. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami. Namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwell-Luc yang hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh kembali. 1,10,11 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional BSEF merupakan kemajuan pesat dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah dengan penggunaan endoskop yang memiliki pencahayaan yang terang, sehingga lapangan operasi lebih jelas dan rinci. Bila terdapat kelainan patologi dirongga- rongga sinus, jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal dapat teratasi. 1,10,11

2.9. Komplikasi