D. Tinjauan Pustaka
1. Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau pecah split, dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian Hawari, 2003. Skizofrenia adalah bahwa
penderita skizofrenia umumnya memiliki pemikiran yang tidak konsisten demikian juga perilakunya. Jadi orang yang menderita skizofrenia tidak konsisten,
tidak rasional dan tidak pasti Lumbantobing, 2007. Seseorang dikatakan terkena skizofrenia apabila tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari, di rumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya. Seseorang yang menderita gangguan jiwa akan mengalami
ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehari-hari Hawari, 2003. Dampak yang diakibatkan oleh skizofrenia pada diri pasien di
antaranya adalah sulit untuk berhubungan dengan orang lain, sulit untuk berinteraksi, mengalami masalah dalam hal kepercayaan dan keintiman, pasien
tidak percaya diri, merasa asing atau berbeda dari orang lain dan tidak percaya bahwa mereka adalah individu yang berharga. Pada keluarga dan masyarakat,
prestasi di sekolah atau tempat kerja dapat sangat terganggu, serta sulit memenuhi peran dalam keluarga seperti; sebagai seorang laki-laki atau perempuan atau
sebagai saudara kandung Videbeck, 2008.
2. Penatalaksanaan Skizofrenia
Terapi yang bisa dilakukan pada penderita skizofrenia meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.
a. Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang biasa digunakan pada terapi farmakologi pada pasien skizofrenia adalah golongan obat antipsikotik. Pada awalnya, obat antipsikotik
hanya digunakan saat episode akut saja, namun selanjutnya digunakan juga untuk mencegah risiko kekambuhan. Oleh karena itu, obat antipsikotik ini digunakan
dalam jangka waktu yang lama karena memang berfungsi untuk terapi
pemeliharaan. Selain itu antipsikotik juga berguna untuk mengurangi gejala. Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
tipikal dan atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan antipsikotik generasi lama yang mempunyai aksi untuk mengeblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik jenis
ini lebih efektif untuk mengatasi gejala positif yang muncul. Efek samping ekstrapiramidal banyak ditemukan pada penggunaan antipsikotik tipikal sehingga
muncullah antipsikotik atipikal yang lebih aman. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam antipsikotik tipikal diantaranya adalah klorpromazin, tiorizadin,
flufenazin, dan haloperidol. Sedangkan antipsikotik atipikal merupakan pilihan pertama dalam terapi skizofrenia karena efek sampingnya yang cenderung lebih
kecil jika dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal efektif untuk mengatasi gejala baik positif maupun negatif. Contoh obat yang termasuk
antipsikotik atipikal adalah clozapin, risperidon, olanzapin, ziprasidon, dan quetiapin Jiwo, 2012.
Obat antipsikotik memiliki efek samping yang bermakna terutama jika digunakan dalam dosis besar dalam jangka waktu yang lama. Efek samping utama
yang paling sering muncul dan dijadikan bahan pertimbangan dalam pemberian terapi adalah efek samping ekstrapiramidal pada penggunaan antipsikotik generasi
lama. Termasuk dalam efek samping ekstrapiramidal ini yaitu distonia akut, dan pseudoparkinsonisme. Efek samping ini umumnya muncul setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah penggunaan antipsikotik dan biasanya sulit untuk diatasi. Selain adanya efek samping ekstrapiramidal yang muncul, efek samping
lain yang ditimbulkan oleh penggunaan antipsikotik yaitu sedasi, neuroleptic malignant syndrome, gangguan kardiovaskular, efek antikolinergik dan
antiadrenergik, gangguan metabolisme, kenaikan berat badan, dan disfungsi seksual. Salah satu cara untuk mengatasi efek samping dari antipsikotik adalah
dengan menggunakan dosis obat serendah mungkin yang masih dapat memberikan efek farmakologis. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada
penderita Sikzofrenia yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini Irwan, 2008.
Terapi kombinasi yang paling banyak digunakan adalah Haloperidol- Klorpromazin. Haloperidol merupakan golongan potensi rendah untuk mengatasi
penderita dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis. Reaksi
ekstrapiramidal timbul pada 80 pasien yang diobati haloperidol. Klorpromazin merupakan golongan potensi tinggi untuk mengatasi sindrom psikosis dengan
gejala dominan apatis, hipoaktif, waham dan halusinasi. Klorpromazin menimbulkan efek sedasi yang disertai acuh tak acuh terhadap rangsang dari
lingkungan. Timbulnya sedasi tergantung dari status emosional pasien sebelum minum obat Jarut, 2013. Penggunaan clozapin dapat mengatasi sindrom positif,
sindrom negatif dan kognitif tanpa menyebabkan gejala ekstrapiramidal, disamping itu obat ini dapat mengurangi depresi dan keinginan bunuh diri
Fatemi, 2009.
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi pada penderita skizofrenia salah satunya pendekatan psikososial. Peningkatan kualitas hidup dan kesembuhan pasien
skizofrenia akan lebih baik jika diberikan juga terapi non farmakologi disamping terapi obat. Kombinasi kedua terapi ini akan mampu memberikan manfaat yang
banyak bagi pasien. Pendekatan psikososial bertujuan untuk memberikan dukungan emosional kepada pasien sehingga pasien mampu meningkatkan fungsi
sosial dan pekerjaannya dengan lebih baik Jiwo, 2012. Dukungan sosial keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga
dengan lingkungan sosialnya. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu
yang dapat diakses untuk keluarga atau dukungan sosial bisa atau tidak digunakan Friedman,1998. Menurut Keliat 2002, peran keluarga adalah mampu mengenal
masalah kesehatan, mampu membuat keputusan tindakan, mampu melakukan perawatan pada keluarga yang sakit, mampu memodifikasi lingkungan rumah, dan
mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau
istri serta dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal. Dukungan sosial keluarga juga dapat meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga Friedman, 1998. Menurut Kumfo, 1995 dalam Videbeck, 2008, keluarga sebagai sumber
dukungan sosial menjadi faktor kunci dalam penyembuhan penderita skizofrenia.Walaupun anggota keluarga tidak selalu merupakan sumber positif
dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi bagian penting dalam penyembuhan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan
penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat
kembali. Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga
kemungkinan kambuh dapat dicegah Keliat, 2002.
3. Lama Rawat Inap
Rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk ke rumah sakit yang menggunakan tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi,
rehabilitasi medik dan atau penunjang medik lainnya Depkes, 1995. Menurut Depkes 1991 dalam Marzuki 1998, lama rawat inap adalah jumlah hari
perawatan yang dibutuhkan oleh seorang penderita yang di rawat inap di suatu rumah sakit dihitung mulai dari hari masuk rumah sakit sampai dengan hari keluar
rumah sakit. Menurut Marzuki 1998, lama hari rawat adalah suatu indikator yang digunakan dalam penilaian sistem manajemen rumah sakit. Lama hari rawat
inap yang ideal menurut Depkes 2011 yaitu 6 sampai 9 hari. Berdasarkan hasil penelitian Farikhah 2012, variasi lama rawat inap pasien skizofenia di Rumah
Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo ditemukan lama rawat inap pasien yang paling rendah yaitu 1 hari, sedangkan lama dirawat yang paling lama yaitu
selama 101 hari dengan diagnosa utama Paranoid Schizophrenia F20.0 yaitu sebesar 31,88.
D. Landasan Teori
Keluarga memiliki peran terhadap proses penyembuhan pasien skizofrenia, diantaranya memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan jiwa berupa
dukungan pada penderita sampai dapat kembali menjalani hidup bersama keluarga dan masyarakat sekitar Salahuddin, 2009. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
oleh pasien yang menderita skizofrenia, dengan cara memotivasi selama proses perawatan dan pengobatan. Sehingga, ketika pasien skizofrenia menjalani rawat
inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan perhatian dan dukungan yang maksimal Friedman, 1998. Dukungan keluarga untuk pasien
skizofrenia masuk kategori sedang, serta ada hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa dengan dukungan keluarga yang mempunyai anggota keluarga
skizofrenia di RSJD Surakarta Fahanani, 2010. Di Indonesia, pasien yang dirawat inap di rumah sakit jiwa, memiliki rata-
rata lama hari rawat inap yang tinggi yaitu 54 hari, dan pasien yang paling lama dirawat adalah pasien dengan diagnosa skizofrenia. Data rumah sakit jiwa pusat
Bogor 2001, menunjukkan rata-rata lama hari rawat adalah 115 hari Keliat, 2002. Banyak pasien skizofrenia yang ditelantarkan oleh keluarganya setelah
dimasukkan di rumah sakit jiwa. Banyak pasien gangguan jiwa justru ditelantarkan keluarganya. Keluarga banyak yang tidak mengurus dan melupakan
begitu saja. Padahal, jika keluarga rajin menjenguk dan memberikan dukungan kepada pasien skizofrenia, maka ini akan sangat membantu kesembuhan mereka
Yosep, 2008.
E. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka diperoleh hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
a. H1 : ada hubungan antara dukungan psikososial keluarga dengan lama rawat
inap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
b. H0 : tidak ada hubungan antara dukungan psikososial keluarga dengan lama
rawat inap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.