Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

(1)

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien

Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah

Propinsi Sumatera Utara – Medan

SKRIPSI

Oleh

Nanda Saputra

061101035

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

Nama : Nanda Saputra

NIM : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010

Tanggal Lulus : 23-06-2010

Pembimbing Penguji

………. ………..(Penguji I)

(Jenny M. Purba, S.Kp, MNS) (Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS) NIP. 19740108 200003 2 002 NIP. 19710305 200112 2 001

………..(Penguji II) (M. Sukri Tanjung, S.Kep, Ns) NIP.

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 23 Juni 2010 Pembantu Dekan I

………

(Erniyati, S. Kp, MNS) NIP. 19671208 29903 2 001


(3)

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara Fakultas Keperawatan

Jl. Prof. Ma’as No. 3 Medan – 20155 Tlpn. (061) 8213318

Nama : Nanda Saputra

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG SKRIPSI

Nim : 061101035

Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Telah memenuhi persyaratan penulisan skripsi sesuai Pedoman Penulisan Proposal Skripsi Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010 dan dapat melakukan ujian sidang skripsi.

Medan, 21 Juni 2010 Pembimbing Penelitian,

(Jenny M. Purba S.Kp, MNS) NIP : 19740108 200003 2002


(4)

Prakata

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada kekasih umat, Nabi akhir zaman dan manusia panutan, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ” Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara ” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan USU Medan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II dan Bapak Ikhsanuddin A. Hrp, S.Kp, MNS

Selaku Pembantu Dekan III.

3. Ibu Jenny M.Purba, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan dorongan semangat yang ibu berikan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS selaku Penguji I yang telah membantu penulis selama memberikan arahan dan bimbingan dan Ibu Lufthiani, S.Kep, selaku penguji II pada sidang proposal serta Bapak M.Sukri Tanjung S.kep, Ns selaku


(5)

penguji II pada sidang skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Ismayadi S.kep, Ns selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi dukungan dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Keperawatan USU.

6. Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memperlancar proses akademik dan administrasi penulis.

7. Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatera Utara - Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 8. Terima kasih kepada Ibu Lince Herawati S.Pd, S.Kep, Ns selaku Koordinator

Keperawatan dan staf administrasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara - Medan yang telah membantu penulis untuk melakukan penelitian.

9. Teristimewa kepada keluargaku tercinta (Bapak Drs. Saifuddin, Ibu Zahrah Ibrahim, Saivan Alvazar (Adik), Riswanda (Adik), Putri Sri Kurnia Ningsih (Adik), Muhammad Fauzi (Adik), Saudah (Nenek), Ibrahim (Kakek) dan kepada seluruh keluarga yang telah memberikan cinta, doa, dorongan, menghibur dan memotivasi penulis.

10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wardan, Ibu Sri Astuti, Ibu Syaripah, Ibu Nur Azizah dan Guru SMA 1 Muara Batu Kab. Aceh Utara lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang mendorong dan memberi semangat kepada saya agar melanjutkan kuliah di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(6)

11. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan Angkatan 2006 Fakultas Keperawatan yang telah banyak memberikan masukan, berbagi ilmu dan mendukungku selama ini diantaranya Edi, Arya, Marsono, Andi, Yusrizal, Upit, Ani, Lady, Yohana dan juga kepada teman saya Ekstensi bang Roji, Anes, Edi, Marlon, Yatimin, Kak Sri, Lisa dan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

12. Terima Kasih untuk Kakanda Muzauwir S.Kep, Ns, Ikram S.Kep, Ns, Kak Rizki Amalia S.Kep, Ns dan Rahmi Zahara S.Kep, Ns yang telah memberi semangat dan dukungan agar saya bisa tamat kuliah tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT yang penuh rahmat selalu memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kita semua dan terima kasih buat semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Pengetahuan di bidang keperawatan

Medan, Juni 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... ... i

Halaman Lembar Pengesahan ... ... ii

Halaman Lembar Persetujuan ... ... iii

Prakarta ... ... iv

Daftar Isi ……… ... vii

Daftar Skema ... ... x

Daftar Tabel ... xi

Abstrak ... xii

Bab 1. Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian... 5

4. Hipotesis Penelitian ... 5

5. Tujuan Penelitian ... 6

6. Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Konsep Skizofrenia ... 8

2.1.1 Pengertian Skizofrenia ... 8

2.1.2 Gejala-gejala Skizofrenia ... 9

2.1.3 Faktor Resiko Skizofrenia ... 10

2.1.4 Terapi Skizofrenia ... 12

2.2. Konsep Keluarga ... 12

2.2.1 Defenisi Keluarga ... 12

2.2.2 Tipe Keluarga ... 12

2.2.3 Struktur Keluarga ... 13

2.2.4 Fungsi Keluarga ... 14

2.2.5 Peran Keluarga... 15


(8)

2.4. Konsep Kekambuhan ... 18

2.4.1 Defenisi Kekambuhan ... 18

2.4.2 Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan ... 19

Bab 3. Kerangka Penelitian 3.1 Kerangka Konseptual ... 21

3.2 Defenisi Operasional ... 22

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 25

4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 25

4.2.1 Populasi Penelitian ... 25

4.2.2 Sampel Penelitian ... 25

4.2.3 Tehnik Sampling ... 26

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.4 Pertimbangan Etik ... 26

4.5 Instrumen Penelitian ... 27

4.6 Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 30

4.7 Pengumpulan Data ... 31

4.8 Analisa Data ... 31

Bab 5. Pembahasan 5.1 Hasil Penelitian ... 34

5.1.1 Karakteristik Responden ... 34

5.1.2 Kejadian Kekambuhan ... 36

5.1.3 Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 37

5.1.4 Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 39

5.2 Pembahasan ... 43

5.2.1 Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 43

5.2.2 Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 44


(9)

5.2.3 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 49 5.2.4 Hubungan Dukungan Informasi dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 50 5.2.5 Hubungan Dukungan Nyata dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 51 5.2.6 Hubungan Dukungan Pengharapan dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 51 5.2.7 Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 52

Bab 6. Kesimpulan

6.1 Kesimpulan ... 54 6.2 Saran ... 54

Daftar Pustaka ... 56 Lampiran-lampiran

1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian 2. Kuesioner Penelitian

3. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi

4. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan 5. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data di RSJD Provsu 6. Analisa Data dan Reabilitas

7. Taksasi Dana

8. Jadwal Tentatif Penelitian 9. Riwayat Hidup


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan... 21


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 35 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia ... 36 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga pada pasien skizofrenia ... 37 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada pasien skizofrenia ... 38 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada

pasien skizofrenia ... 38 Tabel 5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga

pada pasien skizofrenia ... 39 Tabel 5.7 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien

skizofrenia ... 39 Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 40 Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 41 Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 41 Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia ... 42 Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien


(12)

Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

Peneliti : Nanda Saputra

Nim : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.


(13)

Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

Peneliti : Nanda Saputra

Nim : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi: gejala-gejala negatif seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar: serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard, 1994). Menurut Parawisata (2006), skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran dan persepsi disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar.

Laporan American Psychiatric Association (1995) menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia adalah 1% dari populasi penduduk dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk dan jumlah ini terus bertambah (Irmansyah, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Pariwisata (2006) bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah hampir relatif sama yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis kelamin, status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia yang dialami oleh anak-anak sekitar usia 8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut lebih dari 45 tahun.


(15)

Porkony dkk (1993) melaporkan bahwa 49% penderita skizofrenia mengalami rawat ulang setelah follow up selama 1 tahun, sedangkan penderita-penderita non skizofrenia hanya 28%. Sekitar 10-60% pasien skizofrenia sering mengalami kekambuhan. Kekambuhan tersebut merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala kembalinya suatu penyakit setelah adanya pemulihan atau penyembuhan yang jelas atau seseorang dalam keadaan yang dinyatakan sudah sembuh, kemudian mengalami kekambuhan dengan menunjukkan penyimpangan perilaku (Yakita, 2003).

Proses penyembuhan pada pasien gangguan jiwa harus dilakukan secara holistik dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa itu, sama halnya dengan penyakit umum, penyakit jiwa pun bisa kambuh (Wirawan, 2006). Dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat pasien. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan pasien tapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam keluarga (Keliat, 1996).

Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu memberikan dukungan (support) kepada pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien, memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap pasien akan berpengaruh terhadap


(16)

kekambuhan pasien (Keliat, 1996) Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik (Handayani, 2008). Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu pemecahan masalah pasien (Gilang, 2001).

Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang hidup yang ada pada keluarga dan akibatnya lebih beresiko pada kekambuhan pasien skizofrenia. Pencegahan kekambuhan pasien di lingkungan keluarga dapat terlaksana dengan persiapan pulang yang baik dan mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya dukungan keluarga terhadap pasien (Arif, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Vaught, (dalam Keliat, 1992), di Inggris memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) pada pasien skizofrenia diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan.

Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada pasien dalam proses penyembuhan adalah menerima kondisi pasien, tetap berkomunikasi dengan pasien tanpa emosional dan memperhatikan kondisi pasien. Dukungan informasi keluarga meliputi mengingatkan pasien untuk berobat kembali ke rumah sakit jiwa, memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien. Dukungan nyata keluarga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan biaya pengobatan, material seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat


(17)

sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah pasien. Dukungan pengharapan keluarga yaitu berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien (Cohen dan Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000).

Tindakan keluarga yang sangat penting adalah setelah pasien pulang ke rumah, keluarga menemani pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskemas atau rumah sakit terdekat agar tidak kambuh, misalnya pada bulan pertama : 2 kali per bulan, bulan kedua : 2 kali perbulan, bulan ketiga : 2 kali per bulan dan selanjutnya 1 kali perbulan (Keliat, 1996).

Menurut Torrey 1988 (dalam Handayani, 2008), keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya dengan SAFE (Sense of humor, Accepting the illness, Familliy balance, Expectations are realistic). Sedangkan menurut Suryantha 2005 (dalam Handayani, 2008) menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pencegahan kekambuhan skizofrenia. Keluarga harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi, tidak mengasingkan penderita dan memuji tindakan yang dilakukan pasien.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan metode wawancara kepada keluarga pasien ditemukan data bahwa mayoritas keluarga pasien skizofrenia tidak mengetahui tentang penyakit skizofrenia, cara merawat pasien di rumah, keluarga sering memarahi pasien di rumah dan jarang dibawa berobat kembali ke rumah sakit jiwa karena keterbatasan biaya.


(18)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien skizofrenia?

2. Bagaimana hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien skizofrenia?

3. Bagaimana hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien skizofrenia?

4. Bagaimana hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien skizofrenia?

4. Hipotesis Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha), yaitu: ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.


(19)

5. Tujuan Penelitian

5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

2. Untuk mengetahui hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

3. Untuk mengetahui hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

4. Untuk mengetahui hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien skizofrenia

6. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti dasar yang dipergunakan dalam wahana pembelajaran keperawatan jiwa, khususnya tentang materi pembelajaran tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kesembuhan pasien skizofrenia.


(20)

2. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dan memandirikan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien skizofrenia.

3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dan kekambuhan pasien skizofrenia.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Nolen & Hoeksema, 2004).

Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998 dalam Nevid, Rathus dan Greene, 2003).

Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu perasaan, kemauan dan perilaku ( Erwin, 2002). Skizofrenia adalah sekelompok


(22)

reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai autra fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaac Ann, 2005).

2.1.2 Gejala-gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1. Gejala positif

a. Delusi atau waham

Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikiran

Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.


(23)

g. Menyimpan rasa permusuhan. 2. Gejala negatif

a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”

Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain dan suka melamun.

c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam. d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir nyata f. Pola pikir steorotip

g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif. 2.1.3 Faktor resiko skizofrenia

Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga 2. Kembar identik

Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Cancro & Lehman, 2000).

3. Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan tehnik pencitraan tehnik noninvasif, seperti CT scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan positron emission tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia.


(24)

Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Buchanan & Carpenter, 2000) 4. Sosiokultural

Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Karno & Jenkins, 1993). Di negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia.

5. Tampilan emosi

Sejumlah penelahan menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Brown dkk, 1972; Hooley & Hiller, 1998; Kavanagh, 1992; Parker & Hadzi-Pavlovic, 1990).


(25)

2.1.4 Terapi skizofrenia

1. Farmakoterapi

2. ECT (Electro Conultion Therapy) 3. Terapi Koma Insulin

4. Psikoterapi (Maramis, 1995)

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Defenisi keluarga

Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007). Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

2.2.2 Tipe keluarga

Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi.


(26)

b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis.

c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali.

d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.

e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.

f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan, keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).

2.2.3 Struktur keluarga

Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah :

Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.


(27)

Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar

bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006). 2.2.4 Fungsi keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :

1. Fungsi Afektif

Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain. 2. Fungsi Sosialisasi

Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi

Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.


(28)

Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).

2.2.5 Peran keluarga

Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,


(29)

sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008). Anggota keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu (Friedman, 1988).

Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.


(30)

2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

3. Dukungan Nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan


(31)

nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stress individu.

4. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.

2.4 Konsep Kekambuhan

2.4.1 Defenisi kekambuhan

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang yang mudah terkena serangan skizofrenia, dimana dapat ditemukan bahwa


(32)

orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka. 2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekambuhan

Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).

Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :

a. Pasien

Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.

b. Dokter

Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik sehingga dapat mencegah kekambuhan.


(33)

c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)

Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.

d. Keluarga

Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status pasien meningkat.


(34)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia dimana variabel independent adalah dukungan keluarga dan variabel dependent adalah kekambuhan.

Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam mencegah kekambuhan pasien skizofrenia. Apabila dukungan ini tidak ada maka keberhasilan penyembuhan akan sangat rendah (Friedman, 1998). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang meliputi dukungan emosional, informasi, nyata dan pengharapan (Cohen & Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000). Secara sistematis kerangka konsep penelitian ini adalah :

Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.

Skema 1 : Konsep kerangka penelitian

Dukungan Keluarga 1. Dukungan emosional 2. Dukungan informasi 3. Dukungan nyata

4. Dukungan pengharapan


(35)

3.2 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan

Keluarga

Bantuan berupa tindakan yang diberikan keluarga kepada anggota keluarga yang sedang mengalami skizofrenia

sehingga pasien merasa dibutuhkan dan tidak ditinggalkan oleh keluarga yang meliputi :

1.Dukungan Emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah. Bantuan yang diberikan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Kuesioner sebanyak 16 pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban 1.Selalu 2.Sering 3.Jarang 4.Tidak pernah

1. 0-16 = Dukungan Kurang 2. 17-32 = Dukungan Cukup 3. 33-48 = Dukungan Baik


(36)

Kekambuhan

2. Dukungan Informasi yaitu meliputi komunikasi, tanggung jawab bersama dan memberikan solusi tentang masalah, memberikan nasehat, pengarahan dan saran atau umpan balik yang dilakukan pasien.

3. Dukungan nyata yaitu dukungan jasmaniah berupa pelayanan bantuan finansial dan materi

4. Dukungan pengharapan yaitu dorongan, motivasi, penghiburan dan menjadi pendengar yang baik tentang masalah yang dihadapi pasien.

Suatu keadaan dimana pasien menunjukkan gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus

Kuesioner sebanyak 1

pertanyaan dengan alternatif pilihan

1. Tidak pernah = Rendah 2. 1 kali =


(37)

dirawat kembali di rumah sakit jiwa.

jawaban

1. Tidak pernah 2. 1 kali

3. 2 kali

4. Lebih dari 2 kali

Sedang 3. 2 kali dan lebih 2 kali = Tinggi


(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasi yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lain yang diusahakan dengan mengidentifikasikan kedua variabel yang ada pada responden yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya (Notoadmodjo, 2005). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.

4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling

4.2.1 Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini seluruh keluarga dari pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan dan sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan dengan jumlah 1000 orang pasien per 2 bulan (Laporan Rekam Medik RSJ, 2009).

4.2.2 Sampel penelitian

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tabel

power analysis. Dalam penelitian ini ditetapkan derajat ketepatan (ά) sebesar 0,05, power sebesar 0.80 dan effect size sebesar 50% sehingga besarnya jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang ( Polit & Hungler, 1999).


(39)

4.2.3 Tehnik sampling

Pada penelitian pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan mengambil responden yang tersedia saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Nursalam, 2003).

Kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian ini adalah : (1) keluarga dari pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan skizofrenia yang sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan, (2) tinggal serumah dengan pasien, (3) pasien menderita skizofrenia lebih dari 1 tahun (pasien lama).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan, pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010 di Medan.

Alasan peneliti memilih di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan sebagai tempat penelitian karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan merupakan salah satu Rumah Sakit Jiwa yang digunakan sebagai lahan praktek pendidikan keperawatan dan pusat rujukan untuk penderita gangguan jiwa di wilayah Sumut dan NAD.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas

keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian. Setelah mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU maka peneliti


(40)

menyerahkan surat izin penelitian kepada Rumah sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan.

Setelah izin didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara -

Medan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Peneliti akan menyertakan langsung lembar persetujuan penelitian kepada calon responden, apabila calon responden dijadikan objek penelitian, maka akan terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak bersedia atau menolak untuk dijadikan objek penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaaan catatan mengenai responden, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Data yang diperoleh dari responden hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner yang

disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Kunjoro, 2002). Instrumen penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang data demografi, yang kedua berisi tentang dukungan keluarga dan yang ketiga berisi kekambuhan pada pasien skizofrenia.


(41)

4.5.1 Kuesioner data demografi (KDD)

Digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi kode responden (inisial), umur, jenis kelamin, hubungan keluarga dengan pasien, status, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

4.5.2 Kuesioner dukungan keluarga (KDK)

Peneliti menyusun kuesioner dukungan keluarga berdasarkan tinjauan pustaka tentang konsep dukungan keluarga, dengan penilaian kuesioner menggunakan skala likert. Kuesioner dukungan keluarga berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang meliputi 4 komponen dukungan keluarga berisi 16 pertanyaan yaitu dukungan emosional yang terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 1-4, dukungan informasi terdiri 4 pertanyaan yaitu nomor 5-8, dukungan nyata terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 9-12 dan dukungan pengharapan 4 pertanyaan yaitu nomor 13-16. Kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pertanyaan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2, Jarang bernilai 1 dan Tidak Pernah bernilai 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2002) Rentang kelas

Panjang kelas (p) =

Banyak kelas

Dengan P = 16 maka nilai tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 48 dan nilai terendah yang mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 48 dengan 3 kategori banyak kelas. Maka dukungan keluarga pada pasien skizofrenia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :


(42)

0-16 : Dukungan kurang 17-32 : Dukungan cukup 33-48 : Dukungan baik

Untuk kuesioner emosional nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan emosional terhadap pasien skizofrenia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang 5-8 : Dukungan cukup 9-12 : Dukungan baik

Untuk kuesioner informasi nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan informasi terhadap pasien skizofrenia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang 5-8 : Dukungan cukup 9-12 : Dukungan baik

Untuk kuesioner nyata nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan nyata terhadap pasien skizofrenia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang 5-8 : Dukungan cukup 9-12 : Dukungan baik


(43)

Untuk kuesioner pengharapan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan pengharapan terhadap pasien skizofrenia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang 5-8 : Dukungan cukup 9-12 : Dukungan baik

Kejadian kekambuhan tinggi bila pasien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007)

4.6 Uji Validitas dan Uji Realibilitas

Kuesioner dalam penelitian ini divalidasi oleh ahlinya dari Departemen Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan USU.

Uji realibilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang konsisten atau tetap (Notoatmodjo, 2005).

Uji reabilitas dilakukan terhadap 10 subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sesuai subjek studi. Uji tes dukungan keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik komputerisasi program SPSS untuk analisis crombach alpha pada item berkala (Arikunto, 1999).

Hasil uji reabilitas untuk kuesioner dukungan keluarga adalah 0,802. Menurut Polit & Hungler (1999), suatu instrumen dikatakan realibel bila nilai uji reabilitasnya


(44)

lebih dari 0,70. Dengan demikian kuesioner dukungan keluarga sudah realibel sehingga layak digunakan dalam penelitian ini.

4.7 Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan). Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden). Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat dan tidak ada hal yang terlewatkan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Pengisian kuesioner diisi oleh responden sesuai dengan yang dialami dan dirasakan, selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden dan


(45)

memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPPS.

Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan pasien skizofrenia dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan bivariat untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia dianalisa secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Hasil dari analisa korelasi Spearmen ini ialah nilai koefesien korelasi (ρ) &nilai signifikansi (p).

Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level 0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.60 - 0.79 (baik plus dan minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang, level 0,20-0.39 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level 0,00-0,19 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan,2008). Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima dan dapat diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan dan jika nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka


(46)

hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia (Dempsey, 2002).


(47)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari tanggal 11 Desember – 16 Desember 2009 di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan jumlah responden 32 orang.

5.1.1 Karakteristik responden

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 24 tahun

dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (56,3%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah ayah (43,8%) dan status keluarga sudah menikah (81,3%). Responden mayoritas beragama Islam (68,7%) dan suku yang paling banyak adalah Batak (31,3%).Sebagian besar pendidikan responden adalah SD (34,3%) dan berpenghasilan dibawah Rp 800 ribu perbulan. Mayoritas pasien menderita skizofrenia lebih dari 1 tahun.


(48)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

Umur 24-34 35-45 46-56 57-67 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Hubungan Keluarga Ayah Ibu Kakak/ Abang Adik Lain-lain Status Menikah Belum Menikah Janda/ Duda Agama Islam Budha Katolik Protestan Suku Batak Jawa Melayu Aceh Lain-lain 9 6 11 6 18 14 14 9 3 5 1 26 5 1 22 1 2 7 10 9 4 2 7 28,2 18,8 34,4 18,6 56,3 43,7 43,8 28,1 9,4 15,6 3,1 81,3 15,6 3,1 68,7 3,1 6,3 21,9 31,3 28,1 12,5 6,3 21,8


(49)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMU Sarjana Pekerjaan Petani Pegawai Swasta Wiraswasta Lain-Lain Penghasilan

< 800.000 Perbulan 800.000-1.500.000 > 1.500.000

Lama Skizofrenia < 1 Tahun

> 1 Tahun

2 11 10 8 1 14 1 13 4 26 4 2 3 29 6,3 34,3 31,3 25,0 3,1 43,8 3,1 40,6 12,5 81,3 12,4 6,3 9,4 90,6

5.1.2 Kejadian kekambuhan

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia mengalami kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 orang (43,8%). Angka kekambuhan dalam kategori rendah sebanyak 6 orang (18,7%) dan kategori sedang berjumlah 12 orang (37,5%).

Tabel 5.2 distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia (n=32)

Data Kekambuhan Frekuensi Persentase

Rendah Sedang Tinggi 6 12 14 18,7 37,5 43,8


(50)

5.1.3 Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan keluarga yang terdiri dari 4

bagian/ item yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata, dan dukungan pengharapan pada pasien skizofrenia.

1. Dukungan Emosional

Dari 32 keluarga yang menjadi responden, mayoritas keluarga memberikan dukungan emosional dalam kategori cukup 17 orang (53,9%), 8 orang (25,0%) memberikan dukungan emosional dalam kategori kurang dan 7 orang (21,9%) memberikan dukungan emosional dalam kategori baik.

Tabel 5.3 distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Emosional Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik

8 17

7

25,0 53,9 21,9

2. Dukungan Informasi

Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 3 orang responden (9,4%) memberi dukungan informasi cukup pada pasien skizofrenia, 7 orang (21,8%) memberikan dukungan yang kurang pada pasien skizofrenia dan memberikan dukungan baik sebanyak 22 responden (68,8%) pada pasien skizofrenia.


(51)

Tabel 5.4 distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Informasi Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik

7 3 22

21,8 9,4 68, 8

3. Dukungan Nyata

Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 12 orang (37,5%) memberikan dukungan nyata yang kurang pada pasien skizofrenia, 6 orang (18,8%) memberikan dukungan yang cukup dan memberikan dukungan yang baik sebanyak 14 responden (43,8%) pada pasien skizofrenia.

Tabel 5.5 distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Nyata Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik

12 6 14

37,5 18,8 43,8

4. Dukungan Pengharapan

Berdasarkan tabel 5.6 sebagian besar keluarga memberikan dukungan pengharapan dalam kategori baik sebanyak 18 responden (56,2%) terhadap pasien skizofrenia, 12 responden (37,5%) memberikan dukungan pengharapan dalam kategori cukup dan memberikan dukungan pengharapan dalam kategori kurang sebanyak 2 orang (6,3%).


(52)

Tabel 5.6 distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Pengharapan Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik

13 10 9

40,6 31,3 28,1

Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Dari 32 responden, sebanyak 10 responden (31,3)% memberikan dukungan keluarga dalam kategori kurang, 12 responden (37,4%) memberikan dukungan keluarga dalam kategori cukup dan 10 responden (31,3%) memberikan dukungan keluarga dalam kategori kuat.

Tabel 5.7 distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien

skizofrenia (n=32)

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik

10 12 10

31,3 37,4 31,3

5.1.4 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

1. Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna


(53)

signifikansi (p) 0,015 dan koefisien korelasi (ρ) dengan nilai -0,426 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan emosional keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan emosional keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,426 0,015

2. Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,000 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,620 yang berarti terdapat hubungan yang kuat dan tidak searah antara dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi dukungan informasi keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.


(54)

Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan informasi keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,620 0,000

3. Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.0 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,021 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,407 yang berarti terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi dukungan nyata keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.

Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan nyata keluarga Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,407 0,021

4. Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.1 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,017 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,419 yang berarti


(55)

terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan pengharapan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan pengharapan keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,419 0,017

Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.2 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,015 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,425 yang berarti terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan keluarga Kejadian kekambuhan


(56)

5.2Pembahasan

5.2.1 Kekambuhan pasien skizofrenia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia mengalami kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 pasien (43,8%) dan 12 pasien (37,5%) mengalami kekambuhan dalam kategori sedang. Kekambuhan yang tinggi menunjukkan bahwa kurang adanya dukungan anggota keluarga yang diberikan pada pasien skizofrenia dan faktor ekonomi sangat mempengaruhi pengobatan pada pasien skizofrenia. Kenyataannya dalam praktek sehari-hari angka kekambuhan masih tinggi karena masih banyak anggota keluarga yang jarang mengunjungi pasien di rumah sakit. Hasil ini didukung oleh pendapat Handayani (2008), yang menyatakan bahwa ekspresi emosi yang terlalu tinggi dan memarahi pasien skizofrenia akan membuat pasien skizofrenia mengalami kekambuhan yang lebih cepat. Kekambuhan yang tinggi yang terjadi dalam rentang waktu 1 tahun berjumlah 29 orang (90,6%) menunjukkan bahwa angka kekambuhan yang sangat cepat setelah pasien pulang dari rumah sakit pada pasien skizofrenia dikarenakan kurang adanya partisipasi anggota keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Menurut Akbar (2008), kurang adanya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia merupakan faktor paling utama mengakibatkan kekambuhan pasien skizofrenia. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Umbransyah, dkk (2007) yang menyatakan kurang adanya perhatian keluarga seperti tidak mensuport pasien, memarahi pasien, tidak membawa pasien berobat teratur akan mempercepat proses kekambuhan pasien skizofrenia.


(57)

Hal ini dikarenakan karena skizofrenia merupakan penyakit kronis yang membutuhkan strategi penatalaksanaan pengobatan yang sangat panjang dan membutuhkan suport keluarga untuk tidak terjadi kambuh kembali. Oleh karena itu, sebaiknya anggota keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan pasien skizofrenia dan harus memberikan dukungan pada pasien skizofenia sehingga kekambuhan tidak terjadi.

5.2.2 Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia Ada 4 komponen dukungan keluarga yang dibahas yaitu sebagai berikut : 1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan emosional cukup sebanyak 17 responden (53,9%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga kurang optimal memberikan rasa nyaman, kurang menerima kondisi pasien dan emosi yang berlebihan anggota keluarga saat merawat pasien skizofrenia yang mengakibatkan keluarga sering memarahi pasien dan membatasi aktivitas yang akibatnya pasien merasa tidak dihargai dan dicintai oleh anggota keluarga sehingga mempercepat kekambuhan pada pasien skizofrenia. Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Selama pasien dirawat di rumah sakit, anggota keluarga jarang mengunjungi pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga


(58)

pada saat pasien skizofrenia pulang ke rumah, anggota keluarga tidak mengerti cara merawat pasien skizofrenia. Budaya masyarakat yang masih mengganggap penderita gangguan jiwa sebagai aib dan keluarga mengalami stigma yang buruk dari masyarakat sehingga keluarga menyembunyikan atau mengucilkan penderita, bahkan ditelantarkan oleh anggota keluarga sehingga makin memperburuk kondisi penderita. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat bagi keluarga untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk bagi penderita gangguan jiwa karena hanya mengakibatkan kekambuhan lebih cepat sehingga akan mempengaruhi fungsi keluarga (Mubin, 2008). Berdasarkan data demografi faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga juga sangat mempengaruhi perawatan optimal yang diberikan keluarga karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga dibawah Rp 800.000,00/bulan. Mayoritas responden yang bersuku batak juga sangat mempengaruhi pengobatan yang diberikan karena dalam suku batak yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah.

2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi mencari informasi, memberikan informasi, memberi solusi masalah, dan memberikan pengarahan pada pasien skizofrenia. Dari hasil penelitian menunjukkan hanya 7 responden (21,8%) yang memberikan dukungan informasi yang cukup kepada pasien skizofrenia. Hal ini juga menunjukkan masih kurang adanya partisipasi keluarga untuk mencari informasi mengenai kesehatan anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Walaupun mayoritas keluarga sebanyak 22 responden (68,8%) sudah memberikan dukungan informasi yang baik, namun dalam kenyataannya masih banyak pasien skizofenia mengalami kekambuhan. Hal ini


(59)

dikarenakan keluarga tidak mempraktekkan secara optimal informasi yang diketahui anggota keluarga kepada pasien skizofrenia, tidak berobat ulang secara teratur ke rumah sakit dan kurang adanya penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut Firdiansyah (1992), apabila keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit skizofrenia, maka keluarga tidak mampu menyadari dan melaksanakan perannya sehingga menjadikan salah satu penyebab timbulnya kekambuhan dengan insidensi tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan 41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia karena keterbatasan informasi yang diterima tentang cara perawatannya. Dari data demografi berkaitan dengan faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga sehingga pengetahuan keluarga tentang penderita gangguan jiwa kurang optimal karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga dibawah 800.000,00/bulan.

3. Dukungan Nyata

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 responden (37,5%) memberikan dukungan nyata dalam kategori kurang. Dari sini dapat dikatakan bahwa masih kurang adanya bantuan dana yang diberikan keluarga dalam memperoleh pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien skizofrenia. Tindakan keluarga yang sangat penting setelah pulang ke rumah adalah keluarga harus membawa pasien skizofrenia ke rumah sakit secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga menderita skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur (Andri, 2008). Menurut Mubin, dkk (2008) keluarga yang memiliki pasien gangguan


(60)

jiwa mengalami stigma yang buruk dari masyarakat dan lingkungan tempat tinggal serta aib bagi keluarga sehingga keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau rumah sakit jiwa apalagi di jalanan melainkan seharusnya berada di tengah-tengah anggota keluarga. Hal utama yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa adalah perhatian, pengertian, dukungan atau perasaan cinta dan kasih sayang dari keluarga atau orang-orang terdekat sehingga proses penyembuhan penderita gangguan jiwa berjalan dengan baik (Tarjum, 2004). Dari data demografi, berkaitan dengan faktor penghasilan keluarga yang rata-rata dibawah Rp.800.000,00/bulan dan mayoritas pendidikan keluarga SD sehingga keluarga kurang mengerti cara merawat pasien skizofrenia.

4. Dukungan Pengharapan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden kurang memberikan dukungan pengharapan kepada pasien skizofrenia dengan jumlah 13 responden (40,6%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang memberikan motivasi secara optimal kepada pasien sehingga pasien sering dikucilkan dan tidak diajak melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga bisa menjadi pendorong keberhasilan pengobatan maupun bisa menjadi penyebab gagalnya suatu proses pengobatan, misalnya karena terbentur oleh masalah keuangan dan lingkungan keluarga yang mendukung kesembuhan pasien (Gamayanti, 2002). Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien (Cohen,


(61)

1984). Dari data demografi, berkaitan dengan faktor penghasilan keluarga yang rata-rata dibawah Rp.800.000,00/bulan dan mayoritas pendidikan keluarga SD sehingga keluarga kurang mengerti cara merawat pasien skizofrenia dan jarang memberikan motivasi serta semangat kepada penderita skizofrenia sehingga insiden kekambuhan masih tinggi.

Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan dalam kategori cukup sebanyak 12 responden (37,4%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga masih kurang optimal dalam memberikan dukungan untuk mencegah kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat pasien. Keluarga mempunyai peranan baik sebagai penyebab, penyulit maupun penyembuhan (Keliat,1995). Proses penyembuhan pada pasien skizofrenia harus dilakukan secara holistik dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa adanya dukungan keluarga, penyakit skizofrenia sama halnya dengan penyakit umum, penyakit skizofrenia dapat kambuh lagi (Wiarawan, 2006). Berdasarkan data demografi faktor penghasilan, agama, suku,pendidikan dan pekerjaan dan lama menderita skizofrenia juga sangat mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan penghasilan dibawah Rp.800.000, mayoritas keluarga beragama Islam, suku Batak, pendidikan yang mayoritas SD dan bekerja sebagai petani sangat mempengaruhi dukungan keluarga dalam proses pengobatan pada penderita skizofrenia.


(62)

5.2.3 Hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan emosional terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,426 dan nilai signifikansi (p) = 0,015 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan emosional diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa pasien mengalami kejadian kekambuhan dalam kategori sedang menuju tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan emosional masih belum optimal dalam merawat pasien skizofrenia karena masih banyak pasien yang mengalami kekambuhan. Menurut Keliat, (1996) keluarga seharusnya mempunyai sikap yang positif seperti menerima kenyataan kondisi pasien, menghargai pasien, menumbuhkan sikap tanggung jawab dan tidak memusuhi pasien. Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan dan mengkritik) akan membuat kekambuhan lebih cepat dlm waktu 9 bulan. Hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah (Vaught, dalam Keliat, 1992). Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Kembaren, (2009) yang menyatakan pasien skizofrenia yang tinggal bersama keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bingung, marah, tidak mengerti, bermusuhan dan overprotektif) memiliki resiko kekambuhan yang lebih besar.


(63)

5.2.4 Hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,620 dan nilai signifikansi (p) = 0,000 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan informasi diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien skizofrenia dan merupakan perawat utama setelah pasien pulang dari rumah sakit. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan penderita skizofrenia di rumah sehingga mencegah kekambuhan. Informasi yang akurat, gejala penyakit, kemungkinan perjalanan penyakit, berbagai bantuan medis dan psikologis dapat meringankan gejala skizofrenia yang merupakan informasi yang sangat dibutuhkan keluarga (Handayani, 2008). Dari hasil wawancara dengan keluarga bahwa mereka kurang mendapatkan informasi tentang perawatan skizofrenia. Menurut Stuart dan Laraia, (1998) menyatakan bahwa dengan adanya pengetahuan dan informasi yang benar tentang perawatan skizofrenia maka anggota keluarga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh. Hal ini pun didukung oleh penelitian Arif, (2006) mengatakan bahwa secara umum keluarga masih kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia, perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pasien sehingga kekambuhan sangat tinggi pada pasien skizofrenia.


(64)

5.2.5 Hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan

signifikan antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,407 dan nilai signifikansi (p) = 0,021 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan nyata diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Penyakit skizofrenia seringkali menetap atau kronis sehingga perlu terapi dalam jangka waktu yang lama. Penderita skizofrenia juga merupakan tantangan bagi masyarakat karena adanya stigma dalam masyarakat, penanganan yang kurang memadai, kesempatan dan kemampuan untuk reintegrasi ke dalam masyarakat kurang sekali, kurang dukungan psikososial dan keterlibatan keluarga, terapi modalitas yang berbeda-beda, sumber ekonomi yang kurang dan biaya terapi jangka lama. Faktor-faktor inilah yang sering menimbulkan kebosanan keluarga sebagai pemberi perawatan (Candra, 2004). Banyak masalah yang ditimbulkan akibat ada anggota keluarga yang menderita skizofrenia seperti meningkatnya stres keluarga akibat biaya yang dibutuhkan pasien, status emosional keluarga yang tidak stabil sehingga akan berdampak pada fungsional keluarga.

5.2.6 Hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan

pasien skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.


(65)

Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,419 dan nilai signifikansi (p) = 0,017 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan pengharapan diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Keluarga harus memberikan dorongan dan motivasi kepada pasien untuk mencegah terjadi kekambuhan. Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita.

Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik. Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita dan harus sabar, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan. Berdasarkan penelitian, hanya satu dari lima penderita yang benar-benar bisa sembuh total (Suryantha, 2005).

5.2.7 Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,425 dan nilai signifikansi (p) = 0,015 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan


(66)

pasien skizofrenia. Pasca perawatan, biasanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan keluarga. Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya dalam mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Untuk keberhasilan suatu pengobatan yang diberikan kepada pasien, tidak hanya mengandalkan kemampuan seorang tenaga medis dalam menentukan diagnosis dan memberikan obat yang tepat tetapi juga harus memperhatikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan, di antaranya adalah kondisi pasien itu sendiri dan pengaruh lingkungan sekitar khususnya dukungan keluarga (Gamayanti, 2002).


(67)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ada hubungan bermakna antara dukungan emosional terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,015 dan nilai koefesien korelasi (ρ) -0,426.

2. Ada hubungan bermakna antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,000 dan nilai koefesien korelasi (ρ) -0,620

3. Ada hubungan bermakna antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,021 dan nilai koefesien korelasi (ρ) -0,407.

4. Ada hubungan bermakna antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,017 dan nilai koefesien korelasi (ρ) -0,419.

5. Ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,015 dan nilai koefesien korelasi (ρ) -0,425.

6.2 Saran

1. Praktek Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat perlu melibatkan peran keluarga misalnya memberikan penyuluhan tentang penyakit skizofrenia kepada


(1)

Dukungan Informasi

Statistics Duk.Info

N Valid 32

Missing 0

Std. Error of Mean .149

Std. Deviation .842

Variance .709

Minimum 1

Maximum 3

Duk.Info

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 7 21.9 21.9 21.9

Cukup 3 9.4 9.4 31.3

Baik 22 68.8 68.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

Dukungan Nyata

Statistics Duk.Nyata

N Valid 32

Missing 0

Std. Error of Mean .162

Std. Deviation .914

Variance .835

Range 2

Minimum 1


(2)

Duk.Nyata

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 12 37.5 37.5 37.5

Sedang 6 18.8 18.8 56.3

Baik 14 43.8 43.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

Dukungan Pengharapan

Statistics Duk.Pengharapan

N Valid 32

Missing 0

Std. Error of Mean .147

Std. Deviation .833

Variance .694

Range 2

Minimum 1

Maximum 3

Duk.Pengharapan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 13 40.6 40.6 40.6

Cukup 10 31.3 31.3 71.9

Baik 9 28.1 28.1 100.0


(3)

Dukungan Keluarga

Duk.Kel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 10 31.3 31.3 31.3

Cukup 12 37.5 37.5 68.8

Baik 10 31.3 31.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

Nonparametric Correlations

Correlations

Duk.Emosi Kekambuhan Spearman's rho Duk.Emosi Correlation Coefficient 1.000 -.426*

Sig. (2-tailed) . .015

N 32 32

Kekambuhan Correlation Coefficient -.426* 1.000

Sig. (2-tailed) .015 .

N 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Duk.Informasi Kekambuhan Spearman's rho Duk.Informasi Correlation Coefficient 1.000 -.620**

Sig. (2-tailed) . .000

N 32 32

Kekambuhan Correlation Coefficient -.620** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 32 32


(4)

Correlations

Duk.Nyata Kekambuhan Spearman's rho Duk.Nyata Correlation Coefficient 1.000 -.407*

Sig. (2-tailed) . .021

N 32 32

Kekambuhan Correlation Coefficient -.407* 1.000

Sig. (2-tailed) .021 .

N 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations

Duk.Pengharapa

n Kekambuhan Spearman's rho Duk.Pengharapan Correlation Coefficient 1.000 -.419*

Sig. (2-tailed) . .017

N 32 32

Kekambuhan Correlation Coefficient -.419* 1.000

Sig. (2-tailed) .017 .

N 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Duk.Kel Kekambuhan Spearman's rho Duk.Kel Correlation Coefficient 1.000 -.425*

Sig. (2-tailed) . .015

N 32 32

Kekambuhan Correlation Coefficient -.425* 1.000

Sig. (2-tailed) .015 .

N 32 32


(5)

Lampiran 5

TAKSASI DANA

1.

Persiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas print proposal

Rp. 100.000,-

- Foto kopi sumber-sumber tinjauan pustaka

Rp. 150.000,-

- Perbanyak proposal

Rp. 50.000,-

- Biaya internet

Rp. 100.000,-

- Sidang proposal

Rp. 50.000,-

2.

Pengumpulan Data

- Transportasi

Rp. 100.000,-

- Penggandaan kuesioner

Rp. 50.000,-

- Biaya penelitian

Rp. 50.000,-

3.

Analisa Data dan Penyusunan Skripsi

- Biaya kertas dan tinta print

Rp. 100.000,-

- Penjilidan

Rp. 150.000,-

- Sidang skripsi

Rp. 150.000,-

4.

Biaya Tak Terduga

Rp. 50.000,-


(6)

Lampiran 6

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Nanda Saputra

Tempat/Tanggal lahir

: Cot Usi, 09 Januari 1989

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat Rumah

: Jln. Medan - Banda Aceh Desa Tumpok

Beurandang Kec. Muara Batu Kab. Aceh

Utara – Lhokseumawe NAD

Riwayat Pendidikan

:

1. MI Negeri 1 Muara Batu Lhokseumawe

( 1994-2000)

2. SLTP Negeri 1 Gandapura Bireuen

( 2000-2003)

3. SMA Negeri 5 Banda Aceh

( 2003-2005)

4. SMA Negeri 1 Muara Batu Lhokseumawe

( 2005-2006)

5. Fakultas Keperawatan USU - Medan

(2006-)


Dokumen yang terkait

Gambaran Peran Keluarga Dalam Pemulihan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

11 71 87

Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

28 144 68

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan

8 64 67

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

14 109 73

HUBUNGAN DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN SKIZOFRENIA Hubungan Dukungan Psikososial Keluarga Dengan Lama Rawat Inap Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 3 11

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 66

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia

0 0 15

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Tingkat Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Gr

0 0 16

HUBUNGAN POSITIVE BELIEF DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Positive Belief dengan Frekuensi Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia

0 0 18

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA D.I. YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA D.I. YOGYAKARTA

0 0 13