Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1Baros Kabupaten Serang, proses pembelajaran sejarah masih didominasi sejarah nasional dengan buku teks kurikulum sejarah nasional sebagai sumber pembelajarannya, sedangkan materi sejarah lokal yang dekat dengan lingkungan siswa masih jarang dilakukan. Dalam hal ini, SMA Negeri 1 Baros merupakan wilayah dari provinsi Banten, maka guru sejarah bisa memaksimalkan potensi tersebut dengan menyampaikan materi tokoh pahlawan yang berasal dari Banten dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam menghadapi tentara Belanda, salah satunya Sultan Ageng Tirtayasa karena beliau adalah salah satu tokoh lokal yang mempunyai peran besar dalam perjuangan masyarakat Banten selama menghadapi tentara Belanda. Oleh karena itu, sangatlah tepat bagi guru jika memberikan contoh pemimpin yang berasal dari lingkungan mereka, sehingga siswa pun akan tergugah semangat kebangsaannya dan dapat menjadi pahlawan pada zamannya serta menerapkan nilai-nilai kejuangan dari Sultan Ageng Tirtayasa dalam kehidupannya. Dengan latar belakang tersebut, pembelajaran Sultan Ageng Tirtayasapun sudah berjalan dan diharapkan banyak hal yang bisa siswa kembangkan dari pembelajaran ini. Walaupun demikian, menampilkan tokoh Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah sebaiknya tidak secara hitam dan putih saja atau hanya melihat tokoh tersebut sebagai pahlawan menurut pandangan perenialistis, namun para siswa perlu juga dibekali dengan aspek-aspek pikiran kritis yang lain termasuk menggunakan cara pandang atau pertanyaan dekonstruktivistik. Seperti yang diungkapkan oleh Supriatna 2007:146, bahwa: 2 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pertanyaan dekonstruktivistik bertujuan untuk “membongkar” sekaligus mengajak para siswa untuk melihat teks secara terbalik dan mengkaji kejadian atau peristiwa serta wacana discourse masyarakat melalui berbagai dimensi. Pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik yang dapat diajukan oleh guru sejarah di antaranya bagaimana nasib para prajurit Banten ketika berperang melawan Pajajaran dan Palembang?, apa alasannya pada masa Sultan Ageng Tirtayasa Banten mengalami kejayaan?, apakah kebesaran Banten hanya ditentukan oleh peranan para Sultan?. Pertanyaan-pertanyaan dekonstruktif tersebut tidak selalu mengacu pada buku sumber melainkan bisa saja didasarkan atas pemikiran-pemikiran kritis tentang fenomena masyarakat kontemporer. Dalam pandangan dekonstruktivistik, dimungkinkan adanya pikiran- pikiran alternatif lain atau membuka ruang bagi terjadinya interpretasi terhadap peran seorang tokoh, contohnya mengapa Banten mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa?. Apakah kemajuan Banten atas usaha seorang Sultan Ageng Tirtayasa saja?. Jenis pertanyaan yang seperti itu dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa. Dengan menggunakan pendekatan ini, pembaca teks sejarah dapat melihat sumber bacaan secara kritis, bahwa sebagian orang tidak memiliki peran dalam sejarah dan terpinggirkan dari arus besar sejarah pada masa lalu. Melalui pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik, para siswa tidak hanya diajak untuk memahami pengalaman sejarah masa lalu daerahnya melainkan juga dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis tentang apa yang sedang melanda mereka dan bagaimana memecahkannya. Menurut Supriatna 2007:147- 148, bahwa tentu saja pelajaran sejarah di kelas, termasuk yang menggunakan bahan dari teks sejarah lokal bukan merupakan solusi instant untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi para siswa. Namun demikian, apabila guru sejarah mengangkat masalah-masalah tersebut ke dalam kelas maka para siswa telah difasilitasi untuk memahami serta mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan sosial dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik, siswa dapat mencari hubungan antara 3 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu peristiwa masa lalu yang dipelajarinya dengan fenomena masyarakat kontemporer. Atas dasar itu, masalah-masalah sosial kontemporer yang kini sedang dihadapi oleh para siswa serta generasi muda di lingkungan Kabupaten Serang seperti konsumerisme, rendahnya semangat kebangsaan, rendahnya daya juang dan etos kerja harus dapat diangkat ke permukaan dan dijadikan bahan pelajaran sehingga para siswa bisa memahami dirinya sendiri serta masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Berkaitan dengan pendekatan yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas, masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat teacher center atau one way communicationdimana guru sebagai pusat pembelajaran. Siswabelum banyak diarahkan pada pendekatan pembelajaran yang lain, misalnya pendekatan biografi, khususnya biografi lokal.Dengan pendekatan biografis, siswa tidak hanya mengenal tokoh dan peristiwanya saja, melainkan dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Mulyana dan Darmiasti 2009:79-80 pelajaran Sejarah merupakan mata pelajaran yang tujuannyamemiliki kaitan dengan pembentukan watak bangsa. Tujuan yang demikianmembuat tujuan pelajaran Sejarah akan berkaitan dengan ideologi politikkenegaraan. Negara sering memandang bahwa pembentukan watak kebangsaanwarganya merupakan kewajiban negara. Kewajiban itu kemudian dilakukanmelalui pendidikan diantaranya dilakukan dalam mata pelajaran sejarah. Dengandemikian, tujuan pelajaran sejarah menjadi ideologis. Pada sisi lain sejarah disekolah adalah sejarah sebagai ilmu. Seorang guru mempunyai peran yang penting dalam memotivasi siswa untuk terus berkembang dan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan begitu, kegiatan pembelajaran tidak hanya satu arah dari guru terhadap siswa melainkan berbagai arah dari guru kepada siswa, dari siswa kepada guru, dan dari siswa kepada siswa. Situasi yang seperti ini akan membuat siswa menjadi nyaman dalam belajar sehingga pembelajaran tidak akan membosankan karena siswa 4 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu memberikan kontribusi terhadap pembelajaran sejarah. Salah satu cara untuk menciptakan suasana tersebut adalah dalam pembelajaran sejarah hendaknya siswa dapat melihat langsung kehidupan yang nyata dan dekat dengan lingkungan siswa, bukan pada buku teks semata yang jauh dari realitas. Seperti yang diungkapkan oleh Supriatna, 2007: 157 bahwa : Lingkungan sosial siswa merupakan sumber belajar yang sangat kaya bagi pembelajaran. Apabila dalam pembelajaran tradisional guru lebih banyak mengandalkan sumber berupa buku teks dan diceramahkan kembali di kelas maka pemanfaatan sumber dari luar kelas lingkungan sosial melalui berbagai strategi akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pembelajaran sejarah yang dekat dengat aspek sosial. Pembelajaran sejarah di sekolah tidak hanya memberikan pengetahuan saja kepada siswa, melainkan memberikan kontribusinya untuk lebih menumbuhkan kesadaran sejarah, baik pada posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga negara, serta mempertebal semangat kebangsaan. Oleh karena itu, penting sekali bagi guru sejarah untuk tetap menjaga konsistensinya dalam menumbuh kembangkan motivasi siswa terhadap pembelajaran sejarah. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa banyak sekali permasalahan yang terjadi di lapangan dalam implementasi pembelajaran sejarah di kelas. Salah satu yang diungkapkan oleh Hasan 2012:83 bahwa: Penyajian peristiwa sejarah yang lepas antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Peristiwa sejarah yang satu tidak digambarkan berkaitan dengan peristiwa lainnya dalam suatu benang merah kausalita. Wilayah Nusantara seharusnya menjadi suatu “unit of analysis” sehingga menampakkan adanya keterkaitan antar peristiwa. Melalui cara ini peserta didik diajak untuk melihat bahwa peristiwa yang terjadi di suatu wilayah yang dekat dengan dirinya memiliki suatu keterkaitan kuat dengan peristiwa lain yang terjadi di wilayah yang lebih jauh dari dirinya dalam wilayah negara Republik Indonesia. Dengan cara ini maka pendidikan sejarah mampu meperlihatkan bahwa peristiwa sejarah di suatu wilayah dengan peristiwa sejarah di wilayah lain membentuk suatu kesatuan peristiwa yang lebih besar. Berdasarkan pendapat di atas bahwa guru sebaiknya dalam menyajikan suatu peristiwa sejarah kepada siswa, haruslah memberikan contoh pula terhadap 5 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu peristiwa sejarah yang dekat lingkungan siswa kemudian coba dikaitkan dengan peristiwa sejarah yang berada di daerah lain. Dengan begitu, kesadaran sejarahnya pun akan semakin terasah. Wineburg 2008:16 menilai selama ini sejarah yang diajarkan sekolahkurang bermakna bagi siswa. Ironis sekali, siswa diajak untuk mempelajari asal-usuldaerah lain, namun tidak memahami asal-usul daerahnya sendiri. Disisi lainjuga muncul persoalan yang terkait dengan kecurigaan dari kelompok tertentuyang merasa tidak diuntungkan dalam kurikulum. Masalah selanjutnya yang juga menjadi keresahan saat ini ialah kurangnyakesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh para siswa. Nilai-nilai kepahlawanan,nilai nasionalisme, patriotisme juga nilai-nilai kearifan lokal sendiri tidakdipahami. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut, kurangnya siswa yangmengetahui dan memahami tokoh-tokoh pahlawan yang ada di daerahnya.Harapan terbesar saat ini adalah siswa memahami nilai-nilai kejuangan yang diwariskan oleh para pahlawan, dan tak kalah penting nilai-nilai kearifan lokal yangada di lingkungannya. Oleh karena itu, guru dapat menggunakan kesempatan tersebut dengan mengajarkan kepada siswa mengenai kejuangan tokoh pahlawan lokalnya. Mengenai pemilihan tokoh pahlawan lokal, guru bisa menyesuaikannya dengan lingkungan siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan 2012:63 bahwa: Pembelajaransejarah dapat memberikan pemahaman mengenai seorang pahlawan dan pemimpin yang berhasil, kurang berhasil atau gagal. Berdasarkan kajian tersebut peserta didik yang belajar sejarah dapat memikirkan sesuatu yang lain dari apa yang sudah dilakukan para pahlawan dan pemimpin tersebut. Peserta didik dapat menjadi ”pahlawan” dan pemimpin dengan mempelajari apa yang terjadi di masyarakat bangsanya, mencari solusi, dan merencanakan tindakan kepahlawanan dan kepemimpinan untuk menerapkan solusi tersebut. Mungkin saja tindakan tersebut berupa suatu konsep yang tertuang dalam bentuk tulisan. Kreativitas dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan menerapkan ”if history” sehingga peserta didik dapat melakukan kajian mengenai konsekuensi dari sebuah peristiwa sejarah yang dibuat dalam bentuk ”if history”. 6 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dengan begitu, guru bisa menanamkan nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa pada siswa melalui pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis. Dengan materi yang dekat dengan lingkungannya, siswa menjadi lebih termotivasi dalam pembelajaran. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Hasan 2012:78, sejarah lokal akan memegang posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan terdekat dan budaya peserta didik. Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jatidiri pribadi, budaya, dan sosial peserta didik. Padahal materi sejarah lokal disekolah, dapat mengembangkan wawasan dan keterampilan sejarahpeserta didik, karena mereka dapat langsung berinteraksi dengan sumber dan bisa mengkaji sumber tersebut. Hal ini membutuhkan alokasi waktu tersendiri, namun tidak mungkin seorang guru mengambil alokasi waktu diluar jam pelajaran. Maka dari itu, mengenai sejarah lokal, guru bisa membimbing peserta didik dalam mengkaji sumber. MenurutSupardan2004:262pembelajaransejarahlokal, perludiperkenalkan padasiswauntukmengenaliidentitaskelokalannyamaupun menghargai identitas etnisdaerah lain yang ada di Indonesia denganmempertimbangkan azas belajar dan tahap perkembangan siswa. Pemerintah pusatdan daerah, guru-guru sejarah dilapangan harus berusaha sekuat- kuatnya untukmendorong terlaksananya pembelajaran sejarah lokal disekolah- sekolah. Hal ini senada dengan Mulyana 2007:231 yang berpendapat bahwa pengenalan siswa terhadap peristiwa-peristiwa di daerahnya amatlah penting. Siswa akan mengenal bagaimana proses dan perubahan-perubahan yang terjadi di daerahnya. Pemahaman ini akan lebih memudahkan bagi siswa untuk mengenal secara langsung dan lebih dekat terhadap proses dan perubahan yang terjadi di sekitar lingkungannya. Pengajaran sejarah lokal mempunyai peran besar dalam upaya menghadirkanperistiwa kesejarahan yang dekat pada siswa. Elastisitas sejarah lokal mampumenghadirkan berbagai fenomena, baik berkaitan mulai dari latar belakang keluargafamily history, sejarah sosial dalam lingkup lokal, peranan 7 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pahlawan lokal dalamperjuangan lokal maupun nasional, kebudayaan lokal, asal- usul suatu etnis, danberbagai peristiwa yang terjadi pada tingkat lokal. Pembelajaran sejarah lokal yang dilaksanakan kepada peserta didik berarti menyadarkan bahwa mereka mempunyai masa lalu sendiri. Mereka memiliki suatu kebanggaan bahwa jauh sebelum mereka dilahirkan ada beberapa tokoh yang berperan dalam membentuk keadaan yang terkait dengan masa sekarang. Kesadaran kontinuitas dan lokalitas ini dapat menjadi bekal pada peserta didik untuk menunjukkan identitas historis, sosial, dan budayanya. Semakin jauh peserta didik terlibat dalam eksplorasi sejarah lokal berarti semakin tinggi pula jatidiri dan kebanggaan akan masa lalu kelompok, daerah, dan kebudayaannya. Dengan sejarah lokal yang diajarkan dalam kelas maupun luar kelas, berarti peserta didik mengenal secara langsung bagaimana pribadi dan biografi hidup sang pelaku sejarah yang terlibat dalam suatu peristiwa sejarah di daerahnya. Mereka dapat menanyakan sisi kehidupan sang pelaku sejarah. Dengan teknik tanya jawab yang baik peserta didik dapat mengenali dan mentauladani jiwa-jiwa kepemimpinan sang pelaku sejarah secara arif dan bijak. Bagaimana mereka memperjuangkan dan mempertahankan daerahnya inilah yang perlu diapresiasi oleh peserta didik dalam pembelajaran sejarah lokal. Atas dasar itulah peneliti merasa pembelajaran sejarah lokal sangat diperlukan di sekolah. Pemilihan Sultan Ageng Tirtayasa sebagai materi yang akan dikaji disebabkan karena beliau memiliki nilai-nilai kejuangan yang dapat memberikan inspirasi kepada siswa. Adapun indikator nilai kejuangan di sini adalah kerelaan berkorban dalam rangka membela tanah air dan bangsanya, kesediaan mengabdi terhadap tanah air dan bangsanya, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak putus asa pantang menyerah, mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, berani dalam menegakkan keadilan dan tanpa pamrih dalam membela bangsanya. Jadi, siswa pun akan sadar bahwa Banten memiliki sejarahnya sendiri yang dapat digali nilai-nilainya dan mengaplikasikannya dalam diri siswa. Dengan adanya pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis ini, 8 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu diharapkan siswa dapat menyerap nilai-nilai yang ada pada tokoh tersebut dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak nilai kejuangan yang bisa siswa ambil dari Sultan AgengTirtayasa, seperti jiwa sosial, peduli lingkungan, dan kerja sama, seperti yang diungkapkan oleh Tjandrasasmita 1967:47 bahwa: Ia berhasilmemajukanpertaniandengansistemirigasi,ia pun berhasilmenyusunkekuatanangkatanperangnya, memperluashubungandiplomatik, danmeningkatkan volume perniagaanBantensehinggamampumenempatkandirisecaraaktifdalamduni aperdaganganinternasional di Asia. Selain itu terdapat pula nilai keberanian seperti mengadakan gangguan terhadap tentara Belanda yang diungkapkan oleh Tjandrasasmita 1967:45, bahwa: Sultan AgengTirtayasameneruskanusahakakeknyamengirimkantentaraBantenuntu kmengadakangangguanterhadap Batavia, pusatpolitik VOC, karenaBelandaterus- menerusmelakukanrongronganpolitikkolonialnya.Padatahun 1655, VOC telahmengusulkankepada Sultan Banten agar melakukanpembaruanperjanjian yang sudahhampir 10 tahundibuatolehkakeknyapadatahun 1645.Akan tetapi, pihakBantenmerasatidakperlumemperbaruinyaselamapihakkompeniinginm enangsendiri. Ada pula nilai persatuan dan kesatuannya dimana Sultan Ageng Tirtayasa membentuk suatu kekuatan untuk mempertahankan dan melakukan strategi dalam penyerangan terhadap tentara Belanda, seperti yang diungkapkan oleh Michrob 1993:56 bahwa: Tentara Banten mengadakan perusakan tanaman tebu serta pabrik penggilingannya dan melakukan pembakaran kampung-kampung yang dipergunakan sarang pertahanan kompeni. Tentara Banten juga sering mencegat kapal kompeni dan membunuh semua tentara Belanda dan merampas semua senjata serta kapalnya,sehingga kapal kompeni yang hendak melewati perairan Banten haruslah dikawal pasukan yang kuat. 9 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Terdapat pula nilai kerja sama yang diungkapkan oleh Lubis 2003:87, bahwa: Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan serta memperkuat hubungan- hubungan dengan daerah-daerah sekitar kesultanan Banten, baik yang ada di bagian barat maupun di bagian timur. Di antara daerah-daerah yang dipererat hubungan persatuannya ialah Lampung, Salebar, Bengkulu, Cirebon dan Mataram. Semuanya merupakan siasat penjagaan kalau-kalau perang terjadi, dapat menjadi siasat untuk mempersempit ruang gerak kompeni yang bercokol di Jakarta. Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa yang mempertahankan daerahnya dari ganguan pasukan VOC sangat gigih sekali dan terkandung nilai kejuangan dan semangat kebangsaannya. Nilai-nilai semangat kebangsaan ini sangat penting sekali untuk ditanamkan pada diri siswa. Semangat kebangsaan yang ada pada diri seseorang tidak datang dengan sendirinya tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah watak dan karakter bangsa serta pembiasaannya dalam kehidupan sehari- hari. Seiring dengan dicanangkannya “pendidikan berkarakter” saat ini maka peran pendidik menjadi lebih nyata dalam pembentukan karakter dan watak siswa, sehingga diharapkan segala upaya ini dapat menjadi pagar betis penangkal pengaruh negatif yang sedang marak berkembang belakangan ini. Dengan menanamkan nilai semangat kebangsaan pada siswa, diharapkan pembelajaran sejarah berjalan dengan menarik karena dalam pembelajaran idealnya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif, tetapi juga harus menekankan proses pengembangan afektif peserta didik. Semangat kebangsaan sendiri tidak hanya mencintai dan memakai produk dalam negeri, tetapi adal hal- hal kecil yang bisa diangkat dan dikembangkan dalam diri siswa, misalnya menjaga kebersihan lingkungan kelas dan sekolah. Hal tersebut mengindikasikan siswa bertindak untuk kepentingan bersama dan menjaga dari penyakit yang berasal dari sampah-sampah. Selain itu, indikasi yang menggambarkan kurangnya semangat kebangsaan siswa dapat terlihat pada perilaku siswa yang terbiasa membuang sampah tidak pada tempatnya, kelas yang kotor pada saat belajar, sering telat pada saat pembelajaran, bolos, tidak mengikuti upacara, kurang 10 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tertarik terhadap kegiatan ekskul, coretan –coretan di dinding kelas termasuk meja dan kursinya, dan sikap siswa yang apatis serta tidak peduli dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Adapun indikator siswa memiliki semangat kebangsaan dapat dilihat pada saat pembelajaran dan di luar pembelajaran. Pada saat pembelajaran, siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat yang berbeda, datang tepat pada waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, tidak mencontek, menjaga dan membersihkan kebersihan kelas dan tidak menggangu proses berlangsungnya pembelajaran. Sedangkan pada saat di luar pembelajaran, siswa ikut menjaga kebersihan di sekolah dengan tidak membuang sampah atau pun mengambil sampah yang berada di lingkungan sekolah untuk dibuang ke tempatnya, ikut serta dalam kegiatan ekskul, tidak melakukan tindakan perkelahian dan tawuran antar sekolah, berperan dalam acara sekolah seperti perpisahan kelas XII, mengikuti kegiatan upacara, menjadi pemimpin upacara, pulang pada waktunya, tidak bolos sekolah dan menaati peraturan sekolah. Untuk melihat keberhasilan siswa dalam pembelajaran dan semangat kebangsaannya, bisa diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung dan kegiatan siswa di sekolah. Jadi, peneliti harus benar-benar hadir dalam proses pembelajaran sejarah di dalam kelas dan mengamati perkembangan kegiatan siswa di sekolah. Selain itu, peneliti harus benar-benar membuat siswa tidak asing dengannya, dengan begitu siswa tidak akan canggung dalam mengekspresikan pikiran dan tindakannya. Perubahan sikap ke arah yang positif adalah salah satu cara yang dapat dilihat dari semangat kebangsaan yang siswa tunjukan baik pada saat proses pembelajaran sejarah maupun di luar pembelajaran. Ali 2005: 349-350 menegaskan bahwa peristiwa-peristiwa penting mengenai perjuangan itu layak dikenalkan dan dipahamkan kepada pelajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pelajaran sejarah pada umumnya adalah memperkenalkan pelajar kepada riwayat perjuangan manusia sehingga terbentuk semangat kebangsaan. Menurut Idrus 2013 semangat 11 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kebangsaan di kalangan siswa perlu dikembangkan agar sadar dan insyaf untuk mencintai bangsa dan negaranya. Mata pelajaran sejarah merupakan jawaban tepat meminimalkan sikap pragmatis yang segala sesuatu hanya diukur berdasarkan keuntungan material sekaligus mengembangkan semangat kebangsaan. Kata kuncinya adalah mengoptimalkan nilai kearifan lokal karena nilai kearifan lokal adalah bagian penting dari substansi yang dikembangkan dalam pembelajaran sejarah http:www.roredonggala.wordpress.com20130212mengintegrasikan , diakses tanggal 27 April 2013.Selanjutnya menurutKumalasari 2005:9 bahwa pengajaran sejarah sebagai sub-sistem dari sistem kegiatanpendidikan, merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan integritas dankepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar. Untuk itu nilai-nilai sejarah harus dapat tercermin dalam pola perilaku nyata peserta didik. Dengan melihat pola perilaku yang tampak, dapat mengetahui kondisi kejiwaan berada pada tingkat penghayatan makna dan hakekat sejarah masa kini dan masa mendatang. Dengan demikian baru dapat diketahui pembelajaran sejarah telah berfungsi dalam proses pembentukan sikap.Sekarang ini yang paling penting adalah bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah bisa memiliki peran strategis di dalam menanamkan nilai-nilai kepada diri siswa sehingga memiliki kesadaran terhadap eksistensi bangsanya. Dalam pembangunan bangsa, pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya. Untuk mengemas pendidikan sejarah sehingga dapat menghasilkan internalisasi nilai diperlukan adanya pengorganisasian bahan yang beraneka ragam serta metode sajian yang bervariasi. Penting sekali melakukan pembelajaran sejarah dengan menanamkan nilai-nilai kepada siswa. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut bisa diambil dari sosok pahlawan yang dekat dengan lingkungan siswa, salah satunya yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Hal ini dianggap penting karena sosok Sultan Ageng Tirtayasa 12 Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013 Implementasi Pembelajaran Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682 Dalam Membengun Semangat Kebangsaan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sangat berpengaruh dalam mempertahankan perjuangan kerajaan Banten dari tentara VOC dan sangat diperlukannya sosok kepahlawanan sebagai model pendidikan nilai dalam pelajaran Sejarah. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, peneliti memfokuskan penelitian ini dalam mengkaji “Implementasi Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan: Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang”.

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah