IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN NILAI KEJUANGAN SULTAN AGENG TIRTAYASA (1651-1682) DALAM MEMBANGUN SEMANGAT KEBANGSAAN: Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang.
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN NILAI KEJUANGAN SULTAN AGENG TIRTAYASA (1651-1682)
DALAM MEMBANGUN SEMANGAT KEBANGSAAN
(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Oka Agus Kurniawan Shavab, S.Pd 1102510
PENDIDIKAN SEJARAH S2 SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN NILAI KEJUANGAN SULTAN AGENG TIRTAYASA (1651-1682)
DALAM MEMBANGUN SEMANGAT KEBANGSAAN
(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang)
Oleh
Oka Agus Kurniawan Shavab, S.Pd Bandung 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
© Oka Agus Kurniawan Shavab 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
(4)
ABSTRAK
“Implementasi Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan (Penelitian Naturalistik Inkuiri
di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang)” Oleh: Oka Agus Kurniawan Shavab
Penelitian ini bertolak dari keresahan peneliti terhadap rendahnya pembelajaran sejarah lokal sebagai sebuah identitas yang semakin tidak menyentuh terhadap generasi muda. Padahal sejarah lokal sangat dekat dengan lingkungan siswa dan banyak sekali nilai-nilai yang bisa digali dan dikembangkan. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa dan yang menjadi identifikasi masalahnya adalah: 1) Bagaimana nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah, 2) Bagaimana implementasi pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang, dan 3) Kendala apakah yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah berbasis biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang. Metodologi penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan naturalistik inkuiri yaitu mengamati dan mengumpulkan datanya dilakukan dalam latar/setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti atau apa adanya. Peneliti tidak membuat perlakuan karena peneliti dalam mengumpulkan data berdasarkan dari sumber data yang ditemukan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Dari Hasil penelitian pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis dalam membangun semangat kebangsaan di SMA Negeri 1 Baros, yaitu: 1) pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa di SMAN 1 Baros dilakukan dengan melakukan pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis dengan mengintegrasikan sejarah lokal ke dalam sejarah nasional, 2) Hasil-hasil Pembelajaran telah menunjukan adanya peningkatan pemahaman sejarah lokal tentang perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa, sebagai jati diri masyarakat Banten, sehingga menumbuhkan perasaan memiliki terhadap sejarah lokal yang ada di Banten, juga membangkitkan semangat kebangsaannya dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dalam komunitas yang lebih besar, dan 3) Kendala yang menghambat pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu (1) Keterbatasan sumber bacaan, baik itu buku maupun dokumen, (2). waktu dan biaya karena dengan sumbernya yang minim, dibutuhkan waktu dan biaya yang cukup menyita perhatian para guru sejarah.
(5)
Learning Implementation struggle value’s Sultan Ageng Tirtayasa In Building Excitement Nationality ( Research Naturalistic Inquiry in SMAN 1 Serang Baros )
" By : Oka Agus Kurniawan Shavab
This study departed from the low anxiety researchers to study local history as an identity that increasingly does not touch on the younger generation . Though local history is very close to the students and a lot of environmental values that can be explored and developed . As for the formulation of the problem is learning the value of struggle’s Sultan Ageng Tirtayasa in shaping the national spirit and the students identified with the problem is : 1 ) How struggle’s Sultan Ageng Tirtayasa value of teaching history , 2 ) How does the implementation of learning values struggle’s Sultan Ageng Tirtayasa in shaping national spirit Baros students at SMAN 1 Serang , and 3 ) whether the constraints faced by students and teachers in the application of learning based history in SMAN 1 Baros biographical Serang . The research methodology was qualitative naturalistic approach is to observe and collect data is performed in the background / natural setting , meaning without manipulating the subjects studied or what it is . Researchers do not make treatment as researchers in collecting data based on the data sources that are found . Of results -based local history research biographical learning in building a national spirit in SMA Negeri 1 Baros , namely : 1 ) learning the values struggle’s Sultan Ageng Tirtayasa in SMAN 1 Baros is done by learning local history -based biography by integrating local history into the national history , 2 ) Study results have shown an increased understanding of the local history of the struggle of Sultan Ageng Tirtayasa , as the Banten community identity , so it 's sense of belonging to the local history that is in Banten , also evokes the spirit of nationality in relation to living together in a community greater , and 3 ) barriers that impede learning local history -based biographical Sultan Ageng Tirtayasa , namely ( 1 ) the limited source of reading , be it books or documents , ( 2 ) . time and costs are minimal due to the source , it takes time and costs enough attention the teachers of history .
(6)
Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..………...
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT...……….... i
ABSTRAK ………... ii
KATA PENGANTAR...………. iii
UCAPAN TERIMA KASIH………... iv
DAFTAR ISI...………... v
DAFTAR TABEL.………... vii
DAFTAR BAGAN………... viii
DAFTAR GAMBAR………... ix
DAFTAR LAMPIRAN………... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...………... 1
B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah ……… 11
C. Tujuan Penelitian ...………. 12
D. Manfaat Penelitian...………... 12
E. Sistematika Penelitian ...………. 13
F. Paradigma Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai... 15
1. Pengertian Nilai... 15
2. Pendidikan Nilai... 16
a. Pendidikan Karakter dari Lickona... 20
3. Cara Pandang Tentang Nilai... 23
4. Nilai Kejuangan... 28
B. Sejarah Lokal... 31
1. Jenis-jenis Sejarah Lokal... 33
2. Pembelajaran Sejarah Lokal... 36
3. Tujuan Pembelajaran Sejarah Lokal... 43
4. Pentingnya Sejarah Lokal Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal di Sekolah... 46
(7)
Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013
C. Kebangsaan... 49
1. Semangat Kebangsaan... 51
D. Penelitian Terdahulu... 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian………... 61
B. Metode Penelitian.………. 62
C. Instrumen Penelitian... 64
D. Validitas Data... 66
E. Teknik Pengumpulan Data... 68
F. Teknik Analisis Data... 71
1. Data Reduction... 72
2. Data Display... 73
3. Verivication... 74
G. Prosedur dan Tahapan Penelitian... 76
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...……… 77
B. Hasil-Hasil Penelitian ...………. 82
1. Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Pembelajaran Sejarah... 82
2. Implementasi Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan Siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang... 93
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi Oleh Siswa dan Guru Dalam Penerapan Pembelajaran Sejarah Berbasis Biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang... 104
3.1. Solusi... 106
C. Pembahasan ...……… 108
1. Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Pembelajaran Sejarah... 108
2. Implementasi Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan Siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang... 119
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi Oleh Siswa dan Guru Dalam Penerapan Pembelajaran Sejarah Berbasis Biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang... 131
3.1. Solusi... 134 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
(8)
Oka Agus Kurniawan Shavab, 2013
A. Kesimpulan ……… 137
B. Saran ………... 138
DAFTAR PUSTAKA ……….. 141
LAMPIRAN ……… 146
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1Baros Kabupaten Serang, proses pembelajaran sejarah masih didominasi sejarah nasional dengan buku teks kurikulum sejarah nasional sebagai sumber pembelajarannya, sedangkan materi sejarah lokal yang dekat dengan lingkungan siswa masih jarang dilakukan. Dalam hal ini, SMA Negeri 1 Baros merupakan wilayah dari provinsi Banten, maka guru sejarah bisa memaksimalkan potensi tersebut dengan menyampaikan materi tokoh pahlawan yang berasal dari Banten dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam menghadapi tentara Belanda, salah satunya Sultan Ageng Tirtayasa karena beliau adalah salah satu tokoh lokal yang mempunyai peran besar dalam perjuangan masyarakat Banten selama menghadapi tentara Belanda. Oleh karena itu, sangatlah tepat bagi guru jika memberikan contoh pemimpin yang berasal dari lingkungan mereka, sehingga siswa pun akan tergugah semangat kebangsaannya dan dapat menjadi pahlawan pada zamannya serta menerapkan nilai-nilai kejuangan dari Sultan Ageng Tirtayasa dalam kehidupannya. Dengan latar belakang tersebut, pembelajaran Sultan Ageng Tirtayasapun sudah berjalan dan diharapkan banyak hal yang bisa siswa kembangkan dari pembelajaran ini.
Walaupun demikian, menampilkan tokoh Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah sebaiknya tidak secara hitam dan putih saja atau hanya melihat tokoh tersebut sebagai pahlawan menurut pandangan perenialistis, namun para siswa perlu juga dibekali dengan aspek-aspek pikiran kritis yang lain termasuk menggunakan cara pandang atau pertanyaan dekonstruktivistik. Seperti yang diungkapkan oleh Supriatna (2007:146), bahwa:
(10)
Pertanyaan dekonstruktivistik bertujuan untuk “membongkar” sekaligus mengajak para siswa untuk melihat teks secara terbalik dan mengkaji kejadian atau peristiwa serta wacana (discourse) masyarakat melalui berbagai dimensi. Pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik yang dapat diajukan oleh guru sejarah di antaranya bagaimana nasib para prajurit Banten ketika berperang melawan Pajajaran dan Palembang?, apa alasannya pada masa Sultan Ageng Tirtayasa Banten mengalami kejayaan?, apakah kebesaran Banten hanya ditentukan oleh peranan para Sultan?. Pertanyaan-pertanyaan dekonstruktif tersebut tidak selalu mengacu pada buku sumber melainkan bisa saja didasarkan atas pemikiran-pemikiran kritis tentang fenomena masyarakat kontemporer. Dalam pandangan dekonstruktivistik, dimungkinkan adanya pikiran-pikiran alternatif lain atau membuka ruang bagi terjadinya interpretasi terhadap peran seorang tokoh, contohnya mengapa Banten mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa?. Apakah kemajuan Banten atas usaha seorang Sultan Ageng Tirtayasa saja?. Jenis pertanyaan yang seperti itu dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa. Dengan menggunakan pendekatan ini, pembaca teks sejarah dapat melihat sumber bacaan secara kritis, bahwa sebagian orang tidak memiliki peran dalam sejarah dan terpinggirkan dari arus besar sejarah pada masa lalu.
Melalui pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik, para siswa tidak hanya diajak untuk memahami pengalaman sejarah masa lalu daerahnya melainkan juga dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis tentang apa yang sedang melanda mereka dan bagaimana memecahkannya. Menurut Supriatna (2007:147-148), bahwa tentu saja pelajaran sejarah di kelas, termasuk yang menggunakan bahan dari teks sejarah lokal bukan merupakan solusi instant untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi para siswa. Namun demikian, apabila guru sejarah mengangkat masalah-masalah tersebut ke dalam kelas maka para siswa telah difasilitasi untuk memahami serta mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan sosial dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dekonstruktivistik, siswa dapat mencari hubungan antara
(11)
peristiwa masa lalu yang dipelajarinya dengan fenomena masyarakat kontemporer.
Atas dasar itu, masalah-masalah sosial kontemporer yang kini sedang dihadapi oleh para siswa serta generasi muda di lingkungan Kabupaten Serang seperti konsumerisme, rendahnya semangat kebangsaan, rendahnya daya juang dan etos kerja harus dapat diangkat ke permukaan dan dijadikan bahan pelajaran sehingga para siswa bisa memahami dirinya sendiri serta masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Berkaitan dengan pendekatan yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas, masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat teacher center atau one way communicationdimana guru sebagai pusat pembelajaran. Siswabelum banyak diarahkan pada pendekatan pembelajaran yang lain, misalnya pendekatan biografi, khususnya biografi lokal.Dengan pendekatan biografis, siswa tidak hanya mengenal tokoh dan peristiwanya saja, melainkan dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Menurut Mulyana dan Darmiasti (2009:79-80) pelajaran Sejarah merupakan mata pelajaran yang tujuannyamemiliki kaitan dengan pembentukan watak bangsa. Tujuan yang demikianmembuat tujuan pelajaran Sejarah akan berkaitan dengan ideologi politikkenegaraan. Negara sering memandang bahwa pembentukan watak kebangsaanwarganya merupakan kewajiban negara. Kewajiban itu kemudian dilakukanmelalui pendidikan diantaranya dilakukan dalam mata pelajaran sejarah. Dengandemikian, tujuan pelajaran sejarah menjadi ideologis. Pada sisi lain sejarah disekolah adalah sejarah sebagai ilmu.
Seorang guru mempunyai peran yang penting dalam memotivasi siswa untuk terus berkembang dan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan begitu, kegiatan pembelajaran tidak hanya satu arah (dari guru terhadap siswa) melainkan berbagai arah dari guru kepada siswa, dari siswa kepada guru, dan dari siswa kepada siswa. Situasi yang seperti ini akan membuat siswa menjadi nyaman dalam belajar sehingga pembelajaran tidak akan membosankan karena siswa
(12)
memberikan kontribusi terhadap pembelajaran sejarah. Salah satu cara untuk menciptakan suasana tersebut adalah dalam pembelajaran sejarah hendaknya siswa dapat melihat langsung kehidupan yang nyata dan dekat dengan lingkungan siswa, bukan pada buku teks semata yang jauh dari realitas. Seperti yang diungkapkan oleh Supriatna, (2007: 157) bahwa :
Lingkungan sosial siswa merupakan sumber belajar yang sangat kaya bagi pembelajaran. Apabila dalam pembelajaran tradisional guru lebih banyak mengandalkan sumber berupa buku teks dan diceramahkan kembali di kelas maka pemanfaatan sumber dari luar kelas (lingkungan sosial) melalui berbagai strategi akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pembelajaran sejarah yang dekat dengat aspek sosial. Pembelajaran sejarah di sekolah tidak hanya memberikan pengetahuan saja kepada siswa, melainkan memberikan kontribusinya untuk lebih menumbuhkan kesadaran sejarah, baik pada posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga negara, serta mempertebal semangat kebangsaan. Oleh karena itu, penting sekali bagi guru sejarah untuk tetap menjaga konsistensinya dalam menumbuh kembangkan motivasi siswa terhadap pembelajaran sejarah. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa banyak sekali permasalahan yang terjadi di lapangan dalam implementasi pembelajaran sejarah di kelas. Salah satu yang diungkapkan oleh Hasan (2012:83) bahwa:
Penyajian peristiwa sejarah yang lepas antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Peristiwa sejarah yang satu tidak digambarkan berkaitan dengan peristiwa lainnya dalam suatu benang merah kausalita.
Wilayah Nusantara seharusnya menjadi suatu “unit of analysis” sehingga menampakkan adanya keterkaitan antar peristiwa. Melalui cara ini peserta didik diajak untuk melihat bahwa peristiwa yang terjadi di suatu wilayah yang dekat dengan dirinya memiliki suatu keterkaitan kuat dengan peristiwa lain yang terjadi di wilayah yang lebih jauh dari dirinya dalam wilayah negara Republik Indonesia. Dengan cara ini maka pendidikan sejarah mampu meperlihatkan bahwa peristiwa sejarah di suatu wilayah dengan peristiwa sejarah di wilayah lain membentuk suatu kesatuan peristiwa yang lebih besar.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa guru sebaiknya dalam menyajikan suatu peristiwa sejarah kepada siswa, haruslah memberikan contoh pula terhadap
(13)
peristiwa sejarah yang dekat lingkungan siswa kemudian coba dikaitkan dengan peristiwa sejarah yang berada di daerah lain. Dengan begitu, kesadaran sejarahnya pun akan semakin terasah. Wineburg (2008:16) menilai selama ini sejarah yang diajarkan sekolahkurang bermakna bagi siswa. Ironis sekali, siswa diajak untuk mempelajari asal-usuldaerah lain, namun tidak memahami asal-usul daerahnya sendiri. Disisi lainjuga muncul persoalan yang terkait dengan kecurigaan dari kelompok tertentuyang merasa tidak diuntungkan dalam kurikulum.
Masalah selanjutnya yang juga menjadi keresahan saat ini ialah kurangnyakesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh para siswa. Nilai-nilai kepahlawanan,nilai nasionalisme, patriotisme juga nilai-nilai kearifan lokal sendiri tidakdipahami. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut, kurangnya siswa yangmengetahui dan memahami tokoh-tokoh pahlawan yang ada di daerahnya.Harapan terbesar saat ini adalah siswa memahami nilai-nilai kejuangan yang diwariskan oleh para pahlawan, dan tak kalah penting nilai-nilai kearifan lokal yangada di lingkungannya. Oleh karena itu, guru dapat menggunakan kesempatan tersebut dengan mengajarkan kepada siswa mengenai kejuangan tokoh pahlawan lokalnya. Mengenai pemilihan tokoh pahlawan lokal, guru bisa menyesuaikannya dengan lingkungan siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan (2012:63) bahwa:
Pembelajaransejarah dapat memberikan pemahaman mengenai seorang pahlawan dan pemimpin yang berhasil, kurang berhasil atau gagal. Berdasarkan kajian tersebut peserta didik yang belajar sejarah dapat memikirkan sesuatu yang lain dari apa yang sudah dilakukan para
pahlawan dan pemimpin tersebut. Peserta didik dapat menjadi ”pahlawan”
dan pemimpin dengan mempelajari apa yang terjadi di masyarakat/ bangsanya, mencari solusi, dan merencanakan tindakan kepahlawanan dan kepemimpinan untuk menerapkan solusi tersebut. Mungkin saja tindakan tersebut berupa suatu konsep yang tertuang dalam bentuk tulisan. Kreativitas dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan
menerapkan ”if history” sehingga peserta didik dapat melakukan kajian
mengenai konsekuensi dari sebuah peristiwa sejarah yang dibuat dalam
(14)
Dengan begitu, guru bisa menanamkan nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa pada siswa melalui pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis. Dengan materi yang dekat dengan lingkungannya, siswa menjadi lebih termotivasi dalam pembelajaran. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Hasan (2012:78), sejarah lokal akan memegang posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan terdekat dan budaya peserta didik. Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jatidiri pribadi, budaya, dan sosial peserta didik. Padahal materi sejarah lokal disekolah, dapat mengembangkan wawasan dan keterampilan sejarahpeserta didik, karena mereka dapat langsung berinteraksi dengan sumber dan bisa mengkaji sumber tersebut. Hal ini membutuhkan alokasi waktu tersendiri, namun tidak mungkin seorang guru mengambil alokasi waktu diluar jam pelajaran. Maka dari itu, mengenai sejarah lokal, guru bisa membimbing peserta didik dalam mengkaji sumber.
MenurutSupardan(2004:262)pembelajaransejarahlokal,
perludiperkenalkan padasiswauntukmengenaliidentitaskelokalannyamaupun menghargai identitas etnis/daerah lain yang ada di Indonesia denganmempertimbangkan azas belajar dan tahap perkembangan siswa. Pemerintah pusatdan daerah, guru-guru sejarah dilapangan harus berusaha sekuat-kuatnya untukmendorong terlaksananya pembelajaran sejarah lokal disekolah-sekolah. Hal ini senada dengan Mulyana (2007:231) yang berpendapat bahwa pengenalan siswa terhadap peristiwa-peristiwa di daerahnya amatlah penting. Siswa akan mengenal bagaimana proses dan perubahan-perubahan yang terjadi di daerahnya. Pemahaman ini akan lebih memudahkan bagi siswa untuk mengenal secara langsung dan lebih dekat terhadap proses dan perubahan yang terjadi di sekitar lingkungannya.
Pengajaran sejarah lokal mempunyai peran besar dalam upaya menghadirkanperistiwa kesejarahan yang dekat pada siswa. Elastisitas sejarah lokal mampumenghadirkan berbagai fenomena, baik berkaitan mulai dari latar belakang keluarga(family history), sejarah sosial dalam lingkup lokal, peranan
(15)
pahlawan lokal dalamperjuangan lokal maupun nasional, kebudayaan lokal, asal-usul suatu etnis, danberbagai peristiwa yang terjadi pada tingkat lokal.
Pembelajaran sejarah lokal yang dilaksanakan kepada peserta didik berarti menyadarkan bahwa mereka mempunyai masa lalu sendiri. Mereka memiliki suatu kebanggaan bahwa jauh sebelum mereka dilahirkan ada beberapa tokoh yang berperan dalam membentuk keadaan yang terkait dengan masa sekarang. Kesadaran kontinuitas dan lokalitas ini dapat menjadi bekal pada peserta didik untuk menunjukkan identitas historis, sosial, dan budayanya. Semakin jauh peserta didik terlibat dalam eksplorasi sejarah lokal berarti semakin tinggi pula jatidiri dan kebanggaan akan masa lalu kelompok, daerah, dan kebudayaannya.
Dengan sejarah lokal yang diajarkan dalam kelas maupun luar kelas, berarti peserta didik mengenal secara langsung bagaimana pribadi dan biografi hidup sang pelaku sejarah yang terlibat dalam suatu peristiwa sejarah di daerahnya. Mereka dapat menanyakan sisi kehidupan sang pelaku sejarah. Dengan teknik tanya jawab yang baik peserta didik dapat mengenali dan mentauladani jiwa-jiwa kepemimpinan sang pelaku sejarah secara arif dan bijak. Bagaimana mereka memperjuangkan dan mempertahankan daerahnya inilah yang perlu diapresiasi oleh peserta didik dalam pembelajaran sejarah lokal.
Atas dasar itulah peneliti merasa pembelajaran sejarah lokal sangat diperlukan di sekolah. Pemilihan Sultan Ageng Tirtayasa sebagai materi yang akan dikaji disebabkan karena beliau memiliki nilai-nilai kejuangan yang dapat memberikan inspirasi kepada siswa. Adapun indikator nilai kejuangan di sini adalah kerelaan berkorban dalam rangka membela tanah air dan bangsanya, kesediaan mengabdi terhadap tanah air dan bangsanya, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak putus asa (pantang menyerah), mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, berani dalam menegakkan keadilan dan tanpa pamrih dalam membela bangsanya. Jadi, siswa pun akan sadar bahwa Banten memiliki sejarahnya sendiri yang dapat digali nilai-nilainya dan mengaplikasikannya dalam diri siswa. Dengan adanya pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis ini,
(16)
diharapkan siswa dapat menyerap nilai-nilai yang ada pada tokoh tersebut dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak nilai kejuangan yang bisa siswa ambil dari Sultan AgengTirtayasa, seperti jiwa sosial, peduli lingkungan, dan kerja sama, seperti yang diungkapkan oleh Tjandrasasmita (1967:47) bahwa:
Ia berhasilmemajukanpertaniandengansistemirigasi,ia pun berhasilmenyusunkekuatanangkatanperangnya,
memperluashubungandiplomatik, danmeningkatkan volume perniagaanBantensehinggamampumenempatkandirisecaraaktifdalamduni aperdaganganinternasional di Asia.
Selain itu terdapat pula nilai keberanian seperti mengadakan gangguan terhadap tentara Belanda yang diungkapkan oleh Tjandrasasmita (1967:45), bahwa:
Sultan
AgengTirtayasameneruskanusahakakeknyamengirimkantentaraBantenuntu kmengadakangangguanterhadap Batavia, pusatpolitik VOC,
karenaBelandaterus-menerusmelakukanrongronganpolitikkolonialnya.Padatahun 1655, VOC
telahmengusulkankepada Sultan Banten agar
melakukanpembaruanperjanjian yang sudahhampir 10 tahundibuatolehkakeknyapadatahun 1645.Akan tetapi, pihakBantenmerasatidakperlumemperbaruinyaselamapihakkompeniinginm enangsendiri.
Ada pula nilai persatuan dan kesatuannya dimana Sultan Ageng Tirtayasa membentuk suatu kekuatan untuk mempertahankan dan melakukan strategi dalam penyerangan terhadap tentara Belanda, seperti yang diungkapkan oleh Michrob (1993:56) bahwa:
Tentara Banten mengadakan perusakan tanaman tebu serta pabrik penggilingannya dan melakukan pembakaran kampung-kampung yang dipergunakan sarang pertahanan kompeni. Tentara Banten juga sering mencegat kapal kompeni dan membunuh semua tentara Belanda dan merampas semua senjata serta kapalnya,sehingga kapal kompeni yang hendak melewati perairan Banten haruslah dikawal pasukan yang kuat.
(17)
Terdapat pula nilai kerja sama yang diungkapkan oleh Lubis (2003:87), bahwa:
Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan serta memperkuat hubungan-hubungan dengan daerah-daerah sekitar kesultanan Banten, baik yang ada di bagian barat maupun di bagian timur. Di antara daerah-daerah yang dipererat hubungan persatuannya ialah Lampung, Salebar, Bengkulu, Cirebon dan Mataram. Semuanya merupakan siasat penjagaan kalau-kalau perang terjadi, dapat menjadi siasat untuk mempersempit ruang gerak kompeni yang bercokol di Jakarta.
Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa yang mempertahankan daerahnya dari ganguan pasukan VOC sangat gigih sekali dan terkandung nilai kejuangan dan semangat kebangsaannya. Nilai-nilai semangat kebangsaan ini sangat penting sekali untuk ditanamkan pada diri siswa. Semangat kebangsaan yang ada pada diri seseorang tidak datang dengan sendirinya tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah watak dan karakter bangsa serta pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan dicanangkannya “pendidikan berkarakter” saat ini maka peran pendidik menjadi lebih nyata dalam pembentukan karakter dan watak siswa, sehingga diharapkan segala upaya ini dapat menjadi pagar betis penangkal pengaruh negatif yang sedang marak berkembang belakangan ini.
Dengan menanamkan nilai semangat kebangsaan pada siswa, diharapkan pembelajaran sejarah berjalan dengan menarik karena dalam pembelajaran idealnya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif, tetapi juga harus menekankan proses pengembangan afektif peserta didik. Semangat kebangsaan sendiri tidak hanya mencintai dan memakai produk dalam negeri, tetapi adal hal-hal kecil yang bisa diangkat dan dikembangkan dalam diri siswa, misalnya menjaga kebersihan lingkungan kelas dan sekolah. Hal tersebut mengindikasikan siswa bertindak untuk kepentingan bersama dan menjaga dari penyakit yang berasal dari sampah-sampah. Selain itu, indikasi yang menggambarkan kurangnya semangat kebangsaan siswa dapat terlihat pada perilaku siswa yang terbiasa membuang sampah tidak pada tempatnya, kelas yang kotor pada saat belajar, sering telat pada saat pembelajaran, bolos, tidak mengikuti upacara, kurang
(18)
tertarik terhadap kegiatan ekskul, coretan–coretan di dinding kelas termasuk meja dan kursinya, dan sikap siswa yang apatis serta tidak peduli dengan kondisi lingkungan disekitarnya.
Adapun indikator siswa memiliki semangat kebangsaan dapat dilihat pada saat pembelajaran dan di luar pembelajaran. Pada saat pembelajaran, siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat yang berbeda, datang tepat pada waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, tidak mencontek, menjaga dan membersihkan kebersihan kelas dan tidak menggangu proses berlangsungnya pembelajaran. Sedangkan pada saat di luar pembelajaran, siswa ikut menjaga kebersihan di sekolah dengan tidak membuang sampah atau pun mengambil sampah yang berada di lingkungan sekolah untuk dibuang ke tempatnya, ikut serta dalam kegiatan ekskul, tidak melakukan tindakan perkelahian dan tawuran antar sekolah, berperan dalam acara sekolah seperti perpisahan kelas XII, mengikuti kegiatan upacara, menjadi pemimpin upacara, pulang pada waktunya, tidak bolos sekolah dan menaati peraturan sekolah.
Untuk melihat keberhasilan siswa dalam pembelajaran dan semangat kebangsaannya, bisa diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung dan kegiatan siswa di sekolah. Jadi, peneliti harus benar-benar hadir dalam proses pembelajaran sejarah di dalam kelas dan mengamati perkembangan kegiatan siswa di sekolah. Selain itu, peneliti harus benar-benar membuat siswa tidak asing dengannya, dengan begitu siswa tidak akan canggung dalam mengekspresikan pikiran dan tindakannya. Perubahan sikap ke arah yang positif adalah salah satu cara yang dapat dilihat dari semangat kebangsaan yang siswa tunjukan baik pada saat proses pembelajaran sejarah maupun di luar pembelajaran.
Ali (2005: 349-350) menegaskan bahwa peristiwa-peristiwa penting mengenai perjuangan itu layak dikenalkan dan dipahamkan kepada pelajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pelajaran sejarah pada umumnya adalah memperkenalkan pelajar kepada riwayat perjuangan manusia sehingga terbentuk semangat kebangsaan. Menurut Idrus (2013) semangat
(19)
kebangsaan di kalangan siswa perlu dikembangkan agar sadar dan insyaf untuk mencintai bangsa dan negaranya. Mata pelajaran sejarah merupakan jawaban tepat meminimalkan sikap pragmatis yang segala sesuatu hanya diukur berdasarkan keuntungan material sekaligus mengembangkan semangat kebangsaan. Kata kuncinya adalah mengoptimalkan nilai kearifan lokal karena nilai kearifan lokal adalah bagian penting dari substansi yang dikembangkan dalam pembelajaran sejarah (http://www.roredonggala.wordpress.com/2013/02/12/mengintegrasikan/, diakses tanggal 27 April 2013).Selanjutnya menurutKumalasari (2005:9) bahwa pengajaran sejarah sebagai sub-sistem dari sistem kegiatanpendidikan, merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan integritas dankepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar.
Untuk itu nilai-nilai sejarah harus dapat tercermin dalam pola perilaku nyata peserta didik. Dengan melihat pola perilaku yang tampak, dapat mengetahui kondisi kejiwaan berada pada tingkat penghayatan makna dan hakekat sejarah masa kini dan masa mendatang. Dengan demikian baru dapat diketahui pembelajaran sejarah telah berfungsi dalam proses pembentukan sikap.Sekarang ini yang paling penting adalah bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah bisa memiliki peran strategis di dalam menanamkan nilai-nilai kepada diri siswa sehingga memiliki kesadaran terhadap eksistensi bangsanya. Dalam pembangunan bangsa, pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya. Untuk mengemas pendidikan sejarah sehingga dapat menghasilkan internalisasi nilai diperlukan adanya pengorganisasian bahan yang beraneka ragam serta metode sajian yang bervariasi.
Penting sekali melakukan pembelajaran sejarah dengan menanamkan nilai-nilai kepada siswa. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut bisa diambil dari sosok pahlawan yang dekat dengan lingkungan siswa, salah satunya yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Hal ini dianggap penting karena sosok Sultan Ageng Tirtayasa
(20)
sangat berpengaruh dalam mempertahankan perjuangan kerajaan Banten dari tentara VOC dan sangat diperlukannya sosok kepahlawanan sebagai model pendidikan nilai dalam pelajaran Sejarah. Berdasarkan latar belakang yang telah
disampaikan, peneliti memfokuskan penelitian ini dalam mengkaji “Implementasi
Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan: Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMA Negeri 1 Baros
Kabupaten Serang”.
B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah
Fokus penelitian akan difokuskan pada pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa.Dari latar belakang tersebut dapat disusun rumusan masalah secara umumyaitu
”Bagaimana implementasi pembelajaran berbasis biografis Sultan Ageng
Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang?”
Rumusan masalah tersebut secara terperinci dapat disusun menjadi beberapa pertanyaan penelitian di antaranya:
1. Bagaimana nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah?
2. Bagaimana implementasi pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang?
3. Kendala apakah yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah berbasis biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dan dampak positif terhadap semangat
(21)
kebangsaan siswa. Sementara itu, tujuan-tujuan khusus penelitian ini dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh gambaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah
2. Untuk memperoleh gambaran implementasi pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang
3. Untuk memperoleh gambaran kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah berbasis biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain:
1. Bagi guru, memberikan pemahaman dalam menerapkan pembelajaran berbasis biografi dalam membentuk karakter siswa pada proses pembelajaran sejarah. Materi pembelajaran sejarah yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan menyajikan tokoh pahlawan lokal dapat dijadikan contoh dalam mengimplementasikan pendidikan karakter.
2. Bagi sekolah, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk lebih meningkatkan kualitas pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya dalam kurikulum pendidikan sejarah, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap tujuan lembaga maupun tujuan nasional pendidikan.
3. Bagi siswa, memiliki minat belajar mata pelajaran sejarah dengan tujuan menghargai dan mencintai nilai-nilai kejuangan pahlawan untuk membangun semangat kebangsaan.
(22)
Bab I membahas pendahuluan, bab ini menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang penelitian, fokus masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dan maksud dari penelitian, dan manfaat penelitian dari pemilihan masalah tersebut. Bab ini menggambarkan keresahan peneliti tentang permasalahan yang muncul pada pendidikan nilai dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan kajian tokoh Sultan Ageng Tirtayasa.
Bab II membahas kajian pustaka. Bab ini mencoba menguraikan tentang berbagai buku dan hasil penelitian terdahulu dalam memahami pendidikan nilai, pembelajaran sejarah lokal, dan nilai semangat kebangsaan.
Bab III membahas metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini, yaitu penelitian dengan pendekatan kualitatif naturalistik. Peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung dalam proses penelitian. Selain itu, peneliti akan melakukan analisis dokumentasi berupa hasil yang ditemukan di lapangan yang sesuai pada penelitian yang diharapkan.
Bab IV membahas pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian yang akan dideskripsikan antara lain deskripsi awal proses pembelajaran, implementasi pembelajaran berbasis biografidengan nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapannya.
Bab V membahas kesimpulan. Bab ini akan menguraikan secara singkat hasil temuan yang dihasilkan oleh peneliti sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian yang berkenaan dengan implementasi pembelajaran sejarah berbasis biografi Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan tokoh lokal yang dekat dengan lingkungan siswa.
(23)
F. Paradigma Penelitian
Bagan 1.1 Paradigma Penelitian
Implementasi Pembelajaran Nilai Kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa Dalam Membangun Semangat Kebangsaan
Feed Back
INPUT PROSES OUTPUT
Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam
menghadapi kaum penjajah
Menurunnya rasa semangat kebangsaan dalam diri
Kemerosotan moral siswa dilihat dari kehidupan sehari-hari)
Pembelajaran berbasis biografis yang mengandung nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa
Siswa lebih mengenal danmencintai nilai-nilaihistorisdaerahnya
Tumbuhnya kesadaran
sejarahlokal dalam
rangka
kesadaransejarah
nasional kaitannya
dengan semangat
(24)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Adapun yang dijadikan lokasi dalam penelitian ini ialah SMAN 1 Baros Kabupaten Serang, aspek pelaku adalah guru pendidikan sejarah dan siswa kelas XI IPS 3 yang nantinya terlibat interaksi belajar mengajar dan dari aspek kegiatan adalah proses pembelajaran sejarah. Dasar pertimbangan memilih SMAN 1 Baros Kabuparen Serang ialah lokasi yang berdekatan dengan perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, jadi nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa sangat tepat untuk diajarkan kepada siswa karena tokoh tersebut berasal tidak jauh dari lingkungan siswa, sehingga siswa dapat menggali nilai-nilai kejuangannya.
Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa dalam pembelajaran sejarah. Pada penelitian ini yang diamati sebagai sumber manusia, peristiwa, dan situasi. Manusia yang dimaksud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian ini yang terdiri dari guru, siswa, dan peneliti. Peristiwa yang dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran oleh guru atau peneliti.
Pada penelitian ini, peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut akan diperoleh dari semua perkataan, tindakan, situasi, dan peristiwa yang dapat diamati oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Baros. Sedangkan sumber data tersebut yaitu dari guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian ini.
(25)
Pemilihan subjek penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas XI IPS 3 perlu mendapatkan perhatian. Karena selama ini kelas tersebut dianggap kelas yang kurang memiliki kemampuan akademik yang memadai, kurang motivasi belajar, sering terlambat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan pasif dalam proses pembelajaran.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dalam Sugiyono (2005:49) dinamakan ”social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah tempat (place) yaitu sekolah, aktivitas (activity) yaitu proses belajar mengajar, pelaku (actors) yaitu guru dan murid. Sampel dalam penelitian ini adalah narasumber, atau pertisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, seperti bagaimana nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah, bagaimana siswa memaknai nilai kejuangan tersebut dalam pembelajaran sejarah, bagaimana guru membangun semangat kebangsaa kepada siswa dalam pembelajaran, bagaimana siswa menerapkan semangat kebangsaan di dalam pembelajaran, dan bagaimana guru melihat siswa yang mempunyai jiwa semangat kebangsaan.
Berdasarkan jenis data dalam penelitian ini, maka sumber data penelitian yang dapat memberi akses terhadap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Guru sejarah dan peserta didik 2. Proses pembelajaran sejarah di kelas
3. Literatur yaitu buku-buku, artikel, dan gambar yang berkaitan dengan biografi Sultan Ageng Tirtayasa, pengembangan materi sejarah dan pendidikan nilai dalam pembelajaran Sejarah.
(26)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode naturalistik inkuiri.Menurut Lincoln & Guba (1985) naturalistik inkuiri merupakan metode yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir manipulasi peneliti atas objek penelitian/studi dan istilah Naturalistic Inquiry (naturalistik inkuiri) digunakan oleh karena ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur).
Selanjutnya Lincoln & Guba (1985) menggolongkan metode naturalistik Inkuiri dapat digolongkan menjadi dua yaitu Naturalistik Inkuiri interaktif dan noninteraktif. Model Naturalistik Inkuiri ini penting karena mempunyai suatu sejarah yang terkemuka, dalam satu disiplin dan jurnal yang telah terkenal, buku, dan metodologi khusus yang menggolongkan pendekatannya.
Naturalistik Inkuiri interaktif merupakan suatu pendalaman studi yang mempergunakan teknik face-to-face (bertatap muka) untuk mengumpulkan data dari orang-orang yang diteliti. Para peneliti kualitatif membangun suatu kompleks, gambar holistic dengan uraian perspektif penutur asli yang terperinci. Beberapa peneliti kualitatif mendiskusikan secara terbuka nilai-nilai tersebut dan kemudian membentuk naratifnya. Para peneliti interaktif menguraikan konteks studinya, serta menggambarkan perspektif yang berbeda dari fenomena, dan secara terus menerus meninjau kembali pertanyaan dari pengalaman mereka di bidang tersebut.
Adapun Naturalistik Inkuiri noninteraktif merujuk pada penelitian analitis, menyelidiki konsep dan peristiwa historis melalui suatu analisis dokumen. Para peneliti mengidentifikasi studi, lalu manyatukan data untuk menyediakan suatu pemahaman konsep atau suatu peristiwa masa lampau yang boleh atau tidak boleh akan menjadi tampak secara langsung. Dokumen yang dibuktikan keasliannya merupakan sumber utama dari data. Peneliti menginterpretasikan fakta untuk menyediakan penjelasan tentang masa lampau dan menjelaskan makna kolektif di bidang pendidikan yang bisa jadi praktik isu dan arus dasar.
(27)
Dalam penelitian ini, karakteristik naturalistik tampak dari tujuan penelitian yang ingin memperoleh gambaran implementasi pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang, bukan untuk mengujikan suatu teori dengan beberapa variabel melalui sebuah kuesioner. Sebagai instrumen, peneliti memberikan perhatian penuh/terfokus pada proses pembelajaran tentang nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa yang sedang berlangsung di kelas seperti cara guru mengajar di kelas, respon peserta didik, materi yang diajarkan, cara guru menilai siswa dan ekspresi subjek. Peneliti tidak melakukan rekayasa apapun terhadap siswa, guru, dan kelas, semua dibiarkan berjalan apa adanya. Selain itu, karakteristik naturalistik juga terdapat pada proses penelitian di mana peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu realitas kegiatan pembelajaran berupa data deskripstif yang diperoleh darihasil wawancara, pengamatan atau obeservasi dan dokumentasi terkait aktivitas peserta didik, dan aktivitas guru mengajar.
Alasan peneliti memilih metode naturalistik inkuiri karena metode kualitatif naturalistik dapat mengungkapkan pengetahuan yang tidak terkatakan, seperti perilaku subjek penelitian yang dapat diamati seperti perhatian, keseriusan, dan ekspresi informan pada saat wawancara maupun saat melakukan kegiatan. Oleh karena itu, ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti atau apa adanya
C. Instrumen Penelitian
Ada dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
(28)
menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Moleong (2008:169) menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa manusia dijadikan sebagai instrumen dikarenakan :
1. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan.
2. Manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.
3. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konteks yang berkesinambungan di mana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riil, benar, dan mempunyai arti.
4. Manusia sebagai instrumen mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. 5. Manusia sebagai instrumen ialah memproses data secepatnya setelah
diperolehnya, menyusunnya, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya.
6. Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami responden. Dengan demikian, maka pilihan pendekatan dan metode dalam penelitian ini dilandasi oleh beberapa pertimbangan yaitu:
1. Data yang terkumpul berupa kata-kata atau uraian deskriptif meskipun tidak menutup kemungkinan berupa angka-angka, perolehan data dilakukan melalui teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. 2. Dalam penelitian ini peneliti memiliki kedudukan yang sama dengan
subjek penelitian, baik di saat melakukan wawancara, maupun di saat mengamati sejumlah fenomena sesuai dengan fokus penelitian yang terjadi secara holistik.
3. Proses kerja penelitian dilakukan dengan mengutamakan pandangan dan pendirian responden penelitian terhadap situasi yang dihadapi.
(29)
4. Data penelitian dianalisis secara induktif untuk mendapatkan makna dari kondisi alami yang ada.
5. Pemaknaan dalam penelitian dilakukan oleh peneliti serta atas interpretasi bersama antara peneliti dengan sumber data dan fokus masalah tentang pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membangun semangat kebangsaan.
6. Tingkat keterpercayaan data yang diperoleh dilakukan melalui verifikasi data dengan metode dan subjek yang berbeda-beda, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data, maka diperlukan beberapa alat bantu, yaitu:
1. Buku catatan berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data atau informan. Buku catatan ini digunakan selama peneliti mewawancarai informan di SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang, terutama siswa-siswi Kelas XI IPS 3 dan guru sejarah.
2. Tape Recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan selama peneliti mewawancarai informan atau sumber data. 3. Handy Cam digunakan untuk merekam kegiatan pembelajaran sejarah di
kelas, juga dapat digunakan sebagai kamera untuk mengambil gambar pada saat kegiatan pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Baros. Pengambilan gambar dilakukan ketika kegiatan wawancara dan observasi berlangsung dan dengan adanya kegiatan alat penelitian ini maka keabsahan penelitian lebih terjamin, karena betul-betul melakukan pengumpulan data.
D. Validitas Data
Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang sangat penting di dalam penelitian kualitatif yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan
(30)
menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi. Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Triangulasi dibedakan menjadi dua macam yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua macam triangulasi tersebut. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun trianggulasi teknik ditempuh melaluilangkah-langkah sebagai berikut: Peneliti menggunakanobservasipartisipatif, wawancara mendalam, sertadokumentasi untuk sumber data yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Triangulasi teknik pengumpulan data (Sumber : Sugiyono 2006:331).
Jadi, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan sumber data yang sama. Sumber data di sini adalah
Observasi
Wawancara mendalam
Dokumentasi
(31)
siswa dan guru. Jadi, untuk mendapatkan informasi dari sumber data tersebut peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui informasi tentang kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran berbasis biografis, maka solusinya adalah peneliti melakukan observasi dengan melihat pembelajarannya secara langsung di dalam kelas, mewawancarai guru dan siswa yang terlibat dalam pembelajaran biografis di dalam kelas, dan menganalisis dokumentasi yang penulis dapatkan.
Selanjutnya triangulasi sumber yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber Data Gambar 3.2. Triangulasi “sumber” pengumpulan data
(Sumber : Sugiyono2006:331).
Dari gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa peneliti dalam mencari sumber informasi dengan menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa sumber. Misalnya, peneliti ingin mengetahui tentang pemahaman siswa terhadap nilai
Wawancara
A
B
(32)
kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa, maka peneliti melakukan wawancara dengan menanyakan terhadap 15 siswa secara langsung, yaitu: Aat, Aji, Amalia, Apud, Ari, Royhan, Desi, Dita, Hayatami, Indah, Raqiy, Rudi, Sar’I, Septi, dan Yulyadi. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menggunakan triangulasi sumber dengan melakukan wawancara terhadap siswa yang berjumlah 15 orang dengan alasan data yang ditemukan sudah jenuh karena dari jumlah tersebut terlihat adanya kesamaan pendapat dari siswa, dengan 11 siswa berpendapat sama dan 4 siswa berpendapat berbeda. Dengan selisih yang cukup besar tersebut, peneliti melihat data sudah jenuh sehingga tidak dilanjutkan untuk mencari data kembali.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa kata-kata, tindakan dan dokumen, situasi, dan peristiwa yang dapat diobservasi. Nasution (2003:56) mengatakan bahwasumber data yang dimaksud adalah :
Kata-kata diperoleh secara langsung atau tidak langsung melalui wawancara, dan observasi. Dokumen berupa kurikulum, satuan pembelajaran, rencana pelajaran, buku paket, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian dan masalah penelitian seperti dalam proses belajar mengajar, situasi belajar di perpustakaan dan situasi di lingkungan sekolah.
Sesuai dengan sumber data yang akan dituju dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Observasi
Faisal (1990) mengklarifikasikan observasi menjadi observasi partisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan atau tersamar (overt observation and cover observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian guru dan siswa di SMA Negeri 1 Baros ini observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipasif, dimana peneliti datang ke lokasi atau kelas untuk mengamati situasi dan aktivitas siswa, namun peneliti tidak ikut terlibat
(33)
dalam kegiatan tersebut. Observasi akan dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sejarah di antaranya:
1. Mengamati secara langsung proses pembelajaran yang dilakukan di kelas mulai dari membuka pelajaran, menyampaikan materi pembelajaran serta mengakhiri pembelajaran untuk melihat bagaimana implementasi pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membangun semangat kebangsaan. Dalam hal ini observasi tertuju pada guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Kegiatan belajar siswa di luar kelas terutama melihat relevansi apa yang mereka pelajari di luar kelas dengan pola tingkah laku siswa di kelas terutama di lingkungan sekolah dalam hubungan siswa dengan siswa, dengan guru dan personil lainnya di lingkungan sekolah.
3. Interaksi edukatif antara guru dengan siswa terutama berkenaan dengan upaya guru dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam membangun semangat kebangsaan siswa SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang. b. Wawancara
Teknik ini digunakan karena ingin menggali informasi secara mendalam dan karena merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya. Hal ini terutama kekurangtahuan peneliti mengenai kognisi dan afeksi informan mengenai variabel-variabel terteliti. Untuk itu diajukan pertanyaan terbuka, mengarah pada kedalaman informasi. Berdasarkan hal itu, contoh-contoh pertanyaan yaitu (a) Apa yang anda ketahui mengenai nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa?; (b) Bagaimana pendidikan afektif atau nilai dalam pembelajaran Sejarah yang telah anda lakukan?. Selanjutnya dilancarkan the clarifying interview (wawancara mengklarifikasi) terhadap informan dari guru sejarah dan para peserta didik yang berjumlah 15 orang yaitu: Aat, Aji, Amalia, Apud, Ari, Royhan, Desi, Dita, Hayatami, Indah, Raqiy, Rudi, Sar’I, Septi, dan Yulyadi. Dalam hal ini digunakan rangkaian pertanyaan yang bersifat
(34)
mengklarifikasi secara mendalam terhadap beberapa informasi yang kurang jelas atau saling bertentangan.
c. Studi dokumen.
Lincoln dan Guba, (1985: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:
1. Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relatif lebih murah.
2. Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalamnya.
3. Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya.
4. Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan kenyataan formal.
5. Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non kreatif, tidak memberikan reaksi dan respon atau pelakuan peneliti.
Selanjutnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kemampuan guru dalam melakukan pengintegarsian sejarah lokal ke dalam sejarah nasional, dan informasi-informasi yang berguna terhadap implementasi pembelajaran sejarah lokal di sekolah. Adapun dokumen yang peneliti maksudkan yakni dokumen silabus dan RPP yang penulis butuhkan untuk melihat rencana yang guru persiapkan dalam implementasi pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa di dalam kelas. Dokumen-dokumen tersebut dapat memberikan gambaran tentang inti dari penelitian ini. Hal ini dimaksudkan demi menjaga validitas data serta kredibilitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat kualitatif yang dilakukan sejak tahap orientasi lapangan, seperti dikatakan Miles dan Huberman (1992) bahwa”… the ideal model for data collection and analysis is one that
(35)
interweaves them from the beginning”. Yang artinya, model ideal dari pengumpulan data dan analisis adalah yang secara bergantian berlangsung sejak awal.
Pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang penelitian itu dan secara terus menerus mulai dari tahap pengumpulan data sampai akhir. Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak akan memberikan makna yang berarti apabila tidak dianalisis lebih lanjut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:20) bahwa : Analisa data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Dengan demikian analisis yang dimaksud merupakan kegiatan lanjutan dari langkah pengumpulan data, dalam hal ini peneliti mencoba memberikan penafsiran terhadap keseluruhan temuan hasil penelitian yang di dasarkan pada kerangka teoritik yang menyangkut dengan pembelajaran sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah nasional. Penafsiran yang dilakukan tujuannya untuk mendapatkan sebuah gambaran permasalahan dalam penelitian kemudian mempunyai pemahaman dari hasil analisis dengan berbagai penjelasan, perbandingan/komparatif, sebab akibat serta deskriptif. Menurut Miles dan Huberman (1992:20) mengumukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan concluting : drawing/verification.
(36)
Gambar 3.3 Model Interaktif dalam Analisis Data (Miles dan Huberman 1992:23-27)
1. Data Reduction ( Reduksi Data)
Adapun data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan selanjutnya, mencari bila diperlukan.
Reduksi data dapat dibantu dengan berbagai perlatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Kemudian dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan suatu
Data collection
Data reduction
Data display
Conclusion: drawing/verifying
(37)
proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui reduksi data, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan
Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut: pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian berlangsung di SMA Negeri 1 Baros yang masih bersifat mentah/kasar ke dalam bentuk yang lebihmudahdipahamsepertimentranskriphasil wawancaradengan informan dari alat perekam ke komputer. Kedua, peneliti mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi berupa foto-foto proses pembelajaran sejarah ke dalam bentuk kata-kata sesuai apa adanya di lapangan. Ketiga, peneliti membuat kalimat dalam bentuk deskripsi dan membuang data yang peneliti anggap tidak perlu. Selanjutnya, peneliti memfokuskan tiga jenis data dokumentasi, observasi, dan wawancara pada tiga kategori berdasarkan tujuan penelitian antara lain :
1. Nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah. 2. Implementasi pembelajaran nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa
dalam membentuk semangat kebangsaan siswa di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah berbasis biografis di SMAN 1 Baros Kabupaten Serang
2. Data Display (Penyajian Data)
Pada penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1992) menyatakan ”the most frequent from of display data for qualitative research data in the has been narrative text”. Yang
(38)
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraiansingkat yang bersifat naratif. Adapun pola penyajian data ini akan disajikan dalam 3 kategori yang terdiri dari:
1. Nilai-Nilai kejuangan Sultan Ageng Tiryasa dalam pembelajaran sejarah. Dalam tahap ini peneliti mendeskripsikan persiapan guru dalam melaksanakan pembelajarannya.
2. Implementasi. Dalam tahap ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pertama, dalam tahap perencanaan merupakan langkah awal bagi gurudalam mempersiapkan pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan demikian, tahap perencanaan ini akan menentukan keberhasilan tahap pelaksanaan. Kedua,pada tahap pelaksanaan peneliti mendeskripsikan tentang proses pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa yang terjadi di dalam kelas. Ketiga,pada tahap evaluasi ini peneliti mencoba merinci perubahan-perubahan yang terjadi setelah dilaksanakannya pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa hingga ditemukan kendala yang dihadapi selama proses perencanaan dan pelaksanaan.
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah berbasis biografis. Dalam tahap ini peneliti mendeskripsikan hal-hal yang menjadi kendala selama proses pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa di dalam kelas. 3. Conclution Drawing/verification
Kemudian langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman (1992:27) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
(39)
ditemukan bukti-bukti yang kuat dalam mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsistenan saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang kemudian merupakan suatu kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena telah dikemukakan bahwa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Berdasarkan yang dirumuskan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.Analisis data merupakan hal yang penting dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembagkan dan dievaluasi.Analisis data dilakukan dengan mengorganisirkan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisirkan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.Adapun data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari:
(40)
1. Wawancara. Data ini penulis peroleh dari hasil wawancara terhadap siswa dan guru sejarah dalam bentuk rekaman. Selanjutnya hasil rekaman tersebut dipindahkan ke laptop/komputer untuk memudahkan peneliti dalam menganalisisnya guna keperluan penelitian ini.
2. Dokumentasi. Data ini berupa foto atau rekaman video pada saat proses pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa berlangsung sesuai apa adanya di dalam kelas.
3. Catatan lapangan.Data ini berupa tulisan peneliti pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta sikap siswa dari awal sampai akhir. 4. Studi kepustakaan. Data ini diperlukan guna mencari informasi mengenai
nilai-nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dan pendidikan nilai dalam pembelajaran sejarah
G. Prosedur dan Tahapan Penelitian
Untuk dapat dan mengumpulkan data di lapangan, maka dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa tahapan-tahapan antara lain:
1. Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan penelitian, ada beberapa kegiatan yang penulis tempuh yaitu diawali dengan melakukan seminar desain penelitian, setelah memperoleh masukan dari dosen-dosen penguji, maka penulis menyempurnakan dan mengkonsultasikannya dengan pembimbing lalu kemudian dilanjutkan dengan perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan masalah administrasi berupa surat-surat izin penelitian.
2. Tahap Orientasi
Selanjutnya tahap ini dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai rencana subjek penelitian tentang pembelajaran berbasis biografis yang akan diajukan serta mempertajam masalah dan fokus penelitian, sebelum desain penelitian disusun. Dari kegiatan orientasi ini diharapkan dapat mempertajam fokus penelitian sehingga memungkinkan dilakukannya penelitian selanjutnya secara lebih mendalam sebagai dasar bagi tahap selanjutnya.
(41)
3. Tahap Eksplorasi
Mengacu pada pengumpulan data pada tahap orientasi, diperoleh gambaran dan paradigma yang semakin terarah, sehingga memberikan arah yang semakain jelas dalam melakukanteknik pengumpulan data, baik melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi. Pada Tahap ini penulis mulai melakukan wawancara kepada subjek yang telah ditentukan, disamping melakukan observasi secara langsung sehingga diperoleh data yang lengkap.
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis dalam pengembangan karakter bangsa yang dilakukan oleh peneliti, maka pada bagian ini penulis akan mencoba menarik beberapa kesimpulan dan saran dengan tidak terlepas dari fokus masalah yang telah dirumuskan. Adapun kesimpulan-kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut.
A. Kesimpulan
1. Nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam pembelajaran sejarah adalah keberanian, mandiri, rela berkorban, kerja sama, pantang menyerah, dan tanggung jawab. Dalam proses pembelajarannya, guru menggunakanMetode ceramah bervariasi dan tanya jawab serta menggunaan media laptop dan infokus, hal ini dilakukan untuk menghidupkan suasana di dalam kelas. Dengan dilakukan pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa, terlihat antusias dari siswa selama mengikuti pembelajaran, seperti bertanya, menjawab, dan menambahkan jawaban
2. Hasil-hasil pembelajaran telah menunjukan adanya peningkatan pemahaman sejarah lokal tentang perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa sebagai jati diri masyarakat Banten, sehingga menumbuhkan perasaan memiliki terhadap sejarah lokal yang ada di Banten. Pembelajaran nilai kejuangan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi salah satu faktor yang membuat siswa menunjukan sifat semangat kebangsaan pada saat pembelajaran dan di luar pembelajaran.Pada saat pembelajaran, bentuk semangat kebangsaan siswa ditunjukan pada saat diskusi berlangsung, seperti aktif bertanya, menjawab, mengikuti pembelajaran hingga akhir,
(43)
tidak mengganggu jalannya pembelajaran, dan datang tepat pada waktunya. Di luar pembelajaran, bentuk semangat kebangsaan siswa ditunjukan dengan menjaga kebersihan sebelum jam pelajaran, mengikuti kegiatan upacara bendera, rajin masuk sekolah, menjaga lingkungan sekolah, membuat tempat sampah, menanam tanaman di halaman kelas, dan memanfaatkan potensi alam yang ada di lingkungan siswa seperti pertanian dan perkebunan.
3. Dalam implementasi yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa kendala yang menghambat pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu keterbatasan sumber bacaan karena sulitnya menemukan buku baik itu di perpustakaan daerah maupun toko buku, dan selanjutnya keterbatasan waktu dalam melaksanakan pembelajaran karena terbentur dengan kurikulum yang tersedia karena pada dasarnya dalam kurikulum telah ditentukan sejumlah materi beserta pokok-pokok bahasan yang harus diselesaikan sesuai dengan alokasi waktu yang sudah tersedia. Dengan demikian guru akan mengalami dilema antara memenuhi tuntutan kurikulum dengan usaha pengembangan pengajaran sejarah lokal yang membutuhkan waktu relatif sangat lama.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan lapangan dalam kesempatan ini penulis memberikan saran untuk direkomendasikan. Saran ini disampaikan kepada berbagai pihak terkait yang memiliki kontribusi kuat terhadap pembelajaran sejarah. Dengan demikian ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan, sebagai berikut:
1. Kepada Guru Sejarah di lapangan diharapkan dalam fungsinya sebagai “curriculum developer” dapat mencari formatmengembangkan pembelajaran sejarah lokal, pendekatan biografis, karakter bangsa, dalam pengimplementasian pembelajaran sejarah mengharuskan adanya usaha dari guru dalam meningkatkan “professional skills” mereka dengan
(44)
mengembangkan keaneka ragaman pada diri siswa, antara lain supaya menyajikan pokok-pokok bahasan sejarah yang kontekstual dengan kehidupan siswa sehari-hari.
2. Pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah sebagai manajer dalam lembaga pendidikan harus mendorong pengembangan pendidikan karakter seluas-luasnya. Penyusunan KTSP di awal tahun pelajaran harus berbasis pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran sejarah, kepala sekolah harus memberikan kesempatan kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran sejarah yang mampu mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri siswa. Penerapan pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis dalam membangun semangat kebangsaan dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan nilai-nilai karakter tersebut.
3. Kepada Pemerintah Daerah Dinas Pendidikan Kebupaten Serang, agar merumuskan sebuah kurikulum pembelajaran khusus yang berbasis biografis di samping tetap menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat Kabupetan Serang. Adapun impelementasi dari program tersebut adalah dengan menyusun buku mengenai sejarah perjuangan lokal yang ada di Banten dalam bentuk buku yang tidak terlalu “berat”khususnya untuk bacaan pelajar. Buku-buku tersebut kemudian didistribusikan ke perpustakaan-perpustakaan sekolah dengan jumlah yang memadai untuk dibaca oleh para pelajar. Melalui program tersebut diharapkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap sejarah lokal serta nilai-nilai yang dimilikinya dapat meningkat.
4. Kepada siswa SMA Negeri 1 Baros sebagai generasi penerus bangsa penulis sarankan agar terus meningkatkan kerukunan dengan memberdayakan segenap kemampuan dan kreatifitas yang dimilikinya, melalui proses pembelajaran sejarah lokal berbasis biografis dengan cara mengikuti kegiatan sekolah. Diharapkan para siswa lebih toleran dan
(45)
mau bekerjasama dengan tidak membeda-bedakan latar belakang yang mereka miliki, baik itu perbedaan dalam status sosial, etnik, jenis kelamin, suku, bahasa dan agama yang mereka anut.
5. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan tersebut direkomendasikan untuk secara spesifik mengkaji dan menelaah masalahpembelajaran sejarah lokal oleh guru yang kualifikasinya sebagai guru sejarah, hal ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan kepada guru-guru untuk mencobamengimplementasikanpembelajaran sejarah lokal berbasis biografisuntuk menjawab tantangan pendidikan sekarang ini dengan melihat pada kondisi biografis bangsa kita. Hasil temuan penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian yang lebih baik dari sisi metodologis maupun teori.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. (1992). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Abdullah, Taufik.(1985). “Dari Sejarah Lokal ke Kesadaran Nasional: Beberapa Problematik Metodologis” dalam Sartono Kartodirdjo, Dari Babat dan Hikayat Dalam Sejarah Kritis. Yogyakarta: UGM Press.
Agung. L. (2011). Character Education Integration In Social Studies Learning. International Journal of History Education. 12. 2
Ali, R. M. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: LKIS.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006).Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Budimansyah. D. (2010). Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan Dan Cinta Tanah Air di Sekolah.Jurnal Penelitian Pendidikan. 11. 1
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Sejarah SMA dan MA. Jakarta : Depdiknas
Dhont, F. (2005). Nasionalisme Baru Intelektual Indonesia Tahun 1920-an. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Djahiri, A. K. (1985). Strategi pengajaran Afektif nilai-moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Penerbit Granesia.
Djohar. (2003). Pendidikan Strategik, Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: LESFI
Faisal, S. (1990). Penelitian Kualitatif. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Fraenkel, J. R. (1977). How To Teach About Valuez: An Analytik Approach Enflewood Cliffs. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
(2)
Garvey, B and Krug, M. (1977).Models of History Teaching in the Secondary School. London: Oxford University Press
Hafid, A. (2013). Peningkatan Efektivitas Pembelajaran Melalui Pemanfaatan
Media Teknologi Informasi. [Online].
Tersedia:http://anwarhapid .blogspot.com/2013/01/peningkatan-efektivitas-pembelajaran.html. [9 September 2013]
Hamalik, O. (1983). Metode Belajar dan Kesulitan kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.
Hasan, S. H. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: Isu dalam Ide dan Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press.
Hoepper, Brian and Malcolm Vick. (1996). Time, Continuity, and Change. Melbourne: Macmillan Education Australia.
Huberman & Miles, B.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Idrus. (2013). Mengintegrasikan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Sejarah: Upaya Membentuk Karakter Semangat Kebangsaan. [Online]. Tersedia: http://www.roredonggala.wordpress.com/2013/02/12/menginteg rasikan [27 April 2013].
Ismaun. (1981). Tinjauan Pancasila, Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.Bandung: Carya Remaja.
Johnson, Elaine. B. (2009). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC Kartodirdjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT Gramedia
Kaswadi, K. (1993). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: PT Gramedia.
Kohn, H. (2008). Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga.
Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual, Konsep Dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
(3)
Lightman, Allan J. (1978). Historians and The Living Past, The Theory and Practice of Historical Study. Arlington Heights: Harlan Davidson.
Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Lickona, T. (1992). Education for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Lickona, T. (2012). Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media.
Lincoln & Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. California: Baverly Hills.
Linda, N. (1995). Teaching Your Children Values. New York: Simons and Chuster.
Lubis, N. H. (2003). Banten dalam Pergumulan Sejarah. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Madjid, Nurcholis. (2001). Pembinaan Nilai-Nilai Kejuangan Sesuai Dengan Jati Diri Bangsa Guna Menyukseskan PJP-II. [online]. Tersedia:
http://www.geocities.ws/fauzy70/para/p032.html. [9 September 2013] Mardiatmadja, B.S. (1986). Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Michrob, H. (1993). Catatan Masalalau Banten. Serang: Saudara.
Moleong, L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, A & Darmiasti (2009), Historiografi Di Indonesia Dari Magis-Religius Hingga Strukturis, Bandung: Refika Utama.
Mulyana, A dan Gunawan, R. (2007). Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di sekolah.Bandung: Salamina Press.
(4)
Muthohar, Sofa. (2009). Upaya Menanamkan Nilai-Nilai Perjuangan
Kepahlawanan.http://www.averroes.or.id/book-review/upaya-menanamkan-nilai-nilai-perjuangan-kepahlawanan.html
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Purwaningsih, E. (2010). Keluarga Dalam Mewujudkan Pendidikan Nilai Sebagai
Upaya Mengatasi Degradasi Nilai Moral. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora.1. 1. 43-57.
Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemdiknas.
Rakhmat, C. (2011).Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Dalam Menghadapi Tantangan Modernitas. Makalah dalam Seminar Nasional di Institut Hindu Dharma Negeri, Bali.
Sauri, S. (2010). Strategi Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Makalah pada Seminar Internasional & Workshop Pendidikan Karakter Menuju Terbentuknya Masyarakat Yang Berbudi Pekerti Luhur. Bandung. Schwatz, R.T; Staub, E.; Lavine, H. (1999). “On the varieties of national
attachment: constructive patriotism”. Journal of Political Psychology. Schwartz, M. J. (2005). The Modelling of moral Character by high school
teachers through transformational leadership and emotional competence. Washington, D. C.: Pro Quest Information and Learning Company.
Soemargono,Soejono. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sugiyono. (2005).Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D), Bandung: Alfabeta
Suhady, Idup dan Sinaga, A.M. (2006).Wawasan Kebangsaan dalam kerangka NKRI -Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan I, II & III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Supardan, D. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global untuk Integrasi Bangsa. Disertasi Doktor pada SPS. UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
(5)
Supardan, D. (2009). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural Dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global, Dalam Integrasi Bangsa (Studi Kuasi Eksperimental Terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas di
Kota Bandung). [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/19570408198
4
031-DADANG_SUPARDAN/ARTIKEL_JURNAL_INTERNASIONAL.pdf [28 Maret 2013]
Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press.
Supriatna, N. (2007). Pembelajaran Sejarah dalam KTSP. Makalah disampaikan dalam semiloka guru-guru Sejarah MGMP Sejarah. Bandung.
Supriatna, N. (2008). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Yang Berorientasi Pada Masalah-masalah Sosial Kontemporer. Disertasi Doktor pada SPS. UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Supriatna, N dan Wiyanarti, E. (2008). Sejarah dalam Keberagaman: 70 Tahun Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, M.A. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI
Notosusanto, Nugroho. (1979). Sejarah Demi Masa Kini. Jakarta: UI press.
Tamburaka, R. E. (1999). Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjandrasasmita, U. (1967). Sultan Ageng Tirtayasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Widja, I.G. (1989). Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana.
Widja, I.G.(1991). Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah.Bandung: Angkasa.
Winataputra, U.S.(2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
(6)
Wineburg, S. (2000). Making Histrotical Sense, Knowing Teaching and Learning History: National and International Perspectives. New York: New York University Press
Wineburg, S. (2008). Berpikir Historis: Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Jakarta: Buku Obor.
Tesis
Husensah.(2009). Implementasi Pembelajaran Sejarah Lokal Dalam Konteks Sejarah Nasional, Studi Deskriptif Naturalistik di SMA 1 Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Propinsi Aceh. Tesis pada SPS IPS. UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Radjilun, M. S. (2008). Implementasi Pembelajaran Berbasis Biografis Nilai-Nilai Kejuangan Sultan Babullah Dalam Membangun Patriotisme dan Nasionalisme. Tesis. UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Rumi, A. Y. (2010). Penggunaan Materi Sejarah Lokal Tentang Perlawanan Terhadap Pendudukan Jepang di Tolitoli Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Kesadaran Kebangsaan. Tesis. UPI. Tidak Diterbitkan.
Sari, D. H. (2011). Biografi Siti Manggopoh Sebagai Sumber Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Sejarah. Tesis. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Warto. (2009). Nilai-Nilai Keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Sebagai Pengembangan Materi Pembelajaran Pada Pendidikan Nilai Dalam IPS Studi Kasus di MTSN Anjir Muara Kota Tengah. Tesis. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Wombon, H. (2007). Nilai-Nilai Kejuangan Silas Papare Dalam Membentuk Semangat Kebangsaan. Tesis. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan