Acetogenins Squamosin Ekstraksi Mikroenkapsulasi Spray Drying

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida Nabati

Pestisida nabati atau sering juga ada yang menyebut pestisida organik yaitu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Pestisida nabati inidapat dibuat secara besar-besaran jika dikerjakan dengan teknologi tinggi atau skala industri. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah dan aman [5] . Menurut Kardinan 2002, karena terbuat dari bahan alaminabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi. Pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal [6]

2.2 Srikaya

Srikaya atau yang biasa dikenal dalam bahasa latin Annona squamosa L. Merupakan salah satu tanaman yang masuk dalam jenis Annonaceae yang merupakan jenis seperti sirsak. Biji merupakan bagian tanaman utama yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati, diikuti oleh bagian lain seperti daun. Bahan aktif tertinggi diperoleh dari buah yang belum matang. Kandungan minyak pada bijinya adalah sekitar 40 [2] . Biji srikaya mengandung bahan aktif asetogenin dan squamosin untuk sasaran hama ulat maupun hama penghisap polong. Cara kerja pestisida nabati ini sangat unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal, dengan merusak perkembangan telur, larva dan pupa, penolak makan, mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi serangga betina dll [7] . Bahan aktif utama yang terkandung pada tanaman, khususnya pada biji adalah squamosisnin C11H14N20 dan Squamostatin C15H26N20. Komponen tersebut merupakan insektisida dengan bekerja sebagai racun kontak dan racun perut [2] .

2.3 Acetogenins

Acetogenins adalah senyawa fitokimia terpenting yang terdapat pada tanaman jenis annonaceae seperti sirsak dan srikaya. Senyawa ini merupakan kumpulan senyawa aktif yang mempunyai sifat sitotoksik. Acetogenins memiliki 350 senyawa turunan, beberapa senawa turunan acetogenins yaitu, annopentocin- A, muricatocins B, annonacin A, trans-isoannonacin, annonacin-10-one dan muricatocin [8] .

2.4 Squamosin

Squamosin merupakan zat aktif yang umumnya terdapat pada tanaman. Senyawa squamosin biasanya lebih banyak di temukan didalam biji dan pada tanaman yang mengandung acetogenin. Karena didalam senyawa acetogenin megandung senyawa squamostatin A, B, C, C dan senyawa squamosisnin. Senyawa ini merupakan zat aktif yang efektif digunakan sebagai pestisida [9] [10] .

2.5 Ekstraksi

Teknis ekstraksi dapat dilakukan dengan ekstraksi dengan bantuan pelarut bahan kimia seperti alkohol, heksan, aceton, dan pelarut lainnya. Hal ini biasanya diikuti oleh proses evaporasi pelarut menarik pelarut dari formula, sehingga yang tersisa hanya konsentrat bahan pestisida dari tumbuhan. Formula ini dapat betahan lebih lama 6-12 bulan dibandingkan dengan ekstraksi air [1] .

2.6 Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah teknologi untuk melapisi suatu zat inti dengan suatu dinding polimer, sehingga menjadi partikel-partikel kecil berukuran mikro. Dengan adanya lapisan dinding polimer ini, zat inti akan terlindungi dari pengaruh lingkungan luar. Bahan inti dapat berupa padatan, cairan atau gas. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5-5000 mikrometer. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel bahan inti yang digunakan [2]

2.7 Spray Drying

Spray drying adalah satuan operasi dimana produk cair dikabutkan pada saat gas panas masuk untuk memperoleh bubuk. Gas yang digunakan umumnya adalah udara atau kadang-kadang memakai gas inert seperti nitrogen. Tahap pertama yang dilakukan memasukkan umpan cair awal pada sprayer, bisa berupa larutan, emulsi atau suspensi. Hasil spray drying tergantung pada bahan umpan masuk dan kondisi operasi, bubuk yang sangat halus 10-50 µm atau partikel ukuran besar 2-3 mm. Pelepasan molekul air dengan larutan spray drying adalah praktek rekayasa yang umum. Penerapan proses spray drying pada mikroenkapsulasi melibatkan tiga langkah dasar Dziezak, 1988 yaitu: persiapan dispersi atau emulsi untuk diproses, homogenisasi dispersi, dan atomisasi dari massa ke dalam ruang pengering. Walaupun pada metode ini menggunakan suhu yang tinggi namun hanya sedikit kehilangan zat-zat volatil karena penguapan. Teori difusi selektif dari Rulsken dan Thijssen 1972 dan Reineccius dkk. 1982 menerangkan, ada mengenai retensi zat pada pengeringan droplet, pertama, terbentuknya lapisan film yang mengelilingi droplet yang bersifat permeable terhadap air, tetapi imipermeabel terhadap komponen volatil. Kedua, air diuapkan dari droplet, difusif dari komponen zat dalam sistem droplet menurun drastis dibandingkan dengan air, oleh karena itu faktor pengontrol terhadap kehilangan adalah lebih pada ukuran molekul dari pada titik didih. Jadi walaupun beberapa komponen zat relatip lebih volatil dan mempunyai titik didih lebih rendah daripada air, namun akan tetap bertahan selama proses pengeringan. Keuntungan utama dari mikroenkapsulasi dengan semprot kering adalah kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas. Keuntungan lain yang didapat pada penggunaan metode semprot kering adalah produk akhir akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, temperatur produk akhir rendah, walaupun udara pengering yang digunakan relatif bersuhu tinggi, penguapan terjadi pada permukaan yang luas, sehingga waktu pengeringan yang dibutuhkan relatip singkat, produk akhir dapat berupa bubuk yang stabil sehingga memudahkan dalam penanganan. Dalam enkapsulasi zat, semprot kering merupakan teknik yang banyak digunakan karena ekonomis, simpel dan fleksibel .

2.7 Evaluasi Mikroenkapsulasi