1
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaswara, fasilitator dan instruktur Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 6. Dalam
kesejajaran posisi ini, konselor memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting pelayanan spesifik yang satu dan yang lainnya mengandung kekhasan dan
perbedaan Depdiknas, 2008, hlm. 135. Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 2008, hlm. 23 tentang Guru, tenaga pendidik di bidang bimbingan
dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 111, 2014, hlm. 1 menyatakan
Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling dan
memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, sedangkan Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana
Pendidikan S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari keseluruhan program pendidikan, memiliki peran yang sangat strategis untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal. Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, berpengaruh pada pergeseran paradigma pembelajaran maupun
pendidikan secara lebih luas. Keberadaan guru bimbingan dan konseling atau Konselor sekolah hari ini adalah penting untuk keberhasilan peserta didik secara
komperehensif. Suherman 2014, hlm. 127 menjelaskan terkait hal ini, dituntut adanya upaya peningkatan profesionalisasi guru bimbingan dan konseling yang
merujuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kriteria standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
2
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah hari ini dihadapkan dengan perubahan lingkungan dalam hal peran, tanggung jawab, peserta didik,
masalah administrasi, peluang serta tantangan pendidikan ke depan. Steve F. Bain, 2014, hlm. 1 menyatakan bahwa konselor sekolah hari ini harus menjawab
dengan deskripsi pekerjaan yang jauh lebih rumit. Dengan perubahan yang konstan dalam masyarakat dunia, maka harapan dan persepsi individu terhadap
layanan bimbingan dan konseling telah berubah dari waktu ke waktu. Keberadaan guru bimbingan dan konseling atau konselor tidak hanya dibutuhkan oleh
lingkungan sekolah.
The American School Counselor Association
ASCA, 2005. hlm. 21 menyatakan bahwa fungsi layanan bimbingan dan konseling
sebagai layanan transformatif di sekolah, menuntut konselor sekolah muncul sebagai pemimpin pendidikan dalam merubah paradigma pendidikan dan
kerangka kerja serta posisi konselor sekolah berada di garis depan bagi perbaikan sekolah dan prestasi peserta didik.
Peningkatan mutu pendidikan secara umum dan layanan bimbingan dan konseling secara khusus merupakan hal amat penting. Dalam hal ini berbagai
informasi diperlukan untuk menjamin bahwa layanan bimbingan dan konseling telah dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel. Inilah yang mendasari
diperlukannya informasi normal maupun nonformal, salah satunya lewat penelitian untuk melaporkan kinerja guru bimbingan dan konseling yang memiliki
posisi strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tuntutan terhadap kinerja guru bimbingan dan konseling yang profesional saat ini semakin
mengemuka.
The American School Counselor Association
ASCA, 2011, hlm. 3 menjelaskan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor yang telah
disebut profesional adalah yang telah memiliki sertifikat atau berlisensi di sekolah dengan kualifikasi dan keterampilan untuk mengatasi masalah semua peserta didik
yang unik dan bertanggungjawab dalam membantu peserta didik di bidang prestasi akademik, pengembangan pribadi, sosial dan pengembangan karir.
Selanjutnya Permendiknas No. 27 2008, hlm. 2 menjelaskan bahwa konselor profesional adalah yang telah mendapat sertifikat profesi bimbingan dan konseling
3
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons. Dalam hal ini pendidikan konselor berlangsung pada dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukan kompetensi
akademik konselor, yaitu proses pendidikan formal jenjang strata satu S-1 bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah
akademik Sarjana Pendidikan S.Pd bidang bimbingan dan konseling. Tahap kedua, pembentukan kompetensi profesional sebagai proses penguasaan kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang
telah diperoleh dalam konteks otentik pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan
praktik lapangan. Baswedan, Anis 2015, hlm. 1 menyatakan bahwa kinerja guru perlu
sejalan dengan kompetensi guru, sertifikasi guru dan penghargaan yang diberikan kepada guru. Dalam mendorong kinerja guru, bahwa penilaian kinerja dan
kompetensi guru harus menjadi syarat pemberian tunjangan profesi. Pemberian penghargaan kepada guru bimbingan dan konseling atau konselor telah diberikan
oleh pemerintah. Namun demikian, pendapatan yang besar itu sering kali tidak dibarengi dengan kinerja yang baik serta peningkatan layanan bimbingan dan
konseling. Hal ini sejalan dengan Kartadinata, Sunaryo 2014, hlm. 21 menyatakan bahwa pemberian tunjangan dari pemerintah baru mengurangi
sebagian beban ekonomi guru, tetapi belum diikuti dengan peningkatan prestasi. Hal ini menandakan bahwa peningkatan mutu tidak hanya berkaitan dengan
penyediaan anggaran, dan salah satu yang menentukan adalah kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor itu sendiri.
Yolanda D. Johnson Sonia E. Dinnall, 2009, hlm. 5 menjelaskan bahwa kompleksitas masalah yang dialami oleh peserta didik saat ini, dibutuhkan
kualitas guru bimbingan dan konseling yang mumpuni. Menurut Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, 2012, hlm. 37 menjelaskan bahwa di antara kualitas penting guru
bimbingan dan konseling adalah kualitas pribadi dan ini akan menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan
tentang dinamika perilaku dan keterampilan teraupetik atau konseling. Glading,
4
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2012, hlm. 41 menjelaskan bahwa seiring dengan tuntutan untuk menjadi konselor efektif, maka salah satu komponen penting adalah kualitas kepribadian
guru bimbingan dan konseling. Johnson C.D, 2005, hlm. 3 menjelaskan bahwa elemen dasar yang kuat akan menggambarkan hasil yang diinginkan, maka
diperlukan kontribusi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memiliki kualitas kepribadian. Hal ini menandakan bahwa konselor yang memiliki
kepribadian berkualitas, akan merasa nyaman bekerja dalam lingkungan konseling karena latar belakang minat dan kemampuannya.
Kinerja profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling juga sangat berbeda antara satu
dengan lainnya, begitu juga dalam kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor. Ditilik dari sifatnya, perbedaan kinerja profesional dan kualitas
pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor itu disebabkan oleh karakteristik biografis guru bimbingan dan konseling atau konselor itu sendiri
yang meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan. Perbedaan ini tercermin dari kemampuan dan cara berpikir guru bimbingan dan
konseling atau konselor dalam mengimplementasikan seluruh pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dan pengaruh lingkungan yang mendukung sehingga
menimbulkan reaksi afektifnya berbeda satu sama lain. Persoalan dan keluhan tentang pelayanan yang diberikan guru bimbingan
dan konseling atau konselor sekolah masih banyak dilontarkan, meskipun keberadaannya
telah memberikan
kontribusi positif
bagi pencapaian
perkembangan diri peserta didik melalui intervensi pendidikan di sekolah. Keluhan atau kritikan tersebut mengarah pada kurangnya profesionalisme
konselor dalam menjalankan tugasnya. Salah satu hal yang ditenggarai sebagai penyebab yang menentukan itu adalah rendahnya kompetensi mereka. Persepsi ini
berasal dari peserta didik dan masyarakat penerima layanan bimbingan dan konseling. Richard A. Wantz Michael Firmin, 2014, hlm. 71 menegaskan
bahwa persepsi siswa tentang penyedia layanan bimbingan dan konseling dapat dipengaruhi oleh berbagai sosialisasi hasil penelitian, perilaku yang tampak dan
biasanya menerima informasi atau pengaruh dari berbagai sumber yang aktif
5
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
mencoba untuk membentuk persepsi mereka tentang nilai pelayanan dan sebagai salah satu ragam eksistensi konselor semakin terkuatkan.
Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Penjaminan Mutu Pendidikan BPSDMPK dan
PMP kemendikbud, sebanyak 1.611.251 guru hanya memperoleh rata-rata nilai Uji Kompetensi Guru UKG sebesar 47. Dari jumlah tersebut, sebanyak 88 di
Kabupaten atau Kota di luar pulau Jawa nilai dibawah 47 Syawal Gultom, 2015, hlm. 1. Selanjutnya analisis hasil Ujian Kompetensi Awal UKA calon guru
sertifikasi 2012 yang digelar kementerian pendidikan, diperoleh data kemampuan guru-guru di daerah NTB masih berada di bawah rata-rata nasional. Data ini
diperkuat oleh hasil penelitian Darwis, HAR. 2014, hlm. 67 tentang pelayanan publik oleh guru pada bidang pendidikan di Kota Bima, diperoleh hasil yang
belum memuaskan. Dalam hal ini mengandung arti bahwa bila kompetensi guru tidak memenuhi standar yang ada, maka layanan pendidikan yang baik tidak akan
terwujud. Beberapa penelitian terkait dengan penampilan konselor di sekolah
menunjukkan perilaku yang kurang profesional. Penelitian terhadap guru bimbingan dan konseling atau konselor di Kota Bima oleh Nurhayati 2008, hlm.
94 tentang pemahaman konsep dasar konselor, menyatakan bahwa pemahaman konselor umumnya atau rata-rata 69,48 baik, pada aspek pemahaman
keterampilan konseling dinyatakan cukup 53,22, sedangkan pada kemampuan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengaplikasikan layanan
bimbingan dan konseling tergolong pada kategori baik, yaitu rata-rata 68,70. Pada aspek karakteristik pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor di
Kota Bima juga memiliki nilai yang rendah dengan presentase 54.23. Selain itu dalam konteks kinerja profesional konselor, Hajati 2010, hlm.
105 menyatakan bahwa 86 konselor memperoleh skor tes dalam kategori kurang, dan tidak satu pun mencapai skor sedang maupun tinggi. Ini menunjukkan
bahwa sebagian besar konselor pada SMA Negeri di wilayah Jakarta Timur kurang menguasai kompetensi teoritik pada keseluruhan rumpun kompetensi,
yang seharusnya mereka kuasai secara memadai sebagai landasan pijak
6
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
penyelenggaraan bimbingan dan konseling profesional di sekolah. Dari uji kompetensi terhadap keseluruhan pendidik tersebut, dapat diinformasikan bahwa
kompetensi yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling tersebut paling rendah di antara guru-guru lain guru mata pelajaran .
Penelitian oleh Abdul Rahman, Malek, et al. 2014, hlm. 8 untuk mengetahui tingkat kompetensi konselor di sekolah menengah di Negara Perak,
Malaysia, menjelaskan bahwa tingkat kompetensi konselor sekolah menengah secara keseluruhan berada dalam tingkat sedang dengan persentase 64,16 persen.
Lebih lanjut menurut Hajati 2010 menjelaskan hasil uji kompetensi konselor di wilayah DKI Jakarta, dari 385 responden, kepemilikan keseluruhan rumpun
kompetensinya: 2 sangat baik A, 9 baik B, 47 sedang C, 38 kurang D, dan 4 sangat kurang E. Lebih lanjut diinformasikan, bahwa kompetensi
yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor tersebut paling rendah di antara guru-guru lain. Penelitian itu merekomendasikan
pentingnya program pembinaan terhadap guru bimbingan dan konseling atau konselor. Hal ini dilakukan sebagai upaya pembinaan terhadap pengembangan
kompetensi dan tindak lanjut pasca uji kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang telah dilakukan untuk diterapkan dalam upaya pengembangan
kompetensi konselor lebih lanjut. Para ahli sepakat bahwa di antara elemen dasar dari kesuksesan
penyelengaraan bimbingan dan konseling adalah terletak pada karakteristik pribadi dan profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor. Akan tetapi
sudahkah guru bimbingan dan konseling atau konselor memiliki kinerja yang baik dan kualitas pribadi sebagaimana yang dituntut oleh dunia pendidikan sekarang.
Terkait situasi pendidikan nasional saat ini bahwa keberhasilan pendidikan bukan hanya tergantung pada sistem yang dibangun, tapi yang penting adalah pada
kualitas guru. Dalam harian Kompas, Mendikbud Baswedan, Anis 2014, hlm. 10 menjelaskan bahwa tidak ada kurikulum yang sempurna, tetapi jika dilaksanakan
oleh guru yang memiliki pribadi yang berkualitas, hasilnya pasti positif bagi peserta didik.
7
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Upaya peningkatan kompetensi guru di propinsi NTB telah dicanangkan di Kota Bima tahun 2013 sebagai tahun kebangkitan pendidik dan tenaga
kependidikan PTK. Dalam Sumbawa Barat post Kasim, Musliar 2013. hlm. 1 menekankan kepada para guru di Kota Bima untuk terus berupaya meningkatkan
kompetensinya. Hal ini mempertimbangkan kondisi kualitas guru di Kota Bima dan NTB pada umumnya masih berada dibawah standar nasional sebesar 42,25.
Sementara nilai rata-rata guru di Provinsi NTB 39,9 dan nilai rata rata pengawas pendidikan masih di bawah standar yakni 32,58. Hal ini dapat dijelaskan, dengan
melihat hasil uji kompetensi guru itu bisa disimpulkan bahwa kemampuan kompetensi guru dan pengawas pendidikan di NTB masih jauh di bawah
kompetensi profesionalisme guru Laporan LPMP NTB. 2013. Keterandalan guru bimbingan dan konseling atau konselor menjadi
penting bagi profesi, karena secara langsung terkait dengan perolehan kepercayaan publik
public trust
maupun akuntabilitas. Sehingga dengan demikian profesi ini semakin diakui tidak hanya sampai pada tataran kebijakan
legalitas formal, tetapi sampai pada tataran praksis yakni pemanfaatan keberadaannya. Oleh karena itu, intervensi yang ditujukan untuk mengembangkan
profesionalitas konselor disamping dilakukan melalui pendidikan prajabatan, juga penting dilakukan dalam jabatan yang diselenggarakan secara kontinu. Terlepas
dari ekspektasi semua orang terhadap kualitas guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memiliki kepribadian mumpuni, sebenarnya bahwa guru bimbingan
dan konseling atau konselor adalah manusia biasa yang juga mengalami kesulitan yang sama seperti yang dialami oleh peserta didik di sekolah.
Karakteristik biografis seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan pelatihan yang diikuti oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor
adalah beberapa perbedaan yang nyata pada para guru bimbingan dan konseling. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat faktor-faktor yang mudah dibedakan
dan telah tersedia data yang dapat diperoleh pada kebanyakan bagian karakteristik dan file-file guru bimbingan dan konseling di Kota Bima. Robbin S. Stephen dan
Judge, Timoty 2015, hlm. 28 menyatakan bahwa variasi dalam karakteristik level permukaan mungkin menjadi dasar diskriminasi terhadap kelas-kelas
8
Sarbudin, 2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI
KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
pekerja, sehingga layak untuk mengetahui seberapa erat kaitannya terhadap pentingnya hasil kerja. Dalam hal ini faktor biografis merupakan bagian yang
memberikan warna dan perbedaan pada guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Perdebatan tentang personil
bimbingan dan konseling saat ini masih terus mengemuka, apakah usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan yang diperoleh guru bimbingan
dan konseling atau konselor erat kaitannya dengan kualitas pribadi dan kinerja profesional.
Dari paparan di atas tampak dengan jelas tentang pentingnya pelayanan yang maksimal dalam memenuhi tugas perkembangan peserta didik, semakin
menuntut guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk menunjukkan kinerja profesionalnya. Guru bimbingan dan konseling atau konselor sebagai
penentu dan ujung tombak keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, maka peneliti ingin mengeksplorasi kinerja profesional guru bimbingan
dan konseling atau konselor dilihat dari kualitas pribadi dan faktor biografisnya. Karakteristik biografis guru bimbingan dan konseling diekstraksi dari segi usia,
jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan yang diperoleh. Hasil eksplorasi akan menjadi acuan bagi para pengembangan program pembinaan guru
bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhannya secara tepat. Sehingga kebijakan pemerintah, organisasi profesi dapat merencanakan upaya peningkatan
kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor terrencana dengan baik dan berimbas pada pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik dan
masyarakat secara maksimal.
1.2. Rumusan Masalah