hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai but for atau sine qua non. Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental
yang sangat mendukung ajaran akibat faktual ini. Selanjutnya, agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian
hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep sebab kira- kira proximate cause. Proximate cause merupakan bagian yang paling
membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Kadang-kadang, untuk penyebab jenis ini
disebut juga dengan istilah legal cause atau dengan berbagai penyebutan lainnya.
31
C. Doktrin Kewajiban Duty Rules Dalam Perbuatan Melawan Hukum
Seseorang pelaku perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian dapat dimintakan tanggungjawabnya secara hukum, maka pada orang tersebut
harus ada suatu kewajiban duty, yakni kewajiban kehati-hatian yang merupakan kewajiban untuk bertindak hati-hati duty of care terhadap orang
lain dan kewajiban kehati-hatian tersebut dilanggar, sehingga kemudian timbullah perbuatan kelalaian tersebut.
1. Ciri khas manusia wajib untuk bertindak hati-hati
Salah satu ciri khas mahusia adalah adanya kewajiban untuk bertindak hati-hati dalam pergaulannya antar sesama manusia. Ini pula misalnya yang
membedakannya dengan makhluk lain seperti hewan. Adanya unsur kewajiban kehati-hatian duty of care merupakan syarat
31
Munir Fuady, Op.Cit.,hal.14
Universitas Sumatera Utara
agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan suatu kelalaian, yakni merupakan suatu kewajiban untuk bersikap tindak terhadap korban dari
perbuatan melawan hukum dengan tingkat kepedulian seperti seandainya jika seorang manusia normal yang wajar reasonable man akan me-
lakukannya dalam situasi yang serupa. Seperti telah pernah disebutkan bahwa kriteria manusia normal yang wajar tersebut banyak kekecualiannya.
Misalnya kekecualian sebagai berikut:
32
a. Kebutaan pelaku
b. Keadaan mental pada umumnya.
c. Kegilaan pelaku.
d. Keterbelakangan mental pelaku.
e. Pelaku adalah anak di bawah umur,
f. Kebiasaan masyarakat.
g. Keadaan emergensi
h. Antisipasi pelaku terhadap perbuatan dari pihak lain.
i. Kurang kesadaranmabuk dari pelaku. Dalam banyak hal, hukum
memberlakukan orang mabuk seperti orang sadar biasa. j.
Pengetahuan umumnya. Orang ahli atau spesialis memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari orang biasa, sepanjang keahlian-nya itu
berhubungan dengan tindakan yang dilakukannya. Karena itu, tanggung jawab profesional seorang ahli seperti lawyer, dokter, dokter spesialis,
akuntan, insinyur, memiliki derajat kehati-hatian degree of care yang lebih tinggi, dan ini termasuk ke dalam wilayah hukum yang disebut
32
Ibid, hal.88
Universitas Sumatera Utara
dengan malpraktek, yang dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum mempunyai kaidah-kaidah yuridis tersendiri.
k. Sifat dari perbuatan. Misalnya, seorang pengangkut manusia seperti
sopir, masinis, nakhoda, atau pilot mempunyai derajat kepedulian duty of care yang lebih besar dari orang biasanya terhadap orang yang
diangkut itu. 2.
Kegagalan untuk berbuat Banyak menjadi perdebatan dari segi hukum apakah ada kewajiban bagi
seseorang untuk membantu orang lain yang berada dalam kesusahan. Misalnya, seorang guru renang yang melihat saja orang lain yang sedang
tenggelam tanpa memberi bantuannya, apakah guru renang tersebut karenanya telah melakukan perbuatan melawan hukum? Dalam ilmu hukum
diajarkan bahwa secara umum dengan berbagai kekecualian, orang yang pandai berenang tersebut tidak mempunyai kewajiban hukum untuk
menolong orang yang sedang tenggelam tersebut. Tetapi, yang ada hanyalah kewajiban moral. Karena meskipun pandai berenang, orang
tersebut oleh hukum hanya diangap sebagai orang yang berada di dekatnya mere bystander, yang memang tidak mempunyai kewajiban hukum secara
perdata. Demikian juga seorang dokter yang tidak mau memberikan pertolongan pertama terhadap korban kecelakaan yang terjadi persis di
depan tempat prakteknya. Hukum tentang ketiadaan kewajiban bagi orang berdiri dekat korban seperti ini berlaku secara universal, meskipun gema
berlakunya lebih kencang di negara-negara Anglo Saxon, terutama di Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, dalam ilmu hukum ada juga variasi lain terhadap hukum tentang orang yang berdiri dekat korban tersebut: Misalnya di Negara
bagian Vermont Amerika Serikat, sejak tahun 1973 sudah ada undang- undang yang bernama Undang-Undang tentang Kewajiban untuk
Memberikan Pertolongan dalam Keadaan Bahaya Duty to Aid the Endangered, Act, yang antara lain menyatakan bahwa jika seseorang
mengetahui ada orang dalam keadaan bahaya secara fisik, dia mempunyai kewajiban hukum untuk menolongnya secara wajar reasonable, kecuali
dalam hal-hal sebagai berikut:
33
a. Pertolongan tersebut menimbulkan bahaya bagi si penolongnya.
b. Pemberi pertolongan tidak dalam melakukan kewajiban hukum lain
yang tidak dapat ditunda atau dielakkan. c.
Pihak korban tidak sedang dalam pertolongan orang lain Pelanggaran terhadap undang-undang ini dikenakan hukuman
denda sebesar USA 100 seratus dolar Amerika Serikat. Namun demikian apabila dia tidak menolongnya dengan baik, dia
tidak dapat dimintakan tanggungjawab perdata, kecuali: 1
Apabila penolongnya melakukan kelalaian berat gross negligence. 2
Apabila penolongnya berharap untuk menerima imbalan materil. Akan tetapi, jika orang yang tidak melakukan apa pun tersebut mem-
punyai kewajiban secara hukum untuk melakukannya, maka oleh hukum dia digolongkan sebagai kelalaian. Misalnya, jika seorang sopir kendaraan
umum tidak membunyikan klakson mobilnya atau tidak menghidupkan
33
Ibid, hal.89
Universitas Sumatera Utara
lampu tanda belok, sehingga terjadi tabrakan, hal tersebut jelas merupakan suatu perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian. Sebab, sopir
mempunyai kewajiban membunyikan klakson dalam keadaan-keadaan tertentu atau menghidupkan lampu tanda belok ketika hendak membelokkan
mobilnya.
34
3. Penderitaan mental akibat dari perbuatan melawan hukum
Salah satu hal yang khas dalam perbuatan melawan hukum yang tidak terdapat dalam kontrak adalah adanya pergantian kerugian berupa sejumlah
uang kepada pihak korban yang telah mengalami penderitaan mental. Ini berarti ada suatu kewajiban bagi seseorang untuk tidak menimbulkan
penderitaan mental bagi orang lain. Karena itu, ganti rugi yang berhubungan dengan tekanan mental
mental disturbance merupakan ganti rugi yang biasanya berupa pemberian sejumlah uang, yang diberikan kepada korban dari perbuatan melawan
hukum disebabkan korban teiah menderita tekanan mental. Ganti rugi seperti ini dalam praktek sering disebut dengan istilah ganti rugi
immateril, sebagai lawan dari ganti rugi biasa yang disebut dengan ganti rugi materi. Ganti rugi immateril ini merupakan pemberian sejumlah
uang, yang jumlahnya tidak dapat diperhitungkan secara sistematis, tetapi lebih merupakan kebijaksanaan hakim, dengan syarat bahwa jumlah ganti
rugi tersebut haruslah wajar. Kewajaran dari jumlah ganti rugi tersebut bergantung kepada banyak hal, antara lain sebagai berikut:
35
a. Beratnya beban mental yang dipikul oleh korban.
34
Ibid, hal.90
35
Ibid, hal.96
Universitas Sumatera Utara
b. Status dan kedudukan dari korban.
c. Situasi dan kondisi di mana perbuatan melawan hukum terjadi.
d. Situasi dan kondisi mental dari korban.
e. Situasi dan kondisi mental dari pelaku.
f. Latar belakang dilakukannya perbuatan melawan hukum.
g. Jenis perbuatan melawan hukum, yakni apakah kesengajaan, kelalaian
atau tanggung jawab mutlak. Ganti rugi immateril ini hanya dapat dibebankan terhadap
kerugian karena perbuatan melawan hukum, dan tidak layakditerapkan atas kerugian yang disebabkan oleh wanprestasi kontrak.
Contoh-contoh dari tekanan mental karena perbuatan melawan hukum adalah:
1 Rasa sakit.
2 Rasa malu.
3 Tekanan jiwastres.
4 Jatuh nama baik
5 Rasa takut yang berlebihan
6 Dan lain-lain.
Untuk mencapai suatu keadilan, maka ada beberapa pedoman yuridis dalam hal memperkenankan klaim terhadap ganti rugi terhadap kerugian
berupa tekanan mental immateril. Pedoman yuridis tersebut yaitu. sebagai berikut:
36
a Untuk menghindari munculnya gugatan dibesar-besarkan, maka ganti
36
Ibid, hal.97
Universitas Sumatera Utara
rugi lebih cenderung diberikan kepada kerugian berupa tekanan mental yang diikuti juga dengan gejala fisik. Misalnya karena stres,
kandungan seseorang menjadi gugur. b
Ganti rugi karena timbulnya tekanan mental lebih dapat diterima terhadap perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur
kesengajaan atau kelalaian berat. c
Jika tekanan mental karena melihat korban dari pihak lain bystanders emotional distress, maka tekanan mental yang melihatnya lebih dapat
dipertimbangkan jika orang tersebut berada dekat dengan korban, atau jika antara korban dengan orang yang melihatnya ada hubungan khusus.
D. Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum.