Uang Paksa Dwangsom TINJAUAN TENTANG GANTI KERUGIAN DALAM KITAB UNDANG-

Undang-undang yang ditunjuk Pasal 1250 KUHPerdata ini adalah undang-undang yang dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1948 Nomor 22 yang menetapkan besarnya jumlah bunga 6 enam persen setahun. Oleh karena kelalaiannya, maka bunga itu dinamakan “bunga moratoir” bunga karena kelalaian. 1. Pihak-pihak sendiri menentukan besarnya jumlah ganti rugi. 2. Jika tidak ada ketentuan dalam undang-undang dan para pihak sendiri juga tidak menentukan apa-apa, maka besarnya ganti rugi ini harus ditentukan berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, atau dapat diduga sedemikian rupa sehingga keadaan kekayaan vermogen dari si berpiutang harus sama seperti seandainya si berutang memenuhi kewajibannya. Kerugian yang jumlahnya melampaui batas, yang dapat diduga tidak boleh dilimpahkan kepada debitur. 47

B. Uang Paksa Dwangsom

Sebagaimana diketahui bersama bahwa lembaga uang paksa dari aspek istilah merupakan terminologi kata “dwangsom” dalam rumpun Belanda atau kata “astreinte” pada rumpun hukum Perancis. Kemudian ditinjau dari optik teori dan praktik eksistensi uang paksa dwangsom ini lazim dijumpai pada hampir setiap gugatan. Konkretnya, dalam perkara perdata kerap dituntut adanya uang paksa oleh penggugat kepada pihak tergugat. 48 Pada hakekatnya secara substansial di Indonesia dasar hukum penerapan 47 Mariam Darus Badrulzaman,dkk., Op.Cit., hal.24 48 Lilik Mulyadi,S.H.,M.H., Tuntutan Uang Paksa Dwangsom Dalam Teori dan Praktik, PT Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001, hal.1 Universitas Sumatera Utara uang paksa dwangsom menurut teori dan praktik di peradilan diatur di dalam Pasal 606a dan Pasal 606b Rv Stb. 1847-52 jo Stb. 1849-63 jo Stb.1938-360 jis 361,276, Ketentuan pasal 606a dan Pasal 606 Rv tersebut hanya mengatur secara singkat tentang uang paksa dwangsom yang sebagai berikut : 49 Berikut ini untuk memperoleh deskripsi memadai tentang pengaturan lembaga uang paksa dwangsom dalam ketentuan Rv Belanda, yakni: Pasal 606a RV “sepanjang suatu keputusan hakim mengandung hukuman untuk sesuatu yang lain daripada membayar sejumlah uang maka dapat ditentukan bahwa sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya harus diserahkan sejumlah uang yang besarnya ditetapkan dalam keputusan hakim, dan uang tersebut dinamakan uang paksa” Pasal 606b Rv: “bila keputusan tersebut tidak dipenuhi, maka pihak lawan dari terhukum berwenang untuk melaksanakan keputusan terhadap sejumlah uang paksa yang telah ditentukan tanpa terlebih dahulu memperoleh alas hak baru menurut hukum.” Sedangkan apabila diperbandingkan ketentuan terhadap penerapan uang paksa dwangsom dalam ketentuan hukum Belanda maka dirasakan lebih luas dan lengkap ruang lingkup peraturannya. Pada ketentuan hukum Belanda ketentuan tentang uang paksa dwangsom ini diatur dalam Pasal 611 a-i Rv Belanda. 50 1. Atas tuntutan salah satu pihak, hakim dapat menghukum pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang yang disebut uang paksa dalam hal tidak dipenuhi hukuman pokok tanpa mengurangi hak atas ganti rugi, apabila terhadap alasan untuk itu. Sesungguhnya uang paksa tidak dapat dijatuhkan dalam hal penghukuman untuk pembayaran sejumlah uang Pasal 611a Rv Belanda : 49 Ibid, hal.9 50 Ibid, hal.10 Universitas Sumatera Utara 2. Uang paksa dapat juga dituntut untuk pertama kalinya dalam verzet atau pada tingkat banding 3. uang paksa tidak berkekuatan, sebelum putusan yang memuat dwangsom itu, diberitahukan kepada si terhukum. 4. Hakim dapat menentukan bahwa terhukum baru akan melaksanakan dwangsom setelah lewat waktu yang ditentukan. Pasal 611 b Rv Belanda redaksionalnya menyebutkan bahwa Hakim dapat menentukan dwangsom dengan suatu jumlah sekaligus atau suatu jumlah untuk setiap jangka waktu atau untuk setiap pelanggaran. Dalam hal yang disebut kedua keadaan terakhir, hakim dapat juga menetapkan suatu jumlah tertentu, dwangsom yang lebih dan jumlah itu tidak berkekuatan . Selanjutnya pasal 611 c Rv Belanda berbunyi, bahwa: Uang paksa sekali telah ditetapkan menjadi hak sepenuhnya dari pihak yaang memperoleh hak atas keputusan itu. Pihak ini dapat melaksanakan uang paksa berdasarkan atas alas hak yang telah ditetapkan itu. Selanjutnya ketentuan Pasal 611 d Rv Belanda dengan tegas menyebutkan bahwa : 51 a. Atas permintaan dari terhukum, hakim yang telah menjatuhkan uang paksa, dapat menghapus uang paksa itu, menunda uang paksa itu selama jangka waktu yang ditetapkannya atau mengurangi jumlah atau jangka waktu uang paksa itu baik seluruhnya maupun sebagian, dalam hal tertentu tidak mungkin melaksanakan hukuman pokok. b. Di dalam hal uang paksa telah berkekuatan, hakim tidak boleh menghapus atau mengurangi uang paksa itu, sebelum ternyata ketidakmungkinan itu. Pasal 611f Rv Belanda redaksional selengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1 Setelah meninggalnya si terhukum, maka uang paksa yang telah ditetapkan dengan suatu jumlah tertentu untuk setiap jangka waktu, tidak berkekuatan hukum lagi, tetapi apabila uang paksa itu telah berkekuatan sebelum terhukum meninggal, tetap terutang. Uang paksa baru berkekuatan bagi ahli waris terhukum setelah hakim menetapkannya kembali, jadi mempunyai kepastian. Hakim dalam hal dapat merubah jumlah dan syarat-syarat uang paksa itu. 2 Uang paksa lainnya dapat dihapus atau dikurangi oleh hakim yang telah menetapkan uang paksa itu, atas tuntutan ahli waris si terhukum, 51 Ibid, hal.11 Universitas Sumatera Utara baik mengenai jumlah maupun waktunya, sejak terhukum meninggal dunia. Kemudian Pasal 611 g Rv Belanda menyebutkan bahwa : a Uang paksa kadaluarsa setelah lewat 6 bulan sejak hari keputusan uang paksa itu ditetapkan. bKadaluarsa juga tertunda karena pailit, dan ketentuan-ketentuan undang-undang lain menghalangi pelaksanaan uang paksa. c Kadaluarsa juga tertunda sepanjang yang memperoleh hak atas hukuman itu secara patut tidak dapat dikenali. Sedangkan ketentuan Pasal 611 h dan Pasal 611 i Rv Belanda menyebutkan bahwa: 52 Jadi, oleh karena dasar pengaturan uang paksa dwangsom di Indonesia merupakan absorptieserapan dari Rv Belanda dan secara historis yuridis Ketentuan-ketentuan pada kewenangan pengadilan dan instansi banding tidak berlaku bagi uang paksa. Pasal 611 i Rv Belanda yaitu, yang dimaksud hakim dalam bagian ketiga ini termasuk juga para wasit. Dari beberapa peraturan sebagaima di uraikan di atas jikalau diperbandingkan secara selintas ternyata dimensi ketentuan uang paksa dwangsom dalam Rv Belanda dirasakan lebih lengkap, sistematis, dan aktual ruang lingkupnya. Pada ketentutan Rv yang termaktub dan diterapkan di Indonesia hanya mencakup 2 dua pasal yaitu Pasal 606a dan Pasal 606b Rv yang pardant dengan kententuan Pasal 611a ayat 1 dan 606b Rv Belanda. Maka oleh karena itu terhadap pengaturan uang paksa dwangsom berupa perubahan uang paksadwangsom yang dapat berupa penghapusan penundaan atau pengurangan dwangsom Pasal 611g Rv Belanda, kepailitan dwangsom Pasal 611e Rv Belanda, dan lain sebagainya tidak diatur secara tegas dalam ketentuan Rv Indonesia. 52 Ibid, hal.12 Universitas Sumatera Utara diterapkan di Indonesia bertitik tolak pada asas konkordansi, dan dengan melihat kebutuhan mendesak praktik peradilan maka rasanya tidak ada bandingnya pada Rv Indonesia Stb.1847-52 jo Stb.1849-63 jo Stb.1938-360 jis 362, 276 diterapkan mutatis mutandis sepanjang dianggap sepadan dengan materi perkara, kemudian diterapkan secara selektif dan sifatnya kasuistis. 53 1. Pengertian dan sifat dari tuntutan uang paksa Apabila dikaji secara mendalam, maka ketentuan 606a Rv Pasal 611a ayat 1 dengan tegas tidak ditemukan mengenai batasan dari tuntutan uang paksa dwangsom. 54 a. Mr. P. A. Stein mengemukakan bahwa uang paksa dwangsom sebagai: Oleh karena itu, maka batasan tentang uang paksa didapatkan melalui pandangan para doktrina, makna leksikon maupun visi praktisi hukum: “sejumlah uang yang ditetapkan dalam putusan, hukuman tersebut diserahkan kepada penggugat, di dalam hal sepanjang atau sewaktu- waktu si terhukum tidak melaksanakan hukuman. Uang paksa ditetapkan di dalam suatu jumlah baik berupa sejumlah uang paksa sekaligus, maupun setiap jangka waktu atau setiap pelanggaran” b. J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. prasetya menyebutkan uang paksa dwangsom adalah : “uang paksa yang ditetapkan sebagai hukuman yang harus dibayar karena perjanjian yang tidak dipenuhi.” 55 53 Ibid, hal.13 54 Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil Dan Uang Paksa Dwangsom Dalam Hukum Acara Perdata, PT Alumni, Bandung,2012, hal.179 55 J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan Prasetya J.T., Kamus Hukum, Penerbit: Aksara Baru. Jakarta, 1980, hlm.48 Universitas Sumatera Utara c. Subekti dan Tjitrosoedibio menyebutkan bahwa uang paksa dwangsom itu adalah: “sebegitu jauh suatu putusan pengadilan memutuskan penghukuman untuk sesuatu lain daripada untuk membayar sejumlah uang, maka dapatlah ditentukan di dalamnya, bahwa si terhukum tidakbelum memenuhi keputusan tersebut, ia pun wajib membayar sejumlah uang yang ditetapkan dalam putusan itu, uang mana disebut uang paksa Pasal 605a Rechtsvordering. Dengan demikian maka uang paksa merupakan suatu alat eksekusi secara tidak langsung.” 56 Definisi sebagaimana tersebut di atas merupakan batasan secara teoretis dan praktik tentang uang paksa dwangsom yang mana dari batasan tersebut dapatlah ditarik beberapa sifat uang paksa adalah sebagai berikut : Dari teori tersebut maka dapatlah disimpulkan secara singkat dan sederhana bahwa tuntutan uang paksa dwangsom itu adalah suatu tuntutan tambahan yang dilakukan oleh penggugatpara penggugat kepada pihak tergugatpara tergugat berupa sejumlah uang agar dalam putusan hakim ditetapkan supaya terhukum harus membayarnya selain dari pembayaran sejumlah uang jikalau hukuman pokok tersebut tidak dipenuhi oleh si terhukum. 57 1 Pertama, bersifat accesoir, dengan pengertian bahwa : tidak ada dwangsom apabila tidak ada hukuman pokok. Dwangsom selalu harus mengikuti hukuman pokok dengan kata lain bahwa dwangsom tidak mungkin dijatuhkan tanpa hukuman pokok. Kalau seorang penggugat 56 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1971, hlm.38 57 Lilik Mulyadi, Op.Cit. hal.181 Universitas Sumatera Utara dalam dalil posita gugatannya menyatakan bahwa tergugat telah lalai menyerahkan barang yang dibelinya padahal barang tersebut telah dibayar lunas. Akan tetapi penggugat dalam petitum gugatannya tidak meminta agar tergugat dihukum untuk menyerahkan barang yang dibelinya tersebut, penggugat hanya menuntut dwangsom uang paksa, maka hakim tidak dapat mengabulkan permintaan dwangsom tersebut walaupun dalil gugatan penggugat terbukti. Apabila hukuman pokok telah dilaksanakan oleh si terhukum maka dwangsom yang ditetapkan bersama hukuman pokok tadi tidak berkekuatan hukum lagi. Apabila penggugat yang menuntut penyerahan barang yang dibelinya dan apabila tergugat lalai menyerahkan barang tersebut maka tergugat dihukum untuk membayar uang paksa dan hakim mengabulkan hukuman tersebut, maka apabila tergugat telah menyerahkan barang yang dituntut itu kepada penggugat, maka dwangsom tidak berkekuatan hukum lagi. Dengan kata lain, bahwa dwangsom yang ditetapkan tidak berlaku lagi. 2 Kedua, yaitu hukuman tambahan. Ini berarti bahwa apabila hukuman pokok yang ditetapkan oleh hakim tidak dipenuhi oleh tergugat dengan suka rela, maka dwangsom diperlakukan dapat dieksekusi. Apabila dwangsom telah dilaksanakan tidak berarti bahwa hukuman pokok telah hapus. Hukuman pokok masih tetap dapat dilaksanakan. Apabila hakim dalam putusannya memerintahkan kepada tergugat menyerahkan barang yang telah dibeli oleh penggugat disertai suatu dwangsom, maka apabila tergugat lalai menyerahkan barang tersebut, maka tergugat diwajibkan Universitas Sumatera Utara pula untuk membayar uang paksa yang ditetapkan oleh hakim tersebut. Apabila uang paksa yang ditetapkan oleh hakim telah dilaksanakan terhukum, tetapi penyerahan barang yang diperintahkan oleh hakim tidak dilaksanakan oleh tergugat, maka penyerahan barang tersebut tetap wajib dilaksanakan oleh terhukum. Hukuman pokok tidak hapus dengan adanya pelaksanaan dwangsom. 3 Ketiga, bersifat pressie middel yakni sebagai upaya tekanan agar terhukum mau mematuhi atau melaksanakan hukuman pokok. Dengan demikian dapat juga disebutkan upaya tekanan ini diharapkan dapat menekan secara psikologis terhukum. Suatu dwangsom dimintakan penggugat dalam surat gugatannya mungkin ada baiknya hakim dapat mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, faktual dan penuh kehati-hatian dalam menjatuhkan dwangsom. Tegasnya sepanjang hakim telah mempertimbangkan dari aspek kearifan dan kehati-hatian discretionaire bevoegheid tidak ada salahnya apabila dwangsom dijatuhkan kepada terhukum agar terhukum secara psikologis bersungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan hukuman pokok. Lembaga dwangsom adalah merupakan suatu alat eksekusi ini tidak diragukan, karena penempatannya di Kitab Undang-Undang Rechtsreglements Burgerlijke Rechtsvordering dalam Buku II yang berjudul “Tentang Pelaksanaan Putusan dan Akta-Akta Autentik,” pembuat undang-undang memandang dwangsom itu sebagai alat untuk memaksa agar putusan pengadilan dilaksanakan. Hal ini tergambar di dalam rumusan ketentuan Pasal 611a Rv Belanda. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa dwangsom Universitas Sumatera Utara adalah sisi lain dari eksekusi yang seolah-olah bekerja dari samping. 58 Secara khusus perlu pula diperhatikan, bahwa suatu putusan dapat juga berisi suatu keharusan untuk tidak melakukan hal-hal tertentu, yaitu berupa larangan untuk melakukan sesuatu. Hal ini bertujuan agar di kemudian hari tidak terjadi serangan yang merupakan pelanggaran dari apa yang tidak boleh dilakukan oleh terhukum. Larangan seperti ini dapat diberikan apabila ancaman itu serius. Dalam hal demikian hakim dapat menerapkan dwangsom yang bertujuan agar larangan itu betul-betul ditaati. Dengan sendirinya uang paksa itu baru dapat ditagih apabila larangan itu secara nyata telah dilanggar. Eksekusi ditujukan kepada mereka yang menurut putusan hakim dihukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan dalam hal yang demikian dwangsom berfungsi untuk memaksa agar pokok dilaksanakan dengan sukarela. Eksekusi riil atau verhaal eksekusi bekerja secara langsung untuk terlaksananya hukuman pokok sedangkan, dwangsom bekerja dari samping yang merupakan alat penekan –seperti halnya penyanderaan gijzeling – bagi terhukum agar si terhukum melakukan te doen atau menyerahkan suatu benda yang bukan berupa suatu jumlah uang tertentu. 59 Pembayaran suatu jumlah uang secara paksa setidak-tidaknya ancaman untuk melakukan itu digunakan sebagai alat pemaksa, maka alat pemaksa ini tidak diperlakukan di dalam hal keputusan itu berupa pembayaran sejumlah uang. 58 Harifin A.Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom Dan Implementasinya di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal.19 59 Ibid, hal.20 Universitas Sumatera Utara Dengan melihat maksud dan tujuan dari dwangsom tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam eksekusi riil hanya mempunyai dua 2 unsur , yaitu: 60 a Adanya suatu ancaman de bedreiging yang bekerja secara psikis; dan b Pelaksanaan secara paksa de uitvoering geweld Sedangkan dwangsom mempunyai unsur yang lebih luas, yaitu: 1.1 Ancaman yang berasal dari penerapan dwangsom; 1.2 Berlakunya dwangsom; dan 1.3 Tuntutan pelaksanaan dwangsom. Adanya ancaman dari suatu kemungkinan penerapan dwangsom yang kemudian diterapkan dan dilaksanakan secara paksa, si berutang diharapkan melaksanakan secara sukarela apa yang ditentukan dalam hukuman pokok, sebelum dwangsom betul-betul dilaksanakan. 2. Jenis uang paksa dwangsom menurut teori dan praktek Rumusan ketentuan Pasal 611 b Rv Belanda mengatur, bahwa hakim dapat menetukan dwangsom dengan suatu jumlah sekaligus atau suatu jumlah untuk setiap jangka waktu atau untuk setiap pelanggaran. Dalam hal yang disebut dua terakhir, hakim dapat menetapkan suatu jumlah tertentu, dwangsom yang lebih dari jumlah itu tidak berkekuatan. 61 a. Suatu jumlah sekaligus misalnya Rp. 15.000.000,- apabila tidak melakukan perbuatan dalam waktu 1 satu bulan setelah aanmaning. Dari ketentuan ini, maka hakim dapat menentukan, bahwa: b. Suatu jumlah untuk setiap jangka waktu, misalnya Rp. 100.000,- setiap 60 Ibid 61 Ibid, hal.21 Universitas Sumatera Utara hari jika ia tidak melaksanakan prestasi yang ditetapkan. c. Suatu jumlah uang untuk setiap pelanggaran misalnya Rp. 100.000,- untuk setiap kali terhukum tidak mau menyerahkan anak yang akan dibawa oleh bapaknya ber-weekend. Sebagaimana tertera dalam no. 2 dan no. 3 di atas, hakim juga dapat menentukan suatu jumlah tertentu, yang merupakan batas maksimalnya, misalnya: Terhukum dihukum dwangsom Rp. 100.000,- setiap kali tidak melakukan prestasi atau Rp.100.000,- setiap kali terhukum melakukan pelanggaran dengan ketentuan dwangsom setinggi-tingginya Rp.10.000.000,- lebih dari itu, dwangsom tidak perlu dibayar. Jadi kalau misalnya terhukum dihukum Rp.100.000,- setiap tidak melakukan prestasi dan hal itu dilakukan selama 1 tahun, maka kalau tidak ada pembatasan dari hakim si terhukum harus membayar dwangsom 365 x Rp.100.000,- = Rp.36.500.000,- tetapi di sini hakim dapat menetapkan jumlah maksimum Rp.10.000.000,-. 3. Uang paksa dwangsom, hukuman pokok, dan ganti kerugian Mengacu pada pengertian dwangsom yang telah dijelaskan di atas, dimana antara lain dikatakan bahwa suatu dwangsom yang ditetapkan oleh hakim di dalam putusannya adalah hukuman yang bersifat accesoir, yaitu hukuman yang mengikut pada hukuman pokok. Tidak mungkin ada suatu dwangsom tanpa hukuman pokok, tetapi hukuman pokok mungkin ada tanpa dwangsom. Dengan kata lain, tidaklah mutlak atau tidaklah selalu suatu hukuman pokok itu harus disertai dengan dwangsom sanksi tambahan. Sebagai contoh: Si A menggugat si B menyerahkan sebuah keris pusaka Universitas Sumatera Utara kepada si A. Apabila si B lalai menyerahkan keris tersebut, maka si B dihukum untuk membayar uang paksa Rp.1000.000,- setiap hari. Di dalam kasus seperti ini, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan hanya pada penghukuman dwangsom, tanpa menghukum si B untuk menyerahkan keris tersebut. Pasal 611 a RV Belanda, juga cukup jelas maknanya, yaitu hukuman dwangsom baru berlaku setelah hukuman pokok tidak dilaksanakan. 62 Kajian historis menunjukkan bahwa pada waktu pembahasan rancangan undang-undang di Parlemen Belanda sewaktu dwangsom akan dimasukkan ke dalam perundang-undangan Belanda tersebut, ternyata disepakati bahwa dwangsom harus dilepaskan dari suatu ganti rugi, bunga ataupun denda. dengan suatu pembayaran suatu dwangsom, dimana si berutang harus membayar dwangsom karena dia tidak menaati perintah yang ditentukan oleh pengadilan. Itu berarti bahwa apabila si berutang tetap melalaikan hukuman pokok yang disertai suatu ganti rugi, ia harus pula membayar dwangsom, jadi si berutang harus membayar dua kali, baik melalui dwangsom maupun melalui ganti rugi-kepada pihak lainnya. Pembayaran ganti rugi kepada penggugat sama sekali harus dilepaskan dari pikiran tentang kewajiban membayar ganti rugi kepada pemenang. Hal ini dapat kita simpulkan dari rumusan ketentuan Pasal 611a ayat 1 dan Pasal 611c Rv Belanda. 63 62 Ibid, hal.23 63 Ibid, hal.26 Pasal 611a Rv Belanda tersebut menyatakan bahwa hakim dapat menghukum pihak lainnya tergugat untuk membayar sejumlah uang, yang disebut dwangsom dengan tidak mengurangi hak ganti rugi dalam hal Universitas Sumatera Utara tersebut berdasar. Sedangkan menurut rumusan Pasal 611c menentukan bahwa setiap dwangsom yang berkekuatan hukum menjadi hak atas penghukuman itu. 64 Bila melihat dan mencermati rumusan-rumusan ketentutan tentang dwangsom, baik yang berlaku di Indonesia maupun yang berlaku di negeri Belanda, maka akan diketahui bahwa hakim di dalam menerapkan dwangsom mempunyai kewenangan diskretionair kebijaksanaan untuk mengabulkan atau tidak suatu permohonan dwangsom. Pemahaman seperti tersebut, dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 606a atau 611a ayat 1 Rv, yang antara lain rumusan ketentuannya: Oleh karena hukuman dwangsom harus dijatuhkan bersama dengan hukuman pokok, tidak mungkin ada hukuman dwangsom tanpa hukuman pokok. Kemungkinan eksekusi riil bukanlah halangan untuk menjatuhkan dwangsom. Kalau hukuman pokok itu misalnya adalah pengosongan sebuah rumah yang dapat dilaksanakan dengan eksekusi riil melalui juru sita dan dibantu dengan alat-alat negara, tidaklah berarti bahwa dwangsom tidak boleh dijatuhkan, justru dengan menjatuhkan dwangsom kemungkinan kesulitan di dalam eksekusi riil yang dihadapi dapat dihindari. 65 Hakim “dapat”, yang berarti kata “dapat” memberi arti bahwa hakim di dalam menjatuhkan dwangsom atau tidak, di dalam suatu perkara tergantung pada keadaan-keadaan, misalnya hakim memahami betul bahwa pihak debitur nantinya tidak akan mampu memenuhi prestasi pokok sehingga rangsangan dalam memenuhi hukuman pokok untuk itu, hakim harus 64 Ibid, hal.27 65 Ibid, hal.80 Universitas Sumatera Utara memerhatikan kemampuan terhukum, juga seperti atau badan-badan hukum publik lain, dimana hakim memahami bahwa negara, kalau terhukum dikenakan dwangsom tentunya akan mematuhi prestasi pokok secara sukarela vrijwilling. Meskipun demikian, terdapat satu hal yang patut dipahami dengan baik bahwa sekalipun hakim memiliki diskretionair didalam menerapkan dwangsom, namun dwangsom tidaklah dapat diterapkan atas dasar jabatannya ambtshalve, sehingga suatu gugatan tanpa dimohonkan adanya dwangsom, maka hakim tidak boleh mengenakan dwangsom. Untuk pelaksanaan dwangsom tersebut, dalam praktiknya di dalam dunia peradilan sesuai hukum eksekusi, perhitungan dwangsom dimulai sejak masa peringatan dilampaui oleh tereksekusi, yaitu 8delapan hari sejak aanmaning, sedangkan kalau terjadi penundaan eksekusi, maka dwangsom tidak terutang atau diperhitungkan, yang berarti jumlah uang paksa selama penundaan tidak dapat dibayarkan dari kekayaan terhukum atau tereksekusi. Universitas Sumatera Utara 55

BAB IV PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MENGAKIBATKAN

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

8 151 149

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

1 72 143

Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet(E-COMMERCE) Berdasarkan Kuhperdata

7 83 108

Tinjauan Atas Prosedur Penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Dinas Kesehatan Kota Bandung

15 126 52

Tinjauan Hukum Terhadaop Perbuatan Melawan Hukum atas Pembobolan Akses Internet Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 4 1

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum - Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

0 0 20

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130