Sarana Sastra Landasan Teori

Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih rinci, Robert Stanton menyatakan sejumlah kriteria yang dapat diikuti sebagai berikut. Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detil yang menonjol di sekitar persoalan utama yang menyebabkan konflik yang dihadapkan oleh tokoh utama. Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan setiap detil cerita. Ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti- bukti yang tidak dinyatakan dalam novel yang bersangkutan. Keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan bukti-bukti secara langsung ada atau disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detil-detil cerita yang terdapat dalam cerita itu Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:45. Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra, maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.

3. Sarana Sastra

Sarana sastra dapat diartikan sebagai cara pengarang memlih dan menyusun detil cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Melalui sarana sastra, pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang. a. Judul Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Hal itu dijelaskan Stanton dalam kutipan berikut. Pembaca pada umumnya mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya, sehingga membentuk satu kesatuan. Pendapat ini diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu, akan tetapi judul seringkali menjadi petunjuk makna cerita yang bersangkutan Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:51. Seringkali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya dalam cerita. b. Sudut Pandang Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pengarang sengaja memilih sudut pandang secara hati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita baik di dalam maupun di luar tokoh, dan secara emosi terlibat atau tidak. Mengenai sudut pandang, Robert Stanton menjelaskan sebagai berikut. Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, ‘kita’ memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam cerita di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional, ‘posisi’ ini sebagai pusat kesadaran, tempat di mana kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, maka dinamakan “sudut pandang” Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:53. Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:53--54, membagi sudut pandang menjadi 4 tipe utama. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. a. Orang pertama-utama, sang karakter utama mengisahkan cerita dalam kata-katanya sendiri. b. Orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter sampingan. c. Orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, atau dipikirkan oleh seorang karakter saja. d. Orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter,melihat, mendengar, atau berpikir, atau bahkan saat tidak ada satu karakterpun hadir. c. Gaya dan Tone Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam menyampaikan cerita. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada berbagai aspek bahasanya; seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, pada bagian-bagian humor, kenyataan, dan banyaknya imaji serta metafora. Gaya membuat pembaca dapat menikmati cerita, menikmati gambaran tindakan, pikiran, dan pandangan yang diciptakan pengarang, serta dapat mengagumi keahlian pengarang dalam menggunakan bahasa. Unsur yang terkait dengan gaya adalah tone. Mengenai tone, Robert Stanton menjelaskan sebagai berikut. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Ketika seorang mampu berbagi “perasaan” dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan “atmosfer”. Akan tetapi yang terpenting adalah pilihan detil pengarang ketika menyodorkan fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:63.

4. Hubungan Antarunsur