PEMBAHASAN Hubungan kehilangan tulang alveolar terhadap kebiasaan menyirih pada wanita karo pengungsi Sinabung ditinjau secara radiografi panoramik

BAB 5 PEMBAHASAN

Analisa terhadap penurunan tulang alveolar akibat menyirih yang di ukur melalui radiografi panoramik hanya pada mandibula saja karena daerah mandibula memperlihatkan penurunan yang jelas di banding dengan maksila. Hasil yang didapat dari penilitian di Desa Korpri Kecamatan Berastagi melaporkan gambaran kehilangan tulang alveolar bervariasi dengan pembagian penurunan tulang dari ringan, sedang, dan berat. Semua sampel yang menyirih 40 orang menggunakan bahan tambahan yaitu tembakau, kapulaga, kayu manis, cengkeh, pala, gambir, lada hitam, jahe kering dan kunyit serta tidak ada sampel yang menggunakan bahan utama yaitu pinang, daun sirih, dan kapur. Dalam penelitian ini diperiksa penurunan tulang alveolar dari CEJ pada mesial distal gigi 34, 35, 36, 37, 44, 45,46 dan 47. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada masyarakat di Desa Korpri Kecamatan Berastagi yang menyirih lebih dari 10 tahun diperoleh hasil pada kelompok penurunan tulang alveolar yang ringan sebanyak 2 Tabel 2 dan pada kelompok penurunan tulang alveolar yang sedang sebanyak 90 Tabel 2 dan pada kelompok penurunan tulang alveolar yang berat sebanyak 8 Tabel 2. Pada kelompok penurunan tulang alveolar berat diketahui frekuensi menyirihnya dalam sehari lebih dari 3 kali bahkan sampai 9 kali sehari selain itu didukung oral hygine yang sangat buruk. Pada kelompok penurunan tulang alveolar yang sedang frekuensi menyirih hanya 3 kali sehari. Untuk kelompok penurunan tulang alveolar yang ringan frekuensi menyirih hanya 1 kali sehari. Penelitian yang sama telah dilakukan oleh Fatlolona di Manado 2013 pada etnis Papua dengan hasil kategori berat yang berjumlah 76. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh : dari jumlah sampel , umur sampel, Lama menyirih, dan frekuensi menyirih. Selain itu yang berpengaruh dalam penurunan tulang alveolar adalah oral hygiene yang jelek dari masing – masing penyirih. Pada sampel yang mengalami penurunan tulang alveolar yang berat pada penelitian ini frekuensi menyirih dalam sehari bisa lebih dari 7 kali. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan tulang alveolar yaitu faktor lokal dan faktor sistemik, faktor lokal berupa kesehatan jaringan periodontal yang dapat dipengaruhi oleh kebersihan mulut dan kebiasaan buruk seperti merokok, menyirih, dan lainnya sedangkan faktor sistemik seperti Universitas Sumatera Utara penyakit sistemik yaitu diabetes mellitus yang dapat membuat penurunan tulang alveolar lebih cepat. Jadi perbedaan dari penelitian ini berupa perbedaan dari oral hygine pada sampel yang mempengaruhi penurunan tulang alveolar. Kapur yang digunakan dalam mengkonsumsi sirih mengandung zat kitin, produk kitin yang digunakan dalam menyirih berbentuk serbuk kapur yang dapat merusak jaringan periodonsium secara mekanis dengan cara pembentukan kalkulus yang akan menyebabkan peradangan jaringan periodontal dan kegoyangan gigi. Gigi-gigi menjadi aus dan berwarna kemerahan. Proses mengunyah sirih diakhiri dengan menyusur tembakau yakni menggosokkan segumpalan tembakau pada gigi untuk meratakan hasil mengunyah sirih. Tekanan tembakau pada waktu menyusur dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya resesi gingiva. Silikat yang terdapat di dalam daun tembakau dan pengunyahan dalam waktu yang lama berangsur-angsur akan mengikis elemen gigi sampai ke gingiva. Durasi dan frekuensi menyirih dapat mempengaruhi dari penurunan tulang alveolar. Umur juga dapat mempengaruhi cepatnya penurunan tulang alveolar sebagai contohnya di penelitian ini wanita berumur 35 tahun termasuk kategori berat karena frekuensinya menyirih dalam sehari lebih dari 5 kali, ini dapat menyebabkan penurunan tulang alveolar yang berat. 25 Sampel pada penelitian ini semuanya wanita dan tidak ada yang mengalami menopause karena secara teori menopause adalah suatu periode berhentinya siklus menstruasi pada usia antara 45-55 tahun, dan terjadi penurunan hormon estrogen, hormone estrogen memiliki beberapa fungsi salah satunya adalah membantu mempertahankan kepadatan tulang, tulang manusia akan terus beregenerasi namun akan melambat setelah usia 30 tahun bersama dengan penurunan kadar estrogen. Pada menopause hormon estrogen turun menjadi 110 dari jumlah sebelumnya. Berkurangnya kadar estrogen karena menopause berkorelasi karena Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, jadi bila terjadi penurunan kadar hormon estrogen makan akan menyebabkan osteoklasgenesis yaitu kehilangan perlekatan jaringan periodontal ini, serta menjadi faktor terjadinya osteoporosis yang mempengaruhi resorpsi tulang alveolar dan hilangnya gigi. 26,27 Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN