PARAMETER .1 Derajat Keasaman pH

27 diukur setiap tiga hari. Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pH, COD, TSS dan volume gas bio hingga tercapai keadaan tunak. 2.3 PARAMETER 2.3.1 Derajat Keasaman pH Derajat keasaman pH menunjukan sifat asam atau basa pada suatu bahan.Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menjaga umpan tidak terlalu asam serta mengendalikan jumlah pencampuran agar kesetimbangan reaksi antara tahap asidogenik dan metanogenik terjaga dengan baik. Pada kondisi tanpa bantuan penyeimbang pH, maka pada nilai pH dibawah 6 aktivitas bakteri metan akan mulai terganggu dan bila mencapai 5,5 aktivitas bakteri akan terhenti sama sekali. Konsetrasi pH di dalam reaktor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah asam lemak volatil VFA, ammonia, CO 2 dan kandungan alkalinitas bikarbonat yang dihasilkan. Derajat keasaman pH menunjukkan sifat asam atau basa pada suatu bahan. Produksi metana oleh bakteri metanogenik terjadi dengan baik pada kisaran pH 6,5-8 [45, 47]. Perubahan nilai pH dapat mempengaruhi persentase metana dalam gas bio. Kondisi pH yang tidak optimal akan menyebabkan terhambatnya perkembangan bakteri pembentuk metana. Hal tersebut mengakibatkan jumlah populasi bakteri metanogenik menjadi sedikit dan kemampuan bakteri metanogenik dalam merombak asam asetat menjadi metana menjadi berkurang. Kemampuan bakteri dan jumlah populasi bakteri metanogenik yang menurun menyebabkan metana yang dihasilkan hanya sedikit dan persentasenya menjadi kecil [55].

2.3.2 Chemical Oxygen Demand COD

Secara teori, Chemical Oxygen Demand COD atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator untuk mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air . Mikroba membutuhkan udara dalam mendegradasi substrat, dimana protein dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karbohidrat dihidolisis menjadi gula-gula sederhana, dan lemak dihidrolisis menjadi asam-asam berantai pendek. Jika kandungan senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di Universitas Sumatera Utara 28 dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan air, ikan-ikan dan hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup [46]. COD dinyatakan dalam miligram per liter mgL, yang menunjukkan massa oksigen yang terlarut per liter larutan, jadi semakin besar nilai kandungan COD maka kandungan zat organik dalam limbah semakin tinggi [56]. Semakin besar penyisihan COD, berarti bahan organik yang terdegradasi menjadi asam-asam organik juga semakin besar. Asam-asam organik inilah yang kemudian terkonversi menjadi biogas, maka jika penyisihan COD semakin besar maka laju pembentukan biogas juga semakin besar. Pada fermentasi anaerob penurunan kadar COD terjadi dengan terkonversinya senyawa organik menjadi gas H 2 , CO 2 , NH 3 dan CH 4 . Oleh sebab itu COD pada residu slurry dijadikan parameter dekomposisi senyawa organik [50].

2.3.3 Total Suspended Solid TSS

Secara teori, TSS atau total suspended solid adalah padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS yang relatif tinggi dalam aliran umpan akan membutuhkan waktu tinggal cairan lebih lama dalam reaktor agar dapat terlarut terhidrolisis dan terurai oleh mikroorganisme anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Penggunaan waktu tinggal cairan 12-24 jam belum cukup memadai untuk berlangsungnya proses hidrolisis dan degradasi biologis kandungan padatan tersuspensi dalam aliran umpan limbah cair [50, 51] sedangkan pada penelitian ni waktu fermentasi yaitu 27 hari sehingga cukup untuk proses hidrolisis dan degradasi biologisnya maka persentase penyisihan TSS tinggi. Dalam penelitian ini, fermentasi dilakukan pada proses batch dimana umpan sekaligus dimasukkan maka mikroorganisme memiliki waktu yang cukup untuk mendegradasi kandungan padatan yang ada di dalam limbah sehingga bila kandungan padatan semakin tinggi maka efisiensi penyisihan juga akan semakin besar [57]. Universitas Sumatera Utara 29

2.4 POTENSI EKONOMI

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Dan Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms)

21 118 72

Pengolahan Internal Air Boiler Dengan Penambahan Asam Sulfat (H2SO4) 98% dan Kaustik Soda (NaOH) Di PTPN III Pabrik Kelapa Sawit Rambutan Tebing Tinggi

2 56 56

Emisi CO2, Nisbah C/N, dan Temperatur pada Pengomposan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Menggunakan dan Eisenia fetida

1 37 85

Menaklukan Global Warming dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

0 15 19

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 19

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 2

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 6

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 24

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) 2.1.1. Definisi Eceng Gondok - Pemanfaatan Selulosa dari Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Pembuatan CMC (CarboxyMethyl Cellulose ) dengan Media Reaksi Campuran Larutan Metanol – Propanol - PO

0 0 20