Kekerasan Simbolik Pierre Bourdieu

20 sumber : Prayatna,A.2010.lets end bullying:memahami, mencegah dan mengatasi bullying

2.2. Kekerasan Simbolik Pierre Bourdieu

Terdapat beberapa definisi mengenai kekerasan. Konsep kekerasan menurut Susanto kekerasan simbolik di sekolah Pierre Bourdieu, 2012:38 dapat didefinisikan dalam tiga makna. Pertama, kekerasan dipandang sebagai tindakan aktor atau kelompok aktor. Kedua, kekerasan dimaknai sebagai sebuah produk atau hasil bekerjanya struktur. Ketiga, kekerasan dimaknai sebagai jaringan sosial antara aktor dengan struktur. Menurut fashri dalam kekerasan simbolik di sekolah Pierre Bourdieu 2012:38 kekerasan dalam makna pertama banyak dibahas dari aspek biologi, fisiologi, dan psikologi, ketika perilaku kekerasan dimaknai sebagai sebuah kecenderungan biologis sebagai hasil bawaan atau akibat adanya factor genetika yang mendominasi munculnya kekerasan. Konsepsi makna kedua mengasumsikan bahwa kekerasan bukan hanya berasal dari tindakan actor atau kelompok melainkan karena dorongan biologis semata, yang diperluas oleh adanya struktur dalam hal ini masih dimaknai secara konvensional, yaitu struktur Negara dan aparatnya. Pemaknaan ketiga berupaya melihat kekerasan sebagai serangkaian jejaring dialektis antara actor dan struktur. Definisi ini menunjukkan adanya hubungan dialektis antara kekerasan, actor, dan struktur, serta setiap hubungan kekerasan yang membentuk jejaring yang saling berkaitan. Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik Universitas Sumatera Utara 21 kekuasaan. Ketika sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka di dalam proses dominasi tersebut akan menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas dominan untuk melanggengkan dominasi atau kekuasaannya dalam struktur sosial. Jadi, kekuasaan dan kekerasan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Modal simbolik merupakan media yang mengantarkan hubungan antara kekuasaan dan kekerasan tersebut. Ketika pemilik modal simbolik menggunakan kekuatannya yang ditujukan kepada pihak lain yang memiliki kekuasaan yang lemah, maka pihak lain tersebut akan berusaha mengubah tindakan-tindakannya. Hal ini menunjukkan terjadinya kekerasan simbolik melalui peran modal simbolik. Untuk menjalankan aksi dominasi kekerasan ini, kelas dominan selalu berupaya agar aksinya tidak mudah untuk dikenali. Untuk itu, mekanisme kekerasan untuk melanggengkan kekuasaan tersebut harus dilakukan bukan dengan jalan kekerasan secara fisik yang nyata. Mekanisme kekerasan yang dilakukan kelas dominan dilakukan secara perlahan namun pasti, sehingga kelas terdominasi tidak sadar bahwa dirinya menjadi objek kekerasan. Dengan demikian, kelas dominan memiliki kekuasaan yang digunakan untuk mendominasi kelas yang tidak beruntung, kelas tertindas. Mekanisme kekerasan ini yang disebut sebagai kekerasan sombolik. Kekerasan simbolis menurut Bourdieu, adalah pemaksaan sistem simbolisme dan makna terhadap kelompok atau kelas sedemikian rupa sehingga hal itu dialami sebagai sesuatu yang sah. Konsep kekerasan simbolik terletak pada upaya actor-aktor sosial dominan menerapkan suatu makna sosial dan representasi realitas yang diinternalisasikan kepada actor lain sebagai sesuatu yang alami dan Universitas Sumatera Utara 22 absah, dan makna sosial tersebut dianggap benar oleh actor lain. Kekerassan ini bahkan tidak dirasakan sebagai sebuah bentuk kekerasan sehingga dapat berjalan efektif dalam praktik dominasi sosial. Kekerasan simbolik merupakan kekerasan yang dilakukan secara paksa untuk mendapatkan kepatuhan yang tidak dirasakan atau disadari sebagai sebuah paksaan dengan bersandar pada harapan-harapan kolektif dari kepercayaan-kepercayaan yang sudah tertanam secara sosial. Kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme “penyembunyian kekerasan” yang dimiliki menjadi sesuatu yang diterima sebagai “ yang memang seharusnya demikian”. Proses ini menurut Bourdieu dapat di capai melalui proses inkalkulasi atau proses penanaman yang berlangsung secara terus menerus. Kekerasan simbolik dapat dilakukan melalui dua cara : 1. Eufemisme : biasanya membuat kekerasan simbolik menjadi tidak Nampak, bekerja secara halus, tidak dapat dikenali, dan dapat dipilih secara “tidak sadar”. Bentuk eufemisme dapat berupa kepercayaan, kewajiban, kesetiaan, sopan santun, pemberian, utang pahala, atau belas kasihan. 2. Mekanisme sensorasi : kekerasan simbolik nampak sebagai bentuk sebuah pelestarian semua bentuk nilai yang dianggap sebagai “moral kehormatan”, Seperti kesantunan, kesucian, kedermawanan dan sebagainya. yang biasanya dipertentangkan dengan “moral rendah”, seperti kekerasan, criminal, ketidakpantasan, asusila, kerakusan dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 23

2.3. Kelompok Sosial