1.4. Hipotesa 1.4.1.
Ada hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada
anak yang memiliki riwayat atopi.
1.4.2. Ada perbedaan hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing
Ascaris lumbricoides pada anak-anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi yang memiliki riwayat
atopi.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Memberikan informasi dan sumber referensi bagi semua pihak tentang pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji
tusuk kulit pada anak. 1.5.2. Dapat menambah pengalaman dalam pengembangan ilmu bagi
peneliti sendiri dan mengenal karakteristik dan perilaku masyarakat dalam mengatasi infeksi kecacingan pada anak.
1.5.3 Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai studi komparatif atau sebagai dasar pengembangan studi bagi peneliti lain yang ingin
meneliti hal yang sama.
4
Universitas Sumatera Utara
1.6. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Uji Tusuk
Kulit Skin Prick
Uji Tusuk +
Uji Tusuk - Anak Bukan Penderita
Ascariasis yang Memiliki Riwayat Atopi
Anak Penderita Ascariasis
yang Memiliki Riwayat Atopi
5
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cacing Usus
Kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini.
Hal ini disebabkan karena prevalensi kecacingan tersebut di Indonesia masih tinggi terutama kecacingan yang disebabkan oleh sejumlah cacing usus yang
penularannya melalui tanah atau yang disebut Soil-Transmitted Helminthiasis STH. Di antara Soil-Transmitted Helminthiasis yang terpenting adalah cacing
gelang Ascaris lumbricoides, cacing tambang Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dan cacing cambuk Trichuris trichura Depkes RI, 2006
a
. Berdasarkan survei yang dilakukan ditemukan bahwa pada golongan usia
anak sekolah dasar prevalensi kecacingan cukup tinggi, yakni berkisar 60 – 80
Depkes RI, 2006
a
. Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar yaitu Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Hookworm Elmi, Dkk, 2004. Tingginya angka kecacingan tersebut pada usia anak sekolah dikarenakan mereka sering bermain
atau kontak dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya cacing-cacing usus yang termasuk STH. Meskipun angka kecacingan masih
tergolong tinggi, namun pencegahan dan pemberantasan terhadap infeksi penyakit tersebut belum juga dapat dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan infeksi
cacing ini biasanya kurang mendapat perhatian yang cukup, terutama dari pihak orang tua, karena akibat yang ditimbulkan infeksi cacing tersebut secara langsung
tidak dapat terlihat Dachi, 2005. Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Provinsi Indonesia menurut
jenis cacing tahun 2002 – 2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi
Ascaris lumbricoides 22,0, Trichuris trichiura 19,9 dan Hookworm 2,4. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7, Trichuris trichiura 21,0
dan Hookworm 0,6. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1, Trichuris trichiura 17,2 dan Hookworm 5,1. Tahun 2005 prevalensi Ascaris
lumbricoides 12,5, Trichuris trichiura 20,2 dan Hookworm 1,6 dan pada
6
Universitas Sumatera Utara