Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jam
HUBUNGAN INFEKSI Ascaris lumbricoides
TERHADAP HASIL UJI TUSUK KULIT (Skin Prick Test)
DENGAN ALERGEN DARI CACING Ascaris
PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 047/XI KOTO BARU YANG MEMILIKI RIWAYAT ATOPI
DI KECAMATAN PESISIR BUKIT KOTA SUNGAI PENUH PROVINSI JAMBI
TESIS
Oleh
FAISAL RACHMAN NIM 087027001
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
(2)
HUBUNGAN INFEKSI Ascaris lumbricoides
TERHADAP HASIL UJI TUSUK KULIT (Skin Prick Test)
DENGAN ALERGEN DARI CACING Ascaris
PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 047/XI KOTO BARU YANG MEMILIKI RIWAYAT ATOPI
DI KECAMATAN PESISIR BUKIT KOTA SUNGAI PENUH PROVINSI JAMBI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
FAISAL RACHMAN NIM 087027001
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Judul Tesis : HUBUNGAN INFEKSI Ascaris lumbricoides
TERHADAP HASIL UJI TUSUK KULIT (Skin Prick
Test) DENGAN ALERGEN DARI CACING Ascaris
PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 047/XI KOTO BARU YANG MEMILIKI RIWAYAT ATOPI DI KECAMATAN PESISIR BUKIT KOTA SUNGAI PENUH PROVINSI JAMBI
Nama Mahasiswa : Faisal Rachman
NIM : 087027001
Program Magister : Magister Ilmu Kedokteran Tropis
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Aman A. P. Depari, DTM&H, SpParK) Ketua
(dr. Nurfida Khairina Arrasyid, MKes) Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Tanggal lulus : 24 April 2013
(Prof.dr.Gontar A.Siregar,SpPD-KGEH)
NIP. 19540220 198011 1 001
(Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,SpA(K))
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 24 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. dr. Aman A. P. Depari, DTM&H, SpParK ANGGOTA : 1. dr. Nurfida Khairina Arrasyid, MKes
2. Prof. dr. Charuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) 3. Prof. DR. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K)
(5)
(6)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama : FAISAL RACHMAN NIM : 087027001
(7)
(8)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : FAISAL RACHMAN NIM : 087027001
Program Studi : Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :
HUBUNGAN INFEKSI Ascaris lumbricoides
TERHADAP HASIL UJI TUSUK KULIT (Skin Prick Test)
DENGAN ALERGEN DARI CACING Ascaris PADA ANAK SEKOLAH
DASAR NEGERI 047/XI KOTO BARU YANG MEMILIKI RIWAYAT ATOPI DI KECAMATAN PESISIR BUKIT KOTA SUNGAI PENUH
PROVINSI JAMBI
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat, dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : 29 April 2013 Yang menyatakan
(9)
ABSTRAK
Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminthiasis) adalah infeksi umum yang melibatkan banyak penduduk dunia. Estimasi terbaru menunjukkan Ascaris lumbricoides menginfeksi lebih satu milyar orang. Jumlah terbanyak infeksi cacing berlaku pada sub- Saharan Afrika, Amerika, China dan Asia Timur. Prevalensi asma dan penyakit atopi lainnya pada anak telah meningkat di seluruh dunia beberapa tahun terakhir ini, tetapi alasan di balik peningkatan prevalensi tersebut belum diketahui. Sebagian besar data epidemiologi berasal dari pusat penelitian di negara barat sedangkan di Indonesia belum banyak laporan mengenai prevalensi alergi terutama bila dihubungkan dengan infeksi parasit. Infeksi Ascaris lumbricoides menimbulkan respon imunitas tubuh dengan produksi Imunoglobulin jenis E (IgE) dalam jumlah besar. Atopi dapat didiagnosis dengan riwayat individual atau keluarga yang dikonfirmasikan dengan adanya IgE alergen spesifik atau hasil uji tusuk kulit yang positif. Dilakukan penelitian ini untuk membandingkan proporsi atopi pada anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi dengan metode cross-sectional dan mengetahui hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Dari 258 murid keseluruhan, sebanyak 220 murid memenuhi persyaratan penelitian dan bersedia memeriksakan tinjanya. Pada hasil pemeriksaan tinja 220 murid didapati yang menderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 67 murid dan yang bukan penderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 153 murid.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yaitu pada anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67 (100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p.=0,0001) Kata kunci: Ascaris lumbicoides, Atopi, Uji Tusuk Kulit, Skin Prick Test.
i
(10)
ABSTRACT
Infectious diseases, intestinal worms that are transmitted through the soil (Soil-transmitted helminthiasis) is a common infection that involves many people in the world. Estimates suggests Ascaris lumbricoides infects over one billion people. The number of most worm infections apply to sub-Saharan Africa, the Americas, China and East Asia. Prevalence of asthma and other atopic diseases in children has increased worldwide in recent years, but the reason behind the increase in prevalence is unknown. Most epidemiologic data derived from research centers in the west while in Indonesia have not been many reports on the prevalence of allergies, especially when associated with parasitic infections. Ascaris lumbricoides infections induce immune responses lead to the production of immunoglobulin type E (IgE) in large numbers. Atopy can be diagnosed by an individual or a family history that confirmed the presence of allergen-specific IgE or skin prick test results were positive. Conducted this study to compare the proportion of atopy in children infected with Ascaris lumbricoides were not infected with the cross-sectional method and determine the relationship between Ascaris lumbricoides infection of the skin prick test results with allergen of Ascaris on elementary school children 047/XI Koto Baru with a history of atopy in the Coastal Hills District Full River City Jambi Province. Of 258 students overall, as many as 220 students and are willing to meet the requirements of the study examined stool. On a stool examination 220 students found that Ascaris lumbricoides infections by 67 students and non-patient infection of Ascaris lumbricoides at 153 students.
Conclusion: There is a relationship between Ascaris lumbricoides infection of a positive skin prick test results with allergen of Ascaris on elementary school children 047/XI Koto Baru with a history of atopy in the Coastal Hills District Full River City Jambi Province namely in children infected with Ascaris lumbricoides was 67 (100% ) significantly different compared with uninfected children Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p.= 0.0001)
(11)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Dr. Faisal Rachman
Tempat / Tanggal Lahir : Pangkalan Brandan / 26 Desember 1981 Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : - Dusun Renah Surian RT 002 No. 100 Desa Gedang Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi 37111
- Jl. Dr. Sumarsono No. 32 Kel. Merdeka Kec. Medan Baru Kota Medan 20154
Hp. & Email : 081264039893 Email: [email protected]
Agama : Islam
Status : Menikah
Nama istri : Dr. Ega Primadona, M.Si Jumlah Anak : 1 (satu) anak perempuan Nama anak : Ratu Kallista Primara
Jumlah Anggota Keluarga : 5 (anak ke-3 dari 5 bersaudara) Pekerjaan/Jabatan : Dokter Puskesmas Koto Baru
Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi
Riwayat Pendidikan :
1. Taman Kanak-Kanak di TK Tamansiswa LNG Arun, Lhokseumawe, Tamat Tahun 1988;
2. Sekolah Dasar di SD Tamansiswa LNG Arun Lhokseumawe, Tamat Tahun 1994;
3. Madrasah Tsanawiyah di MTs Darul Arafah Medan, Tamat Tahun 1997; 4. Sekolah Menegah Atas di SMU Adabiah Padang, Tamat Tahun 2000;
5. Politeknik Universitas Sumatera Utara Diploma 1 Program Teknik Komputer dan Komunikasi (Teknik Telekomunikasi), Tamat Tahun 2001;
6. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Tamat Tahun 2007;
iii
(12)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, serta salawat beriring salam ke pangkuan Rasulullah
SAW rahmatan lil „alamin, sehingga penulis dapat menyelesaikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara dan tugas akhir berupa tesis yang berjudul “Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides Terhadap Hasil Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test) dengan Alergen dari Cacing Ascaris pada Anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang Memiliki Riwayat Atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi”.
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan, saran dan masukan dari berbagai pihak. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa program studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa program studi Magister pada Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen yang telah memberikan pengetahuan yang berguna bagi penulis.
Ibu dr. Tetty Aman Nasution, MMed.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan saran, arahan, masukan dan motivasi kepada
(13)
Bapak Prof. dr. Aman A. P. Depari, DTM&H, SpParK dan Ibu dr. Nurfida Khairina Arrasyid, MKes, selaku pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan, saran dan waktu beliau hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, selaku konsultan statistik yang dengan penuh kesabaran telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulisan ini layak untuk diteliti dan selalu memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.
Ibu Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K), selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran, arahan, masukan dan motivasi kepada penulis.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi beserta jajarannya atas kesempatan dan izin yang telah diberikan kepada penulis dalam mengikuti pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Sumatera Utara. Kepala Puskesmas beserta Staf Puskesmas Koto Baru Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi atas kesempatan dan dorongan yang diberikan kepada penulis guna menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Sumatera Utara.
Kepala Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Provinsi Jambi beserta para Guru Kelas yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk dapat meneliti pada murid sekolah dasar, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Sumatera Utara.
Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis yang tidak bisa disebutkan satu persatu terutama angkatan 2008 yang telah membantu baik tenaga, pikiran, motivasi dan dorongan kepada penulis sehingga pendidikan ini dapat diselesaikan. Dan rekan-rekan peserta pendidikan yang selalu mengikuti mulai dari seminar proposal hingga seminar hasil.
v
(14)
Semua pihak yang tidak bisa disampaikan satu persatu yang telah membantu sehingga penulisan ini akhirnya dapat selesai.
Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada batas penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Fachruddin Ibrahim dan Ibunda Hj. Irmawaty tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dorongan semangat serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kupersembahkan tesis ini semoga dengan selesainya penulisan ini, dapat memberikan setetes embun menyejukkan hatimu, melihatmu tersenyum bahagia dan melupakan semua penyakitmu di hari-hari tuamu akan membuat hidupku lebih berarti. Doamu setiap malam mendoakan kami anak-anakmu, menyadarkan kami akan tulusnya hati seorang ibu. Kepada mertua/orangtua tercinta Papa Donis Geneng dan Bunda Efrita yang terus memberi dorongan semangat serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Terakhir tapi yang paling berarti bagi penulis, Istri tercinta dr. Ega Primadona, M.Si dan anakku Ratu Kallista Primara, penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas segala doa, ketulusan, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan, yang selalu setia dalam suka dan duka, telah memberi semangat dan kekuatan sehingga penulis dapat menjalankan pendidikan hingga tesis ini selesai.
Kepada semua tadi penulis hanya berharap semoga semua pihak yang sudah membimbing dan membantu sehingga penulisan ini selesai mendapatkan berkat dan balasan dari Allah SWT. Amin.
Tak ada gading yang tak retak, Tak ada manusia yang sempurna dan kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT, penulis menyadari penulisan ini jauh dari kesempurnaan baik dari materi, kedalaman pembahasan, maupun penulisan. Semua itu karena kekurangan dari penulis, untuk itu saran dan koreksi sangat penulis harapkan.
Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf kepada Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala kesalahan, kekurangan dan kekhilafan yang penulis lakukan.
Berkat ridho dan rahmat dari Allah SWT akhirnya penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan tesis ini, semoga ilmu, keterampilan dan
(15)
pembinaan yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi nusa dan bangsa serta diamalkan dalam pengabdian penulis sebagai dokter.
Medan, April 2013 Penulis
Faisal Rachman
vii
(16)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………..……….……….……….. i
ABSTRACT ……….……….……….. ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….……….……….. iii
KATA PENGANTAR ………..……….……….. iv
DAFTAR ISI ……….……….. viii
DAFTAR TABEL ……….……….. x
DAFTAR GAMBAR ……….……….. xi
DAFTAR SINGKATAN ……..……….……….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……….……….……….. xiii
BAB I. PENDAHULUAN ………..……….….. 1
1.1. Latar Belakang ……….………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………….………. 3
1.3. Tujuan Penelitian ……….………. 3
1.4. Hipotesa ……….……… 4
1.5. Manfaat Penelitian ……….……… 4
1.6. Kerangka Konsep ………..………. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………..………….………... 6
2.1. Cacing Usus ………..……….. 6
2.1.1. Ascaris lumbricoides……….………. 7
2.2. Imunoparasitologi ………..…………... 9
2.3. Atopi ……….…………. 10
2.4. Hubungan Infeksi Cacing Terhadap Atopi ……..………….. 12
2.5. Uji Tusuk Kulit …………..……… 12
BAB III. METODE PENELITIAN ………..…….…… 14
3.1. Desain Penelitian ………..………. 14
3.2. Waktu dan tempat Penelitian ………..…... 14
3.3. Populasi dan Sampel ………..… 14
3.4. Kriteria Inklusi ………... 14
3.5. Kriteria Eksklusi ………. 15
(17)
3.7.1. Alat dan Bahan ……….….. 16
3.7.2. Cara Kerja ……….…. 16
3.7.2.1. Pembuatan Alergen dari Ekstrak Cacing Ascaris lumbricoides……….. 16
3.7.2.2. Pemeriksaan Tinja ….………..……….……….. 17
3.7.2.3. Pemeriksaan Uji Tusuk Kulit …..………….……….. 17
3.7.3. Alur Penelitian ……….………….……….. 18
3.8. Definisi Operasional ……….………….……….. 18
3.9. Kelompok Pemeriksaan ……….………….………. 19
3.10. Variabel ……….………….………. 19
3.11. Analisis Statistik ……….………. 20
3.12. Masalah Etika ……….………. 20
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…...…..………..…….. 21
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……..……….……..……… 21
4.2. Deskripsi Sampel Penelitian ……….…….………. 21
4.3. Hasil Penelitian ……….……….. 21
4.3.1. Karakteristik Murid Sekolah Dasar ….………... 21
4.3.2. Gambaran Status Infeksi Cacing Usus .………... 23
4.3.3. Gambaran Status Atopi ……….……….. 24
4.3.4. Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Atopi 25 4.4. Pembahasan ……….……… 26
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….………….. 31
5.1. Kesimpulan ……….…..……….…..……... 31
4.2. Saran ………..……... 31
DAFTAR PUSTAKA ……….…….………... 32
LAMPIRAN ……….…….………. 37
ix
(18)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan kelas …………. 22 2. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan kelompok umur 22 3. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin ... 22 4. Distribusi infeksi cacing usus pada murid ………. 23 5. Distribusi telur Ascaris lumbricoides pada tinja murid …….…. 23 6. Distribusi murid dengan riwayat klinis atopi ... 24 7. Distribusi hasil uji tusuk kulit pada murid ………..… 24 8. Hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap
hasil uji tusuk kulit dengan riwayat klinis atopi ….……….... 25 9. Hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap
(19)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Kerangka konsep penelitian ….……….……….. 5 2. Ascaris lumbricoides dewasa ……….…….. 8 3. Telur Ascaris lumbricoides unfertilized dan fertilized ….... 8 4. Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides ……….…. 9
xi
(20)
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN Nama Pemakaian pertama
kali pada halaman
WHO : World Health Organization ……….. 1
STH : Soil-Transmitted Helminthiasis …..……….… 6
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia … 6
IgE : Imunoglobulin E ………... 10
IgG : Imunoglobulin G ………..…. 10
MHC : Major Histocompatibility Compleks ……….... 10
ADCC : Antibody Dependent Cell Cytotoxicity ……... 10
TNF-α : Tumor Necrotizing Factor Alpha ………….… 10
Th-1 : T helper tipe 1 ………... 11
Th-2 : T helper tipe 2 ………... 11
RAST : Radioallergo-sorbent Test ………. 13
NaCl : Natrium Chlorida ……….…. 16
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Subjek Penelitian ... 37
2. Surat Izin Penelitian ………. 40
3. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang
Kesehatan ………. 41
4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua/Calon Subjek Penelitian .... 42
5. Surat Pernyataan Kesediaan ……….… 45
6. Persetujuan Setelah Penjelasan ……….... 46 7. Personalia Penelitian, Rincian Biaya Penelitian dan Tahapan
Pelaksanaan Penelitian ………. 47
8. Tabel Data Hasil Penelitian Anak SDN 047/XI Koto Baru …….... 49 9. Hasil Pengolahan Data dan Hasil Deskriptif ……….... 57
xiii
(22)
ABSTRAK
Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminthiasis) adalah infeksi umum yang melibatkan banyak penduduk dunia. Estimasi terbaru menunjukkan Ascaris lumbricoides menginfeksi lebih satu milyar orang. Jumlah terbanyak infeksi cacing berlaku pada sub- Saharan Afrika, Amerika, China dan Asia Timur. Prevalensi asma dan penyakit atopi lainnya pada anak telah meningkat di seluruh dunia beberapa tahun terakhir ini, tetapi alasan di balik peningkatan prevalensi tersebut belum diketahui. Sebagian besar data epidemiologi berasal dari pusat penelitian di negara barat sedangkan di Indonesia belum banyak laporan mengenai prevalensi alergi terutama bila dihubungkan dengan infeksi parasit. Infeksi Ascaris lumbricoides menimbulkan respon imunitas tubuh dengan produksi Imunoglobulin jenis E (IgE) dalam jumlah besar. Atopi dapat didiagnosis dengan riwayat individual atau keluarga yang dikonfirmasikan dengan adanya IgE alergen spesifik atau hasil uji tusuk kulit yang positif. Dilakukan penelitian ini untuk membandingkan proporsi atopi pada anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi dengan metode cross-sectional dan mengetahui hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Dari 258 murid keseluruhan, sebanyak 220 murid memenuhi persyaratan penelitian dan bersedia memeriksakan tinjanya. Pada hasil pemeriksaan tinja 220 murid didapati yang menderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 67 murid dan yang bukan penderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 153 murid.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yaitu pada anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67 (100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p.=0,0001) Kata kunci: Ascaris lumbicoides, Atopi, Uji Tusuk Kulit, Skin Prick Test.
(23)
ABSTRACT
Infectious diseases, intestinal worms that are transmitted through the soil (Soil-transmitted helminthiasis) is a common infection that involves many people in the world. Estimates suggests Ascaris lumbricoides infects over one billion people. The number of most worm infections apply to sub-Saharan Africa, the Americas, China and East Asia. Prevalence of asthma and other atopic diseases in children has increased worldwide in recent years, but the reason behind the increase in prevalence is unknown. Most epidemiologic data derived from research centers in the west while in Indonesia have not been many reports on the prevalence of allergies, especially when associated with parasitic infections. Ascaris lumbricoides infections induce immune responses lead to the production of immunoglobulin type E (IgE) in large numbers. Atopy can be diagnosed by an individual or a family history that confirmed the presence of allergen-specific IgE or skin prick test results were positive. Conducted this study to compare the proportion of atopy in children infected with Ascaris lumbricoides were not infected with the cross-sectional method and determine the relationship between Ascaris lumbricoides infection of the skin prick test results with allergen of Ascaris on elementary school children 047/XI Koto Baru with a history of atopy in the Coastal Hills District Full River City Jambi Province. Of 258 students overall, as many as 220 students and are willing to meet the requirements of the study examined stool. On a stool examination 220 students found that Ascaris lumbricoides infections by 67 students and non-patient infection of Ascaris lumbricoides at 153 students.
Conclusion: There is a relationship between Ascaris lumbricoides infection of a positive skin prick test results with allergen of Ascaris on elementary school children 047/XI Koto Baru with a history of atopy in the Coastal Hills District Full River City Jambi Province namely in children infected with Ascaris lumbricoides was 67 (100% ) significantly different compared with uninfected children Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p.= 0.0001)
Keywords: Ascaris lumbicoides, Atopy, Test Plugs Skin, Skin Prick Test.
ii
(24)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminthiasis) adalah infeksi umum yang melibatkan banyak penduduk dunia. Estimasi terbaru menunjukkan Ascaris lumbricoides menginfeksi lebih satu milyar orang, Trichuris trichiura 795 juta orang dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) 740 juta orang. Jumlah terbanyak infeksi cacing berlaku pada sub- Saharan Afrika, Amerika, China dan Asia Timur (WHO, 2011).
Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 masih relatif cukup tinggi yaitu sebesar 78,6%. Program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak yang dicanangkan tahun 1995 efektif menurunkan prevalensi kecacingan menjadi 33,0% pada tahun 2003. Sejak tahun 2002 hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebesar 33,3%, 33,0%, 46,8%, 28,4% dan 32,6% (Depkes RI, 2006a).
Sementara pada dekade terakhir ini peningkatan insiden atopi dan penyakit alergi menjadi dua kali lipat, terutama di negara maju dengan sosio-ekonomi tinggi (Vandenplas, 2004). Prevalensi asma dan penyakit atopi lainnya pada anak telah meningkat di seluruh dunia beberapa tahun terakhir ini, tetapi alasan di balik peningkatan prevalensi tersebut belum diketahui (Elston, 2006). Sebagian besar data epidemiologi tentang peningkatan penyakit alergi berasal dari pusat penelitian di negara barat sedangkan di Indonesia belum banyak laporan mengenai prevalensi alergi terutama bila dihubungkan dengan infeksi parasit (Van Den Biggelaar & Yazdanbakhsh, 2004).
Dalam tubuh manusia sendiri, infeksi Ascaris lumbricoides menimbulkan banyak gejala klinik, dimulai dengan rasa mual pada saluran pencernaan sampai ditemukan gejala diare (Onggowaluyo, 2002). Infeksi inipun menimbulkan respon imunitas tubuh dengan produksi Imunoglobulin jenis E (IgE) dalam jumlah besar. Timbulnya gejala klinis dan respon berlebihan sel sistem imun dengan sel sistem
(25)
imun dengan produksi IgE akibat infeksi Ascaris lumbricoides di usus sampai saat ini belum diketahui secara luas hubungannya.
Kelainan atopi dapat didiagnosis dengan riwayat individual atau keluarga yang dikonfirmasikan dengan adanya IgE alergen spesifik atau hasil uji tusuk kulit yang positif. Uji tusuk kulit (skin prick test) dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak (Holgate & Lack, 2005). Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen berkualitas baik maka uji ini mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan (Munasir, 2007).
Berdasarkan hal di atas maka perlu diteliti bagaimana hubungan infeksi cacing usus terutama Ascaris lumbricoides terhadap gambaran atopi yang ditunjukkan di Indonesia.
2
(26)
1.2. Perumusan Masalah
1.2.1. Apakah terdapat hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.
1.2.2. Bagaimanakah perbandingan hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.
1.3.2. Tujuan Khusus:
Untuk mengetahui prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.
(27)
1.4. Hipotesa
1.4.1. Ada hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak yang memiliki riwayat atopi.
1.4.2. Ada perbedaan hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak-anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi yang memiliki riwayat atopi.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Memberikan informasi dan sumber referensi bagi semua pihak tentang pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit pada anak.
1.5.2. Dapat menambah pengalaman dalam pengembangan ilmu bagi peneliti sendiri dan mengenal karakteristik dan perilaku masyarakat dalam mengatasi infeksi kecacingan pada anak.
1.5.3 Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai studi komparatif atau sebagai dasar pengembangan studi bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama.
4
(28)
1.6. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Uji Tusuk
Kulit
(Skin Prick
Uji Tusuk (+)
Uji Tusuk (-) Anak Bukan Penderita
Ascariasis yang Memiliki Riwayat Atopi
Anak Penderita Ascariasis
yang Memiliki Riwayat Atopi
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cacing Usus
Kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena prevalensi kecacingan tersebut di Indonesia masih tinggi terutama kecacingan yang disebabkan oleh sejumlah cacing usus yang penularannya melalui tanah atau yang disebut Soil-Transmitted Helminthiasis (STH). Di antara Soil-Transmitted Helminthiasis yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichura) (Depkes RI, 2006a).
Berdasarkan survei yang dilakukan ditemukan bahwa pada golongan usia anak sekolah dasar prevalensi kecacingan cukup tinggi, yakni berkisar 60 – 80% (Depkes RI, 2006a). Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm (Elmi, Dkk, 2004). Tingginya angka kecacingan tersebut pada usia anak sekolah dikarenakan mereka sering bermain atau kontak dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya cacing-cacing usus yang termasuk STH. Meskipun angka kecacingan masih tergolong tinggi, namun pencegahan dan pemberantasan terhadap infeksi penyakit tersebut belum juga dapat dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan infeksi cacing ini biasanya kurang mendapat perhatian yang cukup, terutama dari pihak orang tua, karena akibat yang ditimbulkan infeksi cacing tersebut secara langsung tidak dapat terlihat (Dachi, 2005).
Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Provinsi Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002 – 2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada
6
(30)
tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0% (Depkes RI, 2006b).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah
(“Soil-Transmited Helminthiasis”). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis (Gandahusada, 2003).
2.1.1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropis derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (pejamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, 2004).
Morfologi
Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda intestinalis yang lain. Bentuknya silindris, ujung lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna (Onggowaluyo, 2002).
Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60 – 70 x 30 – 50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88 – 94 x 40 – 44 mikron, memiliki dinding yang lebih tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya ganul-granul tidak teratur (Soedarto, 2007).
(31)
Gambar 2. Ascaris lumbricoides dewasa
Gambar 3. Telur Ascaris lumbricoides unfertilized dan fertilized
Siklus Hidup
Manusia merupakan hospes definitif Ascaris lumbricoides. Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke jantung.
8
(32)
Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas atas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15 – 35 cm (Sandjaja, 2007).
Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000 – 250.000 telur perhari. Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu ±3 minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk. Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2 – 3 bulan. Cacing dewasa ini akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9 – 12 bulan (Sandjaja, 2007).
Gambar 4. Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides
2.2. Imunoparasitologi
Infeksi cacing dapat berjalan kronis akibat lemahnya pertahanan alamiah dan kemampuan mengelak dari pertahanan imun spesifik hospes definitif. Cacing-cacing tertentu berusaha untuk menghindar dari reaksi imunologik dengan
(33)
mengubah antigen permukaannya atau melapisi permukaannya dengan protein hospes definitif, misalnya dengan glikoprotein molekul MHC (Major Histocompatibility Complex) dan IgG sehingga dianggap sebagai self component (Kresno, 2001). Cara lain adalah mengubah struktur parasit setiap kali menunjukkan determinan antigen yang baru atau cacing dapat mengubah susunan biokimiawi permukaannya sehingga mencegah aktivasi komplemen (Hyde, 1990). Cacing dapat juga mengekspresikan ectoenzyme yang dapat merombak antibodi sehingga mencegah terjadinya Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) (Tizard, 1995).
Gambaran reaksi imun terhadap infeksi cacing adalah peningkatan eosinofil dan jumlah IgE. Rangsangan antigen spesifik untuk terbentuknya sel mastoid yang dilapisi IgE menyebabkan terjadinya eksudasi serum protein dengan konsentrasi antibodi protektif yang tinggi untuk semua kelas imunoglobulin dan dilepaskannya faktor kemotaktik eosinofil (Roitt, 2002).
Eliminasi infeksi cacing usus merupakan pendekatan yang khusus berupa gabungan reaksi seluler dan humoral untuk menghilangkan infeksi yang masuk (Roitt, 2002). Pada parasit yang bertahan bertahun-tahun menghadapi reaksi imunologik, interaksi dengan antigen asing sering menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi hipersensitivitas lambat yang disebabkan adanya TNF-α yang memungkinkan telur meloloskan diri dari kapiler intestinal ke dalam lumen usus untuk meneruskan siklus hidup di luar pejamu (Roitt, 2002).
2.3. Atopi
Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti “out of place” atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada penderita dengan penyakit yang diperantarai oleh Imunoglobulin E (IgE) (MacKay & Rosen, 2001). Atopi adalah predisposisi herediter terhadap alergi atau hipersensitivitas. Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca dan Cooke* pada tahun 1923 sebagai istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit, di antaranya adalah asma, hay fever, urtikaria, yang terjadi secara spontan pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarga. Wise & Sulzbergen* pada tahun 1933 menggunakan kata dermatitis atopik untuk menggambarkan suatu kelompok
10
(34)
penyakit yang terjadi pada keadaan atopi yang dapat terjadi pada semua kelompok umur (Paller and Mancini, 2006; *Grammer, 1997).
Etiologi atopi mencakup faktor genetik kompleks yang belum sepenuhnya dipahami (Prescott & Tang, 2005). Beberapa penelitian epidemiologi menyatakan adanya efek protektif agen infeksius tunggal atau multipel dan atau produk mikroba terhadap berkembangnya sensitisasi alergi atau penyakit alergi. Hal ini mencakup infeksi campak, malaria, infeksi saluran pencernaan seperti virus hepatitis A dan Helicobacter pylori, dan flora normal usus. Endotoksin lingkungan, produk mikroba lain di lingkungan dan kecacingan juga disebutkan memiliki efek protektif. Pola pemaparan terhadap faktor risiko dan faktor protektif di lingkungan akan menentukan prevalensi penyakit alergi dan atopi pada populasi (Cooper, 2004).
Kelainan atopi diperkirakan terjadi pada 10 – 30% populasi negara maju (Terr, 2001). Prevalensi kelainan atopi juga dikatakan meningkat di negara industri (Han et al, 2003).
Menurut Terr Al (2001) terjadi peningkatan insiden kelainan atopi pada populasi di negara maju. Peningkatan ini dikaitkan dengan polusi udara dan terjadinya deviasi respons imun karena berkurangnya penyakit infeksi pada anak.
“Hygiene hypothesis” menyatakan bahwa berkurangnya paparan mikroba pada usia dini terutama pada mukosa usus menyebabkan kecenderungan pergeseran profil respons sistem imun dari T helper tipe 1 (Th-1) kepada dominasi T helper tipe 2 (Th-2) yang lebih cenderung mencetuskan respons alergi (Wolf, 2004).
Immunoglobulin E (IgE) merupakan mediator kunci dari penyakit alergi
(O‟Brien, 2002). Pembentukan IgE dimulai pada masa awal kehidupan di mana sensitisasi sering dapat terdeteksi sebelum gejala klinis timbul. Setelah disekresikan oleh limfosit B, IgE mengikuti sirkulasi aliran darah hingga ia berikatan dengan permukaan membran sel mast dan basofil yang terdapat di permukaan epitel di seluruh tubuh, misalnya pada saluran nafas, saluran cerna dan kulit. Pada paparan ulang, alergen akan bereaksi dengan membran yang terikat dengan IgE spesifik tersebut dan mencetuskan pelepasan zat mediator inflamasi seperti: histamin, leukotrin, prostaglandin, dan protease, sehingga menimbulkan tanda dan gejala alergi (Goodman, 1994).
(35)
2.4. Hubungan Infeksi Cacing Terhadap Atopi
Apabila mikroorganisme termasuk parasit berhasil masuk ke dalam tubuh, maka akan membangkitkan respon imun. Pada mulanya respon imun yang bersifat nonspesifik dengan mekanisme seluler maupun humoral akan menghadapi mikroorganisme dan parasit tersebut. Mekanisme seluler yang dilangsungkan oleh fagosit mononuklear dan polinuklear, khusunya akan berusaha merusak atau membunuh mikroorganisme dengan cara fagositosis. Sedangkan mekanisme humoral akan melibatkan berbagai enzim termasuk sistem komplemen dalam menghadapi serbuan mikroorganisme dan parasit tersebut (Subowo, 1993).
Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2 yang menghasilkan IgE dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit. Produksi IgE dan eosinofil sering ditemukan pada infeksi cacing (Baratawijaya, 2004).
2.5. Uji Tusuk Kulit
Uji tusuk kulit adalah salah satu cara termudah untuk memeriksa kelainan atopi dan sensitifitas terhadap alergi atas keberadaan antibodi IgE spesifik. Tes ini merupakan metoda pendekatan diagnostik yang tepat untuk mendeteksi sensitisasi IgE oleh alergen hirup, makanan, bisa hewan dan obat-obatan (Licardi et al, 2006). Uji tusuk kulit, selain murah juga menyediakan hasil yang cepat didapat (Licardi et al, 2006), sebagai alat diagnostik pada kelainan alergi anak (Cantani & Micera, 2000), uji ini biasanya direkomendasikan sebagai sarana uji diagnostik lini pertama untuk mendeteksi adanya reaktivitas spesifik (Licardi et al, 2006).
Nilai prediktif uji tusuk kulit telah dipublikasikan dan di-nyatakan dapat digunakan untuk memeriksa sensitisasi (Manjra et al, 2005). Uji tusuk kulit dinyatakan positif jika terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya urtika yang khas. Urtika yang khas tersebut dapat dilihat dan diraba dengan diameter >3 mm yang muncul 15 – 20 menit sesudah aplikasi tusuk kulit (Lachapelle & Maibach, 2003).
Nilai prediktif uji tusuk kulit juga telah dinyatakan dapat digunakan untuk memeriksa sensitisasi alergi (Nafstad et al, 2005). Uji tusuk kulit masih tetap
12
(36)
merupakan uji untuk memeriksa IgE spesifik yang paling sensitif dan spesifik, dan telah dinyatakan lebih sensitif dibanding teknik radioallergo-sorbent test (RAST) dalam mendeteksi reaktivitas IgE (O‟Brien, 2002).
Sampson (2000) telah menunjukkan bahwa uji tusuk kulit mempunyai nilai positif terbesar dibanding uji food challenge dalam suatu studi plasebo-kontrol tersamar ganda (Cantani & Micera, 2000). Uji tusuk kulit terutama akan membantu untuk mengeksklusikan alergen potensial yang dicurigai menimbulkan gejala alergi, karena jarang mempunyai hasil negatif-palsu (O‟Brien, 2002), oleh keberadaan nilai prediksi negatifnya yang sangat tinggi (95%) (Burks, 2003).
Hasil uji negatif akan menunjukkan tidak terdapatnya reaktivitas alergi oleh mediasi IgE. Sebaliknya nilai prediksi positifnya biasanya hanya berkisar sekitar 30% sampai 50%, sehingga hasil uji kulit positif saja belum dapat menjadi bukti adanya reaksi terkait (Burks, 2003).
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional untuk membandingkan proporsi atopi pada anak-anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi. Status infeksi cacing dilihat dari pemeriksaan tinja untuk cacing Ascaris lumbricoides. Atopi dapat dilihat dari hasil uji tusuk kulit yang positif dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides pada anak.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2013. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang berusia 6 – 12 tahun. Populasi terjangkau adalah anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang berusia 6 – 12 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi. Cara pemilihan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
3.4. Kriteria Inklusi
1. Anak yang berusia 6 – 12 tahun dengan riwayat atopi pada keluarga. 2. Anak tersebut diperiksa tinja ditemukan telur Ascaris lumbricoides dan
tidak ditemukan telur Ascaris lumbricoides.
3. Anak tersebut memenuhi protokol di mana bersedia untuk pemeriksaaan tinja pada waktu yang telah ditentukan peneliti.
4. Orang tua bersedia mengisi informed consent. 5. Orang tua bersedia mengisi kuesioner.
14
(38)
3.5. Kriteria Eksklusi
1. Anak yang sedang menggunakan obat-obatan oral yang mengandung antihistamin dalam 3 hari terakhir.
2. Anak yang sedang menggunakan obat-obatan oral yang mengandung kortikosteroid dalam 1 hari terakhir.
3. Anak yang mempunyai kelainan dermatografisme.
3.6. Perkiraan Besar Sampel
Perhitungan besar sampel minimal berdasarkan rumus untuk uji hipotesis terhadap 1 populasi (Lemeshow et al, 1997):
Keterangan:
n = Besar sampel per populasi
P0 = Proporsi terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, diambil dari data
pustaka
Pa = Perkiraan proporsi efek (alergi) pada populasi. Pa ditentukan
berdasarkan pada beda proporsi terkecil yang dianggap penting, yang didasarkan clinical judgment peneliti
Zα = 1,96 (untuk interval kepercayaan 95%)
Zß = 0,841 (ditetapkan oleh peneliti) dengan power 80%
Jadi jumlah sampel minimal adalah 194 orang anak Sekolah Dasar per populasi.
2
2
1
1
Pa
Po
Pa
Pa
Z
Po
Po
Z
n
(39)
3.7. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Dilakukan pemeriksaan tinja pada anak sekolah dasar kelas 1 sampai kelas 6. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Puskesmas Koto Baru Kota Sungai Penuh dengan menggunakan metode langsung (direct slide) secara kualitatif. Semua anak positif ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada tinjanya diikutsertakan dalam penelitian begitu juga anak yang dinyatakan negatif.
3.7.1. Alat dan Bahan: - Larutan eosin 2%. - Gelas obyek. - Cover glass. - Lidi.
- Mikroskop. - Tabung reaksi.
- Alergen dari ekstrak cacing Ascaris lumbricoides. - Jarum khusus Stallerpoint®.
- Jarum suntik.
- Larutan epinefrin 1:1.000. - Larutan alkohol 70%. - Larutan NaCl fisiologis. - Kertas hisap.
- Kontrol negatif: NaCl 0,9% - Kontrol positif: Histamin 1%
3.7.2. Cara Kerja
3.7.2.1. Pembuatan Alergen dari Ekstrak cacing Ascaris lumbricoides
Pembuatan alergen dari ekstrak cacing Ascaris: cacing dewasa Ascaris segar ditambah 100 ml NaCL fisiologis diblender, kemudian disaring untuk mendapatkan sarinya dan ampas di dalam saringan dibuang, hasil cairan berupa sari tadi dimasukkan ke tabung reaksi untuk dilakukan sentrifugasi dengan 4000
16
(40)
rpm selama 10 -15 menit dan setelah itu pada bagian atas dari larutan pada tabung reaksi digunakan sebagai zat untuk alergen.
3.7.2.2. Pemeriksaan Tinja
- Pada gelas objek yang bersih diteteskan 1 – 2 tetes eosin 2%.
- Dengan sebuah lidi, diambil sedikit tinja dan ditaruh pada larutan tersebut.
- Dengan lidi tadi, diratakan/larutkan kemudian ditutup dengan cover glass.
- Sediaan dilihat di bawah mikroskop
3.7.2.3. Pemeriksaan Uji Tusuk Kulit
Uji tusuk kulit dilakukan pada subjek dengan prosedur sebagai berikut (Morris et al, 2006):
Daerah volar lengan bawah tiap subjek dibersihkan dengan larutan alkohol 70%.
Setetes alergen dari ekstrak cacing Ascaris diteteskan pada bagian volar lengan bawah subjek, kemudian jarum khusus ditusukkan pada tetesan alergen dengan posisi 90°.
Selanjutnya alergen yang pertama ditusukkan adalah kontrol negatif (NaCl 0,9%) dan yang terakhir adalah kontrol positif (Histamin 1%).
Sisa alergen pada kulit dikeringkan dengan kertas hisap. Alergen diteteskan sebanyak 1 tetes dengan jarak 2 cm. Sensitisasi dinilai 15 – 20 menit setelah aplikasi tusuk kulit.
Jarum khusus yang digunakan adalah Stallerpoint®. Alergen dari ekstrak cacing Ascaris pada setiap subjek ditusukkan dengan satu jarum khusus. Setiap jarum hanya digunakan satu kali.
Antisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis, dengan menyediakan epinefrin 1:1.000 yang telah dimasukkan ke dalam jarum suntik dan siap untuk disuntikkan. Epinefrin tersebut
(41)
Pelaksanaan dan penilaian terhadap reaksi yang timbul dilakukan oleh dokter peserta Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis dan didampingi oleh dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin. Penilaian hasil berdasarkan (Lachapelle & Maibach, 2003):
- Uji tusuk kulit positif dinyatakan terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya urtika yang khas yang dapat dilihat dan diraba berdiameter >3 mm yang muncul 15 – 20 menit sesudah aplikasi tusuk kulit.
- Uji tusuk kulit negatif dinyatakan terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya urtika yang khas yang dapat dilihat dan diraba berdiameter <3 mm yang muncul 15 – 20 menit sesudah aplikasi tusuk kulit.
3.7.3. Alur Penelitian
3.8. Definisi Operasional
1. Umur adalah usia responden diukur dari tangal, bulan dan tahun kelahiran sampai dengan ulang tahun terakhir.
2. Ascariasis adalah pasien yang terinfeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides yang didiagnosa dengan dijumpainya telur Ascaris lumbricoides pada tinja.
Uji tusuk kulit Uji tusuk kulit Populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi
Anak yang memiliki riwayat atopi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides
Anak yang memiliki riwayat atopi yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides
Uji tusuk kulit (+) Uji tusuk kulit (-) Uji tusuk kulit (+) Uji tusuk kulit (-)
18
(42)
3. Bukan Ascariasis adalah pasien yang tidak terinfeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides yang didiagnosa dengan tidak dijumpainya telur Ascaris lumbricoides pada tinja.
4. Kelainan atopi adalah kelainan imunologi herediter terhadap alergen sehari-hari yang umumnya terhirup atau dimakan disertai adanya riwayat kelainan alergi seperti dermatitis, asma, dan/atau rinitis alergi pada keluarga (Holgate & Lack, 2005) yang diperoleh dari kuesioner. 5. Uji tusuk kulit adalah uji in vivo untuk memastikan adanya sensitisasi
suatu alergen dengan menusukkan sedikit ekstrak alergen cair pada epidermis superfisial fleksor lengan bawah.
6. Dermatografisme adalah adanya eritema yang diikuti munculnya urtika akibat goresan pada kulit.
3.9. Kelompok Pemeriksaan
Penelitian terdiri dari 2 kelompok pemeriksaan sebagai berikut:
1. Kelompok yang positif, di mana ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada pemeriksaan tinja anak yang memiliki riwayat atopi.
2. Kelompok yang negatif, di mana tidak ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada pemeriksaan tinja anak yang memiliki riwayat atopi.
Pada penelitian ini data tidak terkelompokkan dalam intensitas infeksi secara proporsional.
3.10. Variabel
Variabel bebas Skala
Ascariasis Nominal dikotom
Bukan Ascariasis Nominal dikotom Riwayat Klinis Atopi Nominal dikotom Variabel tergantung Skala
Uji Tusuk Kulit (+) Nominal dikotom Uji Tusuk Kulit (-) Nominal dikotom
(43)
3.11. Analisa Statistik
Data diolah dengan menggunakan Uji Chi-Square untuk melihat hubungan hasil pemeriksaan telur cacing terhadap hasil uji tusuk kulit (SPT) dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan batas kemaknaan p.<0,05.
3.12. Masalah Etika
- Persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) dari orang tua - Izin komite etik penelitian FK USU
20
(44)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru terletak di sebuah Desa yang bernama Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh. Dengan jarak dari pusat Kota lebih kurang 3 KM dengan berbatasan sebagai berikut :
- Sebelah Timur berbatasan dengan Rumah Penduduk Desa Koto Baru - Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Lingkungan
- Sebelah Utara berbatasan dengan Sawah Penduduk
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Rumah Penduduk Desa Koto Baru Walaupun sekolah ini telah berdiri begitu lama, namun dari segi fisik masih baik, letak dan posisinya tidak berpindah dari tempat semula yaitu di Desa Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit, dan dilihat dari segi lainya, secara geografis sekolah ini berada pada posisi yang sangat baik atau strategis, di samping berada di Ibukota Kecamatan, juga berada pada jalan Provinsi, sehingga orang lebih cepat untuk mengenalnya.
4.2. Deskripsi Sampel Penelitian
Jumlah murid di Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi secara keseluruhan untuk Tahun Ajaran 2012/2013 dari kelas I sampai kelas VI sebanyak 258 orang.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Karakteristik Murid Sekolah Dasar
Sampel diperoleh sebanyak 220 orang murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Jumlah keseluruhan murid ada 258 orang. Tabel 1 di bawah menunjukkan bahwa jumlah sampel karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan kelas yang terbanyak adalah murid kelas 6 dengan jumlah 48 (21,8%).
(45)
Tabel 1. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan kelas
Kelas Jumlah Sampel %
1 35 15,9
2 34 15,5
3 31 14,1
4 39 17,7
5 6
33 48
15,0 21,8
Total 220 100,0
Karakteristik murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi berdasarkan kelompok umur yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa kelompok umur (tahun) murid yang terbanyak adalah umur 9 – 12 tahun dengan jumlah 138 (62,7%). Tabel 2. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan kelompok umur
Umur (Tahun) Jumlah Sampel %
6 – 8 82 37,3
9 – 12 138 62,7
Total 220 100,0
Jumlah murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 53,6% (Tabel 3).
Tabel 3. Karakteristik murid sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Sampel %
Laki-laki 102 46,4
Perempuan 118 53,6
Total 220 100,0
22
(46)
4.3.2. Gambaran Status Infeksi Cacing Usus
Dari 258 murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi hanya 220 (85,3%) murid yang bersedia memeriksakan tinjanya. Prevalensi infeksi cacing usus pada murid sekolah dasar tesebut adalah sebesar 30,5% yang terdiri dari infeksi tunggal terbanyak oleh Ascaris lumbricoides 54 (80,6%) dan ditemukan ada infeksi multipel yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sebesar 13 (19,4%) (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi infeksi cacing usus pada murid
Jenis Infeksi Parasit Jumlah Sampel % Infeksi tunggal:
Ascaris lumbricoides 54 80,6
Infeksi multiple:
Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura
13 19,4
Total 67 100,0
Pada Tabel 5 di bawah terlihat bahwa pada hasil pemeriksaan tinja terhadap 220 murid didapat yang penderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 67 murid dan yang bukan penderita infeksi cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 153 murid.
Tabel 5. Distribusi telur Ascaris lumbricoides pada tinja murid
Ascaris lumbricoides Jumlah Sampel %
Negatif 153 69,5
Positif 67 30,5
(47)
4.3.3. Gambaran Status Atopi
Proporsi atopi pada murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi dilihat dari hasil pemeriksaan uji tusuk kulit (SPT) yang positif terhadap alergen dari cacing Ascaris yang diuji. Dari uji SPT yang dilakukan pada 220 murid (85,3%) diperoleh proporsi positif dengan alergen dari cacing Ascaris adalah 67 (30,5%). Proporsi atopi keseluruhan adalah 220 (100%) yang memiliki riwayat klinis atopi (Tabel 6).
Tabel 6. Distribusi murid dengan riwayat klinis atopi
Riwayat Klinis Atopi Jumlah Sampel %
Ada 220 100
Total 220 100,0
Setelah dilakukan pemeriksaan uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides terhadap semua murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang memiliki riwayat klinis atopi baik yang positif telur Ascaris lumbricoides maupun yang negatif telur Ascaris lumbricoides sesuai dengan kelompok yang diperiksa, didapati hasil uji tusuk yang positif dengan alergen dari cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 67 (30,5%) murid. Jumlah 67 murid yang diperiksa menunjukkan reaksi kulit yang positif terhadap kontrol histamin (Tabel 7).
Tabel 7. Distribusi hasil uji tusuk kulit pada murid
Hasil Uji Tusuk Kulit Jumlah Sampel %
Negatif 153 69,5
Positif 67 30,5
Total 220 100,0
24
(48)
4.3.4. Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Atopi
Dari Tabel 8 di bawah ini terlihat bahwa hasil uji tusuk kulit (SPT) positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi dengan riwayat klinis atopi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67 (100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan infeksi cacing Ascaris lumbricoides negatif 153 (100%) (p = 0,0001).
Tabel 8. Hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan riwayat klinis atopi
Hasil Pemeriksaan Telur Cacing
Uji Tusuk Kulit
p.
Riwayat Klinis Atopi
Negatif Positif
n % n %
Ada Negatif Positif
153 0
100,0 0,0
0 67
0,0 100,0
0,0001 (p.<0,05)
(49)
Tabel 9. Hubungan infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit berdasarkan kelompok umur
Hasil Pemeriksaan Telur Cacing
Uji Tusuk Kulit
p.
Kelompok Umur (Tahun)
Negatif Positif
n % n % 6 – 8 Negatif
Positif 59 0 100,0 0,0 0 23 0,0 100,0 0,0001 (p.<0,05) 9 – 12 Negatif
Positif 94 0 100,0 0,0 0 44 0,0 100,0 0,0001 (p.<0,05)
Dari Tabel 9 di atas terlihat bahwa hasil uji tusuk kulit (SPT) positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi dengan riwayat klinis atopi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides pada semua umur dengan persentase yang sama pada setiap kelompok umur yaitu 100% dan p = 0,0001.
4.4. Pembahasan
Penelitian antara infeksi cacing usus dan atopi yang melibatkan populasi di Indonesia masih sedikit. Pada penelitian ini peneliti mencoba untuk melihat hubungan antara infeksi cacing usus khususnya pada infeksi cacing Ascaris lumbricoides terhadap uji tusuk kulit dengan menggunakan alergen ekstrak dari cacing Ascaris pada anak yang memiliki riwayat atopi. Kejadian infeksi cacing Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru di Kecamatan Pesisir Bukit Provinsi Jambi adalah 67 (30,5%) murid dan yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 153 (69,5%) murid. Begitu halnya pada semua anak yang diteliti memiliki riwayat atopi adalah 220 (100%) yang telah memenuhi kriteria inklusi.
26
(50)
Kemudian dilakukan pemeriksaan uji tusuk kulit pada hari berikutnya terhadap semua murid Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang memiliki riwayat atopi dan yang menjawab kuesioner baik yang positif telur Ascaris lumbricoides maupun yang negatif telur Ascaris lumbricoides sesuai dengan kelompok umur yang diperiksa, didapati hasil uji tusuk yang positif dengan alergen dari cacing Ascaris sebanyak 67 (30,5%) murid. Jumlah 67 murid yang diperiksa menunjukkan reaksi kulit yang positif terhadap kontrol histamin. Untuk 153 murid menunjukkan reaksi kulit negatif atau tidak menandakan reaksi.
Beberapa penelitian sebelumnya yang melibatkan anak sekolah menunjukkan efek proteksi yang kuat dari infeksi cacing terhadap atopi (Cooper et al, 2003). Walaupun begitu ada juga beberapa penelitian yang menunjukkan peningkatan alergi pada populasi yang terinfeksi cacing (Lynch et al, 1998).
Menurut Nyan Al (2001) juga menemukan nilai IgE total yang tinggi pada subjek yang atopi di Gambia, terdapatnya hubungan yang sama antara IgE total dan atopi sebagai mana ditemukan di negara industri seperti penelitian di Caucasia dan Venezuela. Lynch Al (1998) juga melaporkan rendahnya IgE total sesudah pengobatan dengan obat cacing. Adanya peningkatan konsentrasi IgE poliklonal pada populasi berperan penting terhadap efek proteksi terhadap infeksi cacing secara tidak langsung meningkatkan atopi.
Suatu studi meta analisis telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing usus (Ascariasis, Trichurisiasis, dan cacing tambang) terhadap alergi. Hasil analisis tersebut memperlihatkan tidak adanya konsistensi dari peranan infeksi cacing usus terhadap proteksi alergi, meskipun infeksi cacing tambang memperlihatkan sedikit efek proteksi terhadap alergi (Lynch, Goldblatt, Soeuf, 1999). Hal tersebut mungkin dapat diterangkan adanya variasi proporsi infeksi cacing usus dan spesies yang mendominasi kecacingan. Selain itu dijelaskan bahwa masing-masing spesies cacing usus mempunyai kemampuan yang berbeda dalam efek proteksi terhadap alergi. Untuk infeksi cacing Ascaris lumbricoides dapat menetap ataupun hanya lewat di usus halus sedangkan cacing Trichuris trichiura di usus besar dan cacing tambang memiliki migrasi interstitial.
(51)
Akan tetapi pada penelitian ini yang tergambar pada Tabel 8 terlihat bahwa hasil uji tusuk kulit (SPT) positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru di Kecamatan Pesisir Bukit Provinsi Jambi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67(100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p.=0,0001) menunjukkan hasil SPT negatif. Dalam hal ini, secara garis besar peneliti mendapatkan perbedaan yang signifikan dimana pada penderita Ascariasis dapat mempengaruhi dan bukan penderita Ascariasis tidak dapat mempengaruhi kejadian atopi. Dengan begitu diperoleh bahwa terdapat hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan hasil uji tusuk kulit (SPT) yang diteliti pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Dan sebaliknya dengan yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides tidak terdapat hubungan.
Menurut Leonardi-Bee Al (2006) ada beberapa kriteria endemis dilihat dari prevalensi infeksi cacing: endemis rendah <40%, sedang 55%-65% dan tinggi >70%.Pada penelitian ini didapati prevalensi infeksi cacing usus terutama infeksi cacing Ascaris lumbricoides sekitar 30,5%. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan endemis rendah untuk infeksi cacing yang terdiri dari infeksi tunggal dan multipel, spesies yang paling banyak menginfeksi adalah Ascaris lumbricoides 54 (80,6%) dan infeksi multipel yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura 13 (19,4%) (lihat Tabel 4).
Perbedaan efek infeksi cacing dalam sensitisasi alergi mungkin berhubungan dengan endemisitas infeksi cacing pada populasi berbeda. Menurut Cooper Al (2003) prevalensi rendah infeksi cacing merupakan area dimana transmisi cacing bersifat sporadik atau musiman, maka gejala akut alergi lebih menonjol sedangkan pada prevalensi tinggi infeksi cacing merupakan area transmisi cacing terus-menerus sehingga kronik respon alergi dapat ditekan infeksi.Daerah penelitian yang diteliti merupakan daerah endemis rendah infeksi cacing dimana transmisi cacing bersifat sporadik atau musiman, maka gejala akut alergi lebih menonjol. Akan tetapi peneliti tidak dapat juga menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi aktif baru karena peneliti tidak bisa membedakan antara
28
(52)
infeksi akut dengan kronik karena pengambilan sampel hanya dalam satu kurun waktu. Kemudian pada pemeriksaan infeksi cacing baik positif maupun negatif hanya menggunakan pemeriksaan mikroskopis, di samping itu pemeriksaan pengelompokan intensitas ringan, sedang dan berat khususnya infeksi cacing Ascaris lumbricoides tidak ditentukan, dimana pada penelitian ini peneliti tidak melakukan pemeriksaan telur cacing untuk menentukan derajat infeksi dengan menggunakan metode KATO-KAZT disebabkan keadaan sampel yang tidak memenuhi syarat untuk pemeriksaan.
Pada penelitian sebelumnya ada menjelaskan bahwa infeksi cacing yang akut sebenarnya tidak mempengaruhi konsentrasi titer IgE total. Dugaan tersebut mungkin ada hubungan terhadap kombinasi efek dari intensitas infeksi cacing yang rendah pada satu sisi dengan tingginya konsentrasi IgE total terhadap atopi pada sisi lainnya. Tingginya konsentrasi IgE total pada atopi mungkin masih merupakan sisa dari stimulasi IgE dari infeksi cacing sebelumnya. Hal ini dijelaskan dimana saat infeksi cacing bersifat akut, mungkin bisa tidak terdeteksi oleh peneliti karena peneliti tidak bisa menentukan kapan infeksi cacing berlangsung baik akut maupun kronis. Jadi, pengukuran IgE spesifik terhadap cacing bisa menjadi penentuan yang lebih baik untuk keseluruhan derajat infeksi cacing (Palmer et. al, 2002). Pemeriksaan terhadap ada tidaknya infeksi hanya menggunakan pemeriksaan mikroskopis, yang hasil negatifnya belum tentu benar-benar negatif karena mungkin saja saat diperiksa sebenar-benarnya telah terjadi perubahan sistim imun ke Th2, sehingga dapat mendukung nilai IgE total yang tinggi.
Menurut Dagoye (2003) menemukan bahwa Ascariasis dan infeksi cacing tambang punya efek proteksi terhadap atopi. Demikian juga yang ditemukan Scrivener di daerah yang sama bahwa terdapat penurunan risiko atopi pada penderita infeksi cacing tambang (Aroujo et. al, 2000).
Pada penelitian ini peneliti menemukan perbedaan yang bermakna pada proporsi atopi antara individu yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan yang tidak terinfeksi. Dari perbandingan hasil uji tusuk kulit pada penelitian anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan yang
(53)
tidak terinfeksi adalah berbanding terbalik. Diperoleh hasil uji tusuk kulit (SPT) positif dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67 (100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides negatif 153 (100%) (p.=0,0001) (lihat Tabel 8).
Dari Tabel 9 juga tergambarkan bahwa hasil uji tusuk kulit (SPT) positif pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yang memiliki riwayat klinis atopi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides pada semua umur dengan persentase yang sama pada setiap kelompok umur yaitu 100% dan p = 0,0001. Jadi pada anak yang memiliki riwayat klinis atopi yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides mempengaruhi kejadian atopi sedangkan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides tidak menandakan kejadian atopi atau respon imun alergi.
Beberapa ahli juga menemukan bahwa penelitian pada manusia sangat beragam, tapi pada saat dikonfirmasikan dengan hewan percobaan ternyata ditemukan adanya efek proteksi pada respon imun alergi inflamasi jalan nafas (Cooper, 2004).
30
(54)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap hasil uji tusuk kulit dengan alergen dari cacing Ascaris pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru yang memiliki riwayat atopi di Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi yaitu pada anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 67 (100%) berbeda bermakna dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides 153 (100%) (p = 0,0001).
2. Prevalensi infeksi cacing Ascaris lumbricoides pada anak Sekolah Dasar Negeri 047/XI Koto Baru Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi adalah sebesar 30,5% yang terdiri dari infeksi tunggal terbanyak oleh Ascaris lumbricoides 54 (80,6%) dan ditemukan ada infeksi multipel yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sebesar 13 (19,4%).
5.2. Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan pemeriksaan uji tusuk kulit (SPT) dengan alergen cacing dewasa Ascaris lumbricoides dan pemeriksaan IgE spesifik cacing Ascaris.
2. Perlu adanya pemeriksaan telur Ascaris lumbricoides pada pengelompokan intensitas ringan, sedang dan berat untuk dilakukan uji tusuk kulit yang dapat mendukung penyempurnaan penelitian ini.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Aroujo MI, Lopes AA, Medeiros M, Cruz AA, Sousa-Atta L, Sole D & Carvalho EM. 2000. Inverse association between skin response to aeroallergens and Schistosoma mansoni infection. Int Arch Allergy Immunol.; 123: 2: 145-48.
Baratawijaya KG. 2004. Imunologi Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: FK UI
Burks W. 2003. Skin manifestations of food allergy. Pediatrics; 1617-1624. Diunduh dari: www.pediatrics.org. Diakses September 2012
Cantani A, Micera. 2000. Can skin prick tests provoke severe allergic reactions? Eur Rev Med Pharmacol Sci; 4:145-148
Cantani A, Micera M. 2006. The prick by prick test is safe and reliable in 58 children with atopic dermatitis and foot allergy. Eur Rev Med Pharmacol Sci; 10:115-120.
Cooper PJ. 2004. Intestinal worms and human allergy. Parasite Immunology; 26:455-67.
Cooper PJ, Chico ME, Rodrigues LC, Ordonez M, Strachan D, Griffin GE et al. 2003. Reduced risk of atopy among school-age children infected with geohelminth parasites in a rural area of the tropics. J Allergy and Clin Immunol; 111(5): 995-1000.
Cooper PJ, Chico M, Bland M et.al. 2003. Allergy symptoms, atopy, and geohelminth Infection in a rural area of Ecuador. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine; 168: 313-17.
Dachi, RA. 2005. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593 Hatoguan terhadap Infeksi Cacing Perut di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Diunduh
dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15363/1/mki-des2005-%20%285%29.pdf.Diakses September 2012
Dagoye D, bekele Z, Woldemichael K, et al. Wheezing, allergi, and parasite infection in children in urban and rural Ethiopia. Am J Resp Crit Care Med 2003; 167: 1369-73.
(1)
Lampiran 9
HASIL PENGOLAHAN DATA DAN
HASIL DESKRIPTIF
Frequency Table
Kelas
35 15.9 15.9 15.9 34 15.5 15.5 31.4 31 14.1 14.1 45.5 39 17.7 17.7 63.2 33 15.0 15.0 78.2 48 21.8 21.8 100.0 220 100.0 100.0
1 2 3 4 5 6 Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e Percent
Umur (Tahun)
82 37.3 37.3 37.3
138 62.7 62.7 100.0 220 100.0 100.0
6-8 tahun 9-12 tahun Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Jenis Kelami n
102 46.4 46.4 46.4 118 53.6 53.6 100.0 220 100.0 100.0
Laki-laki Perempuan Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Pemeriksaan Telur Cacing
153 69.5 69.5 69.5 67 30.5 30.5 100.0 220 100.0 100.0
Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
(2)
Descriptives
Risiko Atopi
103 46.8 46.8 46.8 81 36.8 36.8 83.6 36 16.4 16.4 100.0 220 100.0 100.0
Kecil Sedang Tinggi Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Riwayat Kl inis Atopi
220 100.0 100.0 100.0 Ada
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e Percent
Uji Tusuk Kulit
153 69.5 69.5 69.5 67 30.5 30.5 100.0 220 100.0 100.0
Negatif Positif Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Descriptive Statistics
220 6 12 9.24 1.933 220 15 50 24.16 6.226 220 103 153 125.55 11.119 220
Umur (Tahun) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (Cm) Valid N (list wise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iat ion
Pemeriksaan Telur Cacing * Uji Tusuk Kulit * Riwayat Klinis Atopi Crosstabulation
153 0 153 100.0% .0% 100.0%
0 67 67
.0% 100.0% 100.0% Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing Riway at Klinis Atopi
Ada
Negatif Positif Uji Tusuk Kulit
(3)
Chi-Square Tests
220.000b 1 .000 215.304 1 .000 270.453 1 .000
.000 .000
219.000 1 .000
220 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Riway at Klinis Atopi
Ada
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 20.40. b.
Pemeriksaan Telur Cacing * Uj i Tusuk Kulit * Risiko Atopi Crosstabulation
89 0 89
100.0% .0% 100.0%
0 14 14
.0% 100.0% 100.0% 89 14 103
86.4% 13.6% 100.0%
47 0 47
100.0% .0% 100.0%
0 34 34
.0% 100.0% 100.0% 47 34 81
58.0% 42.0% 100.0%
17 0 17
100.0% .0% 100.0%
0 19 19
.0% 100.0% 100.0%
17 19 36 47.2% 52.8% 100.0% Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Count
% within Pemeriksaan Telur Cacing Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing
Total
Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing
Total
Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing
Total Risiko Atopi Kecil
Sedang
Tinggi
Negatif Positif Uji Tusuk Kulit
(4)
Crosstabs (Berdasarkan Kelompok Umur)
Chi-Square Tests
103.000b 1 .000 94.662 1 .000 81.883 1 .000
.000 .000 102.000 1 .000
103
81.000c 1 .000 76.946 1 .000 110.194 1 .000
.000 .000 80.000 1 .000
81
36.000d 1 .000 32.099 1 .000 49.795 1 .000
.000 .000 35.000 1 .000
36 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Pearson Chi-Square Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Pearson Chi-Square Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Risiko Atopi
Kecil
Sedang
Tinggi
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
1 cells (25.0%) hav e expected count less t han 5. The minimum expected count is 1.90. b.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 14.27. c.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 8.03. d.
Case Processing Summary
220 100.0% 0 .0% 220 100.0% Pemeriksaan Telur
Cacing * Uji Tusuk Kulit * Umur (Tahun)
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(5)
Pemeriksaan Telur Cacing * Uj i Tusuk Kulit * Umur (Tahun) Crosstabul ation
59 0 59
100.0% .0% 100.0% 100.0% .0% 72.0% 72.0% .0% 72.0%
0 23 23
.0% 100.0% 100.0% .0% 100.0% 28.0% .0% 28.0% 28.0%
59 23 82
72.0% 28.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 72.0% 28.0% 100.0%
94 0 94
100.0% .0% 100.0% 100.0% .0% 68.1% 68.1% .0% 68.1%
0 44 44
.0% 100.0% 100.0% .0% 100.0% 31.9% .0% 31.9% 31.9%
94 44 138
68.1% 31.9% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 68.1% 31.9% 100.0% Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Count
% wit hin Pemeriksaan Telur Cacing
% wit hin Uji Tusuk Kulit % of Total
Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing
Total
Negatif
Ada (Telur Cacing Ascaris lumbricoides) Pemeriksaan
Telur Cacing
Total Umur (Tahun) 6-8 tahun
9-12 tahun
Negatif Positif Uji Tusuk Kulit
(6)
Chi-Square Tests
82.000b 1 .000 77.120 1 .000 97.320 1 .000
.000 .000 81.000 1 .000
82
138.000c 1 .000 133.434 1 .000 172.774 1 .000
.000 .000 137.000 1 .000
138 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Pearson Chi-Square Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Umur (Tahun)
6-8 tahun
9-12 tahun
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expected count less t han 5. The minimum expected count is 6. 45. b.
0 cells (.0%) hav e expected count less t han 5. The minimum expected count is 14. 03. c.