Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol Dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air Dengan Kapasitas 60.000 Ton/Tahun

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN GLISEROL

DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DAN AIR

DENGAN KAPASITAS 60.000 TON/TAHUN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia

Oleh :

AGUSTIN MAROJAHAN BUTAR-BUTAR

080405078

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol Dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air Dengan Kapasitas 60.000 Ton/Tahun. Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai syarat untuk kelulusan dalam sidang sarjana.

Selama mengerjakan Tugas akhir ini penulis begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Mhd Yusuf Ritonga, MT sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Maulida, ST. M.Sc sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, MSi sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia FT USU. 4. Ibu Ir. Renita Manurung, MT sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen

Teknik Kimia FT USU.

5. Seluruh Dosen Pengajar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi.

6. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Deparetemen Teknik Kimia.

7. Dan yang paling istimewa Orang tua penulis yang tidak pernah lupa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

8. Saudari Ita Sri Dearna Saragih, SE yang bersedia menjadi tempat keluh kesah penulis dan terima kasih untuk motivasi juga pertolongannya selama menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Sahabat Penulis Halim Cahjadi, ST dan Seto Pramana, ST yang selalu ada pada saat penulis membutuhkan pertolongan selama menyelesaikan tugas akhir ini. 10.Teman seperjuangan Irma Ika Nova sebagai partner penulis dalam penyelesaian


(3)

11.Teman-teman Teknik Kimia D4 stambuk 2005, teman- teman Reguler ’08 dan Adik-adik junior stambuk ’09 dan ’10.

12.Seluruh Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang juga turut memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada penulisan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 13 September 2011 Penulis,

Agustin Marojahan 080405078


(4)

INTISARI

Gliserol diperoleh melalui reaksi antara Crude Palm Oil (CPO) dan Air di dalam reaktorkolom hidrolisa pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Pabrik pembuatan gliserol ini direncanakan berproduksi dengan kapasitas 60.000 ton/tahun dengan masa kerja 330 hari dalam satu tahun. Lokasi pabrik direncanakan di daerah Kawasan Industri Medan daerah Belawan Kotamadya Medan, Sumatera Utara, dengan luas areal 9500 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 145 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan gliserol ini adalah sebagai berikut:

 Modal Investasi : Rp 980.707.228.231,-

 Biaya Produksi : Rp 1.477.494.315.031,-

 Hasil Penjualan : Rp 1.873.800.095.904,-

 Laba Bersih : Rp 276.026.976.378,-

Profit Margin : 21,04 %

Break Even Point : 22,05 %

Return on Investment : 28,15 %

Return on Network : 46,91 %

Pay Out Time : 3,55 tahun

Internal Rate of Return : 36,55 

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Gliserol dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air ini layak untuk didirikan.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Perumusan masalah ... I-4 1.3 Tujuan Perancangan Pabrik ... I-4 1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik ... I-4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1

2.1 Minyak dan Lemak ... II-1 2.1.1 Pengertian Minyak dan Lemak ... II-1 2.1.2 Sifat- sifat Minyak dan Lemak ... II-2 2.2 Gliserol ... II-7 2.2.1 Kegunaan Gliserol ... II-8 2.3 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk ... II-9 2.3.1 Minyak Sawit (CPO) ... II-9 2.3.2 Air (H2O) ... II-10 2.3.3 Gliserol ... II-10 2.4 Deskripsi Proses ... II-12 2.4.1 Persiapan Bahan Baku ... II-12 2.4.2 Proses Fat Splitting Column ... II-12 2.4.3 Pemurnian Gliserol ... II-13 BAB III NERACA MASSA ... III-1

3.1 Kolom Hidrolisa (R-201) ... III-1 3.2 Flash Tank Asam Lemak(FT-201) ... III-1 3.3 Flash Tank Gliserol (FT-202) ... III-2 3.4 Skimmer (SK-201) ... III-2 3.5 Evaporator I (E-301) ... III-2


(6)

3.6 Evaporator II (E-302) ... III-3 BAB IV NERACA ENERGI ... IV-1 4.1 Heater Air (HE-101) ... IV-1 4.2 Heater CPO (HE-102) ... IV-1 4.3 Kolom Hidrolisa (R-201) ... IV-2 4.4 Flash Tank Asam Lemak (FT-201) ... IV-2 4.5 Flash Tank Gliserol (FT-202) ... IV-3 4.6 Skimmer (SK-201) ... IV-3 4.7 Evaporator I (E-301) ... IV-4 4.8 Evaporator II (E-302) ... IV-4 4.9 Coller (CL-201) ... IV-4 BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1

5.1 Tangki Bahan Baku Air (TK-101) ... V-1 5.2 Tangki Bahan Baku CPO (TK-102) ... V-1 5.3 Tangki Produk Asam Lemak (TK-301) ... V-2 5.4 Tangki Penampungan CPO (TK-302) ... V-3 5.5 Tangki Penampungan Gliserol (TK-303) ... V-3 5.6 Heater Air (HE-101) ... V-4 5.7 Heater CPO(HE-102) ... V-4 5.8 Cooler (CL-201) ... V-5 5.9 Kolom Hidrolisa (R-201) ... V-5 5.10 Flash Tank Asam Lemak (FT-201) ... V-6 5.11 Flash Tank Gliserol (FT-202) ... V-6 5.12 Skimmer (SK-201) ... V-7 5.13 Tangki Evaporator I (E-301) ... V-7 5.14 Tangki Evaporator II (E-302) ... V-8 5.15 Pompa Tangki Air (P-101) ... V-9 5.16 Pompa Tangki CPO (P-102) ... V-9 5.17 Pompa Heater Air (P-201) ... V-9 5.18 Pompa Heater CPO (P-202) ... V-10 5.19 Pompa Flash Tank Asam Lemak (P-203) ... V-10 5.20 Pompa Flash Tank Gliserol (P-204) ... V-10


(7)

5.21 Pompa Evaporator I (P-301) ... V-10 5.21 Pompa Evaporator II (P-302) ... V-11 BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1

6.1 Instrumentasi ... VI-1 6.2 Keselamatan Kerja ... VI-8 BAB VII UTILITAS ... VII-1

7.1 Kebutuhan Uap (Steam) ... VII-1 7.2 Kebutuhan Air ... VII-2 7.2.1 Screening ... VII-6 7.2.2 Sedimentasi ... VII-6 7.2.3 Koagulasi dan Flokulasi ... VII-7 7.2.4 Filtrasi ... VII-8 7.2.5 Demineralisasi ... VII-9 7.2.6 Deaerator ... VII-12 7.3 Kebutuhan Listrik ... VII-13 7.4 Kebutuhan Bahan Bakar ... VII-13 7.5 Unit Pengolahan Limbah ... VII-15 7.5.1 Bak Penampungan (BP) ... VII-16 7.5.2 Bak Sedimentasi (BS) ... VII-16 7.5.3 Bak Netralisasi (BN) ... VII-17

7.5.4 Pengolahan Limbah dengan Sistem Activated Sludge ( Lumpur Aktif) ... VII-18

7.5.5 Tangki Sedimentasi ... VII-21 7.6 Spesifikasi Peralatan Utilitas ... VII-21 7.7 Spesifikasi Peralatan Pengolahan Limbah ... VII-32 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... VIII-1

8.1 Lokasi Pabrik ... VIII-1 8.2 Tata Letak Pabrik ... VIII-6 8.3 Perincian Luas Tanah ... VIII-7 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1

9.1 Organisasi Perusahaan ... IX-1 9.2 Manajemen Perusahaan ... IX-3


(8)

9.3 Bentuk Hukum dan Badan Usaha ... IX-4 9.4 Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IX-6 9.5 Sistem Kerja ... IX-8 9.6 Jumlah Karyawan dan tingkat Pendidikan ... IX-9 9.7 Sistem Penggajian ... IX-11 9.8 Fasilitas Tenaga Kerja ... IX-12 BAB X ANALISA EKONOMI ... X-1

10.1 Modal Investasi ... X-1 10.2 Biaya Produksi Total (BPT)/ Total Cost (TC) ... X-4 10.3 Total Penjualan (Total Sales) ... X-5 10.4 Bonus Perusahaan ... X-5 10.5 Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... X-5 10.6 Analisa Aspek Ekonomi ... X-5 BAB XI KESIMPULAN ... XI-1 DAFTAR PUSTAKA ... xi LAMPIRAN A ... LA-1 LAMPIRAN B ... LB-1 LAMPIRAN C ... LC-1 LAMPIRAN D ... LD-1 LAMPIRAN E ... LE-1


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambar 1.1 Rumus molekul gliserol I-1

Gambar 2.1 Struktur Trigliserida ... II-1 Gambar 6.1 Instrumentasi Tangki Cairan ... VI-6 Gambar 6.2 Instrumentasi Kolom Hidrolisa ... VI-6 Gambar 6.3 Instrumentasi Flash Tank ... VI-7 Gambar 6.4 Instrumentasi Heater dan Cooler ... VI-7 Gambar 6.5 Instrumentasi Pompa ... VI-8 Gambar.8.1 Tata Letak Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol ... VIII-8 Gambar 9.1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan Pabrik Pembuatan GliserolIX-13 Gambar LD.1 Sketsa Sebagian Bar Screen ... LD-1 Gambar LE.1 Harga Peralatan untuk tangki penyimpanan (Storage) dan tangki

Pelarutan ... LE-5 Gambar LE.2 Grafik BEP ... LE-27


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kebutuhan gliserol ... I-2 Tabel 1.2 Data Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit ... I-3 Tabel 2.1 Titik didih dan Titik cair asam-asam lemak jenuh dari minyak ... II-3 Tabel 3.1 Neraca Massa Kolom Hidrolisa (R-201) ... III-1 Tabel 3.2 Neraca Massa Flash Tank pada Asam Lemak (FT-201) ... III-1 Tabel 3.3 Neraca Massa Flash Tank pada Gliserol (FT-202) ... III-2 Tabel 3.4 Neraca Massa Skimmer (SK-201) ... III-2 Tabel 3.5 Neraca Massa Evaporator I (E-301) ... III-2 Tabel 3.6 Neraca Massa Evaporator II (E-302) ... III-3 Tabel 4.1 Neraca Panas pada Heater Air (HE-101) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Panas pada Heater CPO (HE-202) ... IV-1 Tabel 4.3 Neraca Panas pada Kolom Hidrolisa (R-201) ... IV-2 Tabel 4.4 Neraca Panas pada Flash Tank Asam Lemak (FT-201) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Panas pada Flash Tank Gliserol (FT-202) ... IV-3 Tabel 4.6 Neraca Panas pada Skimmer (SK-201) ... IV-3 Tabel 4.7 Neraca Panas pada Evaporator I (E-301) ... IV-4 Tabel 4.8 Neraca Panas pada Evaporator II (E-302) ... IV-4 Tabel 4.9 Neraca Panas Cooler (CL-201) ... IV-4 Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Gliserol ... VI-5 Tabel 7.1 Kebutuhan UapPabrik Pembuatan Gliserol ... VII-1 Tabel 7.2 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat ... VII-2 Tabel 7.3 Kebutuhan Air Proses pada Alat ... VII-3 Tabel 7.4 Pemakaian air untuk berbagai kebutuhan ... VII-4 Tabel 7.5 Kualitas Air Sungai Deli Labuan, Medan ... VII-5 Table 7.6 Perincian Kebutuhan Listrik ... VII-13 Tabel 8.1 Perincian Luas Tanah ... VIII-7 Tabel 9.1 Jadwal Kerja Karyawan Shift ... IX-9 Tabel 9.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasinya ... IX-10 Tabel 9.3 Perincian Gaji Karyawan ... IX-11 Tabel LA.1 Neraca Massa Kolom Hidrolisa (R-201) ... LA-4


(11)

Tabel LA.2 Neraca massa pada Flash Tank Asam Lemak (FT-201) ... LA-5 Tabel LA.3 Neraca Massa pada Flash Tank Gliserol (FT-202)... LA-6 Tabel LA.4 Neraca massa pada Skimmer (SK-201) ... LA-7 Tabel LA.5 Neraca Massa Evaporator I (E-301) ... LA-8 Tabel LA.6 Neraca Massa Evaporator II (E-302) ... LA-9 Tabel LB.1 Neraca Energi pada Heater Air (HE-101) ... LB-3 Tabel LB.2 Neraca Energi pada Heater CPO (HE-102) ... LB-4 Tabel LB.3 Neraca Energi pada Kolom Hidrolisa (R-201) ... LB-8 Tabel LB.4 Neraca Energi Flash Tank Asam Lemak (FT-201) ... LB-10 Tabel LB.5 Neraca Energi Flash Tank Gliserol (FT-202) ... LB-11 Tabel LB.6 Neraca Energi pada Skimmer (SK-201) ... LB-13 Tabel LB.7 Neraca Energi Evaporator I (E-301) ... LB-15 Tabel LB.8 Neraca Energi Evaporator II (E-302) ... LB-17 Tabel LB.9 Neraca Energi Cooler (CL-201) ... LB-18 Tabel LC.1 Komponen Bahan yang Terdapat Pada Evaporator I ... LC-62 Tabel LC.2 Komponen Bahan yang Terdapat Pada Evaporator II ... LC-66 Tabel LC.3 Komposisi Umpan Masuk Skimmer ... LC-70 Tabel LE.1 Perincian Harga Bangunan, dan Sarana Lainnya ... LE-1 Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift ... LE-3 Tabel LE.3 Estimasi Harga Peralatan Proses ... LE-6 Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Utilitas dan Pengolahan Limbah ... LE-7 Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi... LE-10 Tabel LE.6 Perincian Gaji Pegawai ... LE-13 Tabel LE.7 Perincian Biaya Kas ... LE-14 Tabel LE.8 Perincian Modal Kerja ... LE-16 Tabel LE.9 Aturan Depresiasi Sesuai UU Republik Indonesia

No.17 Tahun 2000 ... LE-17 Tabel LE.10 Perhitungan Biaya Depresiasi Sesuai UU RI

No. 17 Tahun 2000 ... LE-18 Tabel LE.11 Data Perhitungan BEP ... LE-26 Tabel LE.12 Data Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) ...LE-28


(12)

INTISARI

Gliserol diperoleh melalui reaksi antara Crude Palm Oil (CPO) dan Air di dalam reaktorkolom hidrolisa pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Pabrik pembuatan gliserol ini direncanakan berproduksi dengan kapasitas 60.000 ton/tahun dengan masa kerja 330 hari dalam satu tahun. Lokasi pabrik direncanakan di daerah Kawasan Industri Medan daerah Belawan Kotamadya Medan, Sumatera Utara, dengan luas areal 9500 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 145 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan gliserol ini adalah sebagai berikut:

 Modal Investasi : Rp 980.707.228.231,-

 Biaya Produksi : Rp 1.477.494.315.031,-

 Hasil Penjualan : Rp 1.873.800.095.904,-

 Laba Bersih : Rp 276.026.976.378,-

Profit Margin : 21,04 %

Break Even Point : 22,05 %

Return on Investment : 28,15 %

Return on Network : 46,91 %

Pay Out Time : 3,55 tahun

Internal Rate of Return : 36,55 

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Gliserol dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air ini layak untuk didirikan.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pembangunan industri di Indonesia semakin meningkat. Kemajuan ini tampak dengan semakin banyak berdirinya pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, serta meningkatnya industri barang untuk modal termasuk industri mesin dan peralatan. Istilah gliserol digunakan untuk zat kimia yang murni, sedang gliserin digunakan untuk istilah hasil pemurnian secara komersial (Kirk Othmer, 1966). Pada penganekaragaman industri kimia khususnya, gliserol adalah salah satu bahan yang penting di dalam industri. Gliserol adalah bahan yang dibutuhkan pada berbagai industri, misalnya: obat-obatan, bahan makanan, kosmetik, pasta gigi, industri kimia, larutan anti beku, dan tinta printer. Jika dilihat dari banyaknya kebutuhan gliserol di Indonesia, maka untuk mencukupi kebutuhan bahan gliserol di Indonesia masih didatangkan dari luar negeri.

Pertimbangan utama yang melatarbelakangi pendirian Pabrik Gliserol ini pada umumnya sama dengan sektor-sektor industri kimia yang lain, yaitu mendirikan suatu pabrik yang secara sosial-ekonomi cukup menguntungkan. Pendirian Pabrik Gliserol ini cukup menarik karena belum banyak Pabrik Gliserol di Indonesia, dan juga karena prospeknya yang menguntungkan di masa mendatang.

H

H C OH

H C OH

H C OH

H


(14)

Kegunaan gliserol antara lain :

1. Industri makanan : Penambah cita rasa makanan dan ekstrak makanan. 2. Industri obat-obatan : Pelarut bahan obat-obatan dan multivitamin.

3. Industri kosmetik : Pembuatan lotion kulit, sabun kecantikan, bedak cair dan pembersih mata.

4. Industri polimer : Pembuatan poliester dan alkil resin.

5. Industri pelumas, fotografi, anti beku, pengolahan karet, larutan pembersih.

Kebutuhan gliserol terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sampai saat ini Indonesia masih mengimpor gliserol, oleh karena itu diperlukan suatu usaha agar dapat memenuhi permintaan dalam negeri yaitu dengan cara mendirikan pabrik gliserol. Hal ini didasari juga kebutuhan gliserol yang mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Kebutuhan gliserol

Tahun Kebutuhan Gliserol ( Ton/Tahun)

2005 28.995

2006 30.919

2007 32.439

2008 33.712

2009 34.829

2010 35.946*

2011 37.063*

2012 38.180*

2013 39.297*

2014 40.414*

2015 41.531*

Ket: *estimasi

(Badan Pusat Statistik, 2009)

Dari tabel di atas dari tahun ke tahun kebutuhan gliserol di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Maka sangat cocok apabila didirikan pabrik gliserol di Indonesia. Salah satu jenis minyak nabati yang memiliki potensi


(15)

sebagai bahan baku pembuatan gliserol adalah minyak kelapa sawit (CPO). Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku pembuatan gliserol yang sangat melimpah ketersediaannya di Indonesia.

Tabel 1.2 Data Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit

Tahun Produksi

Minyak Kelapa Sawit di Indonesia (1000 Ton/ Tahun)

Ekspor

Minyak Kelapa Sawit di Indonesia (1000 Ton/ Tahun)

Konsumsi Minyak Kelapa Sawit

di Indonesia (1000 Ton/ Tahun)

2005 14.100 10.436 3.664

2006 16.251 12.540 3.711

2007 17.100 12.650 4.450

2008 19.330 14.470 4.860

2009 21.500 16.290* 5.210*

2010 23.670* 18.110* 5.560*

2011 25.840* 19.930* 5.910*

2012 28.010* 21.750* 6.260*

2013 30.180* 23.570* 6.610*

2014 32.350* 25.390* 6.960*

2015 34.520* 27.210* 7.310*

Ket: *estimasi

(http://iopri.org/, 2010)

Pada perancangan pabrik pembuatan gliserol ini, bahan baku untuk pembuatan gliserol adalah minyak kelapa sawit (CPO). Peningkatan produksi minyak kelapa sawit dan ekspor di Indonesia terus meningkat. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia melimpah sehingga membutuhkan pengembangan sektor industri yang mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi sehingga harga jual minyak kelapa meningkat yang berdampak pemasukan pada peningkatan pendapatan Negara.


(16)

1.2 Perumusan Masalah

Dari tahun ke tahun kebutuhan gliserol di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Berdasarkan hal itu, maka didirikan pabrik gliserol dengan berbagai proses dan berbagai jenis bahan baku, salah satunya adalah dengan proses hidrolisamenggunakan Crude Palm Oil (CPO) dan air sebagaai bahan baku.

1.3 Tujuan Pra Rancangan

Tujuan Perancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air adalah untuk mengaplikasikan ilmu teknik kimia dalam pendirian pabrik pembuatan gliserol di Indonesia yang meliputi neraca massa, neraca energi, spesifikasi peralatan, operasi teknik kimia, utilitas dan bagian ilmu teknik kimia lainnya, juga untuk memenuhi aspek ekonomi dalm pembiayaan pabrik sehingga memberikan gambaran kelayakan Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari

Crude Palm Oil (CPO) dan Air.

1.4 Manfaat Pra Rancangan

Manfaat atau kontribusi yang diperoleh dari Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air jika didirikan di Indonesia adalah seperti berikut ini.

1. Untuk memenuhi kebutuhan gliserol di Indonesia.

2. Sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian dan perancangan selanjutnya tentang proses pembuatan gliserol.

3. Sebagai aplikasi bagi mahasiswa dari teori-teori yang didapat dalam perkuliahan.

4. Meningkatkan kesempatan kerja, yang berarti menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak

2.2.1 Pengertian minyak dan lemak

Minyak atau lemak adalah gliserida dari asam lemak dengan gliserol yang disebut juga dengan trigliserida. Ikatan ini terjadi juga karena ketiga gugus hidroksi (OH) pada gliserol diganti oleh tiga gugus asam lemak (fatty acid) yaitu RCOO-.

Secara umum trigliserida memiliki rumus struktur sebagai berikut: O

CH2 – O – C – R1 O CH – O – C – R2

O CH2 – O – C – R3

Gambar 2.1 Struktur Trigliserida

Angka (1), (2) dan (3) pada rumus struktur di atas menyatakan gugus alkil yang sama atau berbeda.

Minyak atau lemak dapat juga dikatakan sebagai hasil esterifikasi asam lemak (fatty acid) dengan gliserol.

Reaksi sebagai berikut :

CH2 – OH CH2 – OOCR

CH – OH + 3 RCOOH CH – OOCR + 3H2O

CH2 – OH CH2 – OOCR


(18)

Perbedaan lemak dan minyak sebagai berikut:

1. Lemak mengandung asam lemak jenuh lebih banyak, sedangkan minyak mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak.

2. Pada suhu kamar berupa zat padat, sedang minyak berupa zat cair (Ketaren, 1986).

Berdasarkan sumbernya minyak yang terdapat di alam dibedakan atas 3, yaitu sebagai berikut:

1. Minyak mineral, yaitu minyak hidrokarbon makromolekul yang berasal dari fosil-fosil zaman dulu karena pengaruh tekanan dan temperatur.

Contoh: minyak lampu, bensin dan lain-lain.

2. Minyak nabati/hewani, yaitu berasal dari tumbuhan/hewan.

3. Minyak essensial/atsiri, yaitu minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut tertentu lalu didestilasi.

Lemak nabati memiliki beberapa jenis asam lemak tak jenuh yang dibedakan atas tiga, yaitu sebagai berikut:

1. Drying Oil, yaitu minyak yang sifatnya mudah mengering bila dibiarkan di udara.

Comtoh: pernis, cat.

2. Semi Drying Oil, yaitu minyak yang berubah karena pengaruh suhu. Contoh: minyak biji kapas, minyak bunga matahari.

3. Non Drying Oil, yaitu minyak yang tidak mengering karena pengaruh suhu. Contoh: minyak kelapa, minyak kelapa sawit. (Ketaren, 1986)

2.2.2 Sifat-sifat Minyak dan Lemak. A. Sifat Fisika

1. Warna

Memiliki warna orange disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak atau lemak tersebut.

2. Kelarutan


(19)

3. Titik cair dan polymerphism

Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linear dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans – mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan –sis.

Polymerphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymerphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang dan pemisahan kristal-kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristal sudah dapat diketahui.

Polymerphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak dan asam-asam lemak beserta ester-ester. Untuk selanjutnya polymerphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak.

4. Titik didih

Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin bertambah besar dengan bertambahnya rantai karbon dari beberapa asam lemak tersebut.

Tabel 2.1 Titik didih dan Titik cair asam-asam lemak jenuh dari minyak

Rumus Molekul

Nama Asam

Titik Didih (oC)

Titik Cair (oC)

C4H8O2 Butirat 160 -8

C6H12O2 Kaproat 107 -3.4

C8H16O2 Kaplirat 135 16,7

C10H20O2 Kapriat 159 31,6

C12H24O2 Laurat 182 44,2

C14H28O2 Miristat 202 54,4

C16H32O2 Palmitat 222 62,9

C18H36O2 Stearat 240

(Ketaren, 1986). 5. Bobot jenis

Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25 0

C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40 0C atau 60 0C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada


(20)

penentuan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.

6. Indeks bias

Indeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak/lemak.

Abbe refractometer mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan pada 25 0C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40 0C atau 60 0C, selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari asam-asam lemak tersebut.

7. Aroma dan rasa

Aroma dan rasa pada minyak/lemak selain terdapat secara alami juga terjadi karena terdapatnya asam-asam yang berantai sangat pendek sekali sebagai hasil penguraian yang menyebabkan kerusakan pada minyak/lemak.

8. Titik lebur (melting point)

Titik lebur pada minyak dan lemak akan semakin tinggi dengan semakin panjangnya rantai atom C.

9. Minyak dan lemak jika dituangkan di atas air akan membentuk lapisan tipis yang merata di atas permukaan air tersebut.

10.Odor dan flavor

Odor dan flavor pada lemak/minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam-asam berantai pendek sebagai hasil dari penguraian pada kerusakan lemak/minyak. Akan tetapai pada umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.

11.Titik asap, titik nyala dan titik api

Apabila minyak atau lemak, dapat dilakukan penetapan titik asap, titk nyala dan titk api. Titik asap adalah temperatur pada saat lemak atau minyak


(21)

menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dan minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus menerus sampai habisnya contoh uji.

12.Shot melting point

Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya lemak atau minyak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya (Ketaren, 1986).

B. Sifat Kimia

1. Hidrolisa

Dalam proses hidrolisa, minyak/lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas.

Proses hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan pada minyak/lemak karena terdapatnya sejumlah air pada minyak atau lemak tersebut. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya “hydrolitic rancidity” yang menghasilkan

aroma dan rasa tengik pada minyak atau lemak. Reaksi:

O

CH2 – O – C – R CH2OH

O O CH – O – C – R + 3H – OH CHO + 3RCOOH

O

CH2 – O – C – R CH2OH

Trigliserida air gliserol As. lemak bebas 2. Oksidasi

Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak/lemak. terdapatnya sejumlah O2 serta logam-logam seperti tembaga (Cu), seng (Zn) serta logam lainnya yang bersifat sebagai katalisator oksidasi dari minyak/lemak. Proses


(22)

oksidasi ini akan bersifat sebagai katalisator aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas yang akan menimbulkan bau yang tidak disenangi. Proses ini juga menyebabkan terbentuknya peroksida. Untuk mengetahui tingkat ketengikan minyak/lemak dapat ditentukan dengan menentukan jumlah peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak tersebut.

Reaksi:

H H

R – (CH2)n –C = C – H + O2 R – (CH2)n – C – C – H H H O O

asam lemak peroksida

R – (CH2)n–C = O + –C–OH H O aldehid keton 3. Hidrogenasi

Tujuan dari proses ini adalah untuk menjernihkan ikatan rangkap dari rantai atom karbon C asam lemak pada minyak/lemak. Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni ditambah dengan serbuk nukel sebagai katalisator yang mengakibatkan kenaikan titik cair dari asam lemak dan juga menjadikan minyak/lemak tahan terhadap oksidasi akibat hilangnya ikatan rangkap.

4. Esterifikasi

Reaksi esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Minyak dan lemak juga mengandung komponen non gliserida dalam jumlah kecil. Non-gliserida akan menyebabkan aroma, warna, rasa yang kurang disenangi konsumen. Komponen-komponen non-gliserida ini adalah:

 Komponen yang karut dalam minyak


(23)

 Komponen yang tersuspensi

Misalnya: karbohidrat, senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen, dll (Ketaren, 1986).

2.3 Gliserol

Gliserol merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3-propanetriol. Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut:

CH2OH CHOH CH2OH

Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat orang bingung. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol.

Gliserol dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti:

1) Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dan minyak menghasilkan gliserol dan asam lemak.

R1-COO- CH2 CH2OH

R2-COO-CH + 3H2O 3R-COOH + CHOH R3-COO- CH2 CH2OH Trigliserida Air Asam lemak Gliserol

2) Saponifikasi lemak dengan NaOH, menghasilkan gliserol dan sabun.

R1-COO- CH2 CH2OH

R2-COO-CH + 3NaOH 3R-COONa + CHOH R3-COO- CH2 CH2OH Trigliserida Sodium hidroksida Sabun Gliserol


(24)

3) Transesterifikasi lemak dengan methanol menggunakan katalis NaOCH3 (sodium methoxide), menghasilkan gliserol dan metil ester.

R1-COO- CH2 CH2OH

R2-COO-CH + 3CH3OH 3 RCOOCH3 + CHOH R3-COO- CH2 CH2OH Trigliserida Metanol Metil ester Gliserol

Gliserol yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat Splitting ini mengandung air manis (sweet water) dengan kadar 10- 12%. Kandungan air biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya untuk pemurnian gliserol ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti:

1. Pretreatment (pengolahan awal) 2. Evaporasi

3. Destilasi

Tujuan dari pretreatment ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas, oil atau fat yang masih terikut pada sweet water (kadar 10- 12%. Pada proses evaporasi gliserol dari sweet water dilakukan dengan menggunakan triple effect evaporator.

Gliserol yang dihasilkan pabrik evaporasi mengandung sekitar 88% gliserol dan 2-3% kotoran (ash). Permintaan mutu gliserol tergantung pada pangsa pasar. Bila mutu gliserol yang dihasilkan masih kurang baik maka gliserol tersebut harus dimurnikan dengan cara destilasi (Tambun, 2006).

2.3.1 Kegunaan Gliserol

1. Kosmetik; digunakan sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant, solven. Biasanya dipakai untuk skin cream danlotion, sampodankondisioner rambut, sabun dan detergen.

2. Dental cream; digunakan sebagai humectant.

3. Peledak; digunakan untuk membuat nitroglycerine sebagai bahan dasar peledak.

4. Industri makanan dan minuman; digunakan sebagai solven emulsifier, conditioner, freeze preventer dan coating. Digunakan dalam industri minuman anggur dan minuman lainnya.


(25)

5. Industri logam; digunakan untuk pickling, quenching, stripping, electroplating, galvanizing dan solfering.

6. Industri kertas; digunakan sebagai humectant, plasticizer, softening agent,

dan lain-lain.

7. Industri farmasi; digunakan untuk antibiotik, capsule dan lain-lain. 8. Photography; digunakan sebagai plasticizing.

9. Resin; digunakan untuk polyurethanes, epoxies, phtalic acid dan malic acid resin.

10.Industri tekstil; digunakan lubricating, antistatic, antishrink, waterproofing dan flameproofing.

11.Tobacco; digunakan sebagai humectant, softening agent dan flavor enhancer.

2.4 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk 2.4.1 Minyak Sawit (CPO)

2.4.1.1 Sifat Fisika

1. Spesific gravity (37,80C) : 0,9

2. Titik beku : 50C

3. Titik didih : 2980C

4. Densitas : 0,895 g/cm3

5. Kadar air (%) : 2

6. Bilangan Penyabunan : 198

7. Berat Molekul : 847,28 g/mol

8. Massa Jenis : 0.9

9. Rumus Kimia : C3H5(COOR)3

(Ketaren, 1986)

2.4.1.2 Sifat Kimia

a. Hidrolisis

Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, menurut reaksi:


(26)

b. Esterifikasi

Esterifikasi asam lemak adalah kebalikan dari hidrolisis, dibuat secara lengkap secara kontinyu penyingkiran air dari zona reaksi.

c. Interesterifikasi

Ester beralkohol rendah diperoleh dengan mereaksikan alkohol secara langsung dengan lemak untuk menggantikan gliserol, biasanya menggunakan katalis alkali.

Reaksinya adalah sebagai berikut:

C3H5(COOR)3+3CH3OH 3CH3OOCR+ C3H5(OH)3 Reaksi ini biasa disebut alkoholisis.

d. Saponifikasi

Jika lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali maka reaksinya sebagai berikut:

C3H5(COOR)3 + 3NaOH C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Reaksi ini adalah dasar reaksi yang digunakan pada

industri sabun.

(Daniel Swern, 1982)

2.4.3 Air (H2O)

1. Berat molekul : 18,016 gr/grmol 2. Rumus molekul : H2O

3. Densitas : 1 gr/ml

4. Viskositas : 0,01002 P 5. Panas spesifik : 1 kal/g

6. Tekanan uap : 760 mmHg

7. Panas laten : 80 kal/g

8. Indeks bias : 1,333

(Perry, 1984)

2.4.5 Gliserol 2.4.5.1 Sifat Fisika

Beberapa sifat fisis dan karakteristik yang penting dari gliserol, antara lain 1. Rumus molekul : C3H8O3


(27)

3. Titik lebur :18,17 0C 4. Titik didih : 290 0C 5. Berat jenis : 1,2617 gr/cm 6. Specific gravity : 1,260

7. Tekanan Uap : 0,0025 mmHg pada 50 0C : 0,195 mmHg pada 100 0C

8. Panas spesifik : 0,5795 kal/gram pada 26 0C (99,94 % gliserol) 9. Panas Penguapan : 21,060 kal/mol pada 55 0C

18,170 kal/mol pada 1950C 10. Panas Pembentukan : 159,60 kal/mol

11. Konduktivitas termal : 0,00068 kal/detik (cm2) (0C/cm) 12. Flash point : 177 0C

13. Titik api : 204 0C

(Sumber : Kirk dan Orthmer, 1971;Mc Graw Hill Encyclopedia, 1977; Perry, 199)

2.4.5.2. Sifat Kimia

1. Gliserol dapat bereaksi dengan phosporus pentachloride membentuk gliseril triklorida CH2Cl-CHCl- CH2Cl.

2. Gliserol dapat bereaksi dengan asam membentuk ester.

Contohnya : gliserol mono asetat CH2OH-CHOH-CH2OOCCH3, gliserol triasetat, triasetin, gliseril nitrat (nitroglycerine) CH2ONO2- CH2ONO2- CH2ONO2, dll

3. Gliserol dapat bereaksi dengan oxidator.

Contohnya : dilite nitric acid membentuk glyceric acid CH2OH-CHOH-COOH.

4. Gliserol dapat bereaksi dengan sodium hydrogen sulfate atau phosphorou pentoxide dipanaskan membentuk akrolein CH=CHCHO.

5. Gliserol dapat bereaksi dengan fosfor ditambahkan dengan iodin membentuk allil iodida, CH2=CHCH2I, dimana dengan HI menghasilkan propilen CH2=CHCH3, dan kemudian isopropil CH3CHICH3.

6. Gliserol dapat bereaksi dengan Natrium atau NaOH membentuk alkoholates.(Sumber : Mc Graw Hill Encyclopedia,1977)


(28)

2.5 Deskripsi Proses

Pada proses pembuatan sweet water dari CPO dilakukan dalam tiga tahap proses yaitu :

1. Proses persiapan bahan baku 2. Proses Continuous Fat Spliting

3. Proses Pemurnian Gliserol

2.5.1 Persiapan bahan Baku

Bahan baku CPO yang memiliki tekanan 1 atm dan temperatur 300C dari tangki bahan baku dipanaskan terlebih dahulu pada heater (HE) hingga mencapai temperatur 800C. Pemanasan awal ini bertujuan agar mudah mencapai temperatur operasi pada reaktor hidrolisa. Setelah mencapai temperature 800C kemudian CPO dipompakan dengan pompa tekanan sebesar 54 bar ke dalam reaktor melalui bagian bawah reaktor.

Air dengan tekanan 1 atm, temperatur 300C dari tangki bahan baku juga dipanaskan hingga mencapai temperatur 800C pada heater. Kemudian air dipompakan dengan pompa tekanan 54 bar, temperatur 800C ke dalam reaktor melalui bagian atas reaktor.

2.5.2 Proses Fat Splitting Column

Reaksi antara CPO dengan air berlangsung dalam reaktor yang disebut sebagai fat splitting coloumn (kolom hidrolisa) yang beroperasi pada suhu 250-2600C, tekanan 54 bar dan waktu reaksi 2 jam. Dengan rasio air sebanyak 70% dari berat CPO. Reaksi yang terjadi adalah reaksi endotermis, sehingga diperlukan panas. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan mengalirkan steam secara kontak dengan temperatur 275 0C dengan tekanan 54 bar. Reaksinya:

CH2 – O – C – R CH2 – OH Konversi 99%

CH – O – C – R(1) + 3H2O(1) CH – OH(1) + 3RCOOH(1)

CH2 – O – C – R CH2 – OH


(29)

Produk yang terbentuk terpisah berdasarkan perbedaan berat jenis, gliserol akan keluar melalui bagian bawah kolom hidrolisa berupa Sweet Water (Gliserol dengan kadar 12%) bersama dengan air sedangkan asam lemak yang memiliki berat lebih ringan akan keluar melalui bagian atas fat splitting coloumn (kolom hidrolisa). Produk gliserol yang terbentuk ditampung pada flash tank gliserol. Asam lemak ditampung pada flash tank asam lemak. Flash tank berfungsi untuk mengurangi kadar air yang mempunyai effisiensi 80% dari asam lemak pada produk dan mengurangi tekanan serta tempat penampungan sementara produk. Asam lemak dari

flash tank dialirkan ketangki produk asam lemak sebagai produk samping.

2.5.3 Pemurnian Gliserol

Gliserol yang berasal dari flash tank dialirkan ke skimmer (alat pemisah CPO dari produk Gliserol) temperatur 900C, tekanan 1 atm, untuk memisahkan CPO yang tidak terkonversi yang terikut pada produk gliserol berdasarkan perbedaan berat jenis masing-masing komponen pada kondisi temperatur 900C dan tekanan 1 atm (Brownell, 1969). Lapisan paling atas adalah CPO yang memiliki berat jenis lebih ringan dan dialirkan ke dalam tangki residu. Sedangkan air dan gliserol yang mempunyai berat jenis yang lebih berat dialirkan ke evaporator. Pada evaporator, air dan produk gliserol dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih. Kondisi operasi evaporator pertama temperatur 1000C dan tekanan 1 atm untuk memekatkan produk utama gliserol dengan cara memisahkan air dalam produk gliserol sedangkan pada evaporator kedua temperatur 1050C dan tekanan 1 atm. Produk utama gliserol keluar dari evaporator kedua dengan konsentrasi 30%.


(30)

BAB III

NERACA MASSA

Hasil perhitungan neraca massa pada proses pembuatan gliserol dengan kapasitas produksi 60.000 ton/tahun adalah sebagai berikut :

Basis perhitungan : 1 jam operasi Waktu kerja pertahun : 330 hari Satuan operasi : kg/jam

Kapasitas per jam : 7575,7576 kg/jam

3.1 Kolom Hidrolisa (R-201)

Tabel 3.1 Neraca Massa Kolom Hidrolisa (R-201)

Komponen

Massa Masuk ( kg/jam) Massa Keluar ( kg/jam)

Alur 2 Alur 4 Alur 5 Alur 6 Alur 7

CPO 21133,3726 - - 42,2667 169,0670

Air - 14793,3609 - 2335,3808 21018,4272

Steam - - 9894,2188 - -

Asam Lemak - - - 19983,0833 -

Gliserol - - - - 2272,7273

Sub Total 21133,3726 14793,3609 9894,2188 22360,7308 23460,2215

Total 45820,9523 45820,9523

3.2 Flash Tank Asam Lemak (FT-201)

Tabel 3.2 Neraca Massa Flash Tank Asam Lemak (FT-201)

Komponen Masuk (Kg/jam) Keluar (Kg/jam)

Alur 6 Alur 8 Alur 10

Asam Lemak 19983,0833 - 19983,0833

CPO 42,2667 - 42,2667

Air 2335,3808 1868,3046 467,0762

Sub Total 22360,7308 1868,3046 20492,4262

Total 22360,7308 22360,7308


(31)

Tabel 3.3 Neraca Massa Flash Tank Gliserol (FT-202)

Komponen Masuk (Kg/jam) Keluar (Kg/jam)

Alur 7 Alur 9 Alur 11

Gliserol 2272,7273 - 2272,7273

CPO 169,0670 - 169,0670

Air 21018,4272 4203,6854 16814,7418

Sub Total 23460,2215 4203,6854 19256,5361

Total 23460,2215 23460,2215

3.4 Skimmer (SK-201)

Tabel 3.4 Neraca Massa Skimmer (SK-201)

Komponen Masuk (Kg/jam) Keluar (Kg/jam)

Alur 11 Alur 12 Alur 13

Gliserol 2272,7273 - 2272,7273

CPO 169,0670 169,0670 -

Air 16814,7418 - 16814,7418

Sub Total 19256,5361 169,0670 19087,4691

Total 19256,5361 19256,5361

3.5 Evaporator I (E-301)

Tabel 3.5 Neraca Massa Evaporator I (E-01)

Komponen

Massa Masuk ( kg/jam) Massa Keluar ( kg/jam)

Alur 13 Alur 14 Alur 15

Gliserol 2272,7273 - 2272,7273

Air 16814,7418 9996,5600 6818,1818

Sub Total 19087,4691 9996,5600 9090,9091

Total 19087,4691 19087,4691


(32)

Tabel 3.6 Neraca Massa Evaporator II (E-302)

Komponen Massa Masuk ( kg/jam) Massa Keluar ( kg/jam)

Alur 15 Alur 16 Alur 17

Gliserol 2272,7273 - 2272,7273

Air 6818,1818 1515,1515 5303,0303

Sub Total 9090,9091 1515,1515 7575,7576


(33)

BAB IV

NERACA ENERGI

Basis Perhitungan : 1 jam operasi Satuan operasi : kkal/jam Temperatur basis : 25 oC

4.2 Heater Air (HE-101)

Tabel 4.2 Neraca Energi Pada Heater Air (HE-101)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 3 Alur 4

Air 73966,8045 813634,8495

Steam 739668,0450 -

TOTAL 813634,8495 813634,8495

4.1 Heater CPO (HE-102)

Tabel 4.1 Neraca Energi Pada Heater CPO (HE-102)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 1 Alur 2

CPO 55517,3698 610691,0680

Steam 555173,6982 -

TOTAL 610691,0680 610691,0680


(34)

4.3 Kolom Hidrolisa (R-201)

Tabel 4.3 Neraca Energi Pada Kolom Hidrolisa (R-201)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 2 Alur 4 Alur 5 Alur 6 Alur 7

CPO 610691,0680 - - 5107,1092 20430,3944

Air - 813634,8495 - 1238281,4750 1857422,2010

Asam lemak - - - 2126426,3711 -

Gliserol - - - - 283318,1852

Steam - - 4046270,4425 - -

Panas Reaksi 60389,3758 - - - -

Sub Total 648599,6268 813634,8495 4046270,4425 3369814,9553 2161170,7806

TOTAL 5530985,7359 5530985,7359

4.4 Flash Tank Asam Lemak (FT-201)

Tabel 4.4 Neraca Energi Pada Flash Tank Asam Lemak (FT-201)

Komponen

Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 6 Alur 8 Alur 10

CPO 5107,1092 - 1887,4099

Air 1238281,4750 158805,8910 39701,4770

Asam lemak 2126426,3711 - 785853,2241

Sub Total 3369814,9553 158805,8910 827442,1110

Q loss - 2383566,9532


(35)

4.5 Flash Tank Gliserol (FT-202)

Tabel 4.5 Neraca Energi Pada Flash Tank Gliserol (FT-202)

Komponen

Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 7 Alur 9 Alur 11

CPO 20430,3944 - 7550,3632

Air 1857422,2010 357313,2590 1429253,0530

Gliserol 283318,1852 - 104704,5467

Sub Total 2161170,7806 357313,2590 1541507,9629

Q loss - 262349,5588

TOTAL 2161170,7806 2161170,7806

4.6 Skimmer (SK-201)

Tabel 4.6 Neraca Energi Pada Skimmer (SK-201)

Komponen

Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 11 Alur 12 Alur 13

CPO 7550,3632 5773,8071 -

Air 1429253,0530 - 1092958,2170

Gliserol 104704,5467 - 80068,1828

Sub Total 1541507,9629 5773,8071 1173026,3998

Q - 362707,7560


(36)

4.7 Evaporator I (E-301)

Tabel 4.7 Neraca Energi Pada Evaporator I (E-301)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 13 Alur 14 Alur 15

Gliserol 80068,1828 - 92386,3647

Air 1092958,2170 749742,0000 511363,6350

Steam 180465,6000 - -

Sub total 1353491,9997 749742,0000 603749,9997

TOTAL 1353491,9997 1353491,9997

4.8 Evaporator II (E-302)

Tabel 4.8 Neraca Energi Pada Evaporator II (E-302)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 15 Alur 16 Alur 17

Gliserol 92386,3647 - 98545,4557

Air 511363,6350 121212,1200 424242,4240

Steam 40250,0000 - -

Sub total 643999,9997 121212,1200 522787,8797

TOTAL 643999,9997 643999,9997

4.9 Cooler (CL-201)

Tabel 4.9 Neraca Energi Pada Cooler (CL-201)

Komponen Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 26 Alur 27

Air 516119,1500 333959,4500

Air pendingin - 182159,7000


(37)

BAB V

SPESIFIKASI PERALATAN

5.1 Tangki Bahan Baku Air (TK-101)

Fungsi : Untuk penyimpanan bahan baku air selama 7 hari Jumlah : 1 unit

Bentuk : Tangki berbentuk silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal

Bahan : Carbon Steel, SA-285 Gr. C (Brownell, 1959) Kapasitas : 2995,3804 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 300C -Tekanan = 1 atm Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 13,6509 m - Tinggi : 18,2013 m - Tebal : 2 in

 Tutup

- Diameter : 13,6509 m - Tinggi : 3,4127 m - Tebal : 2 in

5.2 Tangki Bahan Baku CPO (TK-102)

Fungsi : Untuk penyimpanan bahan baku CPO selama 7 hari Jumlah : 2 unit

Bentuk : Tangki berbentuk silinder vertical dengan alas datar dan tutup elipsoidal

Bahan : Carbon Steel, SA-285 Gr.C (Brownell, 1959) Kapasitas : 2380,1608 m3

Kondisi operasi :

: -Temperatur = 300C -Tekanan = 1 atm


(38)

Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 12,6439 m - Tinggi : 16,8586 m - Tebal : 2 in

 Tutup

- Diameter : 12,6439 m - Tinggi : 3,1609 m - Tebal : 2 in

5.3 Tangki Produk Asam Lemak (TK-301)

Fungsi : Untuk penyimpanan asam lemak selama 7 hari Jumlah : 2 unit

Bentuk : Tangki berbentuk silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal

Bahan : Carbon Steel, SA-285 Gr. C (Brownell, 1959) Kapasitas : 2336,3505 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 1100C -Tekanan = 1 atm Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 12,5659 m - Tinggi : 16,7545 m - Tebal : 2 in

 Tutup

- Diameter : 12,5659 m - Tinggi : 3,1415 m - Tebal : 2 in


(39)

5.4 Tangki Penampungan CPO (TK-302)

Fungsi : Untuk penyimpanan CPO sisa selama 10 hari Jumlah : 1 unit

Bentuk : Tangki berbentuk silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal

Bahan : Carbon Steel, SA-285 Gr. C (Brownell, 1959) Kapasitas : 54,4037 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 900C -Tekanan = 1 atm Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 3,5883 m - Tinggi : 4,7844 m - Tebal : 1 in

 Tutup

- Diameter : 3,5883 m - Tinggi : 0,8971 m - Tebal : 1 in

5.5 Tangki Penampungan Gliserol (TK-303)

Fungsi : Untuk penyimpanan produk gliserol selama 7 hari Jumlah : 2 unit

Bentuk : Tangki berbentuk silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal

Bahan : Carbon Steel, SA-285 Gr. C (Brownell, 1959) Kapasitas : 711,6557 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 1050C -Tekanan = 1 atm Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 8,5447 m - Tinggi : 11,2731 m


(40)

- Tebal : 1,5 in

 Tutup

- Diameter : 8,5447 m - Tinggi : 2,1137 m - Tebal : 1,5 in

5.6 Heater Air (HE-101)

Fungsi : Menaikkan temperatur Air sebelum masuk ke reaktor (R–201).

Jenis : 2 – 4 shell and tube exchanger

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 14793,3609 kg/jam Diameter tube : 3/4 in

Jenis tube : 18 BWG Panjang tube : 16 ft

Pitch (PT) : 1 in square pitch

Jumlah tube : 82 Diameter shell : 13,25 in

5.7 Heater CPO (HE-102)

Fungsi : Menaikkan temperatur CPO sebelum masuk ke reaktor (R–201).

Jenis : 1 – 2 shell and tube exchanger

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 21133,3726 kg/jam Diameter tube : 3/4 in

Jenis tube : 18 BWG Panjang tube : 16 ft

Pitch (PT) : 1 in square pitch

Jumlah tube : 125 Diameter shell : 15,25 in


(41)

5.8 Cooler (CL – 201)

Fungsi : Mendinginkan air sebelum dimasukkan ke tangki penampungan air

Jenis : Duble-pipe counterflow exchanger

Kapasitas : 6071,99 kg/jam

Dipakai : 2,067 in ID = 0,1722 ft (annulus) 1,65 in OD = 0,1375 ft (annulus) 1,38 in ID = 0,115 ft (inner-pipe) Luas : 110,4175 ft2

Panjang : 36 ft

5.9 Kolom Hidrolisa (R-201)

Fungsi : Tempat mereaksikan CPO dengan Air

Jenis : Silinder vertikal dengan alas ellipsoidal dan tutup datar Bahan konstruksi : Carbon Steel SA –285 Gr.C (Brownell, 1959)

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 148,4291 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 2550C -Tekanan = 53,3 atm Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 5,014 m - Tinggi : 7,52 m - Tebal : 9 in

 Tutup

- Diameter : 5,014 m - Tinggi : 1,25 m - Tebal : 9 in


(42)

5.10 Flash Tank Asam Lemak (FT-201)

Fungsi :Mengurangi kadar air pada produk asam lemak yang keluar dari kolom hidrolisa

Jenis : silinder horizontal dengan alas dan tutup ellipsoidal

Bahan konstruksi : Carbon Steel SA –285 Gr.C (Brownell, 1959)

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 30,033 m3

Kondisi operasi : -Temperatur = 1100C -Tekanan = 1 atm

Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 2,944 m - Tinggi : 3,9248 m - Tebal : 2 1/4 in

 Tutup

- Diameter : 2,944 m - Tinggi : 0,7359 m - Tebal : 2 1/4 in

5.11 Flash Tank Gliserol (FT-202)

Fungsi :Mengurangi kadar air pada produk Gliserol yang keluar dari kolom hidrolisa

Jenis : silinder horizontal dengan alas dan tutup ellipsoidal

Bahan konstruksi : Carbon Steel SA –285 Gr.C (Brownell, 1959)

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 27,6025 m3 Kondisi operasi :

- Temperatur : 110 °C - Tekanan : 1 atm Kondisi fisik :


(43)

- Diameter : 2,862 m - Tinggi : 3,816 m - Tebal : 2 1/4 in

 Tutup

- Diameter : 2,862 m - Tinggi : 0,7155 m - Tebal : 2 1/4 in

5.12 Skimmer (SK-201)

Fungsi : Memisahkan gliserol yang bercampur di dalam larutan CPO Bentuk : Horizontal silinder

Bahan : Carbon steel, SA-285, Gr. C

Jumlah : 1 Unit

Kapasitas : 53,4123 m3 Kondisi operasi :

- Temperatur : 90oC

- Tekanan : 1 atm = 14,696 psia Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 3,383 m - Tinggi : 5,0745 m - Tebal : ¼ in

 Tutup

- Diameter : 3,383 m - Tinggi : 0,8457 m

- Tebal : ¼ in

5.13 Tangki Evaporator I (E-301)

Fungsi : untuk mengurangi kadar air (H2O)

Jumlah : 1 unit

Tipe : Silinder tegak dengan tutup dan alas berbentuk ellipsoidal. Bahan konstruksi : stainless steel 316


(44)

Kapasitas : 5,5791 m3 Tekanan operasi : 1 atm = 14,7 Psi Suhu umpan masuk : 900C

Suhu produk keluar : 1000C Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 1,5709 m - Tinggi : 2,3563 m - Tebal : ¼ in

 Tutup

- Diameter : 1,5709 m - Tinggi : 0,7854 m - Tebal : ¼ in

 Tube

- Ukuran : 1¼ in schedule 40 - Jumlah lilitan pipa : 816 lilitan

5.14 Tangki Evaporator II (E-302)

Fungsi : untuk mengurangi kadar air (H2O)

Jumlah : 1 unit

Tipe : Silinder tegak dengan tutup dan alas berbentuk ellipsoidal. Bahan konstruksi : stainless steel 316

Kapasitas : 2,4868 m3 Tekanan operasi : 1 atm = 14,7 Psi Suhu umpan masuk : 1000C

Suhu produk keluar : 1050C Kondisi fisik :

 Silinder

- Diameter : 1,2136 m - Tinggi : 1,8204 m - Tebal : ¼ in


(45)

 Tutup

- Diameter : 1,2136 m - Tinggi : 0,6068 m - Tebal : ¼ in

 Tube

- Ukuran : 1¼ in schedule 40 - Jumlah lilitan pipa : 414 lilitan

5.15 Pompa Tangki Air (P-101)

Fungsi : Memompa Air ke Heater Air

Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,1457 ft3/s Daya motor : 1/2 hp

5.16 Pompa Tangki CPO (P-102)

Fungsi : Memompa CPO ke Heater CPO

Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,2316 ft3/s Daya motor : 1 hp

5.17 Pompa Heater Air (P-201)

Fungsi : Memompa Air ke kolom hidrolisa (R-201) Jenis : Pompa piston

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,1457 ft3/s Daya motor : 38 hp


(46)

5.18 Pompa Heater CPO (P-202)

Fungsi : Memompa CPO ke kolom hidrolisa (R-201) Jenis : Pompa piston

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,2316 ft3/s Daya motor : 58 hp

5.19 Pompa Flash Tank Asam Lemak (P-203)

Fungsi : Memompa Asam Lemak ke tangki Produk Asam Lemak Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,2274 ft3/s Daya motor : 1 hp

5.20 Pompa Flash Tank Gliserol (P-204)

Fungsi : Memompa Gliserol ke tangki Skimmer Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,1842 ft3/s Daya motor : 1 hp

5.21 Pompa Evaporator I (P-301)

Fungsi : Memompa Gliserol ke tangki Evaporator II Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,0841 ft3/s Daya motor : 1/2 hp


(47)

5.22 Pompa Evaporator II (P-108)

Fungsi : Memompa Gliserol ke tangki penyimpanan Gliserol Jenis : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Bahan Konstruksi : commercial steel

Kapasitas : 0,0692 ft3/s Daya motor : 1/4 hp


(48)

BAB VI

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

6.1 Instrumentasi

Pengoperasian suatu pabrik kimia harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan dalam perancangannya. Persyaratan tersebut meliputi keselamatan, spesifikasi produk, peraturan mengenai lingkungan hidup, kendala operasional, dan faktor ekonomi. Pemenuhan persyaratan tersebut berhadapan dengan keadaan lingkungan yang berubah-ubah, yang dapat mempengaruhi jalannya proses atau yang disebut disturbance (gangguan) (Stephanopoulus, 1984). Adanya gangguan tersebut menuntut penting dilakukannya pemantauan secara terus-menerus maupun pengendalian terhadap jalannya operasi suatu pabrik kimia untuk menjamin tercapainya tujuan operasional pabrik. Pengendalian atau pemantauan tersebut dilaksanakan melalui penggunaan peralatan dan engineer (sebagai operator terhadap peralatan tersebut) sehingga kedua unsur ini membentuk satu sistem kendali terhadap pabrik.

Instrumentasi adalah suatu alat yang dipakai di dalam suatu proses kontrol untuk mengatur jalannya proses agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya alat kontrol (controller) maka dapat diketahui dan dikorelasikan segala kesalahan ataupun penyimpangan (error) proses yang mungkin terjadi Fungsi instrumentasi adalah sebagai pengontrol, penunjuk (indicator), pencatat (recorder), dan pemberi tanda bahaya (alarm). Instrumentasi bekerja dengan tenaga mekanik atau tenaga listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Secara umum, kerja dari alat-alat instrumentasi dapat dibagi atas dua bagian yaitu operasi secara manual dan operasi secara otomatis. Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses bergantung pada pertimbangan ekonomis dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat instrumentasi juga harus ditentukan apakah alat-alat itu dipasang pada peralat-alatan proses (manual control) atau disatukan dalam suatu ruang kontrol yang dihubungkan dengan bagian peralatan (automatic control) (Timmerhaus, 2004).


(49)

Variabel-variabel proses yang biasanya dikontrol/diukur oleh instrumen adalah (Considine, 1985):

1. Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, laju alir, dan level cairan.

2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktivitas, pH, humiditas, titik embun, komposisi kimia, kandungan kelembaban, dan variabel lainnya.

Pada dasarnya sistem pengendalian terdiri dari : Elemen Perasa / sensing (Primary Element)

Elemen yang merasakan (menunjukkan) adanya perubahan dari harga variabel yang diukur.

Elemen pengukur (measuring element)

Elemen pengukur adalah suatu elemen yang sensitif terhadap adanya perubahan temperatur, tekanan, laju aliran, maupun tinggi fluida. elemen yang menerima

output dari elemen primer dan melakukan pengukuran, dalam hal ini termasuk alat-alat penunjuk (indicator) maupun alat pencatat (recorder)..

3. Elemen pengontrol (controlling element)

Elemen pengontrol yang menerima sinyal kemudian akan segera mengatur perubahan-perubahan proses tersebut sama dengan nilai set point (nilai yang diinginkan). Dengan demikian elemen ini dapat segera memperkecil ataupun meniadakan penyimpangan yang terjadi.

4. Elemen pengontrol akhir (final control element)

Elemen ini merupakan elemen yang mengadakan perubahan nilai dari variabel yang dirasakan oleh elemen perasa dan diukur oleh elemen pengukur, dengan mengatur sumber tenaga sesuai dengan perubahan yang terjadi, dimana tenaga tersebut dapat berupa tenaga mekanis ataupun elektrik.

Pengendalian peralatan instrumentasi dapat dilakukan secara otomatis dan semi otomatis. Pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan dengan mengatur instrumen pada kondisi tertentu (set point), bila terjadi penyimpangan (error) pada variabel yang dikontrol maka instrumen akan bekerja sendiri untuk mengembalikan variabel pada kondisi semula, instrumen ini bekerja sebagai pengatur (controller). Pengendalian secara semi otomatis adalah


(50)

pengendalian yang mencatat perubahan-perubahan pada variabel yang dikontrol. Untuk mengubah variabel-variabel ke nilai yang diinginkan dilakukan usaha secara manual, instrumen ini bekerja sebagai pencatat (recorder) atau penunjuk (indicator).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam instrumen-instrumen adalah (Timmerhaus, 2004):

1. Range yang diperlukan untuk pengukuran 2. Level instrumentasi

3. Ketelitian yang dibutuhkan 4. Bahan konstruksinya

5. Pengaruh pemasangan instrumentasi pada kondisi proses

Alat-alat kontrol yang biasa dipakai pada peralatan proses antara lain : 1. Temperature Controller (TC)

Adalah alat/instrumen yang digunakan sebagai alat pengatur suhu atau pengukur sinyal mekanis atau listrik. Pengaturan temperatur dilakukan dengan mengatur jumlah material proses yang harus ditambahkan/dikeluarkan dari dalam suatu proses yang sedang bekerja.

Prinsip kerja:

Rate fluida masuk atau keluar alat dikontrol oleh diafragma valve. Rate fluida ini memberikan sinyal kepada TC untuk mendeteksi dan mengukur suhu sistem pada

set point.

2. Pressure Controller (PC)

Adalah alat/instrumen yang dapat digunakan sebagai alat pengatur tekanan atau pengukur tekanan atau pengubah sinyal dalam bentuk gas menjadi sinyal mekanis. Pengatur tekanan dapat dilakukan dengan mengatur jumlah uap/gas yang keluar dari suatu alat dimana tekanannya ingin dideteksi.

Prinsip kerja:

Pressure control (PC) akibat tekanan uap keluar akan membuka/menutup diafragma valve. Kemudian valve memberikan sinyal kepada PC untuk mengukur dan mendeteksi tekanan pada set point.’


(51)

3. Flow Controller (FC)

Adalah alat/instrumen yang bisa digunakan untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam pipa line atau unit proses lainnya. Pengukuran kecepatan aliran fluida dalam pipa biasanya diatur dengan mengatur output dari alat, yang mengakibatkan fluida mengalir dalam pipa line.

Prinsip kerja:

Kecepatan aliran diatur oleh regulating valve dengan mengubah tekanan

discharge dari pompa. Tekanan discharge pompa melakukan bukaan/tutupan valve dan FC menerima sinyal untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan aliran pada set point.

4. Level Controller (LC)

Adalah alat/instrumen yang dipakai untuk mengatur ketinggian (level) cairan dalam suatu alat dimana cairan tersebut bekerja. Pengukuran tinggi permukaan cairan dilakukan dengan operasi dari sebuah control valve, yaitu dengan mengatur rate cairan masuk atau keluar proses.

Prinsip kerja :

Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui

valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi permukaan pada set point.

Hal-hal yang diharapkan dari pemakaian alat-alat instrumentasi adalah:

 Kualitas produk dapat diperoleh sesuai dengan yang diinginkan

 Pengoperasian sistem peralatan lebih mudah

 Sistem kerja lebih efisien

 Penyimpangan yang mungkin terjadi dapat diketahui dengan cepat

Beberapa syarat penting yang harus diperhatikan dalam perancangan pabrik antara lain :

1. Tidak boleh terjadi konflik antar unit, di mana terdapat dua pengendali pada satu aliran.

2. Penggunaan supervisory computer control untuk mengkoordinasikan tiap unit pengendali.

3. Control valve yang digunakan sebagai elemen pengendali akhir memiliki opening position 70 %.


(52)

4. Dilakukan pemasangan check valve pada pompa dengan tujuan untuk menghindari fluida kembali ke aliran sebelumnya. Check valve yang dipasangkan pada pipa tidak boleh lebih dari satu dalam one dependent line. Pemasangan

check valve diletakkan setelah pompa.

5. Seluruh pompa yang digunakan dalam proses diletakkan di permukaan tanah dengan pertimbangan syarat safety dari kebocoran.

6. Pada perpipaan yang dekat dengan alat utama dipasang flange dengan tujuan untuk mempermudah pada saat maintenance.

Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari CPO dan Air

No Nama alat Jenis

instrumen Kegunaan

1 Tangki cairan LI Menunjukkan tinggi cairan dalam tangki TI Menunjukkan temperatur cairan dalam tangki

2 Kolom Hidrolisa

PICR Mengontrol dan merecord tekanan dalam kolom secara langsung dari ruang kontrol

TICR Mengontrol dan merecord temperatur dalam kolom LICR Mengontrol dan merecord level cairan dalam kolom

3 Flash Tank

TC Mengontrol temperatur dalam kolom PI Menunjukkan tekanan dalam tangki LIC Mengontrol dan menunjukkan level cairan

4 Evaporator

PC Mengontrol tekanan dalam alat TC Mengontrol temperatur dalam alat

5 Heater dan cooler TIC Mengontrol dan menunjukkan temperature cairan

6 Pompa FC Mengontrol laju alir cairan dalam pipa


(53)

1. Tangki cairan

Ti

LI

Gambar 6.1 Instrumentasi Tangki Cairan

Instrumentasi pada tangki cairan mencakup level indicator (LI) yang berfungsi untuk menunjukkan tinggi cairan di dalam tangki dan temperaturue indicator yang berfungsi untuk menunjukkan temperatur cairan di dalam tangki. 2. Kolom Hidrolisa

Gambar 6.2 Instrumentasi Kolom Hidrolisa

Kolom Hidrolisa sebagai alat tempat berlangsungnya reaksi antara bahan-bahan yang digunakan. Dalam pabrik ini, reaktor sebagai tempat mereaksikan CPO dan air. Instrumentasi pada kolom ini mencakup Pressure Indicator Controller Record (PICR) yang berfungsi untuk menunjukkan sekaligus mengontrol tekanan dalam kolom dari ruang kontrol dan Temperature Indicator Controller Record


(54)

kolom ini dilengkapi oleh Level Indicator Controller Record ( LICR ), yang berfungsi untuk menunjukkan level cairan interface dalam tangki.

Flash Tank

Gambar 6.3 Instrumentasi pada Flash Tank

Kolom berfungsi sebagai alat tempat berlangsungnya penguapan air atau penghilangan kadar air. Dalam pabrik ini, kolom ini berfungsi sebagai tempat menguapkan air yang tersisa pada gliserol. Instrumentasi pada kolom ini mencakup

Level Indicator Controller (LIC) yang berfungsi untuk mengontrol dan meunjukkan tinggi cairan dalam kolom dan Temperature Controller yang berfungsi untuk mengontrol suhu di dalam kolom. Selain itu, kolom ini dilengkapi oleh Pressure Indicator (PI), yang berfungsi untuk menunjukkan tekanan di dalam kolom.

Heater dan Cooler

TIC


(55)

Instrumentasi pada Heater mengunakan Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengatur temperatur bahan keluaran Heater dengan mengatur bukaan valve steam yang dialirkan. Jika temperatur di bawah kondisi yang diharapkan (set point), maka valve akan terbuka lebih besar dan jika temperatur di atas kondisi yang diharapkan maka valve akan terbuka lebih kecil.

Pompa

PIC

FC

Variabel yang dikontrol pada Pompa adalah laju aliran. Untuk mengetahui laju aliran pada Pompa dipasang pengendali aliran atau Flow Controller (FC). Jika laju aliran Pompa lebih besar dari yang diinginkan, maka secara otomatis valve

keluaran (control valve) akan menutup atau memperkecil pembukaan valve. Demikian pula jika laju aliran Pompa lebih kecil dari yang diinginkan, maka secara otomatis valve keluaran Pompa akan memperbesar pembukaan valve. Selain itu pada pompa dipasang Pressure Indicator Controller ( PIC ) untuk mengontrol dan menjaga tekanan dalam pompa.

6.2 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan, cacat ataupun kematian. Aktivitas masyarakat umumnya berhubungan dengan resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada badan atau usaha. Karena itu usaha-usaha keselamatan merupakan tugas sehari-hari yang harus dilakukan oleh seluruh karyawan. Keselamatan kerja dan keamanan pabrik merupakan faktor yang perlu diperhatikan secara serius. Dalam hubungan ini bahaya yang dapat timbul dari mesin, bahan baku dan produk, sifat zat, serta keadaan tempat kerja harus mendapat perhatian yang serius sehingga dapat dikendalikan dengan baik untuk menjamin kesehatan karyawan.


(56)

Statistik menunjukkan bahwa angka kecelakan rata-rata dalam pabrik kimia relatif tidak begitu tinggi. Tetapi situasi beresiko memiliki bentuk khusus, misalnya reaksi kimia yang berlangsung tanpa terlihat dan hanya dapat diamati dan dikendalikan berdasarkan akibat yang akan ditimbulkannya. Kesalahan-kesalahan dalam hal ini dapat mengakibatkan kejadian yang fatal. (Bernasconi, 1995)

Sebagai pedoman pokok dalam usaha penanggulangan masalah kerja, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Keselamatan Kerja pada tanggal No 1 tanggal 12 Januari 1970. Semakin tinggi tingkat keselamatan kerja dari suatu pabrik maka makin meningkat pula aktivitas kerja para karyawan. Hal ini disebabkan oleh keselamatan kerja yang sudah terjamin dan suasana kerja yang menyenangkan.

Untuk mencapai hal tersebut adalah menjadi tanggung jawab dan kewajiban para perancang untuk merencanakannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik untuk menjamin adanya keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

- Penanganan dan pengangkutan bahan harus seminimal mungkin.

- Adanya penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara yang baik. - Jarak antar mesin dan peralatan lain cukup luas.

- Setiap ruang gerak harus aman dan tidak licin.

- Setiap mesin dan peralatan lainnya harus dilengkapi alat pencegah kebakaran. - Tanda-tanda pengaman harus dipasang pada setiap tempat yang berbahaya. - Penyediaan fasilitas pengungsian bila terjadi kebakaran.

Pada pra rancangan pabrik pembuatan Gliserol dari Crude palm oil (CPO), usaha-usaha pencegahan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dilakukan dengan cara :

1. Pencegahan terhadap kebakaran

- Memasang sistem alarm pada tempat yang strategis dan penting, seperti


(57)

- Mobil pemadam kebakaran harus selalu dalam keadaan siap siaga di fire station.

- Fire hydrant ditempatkan di daerah storage, proses, dan perkantoran.

- Fire extinguisher disediakan pada bangunan pabrik untuk memadamkan api yang relatif kecil.

- Gas detector dipasang pada daerah proses, storage, dan daerah perpipaan dan dihubungkan dengan gas alarm di ruang kontrol untuk mendeteksi kebocoran gas.

- Smoke detector ditempatkan pada setiap sub-stasiun listrik untuk mendeteksi kebakaran melalui asapnya.

2. Memakai peralatan perlindungan diri

Di dalam pabrik disediakan peralatan perlindungan diri, seperti : - Pakaian kerja

Pakaian luar dibuat dari bahan-bahan seperti katun, wol, serat, sintetis, dan asbes. Pada musim panas sekalipun tidak diperkenankan bekerja dengan keadaan badan atas terbuka.

- Sepatu pengaman

Sepatu harus kuat dan harus dapat melindungi kaki dari bahan kimia dan panas. Sepatu pengaman bertutup baja dapat melindungi kaki dari bahaya terjepit. Sepatu setengah tertutup atau bot dapat dipakai tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan.

- Topi pengaman

Topi yang lembut baik dari plastik maupun dari kulit memberikan perlindungan terhadap percikan-percikan bahan kimia, terutama apabila bekerja dengan pipa-pipa yang letaknya lebih tinggi dari kepala, maupun tangki-tangki serta peralatan lain yang dapat bocor.

- Sarung tangan

Dalam menangani beberapa bahan kimia, maka para operator diwajibkan menggunakan sarung tangan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.


(58)

Berguna untuk memberikan perlindungan terhadap debu-debu yang berbahaya ataupun uap bahan kimia agar tidak terhirup.

3. Pencegahan terhadap bahaya mekanis

- Sistem ruang gerak karyawan dibuat cukup luas dan tidak menghambat kegiatan kerja karyawan.

- Alat-alat dipasang dengan penahan yang cukup kuat.

- Peralatan yang berbahaya seperti ketel uap bertekanan tinggi dan tangki gas bertekanan tinggi, harus diberi pagar pengaman.

4. Pencegahan terhadap bahaya listrik

- Setiap instalasi dan alat-alat listrik harus diamankan dengan pemakaian sekering atau pemutus hubungan arus listrik secara otomatis lainnya.

- Sistem perkabelan listrik harus dipasang secara terpadu dengan tata letak pabrik, sehingga jika ada perbaikan dapat dilakukan dengan mudah.

- Memasang papan tanda bahaya yang jelas pada daerah sumber tegangan tinggi.

- Kabel-kabel listrik yang letaknya berdekatan dengan alat-alat yang beroperasi pada suhu tinggi harus diisolasi secara khusus.

- Setiap peralatan atau bangunan yang menjulang tinggi harus dilengkapi dengan penangkal petir yang dibumikan.

5. Menerapkan nilai-nilai disiplin bagi karyawan

- Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman-pedoman yang diberikan dan mematuhi setiap peraturan dan ketentuan yang diberikan.

- Setiap kecelakaan kerja atau kejadian yang merugikan segera dilaporkan ke atasan.

- Setiap karyawan harus saling mengingatkan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.

- Setiap ketentuan dan peraturan harus dipatuhi.


(59)

Poliklinik disediakan untuk tempat pengobatan akibat terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba, misalnya menghirup gas beracun, patah tulang, luka terbakar pingsan/syok dan lain sebagainya.

Apabila terjadi kecelakaan kerja, seperti terjadinya kebakaran pada pabrik, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah :

 Mematikan seluruh kegiatan pabrik, baik mesin maupun listrik.

 Mengaktifkan alat pemadam kebakaran, dalam hal ini alat pemadam kebakaran yang digunakan disesuaikan dengan jenis kebakaran yang terjadi, yaitu :

- Instalasi pemadam dengan air

Untuk kebakaran yang terjadi pada bahan berpijar seperti kayu, arang, kertas, dan bahan berserat. Air ini dapat disemprotkan dalam bentuk kabut. Sebagai sumber air, biasanya digunakan air tanah yang dialirkan melalui pipa-pipa yang dipasang pada instalasi-instalasi tertentu di sekitar areal pabrik. Air dipompakan dengan menggunakan pompa yang bekerja dengan instalasi listrik tersendiri, sehingga tidak terganggu apabila listrik pada pabrik dimatikan ketika kebakaran terjadi.

- Instalasi pemadam dengan CO2

CO2 yang digunakan berbentuk cair dan mengalir dari beberapa tabung gas yang bertekanan yang disambung secara seri menuju nozel-nozel. Instalasi ini digunakan untuk kebakaran dalam ruang tertutup, seperti pada tempat tangki penyimpanan dan juga pemadam pada instalasi listrik.

Keselamatan kerja yang tinggi dapat dicapai dengan penambahan nilai-nilai disiplin bagi para karyawan, yaitu :

1. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman-pedoman yang diberikan. 2. Setiap peraturan dan ketentuan yang ada harus dipatuhi.

3. Perlu keterampilan untuk mengatasi kecelakaan dengan menggunakan peralatan yang ada.

4. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan pada atasan.

5. Setiap karyawan harus saling mengingatkan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.


(60)

6. Setiap kontrol secara priodik terhadap alat instalasi pabrik oleh petugas


(61)

VII-60

BAB VII

UTILITAS

Utilitas merupakan unit penunjang utama dalam memperlancar jalannya suatu proses produksi. Dalam suatu pabrik, utilitas memegang peranan yang penting. Karena suatu proses produksi dalam suatu pabrik tidak akan berjalan dengan baik jika utilitas tidak ada. Oleh sebab itu, segala sarana dan prasarananya harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi suatu pabrik.

Berdasarkan kebutuhannya, utilitas pada pabrik pembuatan gliserol adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan uap (steam) 2. Kebutuhan air

3. Kebutuhan listrik 4. Kebutuhan bahan bakar 5. Unit pengolahan limbah

7.1 Kebutuhan Uap (Steam)

Uap digunakan dalam pabrik sebagai media pemanas. Kebutuhan uap yang digunakan yaitu uap pada 150oC, 1 atm dan 275oC, 53,3 atm (superheated steam). Kebutuhan uap pada 275oC, 53,3 atm, pada pabrik pembuatan gliserol hanya pada Kolom Hidrolisa sedangkan uap pada 150oC, 1 atm digunakan pada evaporator dan

heater.

Tabel 7.1 Kebutuhan UapPabrik Pembuatan Gliserol

Nama alat

Jumlah Steam (kg/jam)

Evaporator I (E-301) 314,9141

Evaporator II (E-302) 70,2366

Heater I (HE-101) 968,783

Heater II (HE-102) 760,943

Kolom Hidrolisa (R-201) 2213,66


(1)

Total biaya variabel tambahan = Rp 77.067.549.243,-

LE.3.3.3 Biaya Variabel Lainnya

Diperkirakan 5 dari biaya variabel tambahan = 0,05  Rp 77.067.549.243,- = Rp 3.853.377.462,-

Total Biaya Variabel = Rp 1.365.380.080.752,- Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel

= Rp 1.365.380.080.752,- + Rp 122.944.419.323,- = Rp 1.488.324.500.075,-

LE.4 Perkiraan Laba/Rugi Perusahaan LE.4.1 Laba Sebelum Pajak (Bruto)

Laba atas penjualan = Total penjualan – Total biaya produksi

= Rp 1.873.800.095.904,- – Rp 1.488.324.500.075,- = Rp 385.475.595.829,-

Bonus perusahaan untuk karyawan 0,5% dari keuntungan perusahaan = 0,005 × Rp 385.475.595.829,-

= Rp 1.927.377.979,-

Pengurangan bonus atas penghasilan bruto sesuai dengan UU RI No. 17/00 Pasal 6 ayat 1 sehingga:

Laba sebelum pajak (bruto) = Rp 383.548.217.850,-

LE.4.2 Pajak Penghasilan

Berdasarkan UURI Nomor 17 ayat 1 Tahun 2000. Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan adalah (Rusjdi. 2004):


(2)

 Penghasilan di atas Rp 100.000.000,- dikenakan pajak sebesar 30 .

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah: - 30   (Rp 383.548.217.850,-) = Rp 115.064.465.355,-

LE.4.3 Laba setelah pajak

Laba setelah pajak = laba sebelum pajak – PPh

= Rp 383.548.217.850,- – Rp 115.064.465.355,- = Rp 268.483.752.495,-

LE.5 Analisa Aspek Ekonomi LE.5.1 Profit Margin (PM)

PM = penjualan Total pajak sebelum Laba

 100 

PM = 100%

095.904,-1.873.800. Rp 7.850,-383.548.21 Rp

PM = 20,47 %

LE.5.2 Break Even Point (BEP)

BEP = Variabel Biaya Penjualan Total Tetap Biaya

  100 

BEP = 080.752,-1.365.380. Rp 095.904,-1.873.800. Rp ,-9.323 122.944.41 Rp

  100 

BEP = 24,18%

Kapasitas produksi pada titik BEP = 24,18%  60.000 ton/tahun = 14509,00 ton/tahun

Nilai penjualan pada titik BEP = 24,18% × Rp 1.873.800.095.904,- = Rp 453.116.041.564,-


(3)

ROI = Investasi Modal Total pajak setelah

Laba  100 

ROI =

,-763.061 1.008.987. Rp 2.495,-268.483.75 Rp

 100 

ROI = 26,61 %

LE.5.4 Pay Out Time (POT)

POT = 1tahun 0,2661

1

POT = 3,76 tahun

LE.5.5 Return on Network (RON)

RON =

sendiri Modal

pajak setelah Laba

 100  RON =

,-7.837 605.392.65 Rp 2.495,-268.483.75 Rp

 100 

RON = 44,35 %

LE.5.6 Internal Rate of Return (IRR)

Untuk menentukan nilai IRR harus digambarkan jumlah pendapatan dan

pengeluaran dari tahun ke tahun yang disebut “Cash Flow”. Untuk memperoleh cash flow diambil ketentuan sebagai berikut:

- Laba kotor diasumsikan mengalami kenaikan 10 tiap tahun. - Masa pembangunan disebut tahun ke nol.

- Jangka waktu cash flow dipilih 10 tahun.

- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai pada tahun ke – 10. - Cash flow adalah laba sesudah pajak ditambah penyusutan.


(4)

Tabel LE.11 Data Perhitungan BEP

Kapasitas (%)

Biaya Tetap (Rp)

Biaya Variabel (Rp)

Total Biaya Produksi (Rp)

Total Penjualan (Rp)

0 122.944.419.323 0 122.944.419.323 0

10 122.944.419.323 136.538.008.075 259.482.427.398 187.380.009.590 20 122.944.419.323 273.076.016.150 396.020.435.473 374.760.019.181 30 122.944.419.323 409.614.024.226 532.558.443.548 562.140.028.771 40 122.944.419.323 546.152.032.301 669.096.451.624 749.520.038.362 50 122.944.419.323 682.690.040.376 805.634.459.699 936.900.047.952 60 122.944.419.323 819.228.048.451 942.172.467.774 1.124.280.057.542 70 122.944.419.323 955.766.056.526 1.078.710.475.849 1.311.660.067.133 80 122.944.419.323 1.092.304.064.602 1.215.248.483.924 1.499.040.076.723 90 122.944.419.323 1.228.842.072.677 1.351.786.491.999 1.686.420.086.314 100 122.944.419.323 1.365.380.080.752 1.488.324.500.075 1.873.800.095.904


(5)

LE-27


(6)

Tabel LE.12 Data Perhitungan IRR Tahun

Laba Sebelum

Pajak (Rp) Pajak (Rp)

Laba Setelah Pajak (Rp)

Deprisiasi (Rp)

Net cash flow

(Rp) P/F 35% PV (Rp) P/F 36% PV (Rp)

0 - - - - 1.008.987.763.061 - 1.008.987.763.061 - 1.008.987.763.061

1 383.548.217.850 115.064.465.355 268.483.752.495 27.672.907.670 296.156.660.165 0,7407 219.375.303.826 0,7353 217.762.250.121

2 421.903.039.635 126.570.911.891 295.332.127.745 27.672.907.670 323.005.035.415 0,5487 177.231.843.849 0,5407 174.635.075.376

3 464.093.343.599 139.228.003.080 324.865.340.519 27.672.907.670 352.538.248.189 0,4064 143.286.388.534 0,3975 140.148.843.068

4 510.502.677.959 153.150.803.388 357.351.874.571 27.672.907.670 385.024.782.241 0,3011 115.918.728.812 0,2923 112.546.773.838

5 561.552.945.754 168.465.883.726 393.087.062.028 27.672.907.670 420.759.969.698 0,2230 93.835.154.345 0,2149 90.435.693.504

6 617.708.240.330 185.312.472.099 432.395.768.231 27.672.907.670 460.068.675.901 0,1652 76.001.130.796 0,1580 72.709.174.646

7 679.479.064.363 203.843.719.309 475.635.345.054 27.672.907.670 503.308.252.724 0,1224 61.588.222.786 0,1162 58.487.316.142

8 747.426.970.799 224.228.091.240 523.198.879.559 27.672.907.670 550.871.787.229 0,0906 49.932.163.359 0,0854 47.069.465.176

9 822.169.667.879 246.650.900.364 575.518.767.515 27.672.907.670 603.191.675.185 0,0671 40.499.664.230 0,0628 37.897.028.972

10 904.386.634.667 271.315.990.400 633.070.644.267 27.672.907.670 660.743.551.937 0,0497 32.862.095.142 0,0462 30.524.169.037

1.542.932.619 -26.771.973.181

IRR = 35 + 1.542.932.619 x (36 – 35) = 35,05 % 1.542.932.619 – (-26.771.973.181)