Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Periode 2003-2015

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Titik Ground Check di Kabupaten Tapanuli Utara

No Koordinat Tutupan Keterangan

N E

1 02 13 40,6 098 58 23,2 S - TT x

2 02 14 35,6 098 58 06,4 S - S √

3 02 14 50,3 098 57 57,7 S - S √

4 02 15 08,6 098 57 53,4 S - S √

5 02 18 55,7 098 58 47,7 TT - TT √ 6 02 20 18,1 098 54 12,3 TA - TA √ 7 02 14 59,7 099 02 55,9 HT - HT √ 8 02 14 55,8 099 03 15,1 HT - HT √ 9 02 14 58,9 099 00 30,0 PLK - PLK √

10 02 12 51,5 098 58 29,8 P - P √

11 02 11 20,2 098 58 02,8 S - S √

12 02 02 55,5 098 57 17,5 S - S √

13 02 02 53,1 098 57 04,5 S - S √

14 02 06 09,7 099 03 27,9 PLK - PLK √ 15 02 04 49,4 099 00 42,8 PLK - PLK √ 16 02 04 01,4 099 00 08,4 PLK - PLK √ 17 02 04 06,4 098 59 53,0 PLK - PLK √ 18 02 02 34,7 098 56 17,8 PLK - PLK √ 19 02 02 24,6 098 56 04,3 PLK - PLK √ 20 02 02 20,9 098 55 59,8 HT - HT x 21 02 02 21,4 098 55 49,0 HT - SB √ 22 02 02 18,5 098 55 47,3 HT - HT √ 23 02 02 26,8 098 55 47,1 HT - HT √ 24 02 02 22,8 098 55 54,7 PLK - PLK √ 25 02 10 23,9 098 57 29,5 PLK - PLK √ 26 02 10 20,9 098 57 31,8 PLK - PLK √ 27 02 10 34,6 098 57 04,0 PLK - PLK √ 28 02 10 57,4 098 55 01,3 PLK - S x 29 02 10 31,2 098 52 30,6 PLK - HT x 30 02 10 03,4 098 52 46,8 HT - SB √ 31 02 10 02,2 098 52 51,0 HT - SB √ 32 02 08 03,8 098 51 25,7 PLK - HT x 33 02 07 56,2 098 53 33,2 PLK - PLK √ 34 02 07 03,8 098 55 52,0 S - BA x 35 02 06 50,0 098 56 24,3 PLK - PLK √ 36 02 06 07,6 098 57 23,2 PLK - PLK √

37 02 03 33,3 098 56 56,0 S - S √


(2)

39 02 03 21,1 098 56 44,1 S - S √

40 02 03 10,9 098 56 53,3 S - S √

41 02 02 51,6 098 57 07,7 S - S √

42 01 57 13,9 099 00 37,3 SB - SB √ 43 01 55 14,9 099 02 04,4 SB - SB √ 44 01 52 19,9 099 03 34,4 PLK - PLK √ 45 01 49 13,6 099 05 09,4 SB - S x

46 01 48 27,0 099 05 24,3 S - S √

47 01 48 23,2 099 05 15,5 S - S √

48 01 47 05,1 099 06 43,0 S - S √

49 01 48 05,1 099 05 30,5 S - S √

50 02 03 47,2 098 56 44,0 S - S √

51 02 15 45,4 098 59 16,9 PLK - B √ 52 02 15 36,2 099 00 03,5 PLKCS - PLK √ 53 02 12 49,3 099 00 12,8 PLKCS - PLK √ 54 02 11 52,6 098 58 16,3 PLKCS - PLK √

55 02 11 29,8 098 58 00,6 S - S √

56 02 10 57,5 098 58 09,0 S - S √

57 02 10 14,1 098 59 36,9 PLK - PLK √ 58 02 06 36,0 098 57 30,0 PLK - TT x 59 02 05 23,7 098 57 16,6 PLK - PLK √


(3)

Lampiran 2. Tipe Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara: (a) Pertanian Lahan Kering, (b) Sawah, (c) Hutan Tanaman, (d) Semak Belukar, (e) Permukiman, (f) Bandara

(a) (b)

(c) (d)


(4)

Lampiran 3. Wawancara Responden (a) Bapak Adri Sihotang (Dinas Kehutanan), (b) Bapak Wanuri (Badan Pertanahan Nasional), (c) Bapak Maddin Panjaitan (UPT) Kehutanan Wilayah II Siborongborong), dan (d) Bapak David Sipahutar (Dinas Pertanian)

(a) (b)

(c) (d)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

As-Syakur, A.R. 2011. Perubahan Penggunaan Lahan Di Provinsi Bali. Jurnal Ecotropic. Vol. 6. No. 1.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. 2016. Tapanuli Utara Dalam Angka 2016. Tarutung.

Bode, C., dkk. 2015. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian. Vol.6. No. 11

Danoedoro, C. I. 2004. Pengindraan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Ginting, A. J., dkk. 2012. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Karo.

Peronema Forestry Science Journal, Vol.1. No.1

Grubler, A., 1998. Technology and Global Change, Cambridge, UK, Cambridge University Press.

Hariyatno, dkk. 2014. Dinamika Tutupan Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. Penerbit PT. Kanisius. Yogyakarta

Hartati, S. dan Adi Nugroho. 2012. Sistem Pendukung Keputusan Berbasis AHP (Analytical Hierarchy Process) Untuk Penentuan Kesesuaian Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Semarang). Jurnal Informatika. Vol.6. No.2

Juhadi. 2007. Pola-Pola Pemanfaatan Lahan Dan Degradasi Lingkungan Pada Kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi. Vol.4. No.1

Koentjaraningrat. 1993. Beberapa Dasar Metode Statistik dan Sampling dalam Penelitian Masyarakat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2014. Direktorat Inventarisasi Dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Dan Tata Lingkungan dan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2015.

Komarsa, G. 2001. Analisa Penggunaan Lahan sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Bara. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. IPB.


(6)

Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Mansuri. 1996. Analisis Tata Guna Tanah, Pelatihan Penataan Ruang Kabupaten

Daerah Tingkat II. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal. Cipta Karya. Yogyakarta.

Nasruddin, A. dan Sudarsono, 2008. Kearifan Lingkugan, Dalam Perspektif Budaya Jawa. Yayasan Obor Indonesia.

Nastain dan Purwanto. 2003. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Kawasan Baturraden terhadap Debit Air Sungai Banjaran. Jurnal Ilmiah Unsoed. Purwokerto. Nugroho, S.P dan Prayogo, T. 2008. Penerapan Sig Untuk Penyusunan Dan Analisis Lahan Kritis Pada Satuan Wilayah Pengelolaan Das Agam Kuantan, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.9, No.2 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2016. Status Lingkungan Hidup Daerah

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.

Pribadi, D.O, Diar Shiddiq, dan Mia Ermyanila. 2006. Model Perubaahan Tutupan Lahan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.7, No.1.

Putiksari, V. Dkk. 2014. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Dan Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Deforestasi Di Cagar Alam Kamojang. Jurnal Media Konservasi. Vol.19. No.2.

Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land use

Allocation, Case Study in Besitang Watershed, Langkat, North Sumatera. Indonesia Lambert Academic Publishing. Jerman.

Ritonga, T. A. 2012. Pemanfaatan Gajah Jinak dalam Kegiatan Conservation Response Unit (CRU) dan Metode AHP di Tangkahan. USU Press. Medan.

Rustiadi. 2001. Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor- Faktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Satty, T. L. 1980. The Analytical Hierarchy Process: Planning Setting Priorities,

Resource Allocation. McGraw Hill. Newyork.

Sitompul, M. H. dkk. 2015. Evaluasi Luas Tutupan Lahan Kota Pematang Siantar. Peronema Forestry Science Journal, Vol.4. No.2.


(7)

LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENLI/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf [06 April 2016].

Sukirno. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sumantri. 2006. Penginderaan Jauh untuk Sumber daya Hutan, Teori dan Aplikasi. UGM Press. Yogyakarta.

Suratmo, dkk. 2011. Identifikasi Okupasi Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Pinang Luar Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Jaya. Jurnal Kehutanan. Universitas Tanjung Pura. Pontianak.

Suryantoro. 2002. Penggunaan Lahan dengan Foto Udara di Kota Yogyakarta. Disertasi. UGM Yogyakarta

Tata, H. L. dkk. 2013. Agroforestri untuk Pangan dan Lingkungan yang Lebih Baik. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013. Malang

Wahyunto, dkk. 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Jurnal Informatika Pertanian Volume 13. Widayanti, R. 2012. Formulasi Model Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan

Terhadap Angkutan Kota Di Kota Depok. Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi ISSN 0216-4086 Nomor 2 Vol. 11 No.2.

Wijaya, C. I. 2004. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa Barat Menggunakan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Yusri, A. 2011. Perubahan Penutupan Lahan Dan Analisis Faktor Penyebab Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – September 2016. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (Gambar 1). Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada posisi 1º20'00"-2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98º05'00"-99º16'00" Bujur Timur (BT). Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 150-1700 meter diatas permukaan laut dan memiliki luas sekitar 3.804,31 km2. Terdiri dari 15 kecamatan, 241 desa dan 11 kelurahan. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan 5 (lima) kabupaten tetangga. Adapun batas-batas tersebut adalah sebagai berikut :

Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Humbang Hasundutan

Sebelah Timur : Kabupaten Labuhan Batu Utara Sebelah Utara : Kabupaten Toba Samosir Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan (BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2016).


(9)

(10)

C. Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komputer (PC atau Work

Station) beserta pelengkapnya, software ArcGIS 10.1, software Expert Choice

2000, Global Positioning System (GPS ), dan kamera digital. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data peta digital administrasi Kabupaten Tapanuli Utara dengan skala 1 : 500.000, peta perubahan tutupan lahan Kabupaten Tapanuli Utara dalam kurun waktu tahun 2003, 2009 dan 2015 dengan skala 1: 550.000 dan Peta SK.579/Menhut-II/2014 dengan skala 1: 550.000.

D. Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan sekunder (Tabel 1). Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung di lokasi penelitian. Data ini diperoleh dengan mengambil koordinat titik dengan menggunakan GPS. Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan oleh instansi terkait maupun literatur pendukung lainnya. Tabel 1. Jenis Data yang Digunakan

No Data Jenis Sumber Skala Tahun

1. Peta Administrasi Sekunder BPKH 1 : 550.000 2016 2. Titik ground Check Primer GPS 1 :500.000 2016 3. Peta Tutupan Lahan

Kabupaten Tapanuli Utara

Sekunder BPKH 1 : 550.000 2003

4. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara

Sekunder BPKH 1 : 550.000 2009

5. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara


(11)

1. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analasis perubahan tutupan lahan di Tapanuli Utara ini bertujuan untuk mengetahui jenis tutupan lahan dari tahun 2003, 2009, dan 2015 sehingga diperoleh perubahan tutupan lahan setiap tahunnya. Analisis tutupan lahan ini dilakukan dengan menggunakan proses overlay (change detection) yang terdapat pada software ArcGIS sehingga diperoleh laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu (Sumantri, 2006).

Adapun tahapan-tahapan untuk melakukan overlay dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dibuka software ArcGIS 10.1.

2. Kemudian klik “Geoprocessing” → klik “ArcToolbox”.

3. Pada kotak “ArcToolbox” klik “Analysis Tools”. 4. Kemudian klik “Overlay” → klik “Union”.

5. Pada kotak “Union”, masukkan “.shp peta yang akan di-overlay” pada “input

features” → lalu pilih tempat penyimpanannya pada “output feature class” →

klik “ok”.

6. Setelah proses “overlay/change detection” selesai, kemudian klik kanan pada layer hasil overlay → pilih “open attribute table”.

7. Pada kotak “Table” klik “table options” → klik “Export” → pilih tempat penyimpanan → klik “ok”.

8. Kemudian data perubahan dibuka dan diolah di “software Ms. Office Excel”. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan (2003-2015) dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar 2). Proses kegiatan dalam menganalisis peta perubahan penutupan lahan adalah sebagai berikut :


(12)

1. Peta tutupan lahan tahun 2003 dengan peta tutupan lahan tahun 2009 dilakukan change detection sehingga diperoleh peta perubahan tutupan lahan tahun 2003 dan 2009.

2. Peta tutupan lahan tahun 2009 dengan peta tutupan lahan tahun 2015 dilakukan change detection sehingga diperoleh peta perubahan tutupan lahan tahun 2009 dan 2015.

3. Peta tutupan lahan tahun 2003 dengan peta tutupan lahan tahun 2015 dilakukan change detection sehingga diperoleh peta perubahan tutupan lahan tahun 2003 dan 2015.

Setelah diperoleh hasil tutupan lahan maka dilakukan titik pengamatan di lapangan untuk memastikan lokasi penelitian yang telah mengalami perubahan tutupan lahan. Pengambilan titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat GPS melalui ketepatan koordinat lokasi yang di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta perubahan tutupan lahan di tahun 2015 untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan hasil change detection. Kemudian ditentukan nilai akurasi hasil ground

check di lapangan, menurut Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai

tingkat ketelitian ≥80% sudah dianggap benar (Gambar 8). Rumus untuk menentukan nilai akurasi adalah :

Nilai akurasi =

Jumlah titik yang benar di lapangan

Jumlah seluruh titik yang diambil x 100% Diketahui : Jumlah titik yang benar di lapangan = 52

Jumlah seluruh titik yang diambil = 60 Akurasi data lapangan = 52/60 x 100% = 86,66%


(13)

Gambar 2. Diagram Alir Analisis Perubahan Lahan dengan Change Detection Peta Tutupan Lahan

Kab. Tapanuli Utara

Peta Tahun 2003 Peta Tahun 2009 Peta Tahun 2015

Change Detection

Peta Perubahan Tutupan Lahan Kab. Tapanuli Utara Peta tahun

2003

Peta Tahun 2009

Peta tahun 2009

Peta Tahun 2015

Peta tahun 2003

Peta Tahun 2015


(14)

2. Analisis Faktor Penyebab Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara

Analisis faktor–faktor penyebab perubahan tutupan lahan ini menggunakan metode AHP. Sofware yang digunakan adalah Expert Choice 2000 serta kuesioner yang dibuat dalam bentuk AHP yang disebarkan kepada setiap responden terpilih yang terkait dengan perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara.

Responden ahli dipilih secara purposive sampling, karena menurut Koentjaraningrat (1993) dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan objek penelitian. Responden yang telah dipilih kemudian dilakukan wawancara untuk mendukung pembuatan hierarki untuk perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara (Gambar 3).

Pada penelitian ini responden ahli ditetapkan berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari :

1. Akademisi (2 orang)

2. BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) (1 orang) 3. BPN (Badan Pertanahan Nasional) (1 orang)

4. Dinas Cipta Karya Dan Pemukiman (1 orang) 5. Dinas Kehutanan (1 orang)

6. Dinas Pertanian (1 orang) 7. Instansi kecamatan (2 orang)


(15)

Sasaran/ goal

Kriteria

Alternatif

Gambar 3. Bagan Hierarki Perubahan Tutupan Lahan Kab. Tapanuli Utara (AHP) Hasil dari wawancara kepada sepuluh responden terkait dengan perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara menghasilan kriteria yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi. Keterkaitan tutupan lahan terhadap ketiga kriteria tersebut berpengaruh besar terhadap perubahan Kabupaten Tapanuli Utara dan ketiganya saling terkait satu sama lain. Dari segi sosial aspek yang harus dilihat yaitu harus memperhatikan kriteria ekonomi dan ekologi begitu juga seterusnya maka dari itu ketiga aspek ini sangat berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan Kabupaten Tapanuli Utara .

Menentukan kriteria untuk kuesioner dilakukan dengan cara :

a. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih penting dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan oleh skala nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada Tabel 2.

Faktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara

Ekonomi Ekologi Sosial

Tata Ruang Wilayah Diversifikasi

Lapangan Kerja

Sosialisasi dan Pendidikan Pembuatan

Bendungan

Konsistensi UU dan Pengawasan


(16)

c. Pembandingan dilakukan dari baris terhadap kolom.

Tabel 2. Skala Perbandingan Berpasangan Penilaian Elemen–Elemen Hierarki Intensitas

pentingnya

Defenisi

1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen yang lainnya

7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen lainnya

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya

2,4,6,8 Kebalikan

Nilai- nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan jika untuk aktifitas i mendapat satu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Analisis AHP dan data yang diperoleh melalui kuisioner responden diproses dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Program Expert

Choice 2000 dirancang untuk proses pengambilan keputusan dalam pemilihan

alternatif strategi. Berikut ini proses penggunaan Expert Choice 2000: 1. Buka file baru dengan memilih menu file kemudian new.

2. Membuat file name untuk menyimpan data yang dianalisis.

3. Isikan goal atau hasil yang anda inginkan yang menunjukkan inputan

Evaluationand Choice model, kemudian klik ok.

4. Untuk memasukkan kriteria yang akan dicari bobotnya, maka pilih Edit, kemudian pilih Insert Child Of Current Node, kemudian akan muncul tampilan node.


(17)

6. Masukkan alternatif-alternatif dengan cara klik ( + A ) dan klik ok.

7. Untuk melakukan pembobotan arahkan kursor ke goal/ tujuan, klik

Assessment dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion (lambang

3:1) beri bobot kepentingan dengan membandingkan tiap elemen yang ada di kriteria.

8. Hal yang sama dilakukan dalam pembobotan kepentingan alternatif-alternatif yang ada. Arahakan kursor ke tiap elemen criteria yang ada. Pada tiap elemen lakukan pembobotan alternatif dengan cara klik Assessment dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion (lambang 3:1).

9. Hasil dari pembobotan harus dengan inconsistency dibawah 0.1. karena ini berarti penilaian yang dilakukan konsisten. Jika inconsistency lebih dari 0.1, maka harus dilakukan penyebaran kuisioner ulang.

10. Setelah hasil dimasukkan dan inconsistency dibawah 0.1 maka klik tanda Untuk mengetahui tampilan lain dari hasil pembobotan maka klik tanda

11. Dari hasil diatas maka akan dapat diketahui bobot akhir dari masing-masing kriteria atau sasaran, sementara itu untuk mengetahui bobot akhir prioritas dari alternatif, maka klik menu Synthesize lalu pilih With Respect to Goal. Maka akan ditampilkan hasilnya sekaligus dengan nilai Overall

Inconsistency-nya.

Analisis data menggunakan metode AHP dengan batas tingkat inkonsistensi dalam penelitian adalah 10 persen. Selanjutnya, hasil pembobotan per individu apabila konsisten, digabungkan dengan rumus rataan geometrik yang kemudian hasilnya disatukan dalam satu tabel.


(18)

Keterangan:

RG = Rataan geometrik

N = Jumlah responden


(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Perubahan Tutupan Lahan di Tapanuli Utara

Awalnya tutupan lahan yang berada di kawasan Tapanuli Utara pada tahun 2003 dan tahun 2009 diklasifikasikan ke dalam dua belas tipe tutupan lahan, antara lain : hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, semak belukar, permukiman, tanah terbuka, tubuh air, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah dan rawa. Namun pada tahun 2015 terjadi penambahan tipe tutupan lahan yang baru yaitu bandara. Data pengklasifikasian tersebut diperoleh dengan membandingkan 2 periode tutupan lahan dari tahun 2003, 2009, dan 2015. Kemudian hasil klasifikasi tersebut selanjutnya diamati setiap perubahan luasannya untuk mendapatkan perubahan lahan dari tahun 2003, 2009, dan 2015. Besarnya luas dan persentase setiap tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2003, 2009 dan tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perubahan dari tahun ke tahun dengan total luas keseluruhan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah 380.190,25 Ha. Tutupan lahan pada tahun 2003 didominasi oleh hutan lahan kering sekunder sebesar 130.414,47 Ha kemudian diikuti dengan pertanian lahan kering sebesar 107.174,71 Ha, hutan lahan kering primer sebesar 38.362,38 Ha, semak belukar sebesar 38.362,37 Ha, hutan lahan kering campur semak sebesar 29.515.61 Ha, semak belukar sebesar 29.191,25 Ha, hutan tanaman sebesar 23.932,04 Ha, sawah sebesar 15.058,79 Ha, rawa sebesar 814,08 Ha, permukiman sebesar 52,98 Ha dan yang memiliki luas paling kecil


(20)

Tabel 3. Perbandingan Luasan dan Persentase Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Luas (Ha)

Tahun 2003 Tahun 2009 Tahun 2015 Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen

Hutan Lahan Kering Primer (HLKP) 38.362,38 38.362,38 38.318,89 0,00 0,00 -43,48 -0,11 -43,48 -0,11

Hutan Lahan Kering Sekunder (HLKS) 130.414,47 129.829,24 127.204,71 -585,23 -0,45 -2.624,53 -2,02 -3.209,76 -2,46

Hutan Tanaman (HT) 23.932,04 24.070,50 19.106,90 138,46 0,58 -4.963,60 -20,62 -4.825,14 -20,16

Semak Belukar (SB) 29.191,25 36.181,89 37.667,68 6.990,64 23,95 1.485,79 4,11 8.476,43 29,04

Permukiman (P) 52,98 52,98 52,98 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Tanah Terbuka (TT) 5.673,94 4.437,99 9.489,23 -1.235,95 -21,78 5.051,25 113,82 3.815,29 67,24

Tubuh Air (TA) 0,001 0,001 0,001 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Pertanian Lahan Kering (PLK) 107.174,71 123.513,11 124.360,36 16.338,40 15,24 847,25 0,69 17.185,65 16,04

Pertanian Lahan Kering Campur Semak (PLKCS) 29.515,61 8.121,36 8.232,96 -21.394,25 -72,48 111,60 1,37 -21.282,65 -72,11

Sawah (S) 15.058,79 14.806,73 14.875,13 -252,06 -1,67 68,40 0,46 -183,66 -1,22

Rawa (R) 814,08 814,08 814,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Bandara (B) 0,00 0,00 67,33 67,33 67,33

Total Luas Lahan 380.190,25 380.190,25 380.190,25 0,00 -56,62 0,00 97,69 0,00 16,25

Perubahan dari 2003-2009 Perubahan dari 2009-2015 Perubahan dari 2003-2015


(21)

Hasil penelitian Rahmawaty (2011) di DAS Besitang , terdapat sebelas tipe tutupan lahan diantaranya 43.451 Ha (43 %) termasuk wilayah hutan, pertanian lahan kering 22.378 (22 %), perkebunan 17.118 Ha (17 %), sawah 5.410 Ha (5 %), semak 5.029 Ha (5%), tambak 4.559 Ha (5%), tanah terbuka 462 Ha (0,5%), rawa 373 Ha (0,4 %),badan sungai 1.256 Ha (1 %), hutan primer 1.516 (1,5 %) , Hutan mangrove 5.362 (5,3 %) dan hutan sekunder 36.571 Ha (36,6 %). Tipe dan luas tutupan lahan DAS Belawan dan DAS Besitang mengalami perbedaan. Hal ini dikarenakan adanya iklim, relief, tanah, hidrologi dan vegetasi yang mempengaruhi potensi penggunaan lahan yang berbeda dan ditambah lagi kebudayaan masyarakat di setiap DAS berbeda sesuai dengan kriteria DAS masing- masing.

B.Penutupan Lahan Tahun 2003, 2009, dan 2015

Perbandingan perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2003, 2009 dan tahun 2015 pada Gambar 4 yang menunjukkan terjadinya perubahan tutupan lahan yang sangat besar pada selang waktu yang telah ditentukan. Perubahan yang terbesar terjadi pada tutupan lahan pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak dari periode tahun 2003-2009 dan periode tahun 2003-2015.

Berdasarkan tabel 3, dibandingkan dengan tahun 2009, dapat diketahui bahwa luasan untuk tahun 2015 terjadi peningkatan terhadap tutupan lahan seperti tanah terbuka menjadi 9.489,23 Ha, semak belukar menjadi 37.667,68 Ha, pertanian lahan kering campur semak menjadi 8.232,96 Ha pertanian lahan kering menjadi 124.360,36 Ha, dan sawah menjadi 14.875,13 Ha.


(22)

Gambar 4. Perbandingan Penutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003, 2009 dan 2015 -25.000

-20.000 -15.000 -10.000 -5.000 0 5.000 10.000 15.000 20.000 Luas

Tutupan Lahan

Perubahan Tutupan Lahan 2003-2009

Perubahan Tutupan Lahan 2009-2015

Perubahan Tutupan Lahan 2003-2015


(23)

Sementara itu juga terjadi penurunan terhadap tutupan lahan pada tahun 2015 (Gambar 6) yaitu hutan tanaman menjadi 19.106,90 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi 127.204,71 Ha dan hutan lahan kering primer menjadi 38.318,89 Ha serta adanya penambahan tutupan lahan yang baru yaitu bandara seluas 67,33 Ha. Selama rentang waktu dari tahun 2003 ke 2009 dan 2009 ke 2015 dapat diketahui bahwa hampir semua tipe penutupan lahan mengalami perubahan maupun pengurangan jumlah luasan. Pada tahun 2009 pertanian lahan kering campur semak mengalami penurunan yang sangat besar. Sedangkan tanah terbuka mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2015 (Gambar 7).

Perubahan fungsi lahan di Kabupaten Tapanuli Utara berhubungan dengan pola hidup sosial budaya masyarakat sekitar dan adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya. Sesuai dengan pernyataan Mansuri (1996) yang menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik Selain itu pola sosial-budaya masyarakat juga mencerminkan kondisi dan aktifitas masyarakat sekitar, hal ini terkait dengan pernyataan Komarsa (2001) yang menyatakan bahwa faktor sosial budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya.


(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

1. Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2003 – 2009

Hasil klasifikasi penutupan lahan pada tahun 2003 dan tahun 2009 menunjukkan bahwa ada beberapa tutupan lahan yang mengalami perubahan luasan lahan. Hal ini terlihat dari adanya perubahan jumlah luasan dari beberapa tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar, tanah terbuka, dan pertanian lahan kering sebesar 585,23 Ha. Kemudian perubahan lahan hutan tanaman menjadi semak belukar, tanah terbuka dan pertanian lahan kering sebesar 3.996,67 Ha. Selanjutnya perubahan lahan semak belukar menjadi hutan tanaman, tanah terbuka, dan pertanian lahan kering sebesar 2.172,24 Ha. Perubahan lahan tanah terbuka menjadi hutan tanaman, semak belukar, dan pertanian lahan kering sebesar 3.055,15 Ha. Kemudian perubahan lahan pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman, semak belukar, dan tanah terbuka sebesar 1.501,53 Ha. Perubahan lahan pertanian lahan kering campur semak menjadi hutan tanaman, semak belukar, pertanian lahan kering sebesar 21.394,24 Ha dan terakhir perubahan lahan sawah menjadi pertanian lahan kering sebesar 252,06 Ha (Gambar 9).

Tabel 4 menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan seperti hutan lahan kering primer, permukiman, tubuh air dan rawa tidak mengalami perubahan sama sekali dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 seperti yang terlihat pada Gambar 10. Pengurangan maupun penambahan jumlah luasan beberapa dari tipe tutupan lahan yang terbesar seperti perubahan lahan pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering disebabkan oleh aktivitas manusia untuk membuka lahan pertanian yang baru dan untuk kepentingan beberapa pihak


(29)

Gambar 9. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003 -2009 0

2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000

Tutupan Lahan Luas (Ha)


(30)

Tabel 4. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2009

Hutan Lahan Kering Primer (HLKP) 38.362,38 38.362,38 10,09

Hutan Lahan Kering Sekunder (HLKS) 129.829,24 115,65 32,58 437,00 130.414,47 34,30

Hutan Tanaman (HT) 19.935,37 1.877,82 951,78 1.167,07 23.932,04 6,29

Semak Belukar (SB) 1.872,24 27.019,01 59,73 240,27 29.191,25 7,68

Permukiman (P) 52,98 52,98 0,01

Tanah Terbuka (TT) 1.590,27 1.346,96 2.618,79 117,93 5.673,94 1,49

Tubuh Air (TA) 0,001 0,001 0,00

Pertanian Lahan Kering (PLK) 641,03 85,41 775,10 105.673,18 107.174,71 28,19

Pertanian Lahan Kering Campur Semak (PLKCS) 31,60 5.737,04 15.625,60 8.121,36 29.515,61 7,76

Sawah (S) 252,06 14.806,73 15.058,79 3,96

Rawa (R) 814,08 814,08 0,21

Total Luas Tahun 2009 (Ha) 38.362,38 129.829,24 24.070,50 36.181,89 52,98 4.437,99 0,001 123.513,11 8.121,36 14.806,73 814,08 380.190,25 100,00

Perubahan Tutupan (Ha) 0,00 -585,23 138,46 6.990,64 0,00 -1.235,95 0,00 16.338,40 -21.394,25 -252,06 0,00

Perubahan Tutupan (%) 0,00 -0,45 0,58 23,95 0,00 -21,78 0,00 15,24 -72,48 -1,67 0,00

Ket : Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah luasan dan tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah luasan

Warna merah mengindikasikan luas tutupan yang tidak mengalami perubahan dan warna hitam mengindikasikan luas tutupan yang mengalami perubahan Tutupan Lahan Tahun 2009

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Lahan Kering Campur

Semak

Sawah Rawa

Total Tahun 2003 Luas

(Ha)

Proporsi Tutupan Lahan Tahun 2003 Hutan Lahan

Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Tanaman Semak

Belukar Permukiman Tanah Terbuka

Tubuh Air


(31)

(32)

Selain berubah dari lahan pertanian lahan kering campur semak sebesar 15.625,60 Ha, lahan pertanian lahan kering juga meningkat luasnya yaitu dari lahan hutan lahan kering sekunder sebesar 437,00 Ha, dari hutan tanaman sebesar 1.167,07 Ha, dari semak belukar sebesar 240,27 Ha, dari tanah terbuka sebesar 117.93, dan dari sawah sebesar 252,06 Ha (Gambar 10).

Adanya perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara disebabkan oleh aktifitas masyarakat dan kebutuhan ekonomi untuk mengelola lahan menjadi lahan pertanian karena sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Sesuai dengan pernyataan Wijaya (2004) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Selain itu kurangnya sosialisasi maupun kesadaran masyarakat akan keberadaan hutan juga menjadi faktor penyebab masyarakat tidak melakukan pengelolaan lahan yang baik. Rustiadi (2001) menyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang


(33)

2. Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2009 – 2015

Hasil klasifikasi penutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2009-2015 mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan tutupan lahan yang terbesar adalah tutupan lahan hutan tanaman menjadi tanah terbuka dengan luasan sebesar 4.375,77 Ha yang dapat dilihat pada Gambar 11. Sehingga pertambahan untuk luasan tanah terbuka pada kurun waktu 2009-2015 menjadi 5,051.25 Ha. Perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.

Penutupan lahan hutan lahan kering sekunder juga mengalami perubahan luasan menjadi semak belukar yaitu sebesar 967,80 Ha. Selain perubahan di atas, tutupan lahan hutan lahan kering primer mengalami perubahan menjadi menjadi semak belukar sebesar 41,07 Ha, hutan lahan kering primer menjadi tanah terbuka sebesar 2,42 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi tanah terbuka sebesar 948,24 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering sebesar 528,49 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering campur semak sebesar 111,60 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi sawah sebesar 68,40 Ha, hutan tanaman menjadi semak belukar sebesar 215,74 Ha, hutan tanaman manjadi pertanian lahan kering sebesar 476,34 Ha, semak belukar menjadi tanah terbuka sebesar 24,87 Ha, semak belukar menjadi bandara sebesar 12,91 Ha, tanah terbuka menjadi hutan tanaman sebesar 32,04 Ha, tanah terbuka menjadi semak belukar sebesar 298,96 Ha, pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman sebesar 72,22 Ha, pertanian lahan kering manjadi tanah terbuka sebesar 30,95 Ha dan pertanian lahan kering menjadi bandara sebesar 54,42 Ha. Persentase perubahan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.


(34)

Gambar 11. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009-2015 0,000

500,000 1.000,000 1.500,000 2.000,000 2.500,000 3.000,000 3.500,000 4.000,000 4.500,000 5.000,000

Luas (Ha)


(35)

Tabel 5. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009-2015

Hutan Lahan Kering Primer (HLKP) 38.318,89 41,07 2,42 38.362,38 10,09

Hutan Lahan Kering Sekunder (HLKS) 127.204,71 967,80 948,24 528,49 111,60 68,40 129.829,24 34,15

Hutan Tanaman (HT) 19.002,64 215,74 4.375,77 476,34 24.070,50 6,33

Semak Belukar (SB) 36.144,11 24,87 12,91 36.181,89 9,52

Permukiman (P) 52,98 52,98 0,01

Tanah Terbuka (TT) 32,04 298,96 4.106,99 4.437,99 1,17

Tubuh Air (TA) 0,001 0,001 0,00

Pertanian Lahan Kering (PLK) 72,22 30,95 123.355,53 54,42 123.513,11 32,49

Pertanian Lahan Kering Campur Semak (PLKCS) 8.121,36 8.121,36 2,14

Sawah (S) 14.806,73 14.806,73 3,89

Rawa (R) 814,08 814,08 0,21

Total Luas Tahun 2015 (Ha) 38.318,89 127.204,71 19.106,90 37.667,68 52,98 9.489,23 0,001 124.360,36 8.232,96 14.875,13 814,08 67,33 380.190,25 100,00

Perubahan Tutupan (Ha) -43,48 -2.624,53 -4.963,60 1.485,79 0,00 5.051,25 0,00 847,25 111,60 68,40 0,00 67,33

Perubahan Tutupan (%) -0,11 -2,02 -20,62 4,11 0,00 113,82 0,00 0,69 1,37 0,46 0,00

Ket : Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah luasan dan tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah luasan

Warna merah mengindikasikan luas tutupan yang tidak mengalami perubahan dan warna hitam mengindikasikan luas tutupan yang mengalami perubahan

Sawah Rawa Bandara

Total Tahun 2009 Luas

(Ha) Tutupan Lahan Tahun 2009 Hutan Lahan

Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Tanaman Semak Belukar

Tutupan Lahan Tahun 2015

Proporsi Permukiman Tanah Terbuka Tubuh Air Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Semak


(36)

(37)

Tanah terbuka merupakan tutupan lahan yang paling banyak mengalami peningkatan pertambahan luasannya pada periode tahun 2009-2015. Nugroho dan Prayogo (2008) berpendapat bahwa merosotnya kualitas lingkungan dan sumberdaya alam diikuti oleh peningkatan perubahan lahan, khususnya dari hutan ke pertanian kemudian diikuti oleh perluasan pertanian, baik secara terencana maupun spontanitas dari masyarakat. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, perubahan tutupan lahan hutan menjadi tanah terbuka disebabkan oleh pembukaan wilayah hutan untuk memenuhi kebutuhan penduduk di sekitar hutan yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan untuk kepentingan beberapa pihak pengusaha hutan maupun pertanian.

Gambar 13. Tipe Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara berupa Hutan Tanaman


(38)

Tabel 6 menunjukkan bahwa batas kawasan hutan menurut SK Menhut No. 579 Tahun 2014 jika dibandingkan dengan peta penutupan lahan tahun 2015 berbeda. Menurut SK Menhut No. 579 Tahun 2014 kawasan hutan dibagi atas 5 yaitu Air seluas 0,005 Ha, Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 163.130,92 Ha, Hutan Lindung (HL) seluas 122.943,09 Ha, Hutan Produksi seluas 43.821,66 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 48.416,83 Ha, dan Hutan Suaka Alam seluas 1.877,75 Ha. Tetapi pada peta tutupan lahan tahun 2015, Hutan Lindung (HL) berubah bentuk menjadi menjadi hutan tanaman sebesar 1.264,24 Ha, semak belukar sebesar 8.965,79 Ha, tanah terbuka sebesar 1.266,97 Ha, pertanian lahan kering sebesar 9.387,97 Ha, pertanian lahan kering campur semak sebesar 686,22 Ha, sawah sebesar 1.024,54 Ha, dan rawa sebesar 5,98 Ha.

Demikian juga halnya dengan kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan suaka alam. Hutan produksi menurut SK Menhut No. 579 Tahun 2014 merupakan semak belukar, tanah terbuka, pertanian lahan kering serta campur semak, dan sawah. Hanya sebesar 24.501,59 Ha yang merupakan hutan, sementara 19.320,07 Ha merupakan bukan lahan hutan.

Tidak jauh berbeda dengan hutan produksi, hutan produksi terbatas menurut SK Menhut No. 579 Tahun 2014 juga berbeda dengan keadaan di lapangan. Akan tetapi sebagian besar kawasan hutan produksi terbatas yaitu sebesar 31.969,63 Ha masih merupakan tutupan berupa hutan dan sisanya yaitu sebesar 7.089,16 Ha merupakan tutupan lahan berupa lahan pertanian dan sawah. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa hutan suaka alam sebagian besar juga tetap merupakan hutan menurut data di lapangan yaitu sebesar 1.874,22 Ha sedangkan


(39)

Tabel 6. Perbandingan SK.579/Menhut-II/2014 dengan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2015

Air 0,000 0,002 0,000 0,002 0,001 0,005

Areal Penggunaan Lain (APL) 11,77 20.735,48 3.740,85 15.707,85 52,98 1.836,03 0,001 102.263,36 4.096,54 13.810,62 808,10 67,33 163.130,92

Hutan Lindung (HL) 35.989,34 64.352,05 1.264,24 8.965,79 1.266,97 9.387,97 686,22 1.024,54 5,98 122.943,09

Hutan Produksi (HP) 496,42 11.154,45 12.850,72 4.314,26 5.704,44 7.632,54 1.664,86 3,96 43.821,66

Hutan Produksi Terbatas (HPT) 1.821,36 28.897,18 1.251,09 8.676,24 681,80 5.076,49 1.976,67 36,00 48.416,83

Kawasan Suaka Alam (KSA) 1.874,22 3,53 1.877,75

Total 38.318,89 127.013,38 19.106,90 37.667,68 52,98 9.489,23 0,001 124.360,36 8.424,29 14.875,12 814,08 67,33 380.190,25

Pertanian Lahan Kering Campur

Semak

Sawah Rawa Bandara Total

Permukiman Tanah

Terbuka Tubuh Air

Pertanian Lahan Kering Kawasan Hutan

SK.579/Menhut-II/2014

Hutan Lahan Kering Primer

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Tanaman

Semak Belukar


(40)

(41)

Pada periode tahun 2009-2015 terdapat jenis tutupan lahan yang baru yaitu bandara seluas 67,33 Ha. Sebelumnya sebesar 12,91 Ha lahan tersebut adalah merupakan lahan semak belukar dan sebesar 54,41 Ha adalah merupakan pertanian lahan kering. Menurut PP No. 10 Tahun 2012, lokasi bandara ditetapkan oleh Menteri dengan beberapa pertimbangan yaitu keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara dan kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian serta kelayakan lingkungan.

Adanya tutupan lahan yaitu bandara ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mempermudah akses menuju daerah wisata Danau Toba dan daerah Tapanuli sekitarnya. Berdirinya bangunan Bandara Silangit ini diharapkan dapat mendongkrak laju pertumbuhan eknonomi daerah yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Utara. PT Angkasa Pura II bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dalam pengembangan Bandara Silangit.

Gambar 16. Tipe Tutupan Lahan berupa Bandara di Kabupaten Tapanuli Utara


(42)

3. Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2003-2015

Perubahan tutupan lahan periode tahun 2003–2015 merupakan akumulasi dari perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun 2003–2009 dan tahun 2009 –2015 sehingga diperoleh perubahan tutupan lahan selama 12 tahun secara keseluruhan yaitu tahun 2003 hingga 2015 yang dapat dilihat pada Gambar 17. Pertanian lahan kering merupakan jenis tutupan lahan terbesar yang mengalami peningkatan jumlah luasan dalam kurun waktu 12 tahun.

Tutupan lahan pertanian lahan kering mengalami peningkatan luasan, pada tahun 2003 luasan pertanian lahan kering sebesar 107.174,71 Ha,dan mulai mengalami peningkatan secara drastis pada tahun 2009 menjadi 123.513,11 Ha dan meningkat lagi pada tahun 2015 menjadi 124.360,36 Ha. Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa perubahan tutupan lahan yaitu tutupan lahan hutan lahan kering primer menjadi semak belukar sebesar 41,07 Ha, hutan lahan kering primer menjadi tanah terbuka sebesar 2,42 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar sebesar 1.083,45 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi tanah terbuka sebesar 980,82 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering sebesar 965,48 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering campur semak sebesar 111,60 Ha, hutan lahan kering sekunder menjadi sawah sebesar 68,40 Ha.

Selain itu, perubahan tutupan lahan hutan tanaman menjadi semak belukar sebesar 2.093,56 Ha, hutan tanaman menjadi tanah terbuka sebesar 3.878,64 Ha, hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering sebesar 1.643,41 Ha, semak belukar menjadi hutan tanaman sebesar 16.316,42 Ha, semak belukar menjadi


(43)

sebesar 240,27 Ha, semak belukar menjadi bandara sebesar 12,91 Ha. Kemudian perubahan tutupan lahan tanah terbuka menjadi hutan tanaman sebesar 575,04 Ha, tanah terbuka menjadi semak belukar sebesar 1.346,96 Ha, tanah terbuka menjadi pertanian lahan kering sebesar 117,93 Ha, pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman sebesar 333,17 Ha, pertanian lahan kering menjadi semak belukar sebesar 384,37 Ha, pertanian lahan kering menjadi tanah terbuka sebesar Ha 856,22 Ha, pertanian lahan kering menjadi bandara sebesar 54,42 Ha.

Selanjutnya perubahan tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak menjadi hutan tanaman sebesar 31,60 Ha, pertanian lahan kering campur semak menjadi semak belukar sebesar 5.712,17 Ha, pertanian lahan kering campur semak menjadi tanah terbuka sebesar 55,81 Ha pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering sebesar 15.594,66 Ha. Kemudian perubahan tutupan sawah menjadi pertanian lahan kering sebesar 252,06 Ha. Perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel 7.


(44)

Gambar 17. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003 -2015 0,000 2.000,000 4.000,000 6.000,000 8.000,000 10.000,000 12.000,000 14.000,000 16.000,000 18.000,000 HL KP -SB HL KP -T T HL KS -SB HL KS -T T HL KS -P L K HL KS -P L K C S HL KS -S HT -SB HT -T T HT -P L K SB -HT SB -T T SB -P L K SB -B T T -HT T T -SB T T -P L K P L K -HT P L K -SB P L K -T T P L K -B P L K C S -HT P L K C S -SB P L K C S -T T P L K C S -P L K S -P L K Perubahan Luas (Ha)


(45)

Tabel 7. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2015

Hutan Lahan Kering Primer (HLKP) 38.318,89 41,07 2,42 38.362,38 10,09

Hutan Lahan Kering Sekunder (HLKS) 127.204,71 1.083,45 980,82 965,48 111,60 68,40 130.414,47 34,30

Hutan Tanaman (HT) 16.316,42 2.093,56 3.878,64 1.643,41 23.932,04 6,29

Semak Belukar (SB) 1.850,67 27.006,10 81,30 240,27 12,91 29.191,25 7,68

Permukiman (P) 52,98 52,98 0,01

Tanah Terbuka (TT) 575,04 1.346,96 3.634,02 117,93 5.673,94 1,49

Tubuh Air (TA) 0,001 0,001 0,00

Pertanian Lahan Kering (PLK) 333,17 384,37 856,22 105.546,54 54,42 107.174,71 28,19

Pertanian Lahan Kering Campur Semak (PLKCS) 31,60 5.712,17 55,81 15.594,66 8.121,36 29.515,61 7,76

Sawah (S) 252,06 14.806,73 15.058,79 3,96

Rawa (R) 814,08 814,08 0,21

Total Luas Tahun 2015 (Ha) 38.318,89 127.204,71 19.106,90 37.667,68 52,98 9.489,23 0,001 124.360,36 8.232,96 14.875,13 814,08 67,33 380.190,25 100,00 Perubahan Tutupan (Ha) -43,48 -3.209,76 -4.825,14 8.476,43 0,00 3.815,29 0,00 17.185,65 -21.282,65 -183,66 0,00 67,33

Perubahan Tutupan (%) -0,11 -2,46 -20,16 29,04 0,00 67,24 0,00 16,04 -72,11 -1,22 0,00

Warna merah mengindikasikan luas tutupan yang tidak mengalami perubahan dan warna hitam mengindikasikan luas tutupan yang mengalami perubahan Ket : Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah luasan dan tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah luasan

Tutupan Lahan Tahun 2015

Proporsi Tutupan Lahan Tahun 2003 Hutan Lahan

Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Tanaman Semak Belukar Permukiman Tanah Terbuka Tubuh Air Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Semak Sawah Rawa Total Tahun 2003 Luas (Ha) Bandara


(46)

(47)

Perubahan luasan lahan yang dominan dari tahun 2003–2015 terdapat pada pertanian lahan kering. Tipe lahan pertanian lahan kering paling banyak terdapat di Kecamatan Siborong-borong, Kecamatan Sipahutar dan Kecamatan Sipoholon. Petani yang mengubah lahan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi lahan pertanian lahan kering menanam tanaman pertanian seperti tanaman nenas dan sayuran (Gambar 19).

(a) (b)

Gambar 19. Jenis Tutupan Lahan Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Tapanuli Utara : (a). Tanaman Nenas (b). Tanaman Sayuran

Menurut Sitorus, dkk (2006) perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Keadaan ini sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana lahan hutan, semak belukar, tanah terbuka dan sawah dimanfaatkan menjadi pertanian lahan kering oleh masyarakat maupun pihak tertentu yang mengelola hasil pertanian lahan kering. Beberapa pabrik juga sudah didirikan untuk memajukan sektor pertanian lahan kering di Kabupaten Tapanuli Utara. Yusri (2011) menyatakan bahwa meningkatnya aktifitas pertanian akan mendorong peningkatan luas kebutuhan lahan yang berakibat pada konversi di berbagai penutupan lahan menjadi lahan budidaya. Terlebih dengan harga


(48)

kebutuhan rumah tangga yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu, maka para petani dituntut untuk terus berupaya meningkatkan usaha pertanian mereka sehingga pencarian lahan subur akan terus diupayakan demi meningkatkan hasil panen dan lahan hutan akan terus digarap.

Umumnya masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani yang memiliki kehidupan ekonomi rendah memanfaatkan semak belukar sebagai pengganti pupuk untuk pertanian lahan kering. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, juga terjadi banyak perubahan pengelolaan lahan pertanian lahan kering yang sudah mulai modern. Masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas mengelola lahan pertanian lahan kering dengan memanfaatkan teknologi alat pertanian sehingga cara pengerjaan maupun hasil yang didapat menjadi lebih baik dan cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Grubler (1998) yang mengatakan bahwa perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja.

Menurut Juhadi (2007), manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Demikian pula pertambahan penduduk identik dengan peningkatan kebutuhan. Hal ini akan menyebabkan bertambah besarnya tekanan kepada sumberdaya lahan dan perubahan penggunaan lahan ini juga dijumpai di kawasan lindung. Daerah berbukit dan terjal yang merupakan kawasan lindung digunakan penduduk menjadi areal pertanian tanpa menggunakan masukan agroteknologi yang sesuai. Tekanan ini akan menyebabkan pola penggunaan lahan dan proporsi lahan untuk areal pertanian akan bertambah besar sedangkan wilayah lindung


(49)

C. Faktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara

Hasil perbandingan kriteria dan alternatif yang diambil dari hasil wawancara kepada sepuluh responden merupakan faktor dominan perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Pembobotan nilai dengan menggunakan software Expert Choice 2000 akan menghasilkan nilai pembobotan dari masing–masing kriteria dan alternatif yang ada.

Pada Tabel 8 akan terlihat perbandingan pembobotan nilai dari tingkat kriteria yang dipandang dalam segi ekonomi, ekologi, dan sosial yang berperan langsung terhadap perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara untuk masing-masing responden.

Tabel 8. Perbandingan Pembobotan Nilai berdasarkan Kriteria

Nama

Bobot nilai Kriteria

Sosial Ekologi Ekonomi Inkonsistensi

Maddin Panjaitan 0,156 0,185 0,659 0,030

Elseria Siburian 0,352 0,089 0,559 0,050

Lambok Simatupang 0,157 0,594 0,249 0,050

David Sipahutar 0,582 0,109 0,309 0,003

Adri Sihotang 0,487 0,078 0,435 0,010

Rudi A.S. Rajagukguk 0,258 0,105 0,637 0,040

Wanuri 0,610 0,166 0,225 0,090

Uli Sitanggang 0,230 0,122 0,648 0,003

Jonner Simanjuntak 0,352 0,089 0,559 0,050

Ganda Hutauruk 0,637 0,105 0,258 0,040

Rataan Geometrik 0,339 0,132 0,419

Perbandingan pembobotan nilai berdasarkan kriteria ini masih dalam bentuk penilaian dari masing–masing responden yang belum dikombinasikan dan belum diketahui skala prioritas serta belum dapat disimpulkan secara keselurahan yang menjadi faktor penyebab perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli


(50)

Utara. Pembobotan nilai berdasarkan kriteria dari setiap responden harus memiliki tingkat konsistensi kurang dari 10 % atau 0,10 dan dapat dikatakan pembobotan nilai tersebut benar atau akurat.

Setelah di peroleh data pembobotan nilai berdasarkan kriteria pada masing- masing responden maka dapat dilakukan tahapan rekapitulasi kombinasi dan ranking untuk mendapatkan kesimpulan secara keseluruhan pada tingkat kriteria terhadap faktor penyebab perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara, data pembobotan nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Skala Prioritas Perhitungan Kriteria terhadap Perubahan Tutupan Lahan Kriteria Rataan Geometrik (RG) Prioritas Ranking

Sosial 0,339 0,381 2

Ekologi 0,132 0,149 3

Ekonomi 0,419 0,471 1

Total 0,890 1

Faktor yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan di kabupaten Tapanuli Utara adalah kriteria ekonomi. Menurut Hariyatno (2014), perubahan penggunaan lahan terkait dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tercermin pada beberapa hal yaitu: peningkatan jumlah penduduk, adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa), meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah ke atas yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman , terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien. Hasil penelitian Putiksari (2014)


(51)

faktor sosial ekonomi yang patut untuk diperhatikan sebab berdampak terhadap kualitas hutan.

Faktor sosialisasi dan pendidikan penduduk yang menjadi dasar tolak ukur bagi mereka untuk memanfaatkan lahan yang ada dan tidak memperhatikan faktor ekologis di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara. Selain faktor pendidikan, faktor sosial-budaya masyarakat juga penting secara nyata ikut memberikan kontribusi dalam pertimbangan pengelolaan lahan dan menurut Nasruddin dan Sudarsono (2008), masyarakat tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik lingkungan di sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di Indonesia, dan telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga mengenal berbagai cara memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Pendekatan kepada masyarakat tradisional untuk pengelolaan sumberdaya alam secara lestari merupakan solusi yang tepat dari segi sosialisasi.

Faktor ekonomi yang menjadi faktor dominan penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan haruslah dapat diantisipasi dengan memberikan alternatif untuk mengurangi terjadinya kerusakan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Kriteria dan alternatif yang ditawarkan ini merupakan hasil wawancara kepada sepuluh responden yang terkait sehingga diperoleh lima alternatif yang di tawarkan pada masing- masing responden (Tabel 10).


(52)

Tabel 10. Rekapitulasi Perhitungan Alternatif pada Kriteria Ekonomi terhadap PerubahanTutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Bobot Nilai Alternatif

Nama Diversifikasi Lapangan Kerja

Tata Ruang Wilayah

Pembuatan Bendungan

Sosialisasi dan Pendidikan

Konsistensi UU

dan Pengawasan Inkonsistensi

Maddin Panjaitan 0,384 0,059 0,352 0,120 0,085 0,08

Elseria Siburian 0,267 0,186 0,047 0,132 0,367 0,09

Lambok Simatupang 0,471 0,098 0,059 0,215 0,156 0,08

David Sipahutar 0,478 0,132 0,268 0,049 0,072 0,08

Adri Sihotang 0,536 0,059 0,119 0,205 0,082 0,07

Rudi A.S. Rajagukguk 0,186 0,137 0,331 0,229 0,117 0,08

Wanuri 0,531 0,145 0,046 0,167 0,110 0,09

Uli Sitanggang 0,531 0,055 0,179 0,148 0,086 0,09

Jonner Simanjuntak 0,403 0,118 0,059 0,185 0,235 0,09

Ganda Hutauruk 0,475 0,074 0,217 0,178 0,056 0,07


(53)

Pembobotan nilai berdasarkan tingkat alternatif dari masing-masing responden, maka dari hasil data tersebut dapat dilakukan tahapan kombinasi untuk diperoleh skala prioritasnya dan ranking dari setiap alternatif yang ditawarkan (Tabel 11). Dari hasil rekapitulasi data tersebut akan didapat kesimpulan yang menjadi alternatif terhadap faktor penyebab perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara.

Tabel 11. Skala Prioritas Alternatif berdasarkan Tingkat Kriteria Ekonomi Alternatif Rataan Geometrik

(RG) Prioritas Ranking

Diversifikasi Lapangan Kerja 0,407 0,452 1

Tata Ruang Wilayah 0,098 0,108 5

Pembuatan Bendungan 0,127 0,143 3

Sosialisasi dan Pendidikan 0,152 0,167 2

Konsistensi UU dan Pengawasan 0,115 0,130 4

Total 0,862 1

Alternatif yang ditawarkan pada pemecahan masalah perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ini adalah diversifikasi lapangan kerja, tata ruang wilayah, pembuatan bendungan, sosialisasi dan pendidikan, serta konsistensi Undang-Undang dan pengawasannya. Diversifikasi lapangan kerja merupakan adanya penambahan dan keanekaragaman lapangan kerja bagi masyarakat Tapanuli Utara agar pekerjaan sebagian besar masyarakat tidak hanya bertani. Tata ruang wilayah lebih mengarah kepada peraturan daerah yang telah dibuat dan direncanakan berdasarkan masing- masing wilayah.

Pembuatan bendungan merupakan solusi untuk sebagian wilayah pertanian yang mengalami kekeringan. Sehingga lahan sawah tidak diubah menjadi pertanian lahan kering. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan pemerintah membuat sosialisasi penyuluhan serta peningkatan mutu dan tingkat


(54)

pendidikan yang akan merubah pola pikir masyarakat terhadap penggunaan lahan. Konsistensi Undang-Undang dan pengawasannya merupakan upaya untuk mendorong masyarakat untuk menaati hukum dan perlu diawasi agar Undang-Undang yang berlaku tetap konsisten.

Hasil penelitian Pribadi (2006) menghasilkan perubahan penggunaan lahan di Muaro Jambi lebih didorong oleh kebutuhan lahan untuk aktivitas pertanian. Meningkatnya petani dan terbatasnya luas lahan tempat usaha tani dapat menyebabkan petani tersebut merambah hutan dijadikan area usaha tani. Widayanti (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan tata guna lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan.

Alternatif yang paling tinggi nilai prioritasnya dalam perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara dari segi ekonomi adalah diversifikasi (keanekaragaman) lapangan kerja. Masyarakat tidak lagi merubah lahan menjadi lahan pertanian jika ada lapangan kerja selain bertani. Selain itu, pendapatan masyarakat juga akan lebih meningkat jika banyak lapangan kerja sehingga dapat menjadi solusi untuk menekan kemiskinan. Menurut Sukirno (2003), salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud. Kondisi perekonomian yang rendah merupakan faktor yang membuat masyarakat mengubah lahan menjadi


(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara pada kurun waktu 2003–2015 mengalami perubahan yang paling dominan yaitu pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering.

2. Faktor penyebab perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara dari tingkat kriteria adalah faktor ekonomi, sedangkan alternatif yang paling dominan memiliki pembobotan nilai terbesar adalah adanya keanekaragaman lapangan pekerjaan.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kelas kesesuaian lahan di Kabupaten Tapanuli Utara agar diketahui pemanfaatan yang sesuai dengan kriteria lahannya


(56)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara

Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena pengalihan lahan menjadi areal perkebunan dan pembangunan infrastruktur jalan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Secara nyata luas hutan di Sumatera Utara terus mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh konversi hutan menjadi areal non hutan (tidak berhutan) seperti permukiman, sawah, perkebunan, ladang dan areal terbuka. (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2016).

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2016) juga menyatakan bahwa permasalahan utama yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan hutan di Sumatera Utara adalah perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali, baik perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi permukiman, ataupun hutan yang dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit dan lahan kritis akibat penebangan (ilegal logging) dan kebakaran hutan (forest fire) pada beberapa wilayah di Sumatera Utara. Dari data kerusakan dan konversi hutan diketahui bahwa penyebab utama kerusakan hutan di Sumatera Utara adalah perambahan. Sedangkan konversi hutan terjadi terutama karena alih fungsi hutan


(57)

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (Land Use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Merosotnya kualitas lingkungan dan sumberdaya alam diikuti oleh peningkatan perubahan lahan, khususnya dari hutan ke pertanian dan dari lahan pertanian ke permukiman. Transformasi perubahan lahan dan tutupan lahan, tahap pertama terjadi sebagai hasil dari kebijakan pemerintah untuk memperoleh kayu (logging) dan pajak ekspor kayu sehingga mengijinkan usaha penebangan hutan, yang kemudian diikuti oleh perluasan pertanian, baik secara terencana maupun spontanitas dari masyarakat (Nugroho dan Prayogo, 2008).

Grubler (1998) mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola tata guna lahan. Pertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah.


(58)

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, 2006).

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetaasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangan bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Mansuri, 1996).


(59)

erosi dan sedimentasi, hilangnya biodiversity maupun menurunnya pendapatan negara dari hasil kayu. Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia. Kegiatan yang menyebabkan pengurangan luas hutan antara lain berupa konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain yaitu untuk perkebunan, pertanian, pemukiman/transmigrasi; perdagangan kayu ilegal (illegal trading), ataupun penebangan liar (illegal

logging); perambahan, dan okupasi lahan serta kebakaran hutan

(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015).

Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nastain dan Purwanto (2003) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan.

2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan).

3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan.

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian,


(60)

aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Keterkaitan antara Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Perubahan Lahan

Faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya (Komarsa, 2001). Faktor sosial budaya tersebut meliputi: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat usia, motivasi, persepsi dan interpretasi, pandangan/sikap hidup, adat-istiadat, idiologi dan tradisi lokal, hubungan dan jaringan sosial, institusi lokal.

Secara rinci perubahan penggunaan lahan terakit dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tercermin pada: (i) peningkatan jumlah penduduk; (ii) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa); (iii) meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan


(61)

(kompleks-kompleks perumahan); (iv) terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien (Hariyatno, dkk. 2014).

Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya (Rustiadi, 2001).

Masyarakat tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik lingkungan di sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di Indonesia, dan telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga mengenal berbagai cara memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Masyarakat pedusunan memiliki keunikan khusus seperti kesederhanaan, ikatan emosional tingi, kesenian rakyat dan loyalitas pada pimpinan kultural seperti halnya konsep-konsep yang berkembang di pedusunan (Nasruddin dan Sudarsono, 2008)

Sistem Informasi Geografis

Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam melakukan analisis perubahan tutupan lahan sangat dibutuhkan dalam tindakan pencegahan terhadap


(62)

kegiatan eksploitasi maupun konversi lahan hutan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan dengan menggunakan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Geografis dapat memprediksi luas perubahan lahan yang terjadi pada masa yang akan datang sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dalam melakukan antisipasi terhadap berkurangnya luas lahan hutan (Ginting dkk, 2012).

Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan datang (As-Syakur, 2011).

Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak yang memadai untuk melakukan analisis perubahan tutupan lahan. Proses yang penting dalam melakukan analisis adalah koreksi geometrik, penajaman citra, identifikasi tutupan, dan konstruksi perubahan tutupan. Studi kasus TAHURA menunjukkan bahwa terjadi perubahan tutupan lahan ke tutupan lahan lainnya disemua desa/kelurahan yang diamati. Perubahan tutupan lahan hutan ke non hutan 5.90%, dan 5.40% berubah dari non hutan ke hutan (Bode, 2015)

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat


(63)

Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi secara terpadu (Wahyunto, 2004).

Hasil penelitian Ginting, dkk (2012) menggunakan SIG dengan tujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di Kabupaten Karo. Pada selang waktu 1997-2000-2003-2006-2009 perubahan luas tutupan lahan terbesar di Kabupaten Karo terjadi pada pertanian lahan kering yang menjadi lahan sawah dan diikuti oleh lahan hutan yang menjadi pertanian lahan kering.

Sementara Sitompul, dkk (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Kota Pematangsiantar dalam kurun waktu 10 tahun (2003-2013) mengalami penurunan luas tutupan lahan pertanian lahan kering, semak belukar, persawahan dan perkebunan dengan faktor utama aktifitas pembangunan. Kota Pematangsiantar mengalami penurunan tutupan lahan penghijau sebesar 6,67 %, dan saat ini memiliki luas sebesar 55,47% lahan penghijau.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Fasilitas AHP dalam pengambilan keputusan dengan mengadakan persepsi, perasaan, penilaian, dan memiliki nilai sejarah menjadi struktur hierarki dengan kekuatan yang mempengaruhi keputusan sebuah kasus yang paling umum. Pada struktur hierarki menunjukkan keterkaitan antara interaksi tujuan, kriteria,


(64)

sub kriteria, dan alternatif pada seluruh sistem. Untuk tujuan ini, pengukuran mutlak dan pendekatan pengukuran relatif digunakan dalam penerapan AHP. Hasil perbandingan umumnya digunakan ketika peringkat alternatif sesuai dengan standar yang dikembangkan oleh pengalaman ahli (Saaty, 1980). Namun, perbandingan relatif memerlukan prioritas untuk tujuan hierarki dengan membuat perbandingan berpasangan secara sistematis.

Hasil penelitian Hartati dan Adi (2012) menyatakan kombinasi penggunaan metoda AHP (yang difasilitasi perangkat lunak Expert Choice 11) dengan perangkat-perangkat lunak SIG seperti ArcGIS, ArcView, dan sebagainya. Sesungguhnya memungkinkan para pengambil keputusan dapat melakukan pengambilan keputusan dengan baik dan berkualitas (meskipun data yang dimilikinya bersifat deskriptif dan kualitatif).

Penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2012) di Tangkahan yang bertujuan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan Gajah (Elephas indicus) jinak yang paling sesuai di Tangkahan dengan menggunakan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian yang dilakukan adalah kriteria

kesejahteraan dan keamanan masyarakat sebagai yang paling prioritas karena seluruh responden beranggapan bahwa kepentingan dari bentuk pemanfaatan Gajah (Elephas indicus) jinak yang ada di Tangkahan sudah seharusnya untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.

Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, pada tahap ini untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan harus secara jelas, detail, dan mudah dipahami. Tahapan Metode AHP dilakukan langkah-langkah


(65)

1. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama

2. Mendefenisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan

3. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensinya 4. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki

5. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen- elemen pada tingkat hierarki terendah sampai mencapai tujuan.

6. Memeriksa konsistensi hierarki

Konsistensi yang diharapkan adalah mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.

Pada struktur hirarkis AHP memberikan informasi untuk menguji antara interaksi tujuan, kriteria, sub kriteria, dan alternatif pada seluruh sistem. Tahap- tahap dalam menuyusun struktur hirarkis yaitu :

1. Dekomposisi yang diterapkan untuk struktur masalah yang kompleks dalam hirarki.

2. Pengambilan keputusan yang diterapkan untuk membangun perbandingan berpasangan pada semua elemen dalam sebuah hierarki.

3. Sintesa prioritas yang diterapkan untuk menghasilkan prioritas keseluruhan sepanjang Hierarki dengan mempertimbangkan prioritas secara umum.


(66)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan manusia untuk kelangsungan hidupnya mengakibatkan kebutuhan untuk penggunaan lahan juga meningkat. Besarnya jumlah lahan yang dibutuhkan manusia mengakibatkan banyak lahan yang beralih fungsi. Tutupan lahan hutan maupun lahan pertanian campur semak yang berubah menjadi pertanian lahan kering merupakan akibat dari terjadinya alih fungsi pada lahan. Masyarakat melakukan pembukaan wilayah pertanian untuk peruntukan seperti perkebunan, perladangan dan lain-lain. Perubahan fungsi lahan tersebut disatu sisi memberikan keuntungan secara ekonomi bagi manusia. Namun, besarnya perubahan lahan yang terjadi juga akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem.

Pertambahan jumlah penduduk akan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya hutan yang dapat menurunkan fungsi hutan. Keberadaan desa-desa sekitar kawasan hutan yang dicirikan oleh rendahnya pendapatan perkapita, terbatasnya kesempatan kerja di luar sektor pertanian, terbatasnya pemilikan lahan dan rendahnya produktivitas usaha tani, merupakan faktor-faktor yang mendorong masyarakat memanfaatkan potensi sumber daya hutan yang ada (Suratmo, dkk. 2011).

Identifikasi, pemantauan dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena dapat menjadi dasar untuk penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam


(67)

keruangan di suatu wilayah. Dalam hubungannya dengan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sitematis dan terorganisir dalam penyediaan lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002).

Saat ini kondisi tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara telah banyak mengalami perubahan. Akibat pertambahan populasi penduduk dan kebutuhan akan lahan, terjadi alih guna lahan hutan menjadi lahan dengan tipe pemanfaatan lain, seperti lahan pertanian, perkebunan dan agroforestri. Pertanian sawah dan tanaman semusim biasanya dibuka di dataran rendah dan perkebunan monokultur pada umumnya dikuasai oleh perusahaan dan masyarakat yang bermodal besar (Tata, 2013). Mengingat pentingnya peruntukan lahan untuk kehidupan, maka perlu diteliti peruntukan lahan khususnya di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dengan peruntukan yang seharusnya agar tidak terjadi degradasi lahan, serta dengan teknologi Sistem Informasi Geogafis (SIG) akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan dan upaya pengelolaan sumberdaya tersebut secara lestari.

Analisis faktor penyebab perubahan tutupan lahan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat memberikan pemecahan masalah perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Dengan alternatif yang diberikan dapat menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi lahan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, penelitian tentang Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara dengan periode tahun 2003 - 2015 ini perlu dilakukan.


(68)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara pada periode waktu tahun 2003-2009, 2009-2015 serta 2003-2015.

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab perubahan tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.


(69)

ABSTRACT

STEVENN E.H HUTAURUK: Analysis of North Tapanuli Regency’s Land Cover Changes Year 2003-2015. Supervised by RAHMAWATY and ANITA ZAITUNAH. Land cover in forest area is changing quickly. The interaction between society and land cause the change of land cover. Hence the observation of land changing is needed to overcome the effect and the effort of resource management in the future can be planned to stay focused on everlasting resouce management. The goal of this study is to find out the changing of land and the factors of land changing. The analysis of land changing is done using overlay tool in ArcGIS. The factors that cause land changes is analyzed by using Analitical Hierarchy Process (AHP). In the period of 2003-2015, land cover in North Tapanuli show the most dominant land changing in dry farm land with bushes to become dry farm land and from forest area becoming open land. After analysed with AHP methode, the income of comunity and stake holder is an economy criteria that cause the change in land coverage in North Tapanuli and the alternative offered is diversified employment.


(70)

ABSTRAK

STEVENN E.H HUTAURUK: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2015. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ANITA ZAITUNAH.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat. Interaksi antara masyarakat dengan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan. Untuk itu perlu adanya upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak dari perubahan tutupan lahan dapat ditanggulangi dan upaya pengelolaan sumberdaya tersebut ke depan bisa direncanakan dengan tetap mengacu pada pengelolaan sumberdaya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan. Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan

tool overlay pada ArcGIS. Faktor- faktor penyebab perubahan tutupan lahan

dianlisis dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP). Selama periode tahun 2003-2015, tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perubahan tutupan lahan paling dominan adalah perubahan lahan pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering dan perubahan hutan tanaman menjadi tanah terbuka. Setelah dianalisis dengan menggunakan metode AHP, pendapatan masyarakat dan stake holder yang terkait adalah kriteria ekonomi menjadi penyebab perubahan tutupan lahan di Di Kabupaten Tapanuli Utara dan alternatif yang ditawarkan terhadap faktor penyebab perubahan tutupan lahan adalah diversifikasi lapangan kerja.


(71)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI KABUPATEN

TAPANULI UTARA TAHUN 2003 - 2015

SKRIPSI

Oleh :

Stevenn E.H Hutauruk 121201082 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(72)

ABSTRACT

STEVENN E.H HUTAURUK: Analysis of North Tapanuli Regency’s Land Cover Changes Year 2003-2015. Supervised by RAHMAWATY and ANITA ZAITUNAH. Land cover in forest area is changing quickly. The interaction between society and land cause the change of land cover. Hence the observation of land changing is needed to overcome the effect and the effort of resource management in the future can be planned to stay focused on everlasting resouce management. The goal of this study is to find out the changing of land and the factors of land changing. The analysis of land changing is done using overlay tool in ArcGIS. The factors that cause land changes is analyzed by using Analitical Hierarchy Process (AHP). In the period of 2003-2015, land cover in North Tapanuli show the most dominant land changing in dry farm land with bushes to become dry farm land and from forest area becoming open land. After analysed with AHP methode, the income of comunity and stake holder is an economy criteria that cause the change in land coverage in North Tapanuli and the alternative offered is diversified employment.


(1)

vi

vi

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR . ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang. ... 1

Tujuan Penelitian. ... 3

Manfaat Penelitian. ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara ... 4

Penggunaan Lahan. ... 5

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya. ... 6

Keterkaitan Antara Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi Terhadap Perubahan Lahan. ... 8

Sistem Informasi Geografis ... 9

Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian. ... 14

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 14

Alat dan Data ... 16

Pengumpulan Data ... 16

Metode Penelitian Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 17

Analisis Faktor Penyebab Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Tutupan Lahan di Tapanuli Utara ... 25

Penutupan Lahan Tahun 2003, 2009, dan 2015 ... 27


(2)

vii

vii

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2009-2015 ... 39

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2003-2015 ... 48

Faktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 61

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(3)

viii

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian ... 15

Gambar 2. Diagram Alir Analisis Perubahan Tutupan Lahan dengan Change Detection ... 19

Gambar 3. Bagian Hirearki Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 21

Gambar 4. Perbandingan Penutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003, 2009, dan 2015 ... 28

Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003 ... 30

Gambar 6. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009 ... 31

Gambar 7. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2015 ... 32

Gambar 8. Peta Persebaran Titik Groundcheck di Kabupaten Tapanuli Utara ... 33

Gambar 9. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2009 ... 33

Gambar 10. Peta Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2009 ... 35

Gambar 11. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009-2015 ... 37

Gambar 12. Peta Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009-2015 ... 40

Gambar 13. Tipe Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara berupa Hutan Tanaman ... 42

Gambar 14. Kondisi Pembukaan Lahan yang berubah menjadi Tanah Terbuka ... 43

Gambar 15. Peta Overlay Kawasan Hutan berdasarkan SK.579 pada Peta Tutupan Lahan Tahun 2015 ... 46

Gambar 16. Tipe Tutupan Lahan berupa Bandara di Kabupaten Tapanuli Utara ... 47 Gambar 17. Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun


(4)

ix

ix

2003-2015 ... 50 Gambar 16. Peta Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2003-2015 ... 52 Gambar 17. Jenis Tutupan Lahan Pertanian Lahan Kering di Kabupaten


(5)

x

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Data yang Digunakan ... 16 Tabel 2. Skala Perbandingan Berpasangan Penilaian Elemen-Elemen

Hierarki ... 22 Tabel 3. Perbandingan Luasan dan Persentase Perubahan Tutupan

Lahan Kabupaten Tapanuli Utara ... 26 Tabel 4. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 2003-2009 ... 36 Tabel 5. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 2009-2015 ... 41 Tabel 6. Perbandingan SK.579 dengan Tutupan Lahan Tahun 2015 ... 45 Tabel 7. Perubahan Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 2003-2015 ... 51 Tabel 8. Perbandingan Pembobotan Nilai berdasarkan Kriteria ... 55 Tabel 9. Skala Prioritas Perhitungan Kriteria terhadap Perubahan Tutupan

Lahan ... 56 Tabel 10. Rekapitulasi Perhitungan Alternatif pada Kriteria Ekonomi

terhadap Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 58 Tabel 11. Skala Prioritas Alternatif berdasarkan Tingkat Kriteria Ekonomi ... 59


(6)

xi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Titik Groundcheck di Kabupaten Tapanuli Utara ... 65 Lampiran 2. Tipe Tutupan Lahan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 67 Lampiran 3. Wawancara Responden... 68