Identifikasi Sistem Produksi dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

(1)

IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI DAN MUTU PUPUK

KOMPOS DI CV. REKSA SUBUR SEMBADA

KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

PUTRI MELINDA SIBARANI 070308030

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI DAN MUTU PUPUK

KOMPOS DI CV. REKSA SUBUR SEMBADA

KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

PUTRI MELINDA SIBARANI 070308030/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si) Ketua

(Riswanti Sigalingging, STP, M.Si) Anggota


(3)

ABSTRAK

PUTRI MELINDA SIBARANI: Identifikasi Sistem Produksi dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan RISWANTI SIGALINGGING.

Berkembangnya pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya kompos meningkat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan konsumen perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dan kualitas pupuk kompos. Oleh karena itu, untuk merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem (system approach) dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Mei 2011. Hasil dari identifikasi sistem produksi pupuk kompos diinterpretasikan ke dalam diagram kotak hitam yang terdiri dari input terkendali dan tidak terkendali, input lingkungan, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan pengendalian sistem produksi. Aspek lingkungan dan aspek sosial-ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem. Hasil uji Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU menunjukkan bahwa pupuk kompos yang diproduksi CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.

Kata kunci: sistem, produksi, mutu, pupuk kompos, diagram kotak hitam

ABSTRACT

PUTRI MELINDA SIBARANI: Identification of Production System and Compost Quality in CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and RISWANTI SIGALINGGING.

The development of organic farming as a business is predicted to have good prospect for the future, making the demand for organic fertilizers, especially compost, increased. To meet the increasing consumer demand, efforts to increase production and quality of compost is needed. Therefore, to formulate programme of increasing production of compost, systems approach was applied by taking information from stakeholders.

This research was conducted from April 2011 until mei 2011. The system of compost production was interpreted into blackbox diagram consisted of controllable and uncontrollable output, parameters, and feed back control of production system.Environmental aspects and social-economic aspects were very influential factors on the system. The results of testing at Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, USU showed that compost produced by CV. Reksa Subur Sembada is appropriate with SNI standarts.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 April 1989, dari ayah Dimpos Sibarani dan ibu Erna Tobing. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 15 Medan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai biro Organisasi dan Komunikasi IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian) . Penulis juga aktif sebagai Koordinator Arsip dan Inventaris di UKM Fotografi USU pada tahun 2009/2010.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN III Sei Silau Kisaran pada tahun 2010.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Sistem Produksi Dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat” yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Riswanti Sigalingging, STP, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing. Khusus untuk Bapak Priyo Supriyanto pemilik CV. Reksa Subur Sembada, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, kepada semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2011


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

Batasan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk ... 5

Kompos ... 6

Prinsip Pengomposan ... 8

Manfaat Pupuk Kompos ... 9

Bahan Baku Kompos ... 10

Pembuatan Kompos Skala Besar ... 11

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan... 14

Mutu Pupuk Kompos ... 16

Spesifikasi Kompos ... 17

pH... 18

C/N ... 18

Kandungan NPK ... 19

Kualitas dan Strategi ... 20

Pendekatan Sistem ... 21

Metode Pendekatan Sistem ... 21

Sistem Produksi ... 22

Analisis Kebutuhan ... 23

Identifikasi Sistem ... 24

Produktivitas ... 27

Formulasi Permasalahan ... 28

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

Bahan dan Alat Penelitian ... 29

Metode Penelitian ... 29

Prosedur Penelitian ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Perusahaan... 32

Struktur Organisasi Perusahaan ... 32

Produktivitas dan Pemasaran Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada ... 33


(7)

Mutu Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada ... 40

Identifikasi Permasalahn Sistem ... 41

Evaluasi Aspek ... 44

Aspek Produksi ... 44

Aspek Lingkungan ... 46

Aspek Sosial-Ekonomi Sistem Produksi Pupuk Kompos ... 47

Penyusunan Diagram Kotak Hitam ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 52

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(8)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik ... 8

2. Standar kualitas kompos ... 17

3. Uraian komponen sistem ... 25

4. Produksi kompos januari 2010-April 2011 ... 34

5. Analisis kebutuhan para stakeholder ... 37

6. Perbandingan hasil analisis lab. dengan SNI kompos ... 40


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Diagram kotak gelap ... 24

2. Diagram system produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada . 38 3. Lama pekerja sistem produksi ... 42

4. Usia pekerja sistem produksi ... 42

5. Bau produksi kompos ... 44

6. Upah yang diterima ... 47

7. Diagram kotak hitam sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada ... 51


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1.Bagan alir penelitian ... 56

2.Flowchart pembuatan pupuk kompos ... 57

3.Data hasil kuisioner... 58

4.Rencana produksi pupuk kompos ... 61

5.Struktur organisasi CV. Reksa Subur Sembada ... 63

6.SNI pupuk kompos ... 64

7.Komposisi kompos CV. Reksa Subur Sembada di kemasan ... 65

8.Data hasil analisis laboratorium... 66

9.Data curah hujan bulanan daerah stabat dan sekitarnya... 67


(11)

ABSTRAK

PUTRI MELINDA SIBARANI: Identifikasi Sistem Produksi dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan RISWANTI SIGALINGGING.

Berkembangnya pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya kompos meningkat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan konsumen perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dan kualitas pupuk kompos. Oleh karena itu, untuk merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem (system approach) dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Mei 2011. Hasil dari identifikasi sistem produksi pupuk kompos diinterpretasikan ke dalam diagram kotak hitam yang terdiri dari input terkendali dan tidak terkendali, input lingkungan, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan pengendalian sistem produksi. Aspek lingkungan dan aspek sosial-ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem. Hasil uji Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU menunjukkan bahwa pupuk kompos yang diproduksi CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.

Kata kunci: sistem, produksi, mutu, pupuk kompos, diagram kotak hitam

ABSTRACT

PUTRI MELINDA SIBARANI: Identification of Production System and Compost Quality in CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and RISWANTI SIGALINGGING.

The development of organic farming as a business is predicted to have good prospect for the future, making the demand for organic fertilizers, especially compost, increased. To meet the increasing consumer demand, efforts to increase production and quality of compost is needed. Therefore, to formulate programme of increasing production of compost, systems approach was applied by taking information from stakeholders.

This research was conducted from April 2011 until mei 2011. The system of compost production was interpreted into blackbox diagram consisted of controllable and uncontrollable output, parameters, and feed back control of production system.Environmental aspects and social-economic aspects were very influential factors on the system. The results of testing at Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, USU showed that compost produced by CV. Reksa Subur Sembada is appropriate with SNI standarts.


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Orientasi pertanian modern yang mengejar hasil panen sebanyak-banyaknya dan kualitas panen yang prima menjadikan para praktisi pertanian sangat tergantung pada penggunaan pupuk. Namun, tanpa pengetahuan yang memadai, penggunaan pupuk justru menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi. Bahkan dapat berakibat fatal, yakni kematian tanaman. Penggunaan pupuk yang salah dapat menyebabkan inefisiensi pada proses produksi, selain itu penggunaan pupuk buatan dalam jangka panjang secara terus-menerus dan tidak terkontrol akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan lingkungan di sekitar daerah pertanian. Struktur tanahnya akan rusak dan beberapa jenis pupuk dapat menyebabkan penurunan pH tanah.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas dengan menerapkan sistem pertanian organik. Isu pertanian organik akhir-akhir ini mulai berkembang kembali setelah masyarakat menyadari pentingnya kesehatan dan mutu bahan pangan yang dikonsumsi. Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi berbagai dampak dari pupuk buatan. Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah dapat meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Salah satu jenis pupuk organik yang baik digunakan yaitu pupuk kompos. Karena hadirnya pupuk organik sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian.


(13)

Cl) yang sangat diperlukan tanaman. Memang kandungan unsur hara tersebut tidaklah banyak, jauh lebih sedikit dibanding kandungan unsur hara pada pupuk kimia. Oleh karena itu, aplikasi kompos biasanya dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding aplikasi pupuk kimia.

Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah penting, terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Pada masa mendatang, kompos akan semakin diperlukan, sebagai pupuk organik yang harganya terjangkau, yang dapat memperbaiki kondisi tanah yang semakin menurun, menekan kerusakan tanaman akibat kemungkinan overdosis pupuk anorganik, dan sebagai pupuk yang ramah lingkungan. Berkembangnya pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya kompos meningkat. Departemen Pertanian mencanangkan program “Go Organic

2010“. Berarti, produk pertanian harus dibudidayakan secara organik (dipupuk dengan pupuk organik atau kompos). Dapat dibayangkan berapa jumlah kompos yang dibutuhkan jika semua usaha budidaya pertanian harus menggunakan pupuk


(14)

organik. Oleh karena itu dapat dipastikan peningkatan akan pupuk kompos meningkat (Sutanto, 2002).

Dengan adanya hal tersebut maka diperlukan usaha untuk memenuhi peningkatan permintaan terhadap pupuk organik, khususnya kompos. Perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas pupuk kompos. Cakupan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas pupuk kompos sangat luas, karena meliputi aspek produksi (kualitas, kuantitas, dan biaya produksi), aspek lingkungan, dan aspek sosial ekonomi. Oleh karena itu, untuk merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem (system approach). Penggunaan pendekatan sistem dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan keputusan yang efektif dan operasional yang sesuai dengan tujuan produksi perusahaan. Dengan memandang sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa faktor yang terkait, kompleks dan dinamis maka pendekatan sistem akan mencari keterpaduan antar elemen melalui pemahaman yang utuh.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem produksi pupuk kompos, mutu kompos yang dihasilkan, serta faktor-faktor yang mendukung tujuan sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada. Hasil identifikasi sistem diinterprestasikan ke dalam diagram kotak hitam (blackbox diagram).


(15)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan CV. Reksa

Subur Sembada.

3. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang sistem produksi bagi mahasiswa.

Batasan Penelitian

Penelitian mengenai sistem produksi pupuk kompos ini dibatasi hanya untuk menguraikan dan menerangkan sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada, mulai dari penerimaan bahan baku sampai

pengemasan produk yang siap dipasarkan, serta menganalisis mutu kompos yang dihasilkan yaitu pH, C/N, dan kandungan NPK di


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik,

bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlu diketahui sifat, macam, dan jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi, sedangkan pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki kandungan persentasi yang tinggi. Contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP, dan Gandasil (Novizan, 2005).


(17)

Secara umum pupuk hanya memiliki dua bentuk, yaitu padat dan cair. Bila diperinci pupuk padat dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk, seperti serbuk, butiran, tablet, dan kapsul. Sementara pupuk cair hanya dibedakan atas kekentalan atau konsentrasinya yang berkaitan dengan kadar unsur yang dikandungnya. Pupuk organik menempati urutan pertama dalam rangkaian budidaya tanaman karena jenis pupuk ini digunakan sebagai pupuk dasar sehingga aplikasinya dilakukan paling awal serta dalam jumlah paling besar. Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama pupuk ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah. Jadi, cara aplikasi yang efektif pupuk organik adalah dengan dimasukkan ke dalam tanah, meskipun akhir-akhir ini telah banyak bermunculan pupuk organik cair yang dapat diaplikasikan melalui daun (Marsono dan Sigit, 2001).

Kompos

Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Sebenarnya kompos bukanlah hal baru, nenek moyang kita sudah lama mengenalnya. Sejak berabad-abad silam, para leluhur sudah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan praktek pengomposan modern. Panen mereka berlimpah pada ladang yang baru saja dibuka dari sebuah hutan primer dan amat subur. Bagian atasnya merupakan tanah tumpukan humus yang terjadi dari daun-daun, rumput yang hancur, kotoran burung dan hewan, serta aneka tanaman yang lain.

Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh


(18)

besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005). Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Kompos yang merupakan pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan (anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak (AgroMedia, 2007). Kompos sebagai bagian pupuk organik mempunyai masa depan yang cerah. Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah dapat meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kompos juga terbukti memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sebab berhasil mengikat unsur organik dalam tanah yang umumnya tinggal sekitar 1 %. Dengan penggunaan pupuk organik, perbaikan akan terus berlangsung. Untuk sementara ini, jika bisa menjadi 2 % saja, sudah berarti kemajuan yang luar biasa (Murbandono, 2009).

Prinsip Pengomposan

Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N. Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, seperti serbuk gergaji atau jerami, ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki struktur tanah.


(19)

Bahan baku kompos harus memiliki karakteristik yang khas agar dapat dibuat kompos. Idealnya, bahan baku kompos dipilih dan dicampur dalam proporsi tepat untuk menghasilkan kompos yang berkualitas.

Tabel 1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik

Jenis Bahan Organik Kandungan C/N Urine ternak 0,8

Kotoran ayam 5,6

Kotoran sapi 15,8

Kotoran babi 11,4

Kotoran manusia (tinja) 6-10

Darah 3

Tepung tulang 8

Urine manusia 0,8

Eceng gondok 17,6

Jerami gandum 80-130

Jerami padi 80-130

Ampas tebu 110-120

Jerami jagung 50-60

Sesbania sp. 17,9

Serbuk gergaji 500

Sisa sayuran 11-27

Proses pengomposan dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Suhu akan meningkat sejalan dengan proses penguraian bahan organik itu. Ciri fisik yang dapat dilihat pada kompos yang telah matang, antara lain, terjadinya penurunan volume, warnanya menjadi coklat kehitaman, dan bahannya menjadi lunak/ hancur (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Sebaiknya sebelum pengomposan dilakukan, terlebih dahulu dirancang urutan kerja yang akan dilaksanakan. Setelah itu, baru diatur tata laksana bangunan dan kerjanya. Tata laksana pengomposan umumnya sering dikaitkan dengan masyarakat sekitar, terutama pada proses pengomposan skala besar.

Pembalikan, pemberian air, dan aerasi merupakan bagian utama dari tata laksana proses pengomposan. Akan tetapi, bagian lain tidak dapat didiamkan


(20)

begitu saja. Misalnya, penggunaan alat, pengadukan, dan pengeringan. Bagian ini sering disebut dengan tata laksana sekunder. Karena hampir sama penting, bagian sekunder dari proses pengomposan bisa menjadi sama pentingnya dengan bagian primer.

Manfaat Pupuk Kompos

1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea (pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat, dan asam. Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan strukturnya.

2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun kandungan unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya, bahkan dapat menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang diperlukan.

3. Ramah lingkungan. Sesuai slogan “Go Organic 2010” pemakaian kompos dalam pertanian ataupun hobi bercocok tanam yang ramah lingkungan, dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia, akan menjaga kelestarian lingkungan.

4. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.

5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan pupuk kimia.

6. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam, sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanaman.


(21)

Kompos sangat baik digunakan sebagai pupuk pada tanah-tanah yang bertekstur keras untuk memperbaiki strukturnya. Biasanya penggunaan kompos diimbangi dengan pemberian pupuk kandang. Hal ini akan membantu meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah (AgroMedia, 2007).

Bahan Baku Kompos

Pada prinsipnya hampir semua limbah organik dapat dikomposkan. Limbah itu dapat berupa sisa panen, limbah industri pertanian, kotoran ternak, maupun serasah atau dedaunan. Sisa panen dapat berupa jerami, sisa-sisa tanaman, daun, sisa-sisa sayuran, dan lain sebagainya. Limbah industri pertanian antara lain onggok, ampas tahu, serbuk gergaji, dan lain-lain. Rumput-rumputan juga dapat dibuat kompos. Limbah organik yang sebaiknya tidak dikomposkan antara lain kayu keras, bambu, tulang, dan tanduk. Bahan-bahan tersebut memerlukan waktu yang lama menjadi kompos, sehingga sebaiknya dikomposkan secara terpisah dari bahan-bahan yang lunak (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Salah satu hasil sampingan dari peternakan adalah kotoran ternak. kotoran ternak juga memiliki nilai ekonomis karena dapat dijadikan pupuk kandang. Namun, pupuk kandang perlu diuraikan terlebih dahulu agar unsur haranya siap untuk diserap oleh tanaman. Pupuk kandang yang masih mentah akan mengakibatkan tanaman mati, karena suhunya yang panas dapat membakar akar tanaman (AgroMedia, 2007)

Semua bahan baku kompos sebaiknya dikumpulkan di dekat tempat pengomposan. Bahan yang harus segera dikomposkan adalah kotoran ternak. Jika dibiarkan selama beberapa hari, kotoran ini dapat menjadi padat, sehingga suasana


(22)

menjadi anaerobik. Selain itu kotoran ternak berpeluang menimbulkan bau dan potensi kehilangan N akibat penguapan tinggi. Ada baiknya semua bahan baku kompos disortir terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pengomposan (Djaja, 2008).

Pembuatan Kompos Skala Besar

Pembuatan kompos skala besar terdiri dari beberapa langkah kerja. Setiap langkah kerja memerlukan peralatan dan prosedur tersendiri. Hal utama yang khusus diperhatikan dalam pembuatan kompos adalah menjaganya agar proses berjalan dengan baik dan memperbaiki keadaan bila proses pengomposan berlangsung tidak sesuai keinginan. Adapun proses pengomposannya mencakup tujuh langkah kerja berikut:

1. Penanganan dan penyimpanan bahan baku

Bahan baku sebaiknya diletakkan dan disimpan ditempat yang teduh agar tidak terkena air hujan, angin dan panas. Pasalnya tempat yang terbuka memungkinkan zat hara bahan baku tercuci oleh air hujan atau menguap karena terbawa angin atau panas. Namun, tempat yang sangat tertutup pun tidak dianjurkan karena uap bahan baku dapat menumpuk, sehingga dapat menimbulkan alergi, keracunan, dan kebakaran. Jadi, tempat penyimpanan dan penimbunan bahan baku yang baik adalah tempat setengah terbuka dan beratap.

2. Penghalusan ukuran partikel bahan baku

Agar proses pengomposan berjalan lebih cepat, sebaiknya bahan baku kompos, terutama yang memiliki bentuk panjang dan kasar, dihaluskan


(23)

terlebih dahulu. Contohnya seperti rumput dan jerami, kedua bahan tersebut sebaiknya dicacah sebelum dikomposkan.

3. Pembalikan

Sebelum membalikkan timbunan bahan kompos, sebaiknya dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban timbunannya terlebih dahulu. Jika timbunan terletak memanjang, pengukurannya dilakukan dibeberapa titik. Temperatur dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur temperatur (termometer) atau dengan tangan. Caranya, termometer dibenamkan kedalam timbunan dan dibiarkan selama lima menit. Selanjutnya lihat ukuran skala ketinggian suhu yang berada di termometer. Membacanya harus dilakukan seakurat mungkin.

4. Pematangan, penyimpanan, dan penangan kompos

Proses ini dapat berlangsung sekaligus atau terpisah. Langkah bersamaan bisa dilakukan dengan cara menyimpan kompos di pelataran beratap dalam bentuk curah atau didalam kantong plastik yang terbuka. Sementara itu, perlakuan terpisah dilakukan dengan cara mematangkan kompos terlebih dulu, baik ditempat pemprosesan maupun ditempat lain. Setelah matang, kompos dikeringkan dengan cara diayak terlebih dahulu, gumpalan besar kompos yang telah jadi akan mengeras dan sukar dihaluskan.

5. Pengayakan hasil

Pengayakan dilakukan untuk memisahkan partikel kasar dari partikel halus. Bentuk partikel kasar disebabkan oleh pertikel tersebut belum sepenuhnya terfermentasi. Partikel kasar ini bisa digunakan kembali pada proses pengomposan selanjutnya sehingga benar-benar hancur. Selain itu,


(24)

pengayakan juga mempermudah pengepakan kompos karena kantong atau karung plastik tidak mudah sobek akibat gesekan yang berasal dari bagian tajam gumpalan.

6. Pengeringan kompos

Pengeringan kompos dimaksudkan untuk menstabilkan berat kompos, dan menghentikan seluruh proses pengomposan. Caranya adalah dengan menjemur kompos dibawah sinar matahari langsung. Tindakan ini terbukti lebih hemat dan efisien. Selain tidak membutuhkan tambahan biaya, proses penjemurannya pun akan sempurna. Namun, kompos yang sedang dikeringkan jangan sampai terkena air, baik air selokan, air hujan, maupun air pompa.

7. Pengepakan

Kompos yang sudah matang, dalam arti temperatur, kelembaban dan keasamannya relatif tidak berubah lagi, dimasukkan kedalam kantong dan direkatkan. Kantong plastik tebal lebih baik daripada karung plastik, tetapi sedikit lebih mahal. Selain itu, untuk memikat konsumen, kantong pengepakan bisa diberi logo perusahaan dan disebutkan pula kandungan dan bahan bakunya

(Djaja, 2008).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Nilai C/N Bahan


(25)

Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio sehingga menjadi 12-20.

2. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.

3. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan.

4. Jumlah Mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis,

lactobasilius sp, aspergillus sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.

5. Kelembapan

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikrorganisme tidak berkembang atau mati.

6. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan


(26)

mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.

7. Keasaman (pH)

Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004)

Tiga hal penting yang menyebabkan terjadinya proses pengomposan yaitu zat hara, mikroba, dan keadaan lingkungan hidup mikroba. Pada dasarnya, mikroba bekerja memanfaatkan zat hara bahan baku kompos di lingkungan yang sesuai untuknya. Mikroba memegang peranan utama pada pengomposan, walaupun cacing dan serangga ikut berperan setelah temperatur menurun. Umumnya, tidak ada spesies mikroba yang mendominasi, karena keadaan dan materi berbeda dan selalu berubah. Namun, kelompok utama yang berperan pada proses pengomposan adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes yang mempunyai spesies mesofilik dan termofilik (Djaja, 2008).

Mutu Pupuk Kompos

Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun demikian, dosis pemakaian pupuk organik tidak seketat pada pupuk buatan karena


(27)

Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah penting, terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Spesifikasi Kompos

Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut : 1. C/N rasio mempunyai nilai (10-20) : 1

2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah

3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah 4. Berbau tanah

Tabel 2. Standar Kualitas Kompos Tabel 2. Standar Kualitas Kompos

No Parameter Satuan Min Maks No Parameter Satuan Min Maks

1 Kadar Air % 50 17 Cobal mg/kg - 34

2 Temperatur Suhu air

tanah

18 Chromium mg/kg - 2210

3 Warna Kehitaman 19 Tembaga mg/kg - 100

4 Bau Berbau

tanah

20 Mercuri (Hg)

mg/kg 0,8

5 Ukuran partikel

Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg - 62 6 Kemampuan

ikat air

% 58 22 Timbal

(Pb)

mg/kg - 150

7 pH 6,80 7,49 23 Selenium

(Se)


(28)

SNI : 19-7030-2004

(Badan Standarisasi Nasional, 2011).

pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH nya. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6,0-7,0). Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk

sehingga derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Djuarnani dkk, 2005).

8 Bahan asing % 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg 500

Unsur Makro Unsur lain

9 Bahan organik

% 27 58 25 Calsium %

10 Nitrogen % 0,40 26 Magnesium

(Mg)

% 0,60

11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % 2,0

12 Phosphor (P205)

% 0,10 28 Aluminium

(Al)

% 2,20

13 C/N rasio 10 20 29 Mangan

(Mn)

% 0,10

14 Kalium (K2O)

% 0,20 3 Bakteri

Unsur Mikro 30 Fecal Coli MPN/gr 1000

15 Arsen mg/kg 13 31 Salmonella sp.

MPN/4gr 3

16 Cadmium (Cd)


(29)

C/N

Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi lambat. Selama proses pengomposan itu, rasio C/N akan terus menurun. Kompos yang telah matang memiliki rasio C/N nya kurang dari 20 (Isroi dan Yuliarti, 2009).

C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan pada tanah. Penambahan bahan organik dengan nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan imbangan C/N dengan cepat, karena mikroorganisme tanah menyerang sisa pertanaman. C/N juga berfungsi untuk menyeimbangkan ketersediaan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah

(Sutanto, 2002)

Kandungan NPK

Kompos yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N, 0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, seratus kilogram kompos setara

dengan 1,69 kg urea, 0,34 kg SP-36, dan 2,81 kg KCl. Misalnya untuk memupuk tanaman padi kebutuhan unsur haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg Sp-36/ha, dan 37,5 kg KCl/ha, maka membutuhkan kompos kurang lebih sebanyak 22 ton kompos/ha (Isroi dan Yuliarti, 2009).


(30)

Nitrogen (N) berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari tanaman. Selain itu N merupakan penyusun plasma sel dan berperan penting dalam pembentukan protein.

Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang banyak dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya dan diserap tanaman dalam bentuk ion. Sumber utama fosfor di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral-mineral yang mengandung fosfat.

Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman, dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman (Hasibuan, 2006).

Kualitas dan Strategi

Kualitas dalam pemakaian sehari-hari, menunjukkan baik buruknya sesuatu, misalnya baik buruknya input atau output. Kualitas (mutu) mencakup sifat, ciri, derajat, jenis, pangkat, standar, atau penilaian yang membedakan sesuatu dari lainnya. Oleh karena fungsi produksi lazimnya berkaitan dengan bentuk, luas, dan isi, maka perumusan standar merupakan kegiatan yang bermanfaat dalam menentukan dimensi-dimensi tersebut.

Di setiap perusahaan, pengawasan kualitas menjadi fungsi yang perlu diperhitungkan keberadaannya. Pengawasan kualitas bukan hanya merupakan keseluruhan upaya untuk menetapkan dan mencapai spesifikasi kualitas, tetapi,


(31)

kualitas pengaruhnya besar atas keberhasilan pencapaian sasaran (Komaruddin, 1991).

Peningkatan kualitas adalah aktivitas teknik manajemen, melalui pengukuran karakteristik kualitas dari produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara kinerja aktual dengan standar (Gasperz, 1992).

Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat dilakukan dengan pengeringan, penghalusan, penambahan bahan kaya hara, penambahan mikroba bermanfaat, pembuatan granul, dan pengemasan (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu yang memandang suatu masalah sebagai suatu sistem. Pendekatan sistem dalam manajemen dirancang untuk memanfaatkan analisis ilmiah di dalam organisasi yang kompleks dengan maksud untuk :

1. Mengembangkan dan mengelola sistem operasi

2. Mendesain sistem informasi dalam proses pengambilan keputusan (decision making)

(Simatupang, 1994).

Metode Pendekatan Sistem

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari system yang dianggap efektif. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal,


(32)

yaitu mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan membuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem umumnya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun pemberian rekomendasi (Eriyatno, 2003).

Melalui berpikir sistem dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian-kejadian yang tunggal yang langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab akibat yang ada dalam permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).

Sistem Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan kompleks. Tidak saja mencakup pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan atau bagian dalam mencapai tujuan operasi tetapi juga mencakup kegiatan teknis untuk menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi yang diinginkan, dengan proses produksi yang efisien dan efektif serta mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen di masa depan. Oleh karena


(33)

itu, kegiatan produksi bertujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang direncanakan (Herjanto, 1999).

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi (Ginting, 2007).

Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berupa sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

Sub-sub sistem dari sistem produksi antara lain adalah perencanaan dan pengendalian produksi, pengendalian kualitas, penentuan standar-standar operasi, penentuan fasilitas produksi, perawatan fasilitas produksi, dan penentuan harga pokok produksi (Ginting, 2007)

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan awal permulaan pengkajian dari suatu sistem. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan-kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya (Eriyatno, 2003).


(34)

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (Causal-Loop). Yang penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interprestasi diagram lingkar kedalam konsep Kotak Gelap (black box).

Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu (1) peubah input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno, 2003).

Input yang tidak terkendali Output yang dikehendaki

Input terkendali Output yang tidak dikehendaki

Gambar 1. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)

Masalah kotak hitam berkaitan dengan suatu masalah dimana struktur dari sistem itu tidak diketahui sehingga perilaku dari sistem itu tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi harus dilakukan melalui serangkaian percobaan-percobaan

Input lingkungan

SISTEM

Manajemen Pengendalian


(35)

Tabel 3. Uraian komponen sistem

No. Komponen Sistem Uraian

A. INPUT SISTEM

A.1. Input lingkungan (Eksogeneus)

a) Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sitem.

b) Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah

A.2. Input yang endogen (yang terkendali dan tak

terkendali)

a) Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki

b) Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya.

A.2.1. Input yang terkendali a) Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai

kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki.

b) Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian

c) Dapat meliputi aspek: manusia, bahan, energi, modal, dan informasi. A.2.2. Input yang tak terkendali a) Tidak cukup penting perannya dalam

mengubah kinerja sistem

b) Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi

c) Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous) karena disiapkan oleh perancang.

B. OUTPUT SISTEM

B.1. Output yang dikehendaki a) Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan). b) Merupakan peubah yang harus

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi.

B.2. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.

b) Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, teruatam semua pengaruhnegatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji. c) Sering merupakan kebalikan dari


(36)

keluaran yang dikehendaki

C. PARAMETER

RANCANGAN SISTEM

a) Digunakan untuk menetapkan struktur sistem

b) Merupakan peubah keputusan penting

bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan.

c) Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.

d) Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas tersendiri untuk identifikasi.

D. MANAJEMEN

PENGENDALI

Merupakan faktor pengendali (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.

Dalam identifikasi sistem yang penting adalah mencari pengaruh efek samping yang tidak diharapkan yang mungkin dapat dimanifestasikan secara fisik, biologis, ekonomis, sosial atau moral, sehingga kinerja yang dihasilkan sistem sesuai dengan yang diharapkan. Identifikasi sistem akhirnya menghasilkan spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut rancangan dan proses kontrol.

Identifikasi sistem ditentukan dan ditandai dengan adanya determinasi kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem. Kriteria tersebut meliputi pula penentuan output yang diharapkan dari sistem, dan mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat. Diagram kotak hitam (blackbox diagram) terdiri dari input lingkungan, input terkendali dan tidak


(37)

terkendali, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan manajemen pengendalian (Eriyatno, 2003).

Produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara output (barang dan jasa) dibagi dengan input (sumber daya, seperti tenaga kerja dan modal). Tugas manajer operasi meningkatkan perbandingan antara output dan input ini. Meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan efisiensi.

Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan dua cara: pengurangan input saat output konstan, atau sebaliknya, peningkatan output di saat input konstan. Keduanya mencerminkan peningkatan produktivitas. Dari segi ekonomi, input adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen, menghasilkan proses transformasi dari input menjadi output, output adalah barang dan jasa. Produksi adalah proses pembuatan barang dan jasa. Produksi yang tinggi bisa mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu mencerminkan tingginya produktivitas.

Manajemen merupakan faktor produksi dan sumber daya ekonomi. Manajemen bertanggung jawab untuk memastikan tenaga kerja dan modal dilakukan secara efektif untuk meningkatkan produktivitas. Manajemen bertanggung jawab lebih dari separuh peningkatan produktifitas tahunan. Termasuk didalamnya, peningkatan yang didapatkan melalui penerapan teknologi dan penggunaan ilmu pengetahuan (Render dan Heizer, 2006).


(38)

Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh menganalisis masalah, kesempatan, dan batasannya. Para pemecah masalah telah belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan solusi apapun yang mungkin. Dalam praktek, suatu akibat mungkin adalah sebuah gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah tesebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala masalah-masalah lain (Whitten dkk, 2004).

Maksud dari tahap ini adalah untuk mempelajari dan memahami sistem yang ada, dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih spesifik sebagai lanjutan dari kegiatan tahap studi awal. Pada tahap ini ditentukan pokok-pokok permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh pihak manajemen pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan, penentuan ruang lingkup analisis atau rencana pengembangan, serta pemahaman lebih lanjut mengenai sistem sekarang (Simatupang, 1994)


(39)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat pada bulan April sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil pengamatan di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, hasil wawancara, penyebaran kuisioner, maupun hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, komputer, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder pakar dalam hal produksi kompos dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi, dan observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian.

Secara sistematis kegiatan penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. Penelitian lapangan

Penelitian lapangan dilakukan dengan mengunjungi CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Pengamatan dilakukan terhadap proses produksi pupuk kompos (lampiran 2) mulai dari bahan baku yang digunakan sampai tahap pengolahan pupuk kompos di pabrik


(40)

pupuk kompos dan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi selama proses produksi pupuk kompos.

2. Wawancara dengan pihak yang berwenang

Wawancara dilakukan dengan pihak stakeholder untuk mendapatkan informasi tentang bahan baku yang digunakan, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pupuk kompos, proses pembuatan pupuk kompos, masalah-masalah yang dihadapi selama proses produksi dimana keluaran yang diinginkan berupa data sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

3. Penyebaran kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengevaluasi aspek produksi dan sosial pekerja di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

4. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi dan cross-check terhadap data yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dilapangan dengan data informasi yang didapat melalui buku dan media informasi lain.

Prosedur Penelitian

1. Menentukan stakeholder yang berkaitan dengan produksi pupuk kompos 2. Menganalisa kebutuhan bahan baku pupuk kompos

3. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi selama produksi pupuk kompos


(41)

5. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting yaitu aspek produksi, aspek lingkungan, dan apek sosial-ekonomi

6. Menyusun diagram kotak hitam (blackbox diagram) sebagai hasil akhir identifikasi sistem

7. Uji mutu pupuk kompos (pH, C/N, dan NPK) di laboratorium dan membandingkannya dengan standar mutu pupuk kompos di pabrik ataupun standar spesifikasi konsumen.

- Uji pH kompos (sampel) di laboratorium dengan Ekstrak Air menggunakan alat pH meter.

- Uji C/N kompos (sampel) di laboratorium dengan membandingkan hasil analisa kandungan C organik dengan metode Walkley & Black dan analisa N total dengan metode Kjeldhal.

- Uji P kompos (sampel) di laboratorium dengan menggunakan metode eks-HCl, dan uji K kompos (sampel) juga dengan menggunakan metode eks-HCl.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Singkat Perusahaan

CV. Reksa Subur Sembada mulai berdiri tanggal 28 Januari 2005 di Serdang Bedagai, sebelumnya masih UD (Unit Dagang) dengan No. daftar industri 530/005/TDI/III/2006, kemudian pada tahun 2007 pindah ke Kisaran bekerja sama dengan PT. Aldira Fauna Asahan. Pada awal 2008 CV. Reksa Subur Sembada pindah ke Stabat bekerja sama dengan PT. LAL (Lembu Andalas Langkat), kemudian Mei 2009 lokasi pabrik pindah ke Pinang dua Stabat bekerja sama dengan kelompok tani sekitar. Pada tanggal 15 Mei 2010 CV. Reksa Subur Sembada mulai berdiri sendiri yang beralamat di Dusun mandiri Desa Karang Rejo kecamatan Stabat kabupaten Langkat. CV. Reksa Subur Sembada didirikan oleh bapak Priyo Supriyanto sebagai pemilik penuh atas perusahaan ini. Pabrik kompos CV. Reksa Subur Sembada mulai beroperasi pada bulan Juni 2010

dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Mikro No. 511-3747/SIUP/KPT/2010 dengan merek dagang kompos “ Reksa Fine

Compost”.

Struktur Organisasi CV. Reksa Subur Sembada

Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi perusahaan akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang baik dalam perusahaan.


(43)

Struktur organisasi di CV. Reksa Subur Sembada dimulai dari pemilik sebagai pengambil keputusan tertinggi dan pembuat kebijakan perusahaan. Selanjutnya mandor pabrik, yaitu orang yang bertanggung jawab penuh atas jalannya proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi di pabrik. Mandor pabrik membawahi pekerja-pekerja di pabrik. (lampiran 5). Jumlah tenaga kerja di bagian produksi CV. Reksa Subur Sembada 8 orang, dan 4 orang tenaga kerja di bagian bongkar muat bahan baku. Untuk pemasaran produk, CV. Reksa Subur Sembada menggunakan jasa angkutan (currier) atau pelanggan yang mengambil produk langsung ke pabrik pupuk kompos CV. Reksa Subur Sembada .

Produktivitas dan Pemasaran Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada

Produksi adalah segala proses yang dirancang untuk mengubah (mentranformasikan) suatu susunan elemen masukan (input) menjadi suatu susunan elemen keluaran (output) yang spesifik. Ginting (2007) menyatakan bahwa sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi.

Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Dengan mengetahui produktivitas perusahaan maka pihak CV. Reksa Subur Sembada akan mendapatkan gambaran perkembangan dari sistem yang dijalankan. Parameter produktivitas diukur dari keseluruhan produksi pupuk kompos dari bahan baku sampai hasil jadi. Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan data produksi pupuk kompos selama 16 bulan.


(44)

Tabel 4. Produksi kompos Januari 2010 – April 2011

Tahun Bulan Total Produksi (Ton) Jual (Ton) Stock (Ton)

2010 Januari 97,75 77,75 20

Februari 20,95 8,1 32

Maret 30,5 8,1 55,25

April 25,5 18,5 62,25

Mei 26 19,85 68,4

Juni 130 106 92,4

Juli 42 11,2 123,2

Agustus - 6,25 116,95

September - 30,75 86,2

Oktober - 1,8 84,4

November - 56,5 27,9

Desember - 14,15 13,75

2011 Januari 25 17,5 21,25

Februari 34 30 25,25

Maret 38 30,43 32,82

April 51,88 82,8 1,9

Dari Tabel 4, produksi pupuk kompos tidak stabil setiap bulannya. Pabrik umumnya memperbanyak produksi saat permintaan akan pupuk tinggi yakni saat musim memupuk, seperti terlihat pada bulan Juni 2010 yakni 130 ton dengan penjualan 106 ton. Pada bulan Agustus 2010 sampai Desember 2010 pabrik tidak beroperasi karena tidak adanya permintaan, dimana stok pupuk dirasa cukup. Selain itu karena pabrik pindah lokasi, jadi dibutuhkan pembangunan kantor di pabrik dan penyesuaian lingkungan.

Penjualan pupuk kompos tidak menetap, seperti terlihat pada Tabel 4. Untuk pemasaran, kompos dengan merek reksa fine compost mencakup wilayah Sumut, Serdang Bedagai, Tanjung Pura, Rantau Prapat, Aek Nabara, Berastagi, Bagan Batu, Dumai dan Langsa. Untuk meningkatkan pemasaran, pihak manajemen melakukan promosi dengan ikut pameran di bidang pertanian, melakukan penyuluhan pupuk organik, membentuk mitra tani dimana merek dagang yang


(45)

tani mendirikan suatu kelompok yaitu Gabungan Pengolah Pupuk dan Pangan Organik (GAPPONIK) Kawasan Langkat. Adapun tujuan dari kelompok ini adalah dapat mensubsidi pupuk kompos ke petani di seluruh kabupaten Langkat.

Stakeholder dan Analisis Kebutuhan Sistem Produksi Pupuk Kompos

Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem produksi pupuk kompos mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefinisikan stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis atau non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.

Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan sistem adalah pemilik CV. Reksa Subur Sembada, PT. LAL (Lembu Andalas Langkat) sebagai pensuplai bahan baku, mitra tani salah satunya Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi, dan masyarakat sekitar pabrik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik CV. Reksa Subur Sembada sebagai salah satu stakeholder, diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna mempertahankan kelangsungan produksi pupuk kompos dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Analisa kebutuhan pemilik CV. Reksa Subur Sembada ini antara lain ketersediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil, modal, dan teknologi,


(46)

informasi melalui website, produktivitas yang stabil bahkan relatif meningkat setiap bulannya dan laba bagi perusahaan.

Analisis kebutuhan stakeholder berikutnya adalah PT. LAL (Lembu Andalas Langkat). PT. LAL mulai bekerja sama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 yakni mensuplai bahan baku kotoran lembu dan abu sekam. PT. LAL ini juga mempunyai kebutuhan dalam sistem yaitu keharmonisan dalam menjalin kerjasama adalah kebutuhan paling utama serta laba bagi perusahaan.

Pihak ketiga yaitu mitra tani salah satunya Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi yang membantu pemilik dalam melangsungkan produksi. Analisa kebutuhan stakeholder pihak ketiga yaitu keharmonisan dalam menjalin kerjasama dan dapat menghasilkan laba bagi para petani.

Masyarakat adalah sekelompok orang atau masyarakat yang berada dan menetap di sekitar pabrik. Lokasi yang lebih jauh diharapkan dapat mengurangi polusi udara, penyediaan lapangan pekerjaan dirasa merupakan kebutuhan yang terpenting. Selain itu, kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi yang mengarah pada pembangunan infrastruktur desa.

Analisis kebutuhan para stakeholder sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada disajikan secara terperinci pada Tabel berikut

Tabel 5 . Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder 1 Pemilik CV. Reksa Subur Sembada 1. Produktivitas tinggi

2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas seperti tenaga kerja, teknologi 3. Informasi di website agar produk lebih


(47)

4. Modal

2 PT. LAL 1. Keharmonisan dalam menjalin

kerjasama

2. Laba bagi perusahaan

3 Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi 1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama

2. Laba bagi petani

4 Masyarakat setempat 1. Penyediaan lapangan kerja

2. Lokasi pabrik lebih jauh ke belakang 3. Pembangunan infrastruktur desa

Sistem Produksi Pupuk Kompos

Bahan baku pembuatan pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada 80 % dari kotoran lembu yang dibeli dari PT. LAL. Proses pengomposan tergolong cepat karena penggunaan starter mikroba stardec (Lampiran 10) yang dapat menguraikan kotoran lembu lebih cepat. Menurut AgroMedia (2007) stardec

bukannya kompos, melainkan pemacu atau starter mikroba pengompos sampah, khususnya kotoran ternak. Stardec ini dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan. Proses pengomposan yang biasa berlangsung 3-4 bulan dapat dipercepat menjadi 5 minggu.

Sistem produksi merupakan kumpulan sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Menurut Ginting


(48)

Bahan baku

Tenaga kerja

Peralatan kerja

Proses produksi k k

Pupuk Kompos Permintaan konsumen

(2007) untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi.

.

Gambar 2. Diagram sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada Untuk menghasilkan kompos jadi 12,5 ton dengan total bahan baku 24,1 ton dalam 1 tumpukan, waktu yang dibutuhkan tenaga kerja sekitar 3-4 minggu. Pembalikan kompos dilakukan setiap 5 hari sekali dengan perlakuan 3 kali ulangan. Hal ini dilakukan agar kompos merata dan untuk menjaga kelembapan bahan yang dikomposkan. Pembalikan juga dilakukan untuk mencegah tumpukan kering, jika tumpukan kering dilakukan aerasi atau penambahan air secukupnya.

Kelengkapan kerja sangat dibutuhkan pada proses pembalikan, seperti sarung tangan, masker, dan sepatu boot karena pekerjaan ini cukup berat, terutama bau yang menyengat dari kotoran lembu. Pembalikan juga masih dikerjakan manual, hanya menggunakan cangkul dan garu. Minggu ke-3 kompos telah jadi, kemudian dikeringanginkan selama 5 hari. Setelah kompos kering, maka dilakukan penghancuran dengan mesin penghancur, kemudian dilakukan pengayakan untuk mengendalikan mutu kompos yaitu menghasilkan kompos yang


(49)

halus dan memisahkan bahan yang belum hancur. Setelah itu dilakukan pengemasan dengan plastik ukuran 50 kg dan 10 kg dengan merek reksa fine compost (Lampiran 10).

Aplikasi Reksa Fine Compost Untuk Pertanian

Di kalangan petani kita, kebiasaan penggunaan pupuk kimia sudah berlangsung cukup lama dan terus menerus dengan dosis yang semakin meningkat, dengan tujuan tak lain adalah untuk meningkatkan produksi pertanian. Menurut pernyataan Isroi dan Yuliarti (2009) penggunaan pupuk kimia lebih cenderung dipilih petani karena kandungan hara di dalam pupuk kimia lebih tinggi sehingga pengaruhnya pada tanaman lebih cepat terlihat. Kondisi ini mendorong petani menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang semakin meningkat.

Dosis kompos untuk pertanian bervariasi tergantung kondisi lahan (kandungan bahan organik dan status hara), jenis tanaman yang diusahakan, dan musim. Reksa fine compost bisa diaplikasikan untuk segala jenis tanaman seperti :

1. Tanaman perkebunan dan buah tanaman

yaitu sawit, kopi, coklat, karet, jeruk, mangga, dan tanaman buah lainnya. 2. Tanaman sayuran

yaitu sawi, kol, buncis, tomat, kentang, dan tanaman sayuran lainnya. 3. Tanaman palawija dan buah semusim

yaitu jagung, padi, kedelai, tebu, dan tanaman palawija lainnya. 4. Tambak udang/ ikan


(50)

Mutu Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada

Berdasarkan hasil uji kompos di laboratorium (lampiran 8) diperoleh bahwa mutu kompos reksa fine compost tergolong bagus karena telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.

Tabel 6. Perbandingan hasil analisis lab. dengan SNI kompos

No Jenis Analisis Satuan Uji Laboratorium SNI Kompos Min Max

1 pH (H2O) 7,4 6,80 7,49

2 C organik % 27,43 27 58

3 C/N 24,2 10 20

4 N % 1,13 0,40 - 5 P2O5 % 1,65 0,10 -

6 K2O % 0,57 0,20 -

Kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada juga tidak bau, menyerupai bau tanah, dan berwarna coklat kehitaman serta remah saat dipegang. Menurut Murbandono (2009) kompos yang telah jadi dicirikan dengan warna yang coklat kehitaman, bentuknya gembur (remah), dan tidak berbau. Ini juga menunjukkan mutu kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku, yaitu berwarna coklat kehitaman dan berbau tanah. Hal ini juga didukung dari hasil kuisioner pada konsumen, 100 % responden menyatakan kompos yang dihasilkan tidak bau.

Walaupun kompos yang dihasilkan di CV. Reksa Subur Sembada tidak berbau, namun dalam proses pengomposannya menimbulkan bau. Hal ini dilihat dari wawancara dengan masyarakat sekitar pabrik, 93 % responden (Gambar 4) sangat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik kompos.


(51)

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di dalam sistem dan harus diselesaikan. Tunas (2007) mengatakan bahwa melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem kita akan dapat melihat permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh. Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem produksi pupuk kompos adalah : 1. Tenaga kerja

Bekerja pada sistem produksi pupuk kompos menjadi sesuatu hal yang kurang menarik bagi tenaga kerja usia produktif saat ini di daerah Stabat. Hal ini muncul, karena semakin banyaknya pilihan pekerjaan untuk mereka yang dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka. Tenaga kerja di CV. Reksa Subur Sembada tidak menetap karena pekerjaan ini dirasa cukup berat, biasanya mereka hanya sistem borongan, setelah itu berhenti. Hal ini mengakibatkan kurangnya tenaga kerja yang terampil, dan menghabiskan waktu lagi untuk mencari pekerja serta mensosialisasikan pekerjaan lagi pada tenaga kerja yang baru. Terlihat dari hasil kuisioner menunjukkan 56% tenaga kerja baru bekerja 1 bulan (Gambar 3).

Gambar 3. Lama pekerja sistem produksi

1 bulan

56%

1 tahun


(52)

Usia dominan para pekerja sistem berada pada usia 15-17 tahun (Gambar 4). Usia ini sebenarnya sangat produktif dalam sistem karena mengingat bekerja di sistem cukup berat. Tapi waktu pekerjaan jadi berkurang, karena ada pekerja yang masih berstatus pelajar SMA.

Gambar 4. Usia pekerja sistem produksi

2. Kondisi cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi

Perubahan iklim secara global sudah menjadi isu yang mencemaskan belakangan ini. Hal itu disebabkan karena ulah manusia yang tidak memelihara lingkungan sehingga terjadi kerusakan dimana-mana yang akhirnya justru merugikan semua makhluk hidup di atas bumi ini.

Cuaca merupakan salah satu faktor produksi yang sering kali dianggap sebagai kendala dalam proses produksi. Dari hasil data curah hujan Stasiun Meteorologi Kelas I Polonia Medan (Lampiran 9) dapat kita lihat bahwa kondisi cuaca sekarang sulit untuk diprediksi, curah hujan setiap bulannya di daerah Stabat tidak menentu. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika hujan deras, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi secara optimal

15-17 Tahun

45%

19-23 Tahun

33%

35-40 Tahun


(53)

pupuk kompos yang telah matang pun akan mengandung air karena serapan air hujan di tanah yang nantinya akan memperlama proses pengeringan pupuk kompos itu sendiri. Bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk tahap pengeringan akan mempengaruhi tahap pengolahan selanjutnya, yaitu tahap penghancuran karena kompos yang akan dihancurkan harus kering agar tidak menggumpal/ lengket pada mesin penghancur.

3. Polusi udara

Dari wawancara yang dilakukan ke masyarakat di sekitar pabrik, 93 % masyarakat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik CV (Gambar 5). Reksa Subur Sembada, terutama saat bahan baku datang. Untuk menanggulanginya proses produksi sebaiknya dimundurkan lebih kebelakang dan pabrik ditutup pagar tinggi (pembatas seng) untuk mengurangi bau yang ditimbulkan.

Gambar 5. Bau produksi kompos

Evaluasi Aspek

Identifikasi sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada kecamatan Stabat kabupaten Langkat meliputi pengevaluasian tiga aspek yang dianggap cukup penting yaitu aspek produksi, aspek lingkungan dan aspek sosial

Bau 93% Tidak

Bau 7%


(54)

ekonomi. Dalam aspek produksi, dijelaskan mengenai produktivitas, teknologi yang digunakan dan biaya produksi. Aspek lingkungan membahas tentang keadaan lingkungan pekerjaan di pabrik CV. Reksa Subur Sembada. Yang terakhir adalah mengkaji evaluasi aspek sosial ekonomi, pengukuran kesejahteraan ekonomi para tenaga kerja merupakan bahan yang akan dievaluasi.

Aspek Produksi

Produk yang berkualitas akan meningkatkan kepuasan konsumen. Keadaan tesebut mampu meningkatkan penjualan dari kompos jadi, yang akan meningkatkan pangsa pasar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

Luas areal pabrik pupuk kompos CV. Reksa Subur Sembada adalah 4000 m2. Dengan luas lahan tersebut, kapasitas produksi kompos maksimal 30 tumpukan. Dalam realisasinya CV. Reksa Subur Sembada hanya memroduksi 10 tumpukan. Dari hasil wawancara dengan pihak manajemen, ini dikarenakan kurangnya tenga kerja di bagian produksi.

Berdasarkan data dari pihak manajemen CV. Reksa Subur Sembada, untuk memproduksi 12,5 ton pupuk kompos per harinya, diperlukan bahan baku sebanyak 24,1 ton dalam 1 tumpukan. Hal ini tertera pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Daftar Komposisi dan Jumlah Bahan baku per tumpuk

No Bahan Baku Lapisan Ke- Satuan/Isi (kg) Total/kg

I I II IV

1. Kotoran lembu 6,6 6 4 3,4 ton 400/20.000 2. Abu Sekam 26 24 16 14 goni/30 80/2.400 3. Abu Gergaji 16 14 10 8 goni/25 48/1.200 4. Dolomit 3 3 2 2 goni/50 10/500 5. Stardec 22 20 13 11,5 kg 66,5


(55)

Biaya yang diperlukan untuk memproduksi pupuk kompos per kg nya cukup tinggi. Berdasarkan data dari pihak manajemen (Lampiran 4) untuk menghasilkan pupuk kompos per kg dibutuhkan biaya Rp. 689,566, sedangkan harga jual pupuk reksa fine compost per kg Rp. 1000.

Teknologi yang digunakan di pabrik kompos ini masih minim, pekerjaan masih dilakukan secara manual. Teknologi mesin yang digunakan hanya pada proses penghancuran kompos yaitu menggunakan mesin penghancur hanya 1 unit dengan kapasitas 2 ton/ jam. Hal ini mengakibatkan kondisi pekerjaan cukup berat bagi para pekerja.

Kurangnya keterampilan dan rasa memiliki terhadap sistem produksi pupuk kompos turut menjadi penyebab tidak stabilnya produksi. Para pekerja bekerja tidak berdasarkan minat, mereka hanya bekerja sekedar untuk mendapatkan uang saat perlu, karena sistem kerja borongan, bebas tidak ada kontrak. Hal ini menyebabkan minimnya minat para pekerja untuk mengetahui seluk beluk tentang kompos.

Para pekerja umumnya juga tidak menetap, karena pekerjaan di pabrik kompos dirasa cukup berat. Sistem borongan yang diberlakukan di CV. Reksa Subur Sembada juga tidak menarik minat para masyarakat sekitar pabrik untuk bekerja di dalam sistem.

Aspek Lingkungan

Sistem produksi pupuk kompos sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan tempat bekerja yang ada di pabrik turut mempengaruhi produktivitas sistem. Ketersediaan alat dan perlengkapan kerja seperti masker,


(56)

sarung tangan, dan sepatu juga mempengaruhi kinerja para pekerja produksi kompos.

Dalam aspek lingkungan disini juga yang berpengaruh adalah cuaca yaitu curah hujan. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi proses produksi pupuk kompos. Produksi kompos di CV. Reksa Subur Sembada dilakukan di lahan terbuka dengan menggunakan terpal pengganti barak, karena kurangnya modal, jadi saat hujan turun kegiatan produksi berhenti. Barak hanya digunakan untuk proses finishing yaitu penghancuran, pengayakan, dan pengemasan.

Aspek Sosial-Ekonomi Sistem Produksi Pupuk Kompos

Keberadaan sistem produksi pupuk kompos telah diketahui membawa banyak perubahan aspek sosial ekonomi bagi seluruh stakeholder. Takaran ekonomi adalah kriteria utama untuk mengukur kesejahteraan suatu kelompok masyarakat. Sedangkan pendekatan sistem dengan aspek sosialnya adalah evaluasi hubungan horizontal sistem dengan seluruh stakeholder sistem guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedikitnya jumlah tenaga kerja yang menetap di pabrik kompos disebabkan oleh adanya keinginan untuk bekerja diluar sistem, apabila ditinjau dari pekerjaan mereka, 89 % responden mengatakan bahwa kondisi pekerjaannya cukup berat, kondisi sedang 11 %. Pendapatan atau upah yang mereka terima perbulannya dirasa cukup sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan terlihat dari hasil kuisioner sebanyak 56 % responden mengatakan puas dengan upah yang diterimanya (Gambar 6).


(57)

Gambar 6. Upah yang diterima

Perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem produksi pupuk kompos berdampak terhadap :

1. Pemikiran untuk bekerja di dalam sistem produksi pupuk kompos menjadi tidak menarik

2. Masyarakat tidak mau menjual kotoran ternak mereka pada pabrik

3. Adanya pabrik kompos dirasa sangat merugikan karena menimbulkan polusi udara

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram)

Pada langkah identifikasi sistem, terdapat konsep blackbox (kotak hitam), yang tidak diketahui apa yang terjadi di dalamnya, tetapi hanya diketahui input yang masuk dan output yang keluar dari kotak gelap tersebut (Eriyatno, 2003). Perancangan diagram kotak hitam (Gambar 7) dibagi menjadi beberapa variabel yaitu input, parameter rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian.

Input merupakan masukan yang diberikan pada sistem produksi kompos untuk mengubah sumber daya dan menambah nilai kegunaan. Variabel input pada

puas 56% cukup

puas 33%

kurang puas


(58)

perancangan diagram ini terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input lingkungan. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan. Dalam sistem ini input terkendali terdiri atas perencanaan dan biaya produksi, luas lahan produksi, bahan baku produksi, teknologi proses dan peralatan kerja produksi.

Input yang tak terkendali pada sistem produksi ini terdiri atas tenaga kerja dan jumlah sampah yang ikut dalam proses pengolahan.

Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem akan tetapi sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya. Input lingkungan yang mempengaruhi sistem adalah peraturan pemerintah dan kondisi cuaca.

Variabel penyusun diagram kotak hitam selanjutnya adalah parameter rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003), parameter rancangan sistem digunakan untuk menetapkan struktur sistem yang merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.

Parameter rancangan sistem sendiri dapat berupa lokasi fisik, ukuran fisik dari sistem dan komponen sistem. Parameter rancangan sistem terdiri atas Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk produksi pupuk kompos di pabrik, penanggulangan bau yaitu proses pengomposan dimundurkan ke belakang pabrik, klasifikasi kompos standar dan plus dibedakan, kelengkapan kerja.


(59)

SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dibuat oleh pemilik ini merupakan acuan bagi pekerja untuk melaksanakan tugas dalam rangka mewujudkan tujuan dari sistem produksi yaitu peningkatan produktivitas dan optimalisasi biaya produksi. SOP berisi tujuan, ruang lingkup, peralatan, dan prosedur kerja dari masing-masing bagian pekerjaan.

Klasifikasi kompos yang diproduksi yaitu standar dan plus dibedakan kemasannya untuk menarik minat konsumen dan diharapkan dapat menambah nilai jual dari pupuk itu sendiri. Parameter selanjutnya adalah penambahan kelengkapan kerja para pekerja yaitu masker, sarung tangan dan sepatu untuk mengurangi kondisi kerja yang cukup berat.

Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output tak dikehendaki. Output yang dikehendaki adalah efektivitas proses pengolahan pupuk kompos, optimalisasi biaya produksi, pemenuhan kebutuhan konsumen, keuntungan bagi mitra tani, keuntungan bagi perusahaan, hubungan dengan masyarakat terjaga dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Output tak dikehendaki bagi masyarakat merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki dan sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki. Output tak dikehendaki dalam sistem ini adalah kenaikan biaya produksi, polusi udara dan kerugian bagi perusahaan.

Manajemen pengawasan dan pengendalian mutu merupakan umpan balik dalam jalannya sistem. Proses produksi dalam transformasinya dari input menjadi


(60)

output sering terdapat perbedaan harapan yang tidak sesuai dengan yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan umpan balik agar hal-hal yang menimbulkan perbedaan harapan yang tidak sesuai dapat ditangani dan disesuaikan dengan harapan.


(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada mempunyai 4 (empat)

stakeholder yaitu pemilik CV. Reksa Subur Sembada, PT. LAL (Lembu Andalas Langkat), kelompok tani ternak sri sari wangi, dan masyarakat sekitar.

2. Mutu kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yaitu 7,4 pH, 27,43 % C organik, 24,2 C/N, 1,13 % N, 1,65 % P2O5 dan 0,57 % K2O.

3. Kompos yang diproduksi CV. Reksa Subur Sembada juga tidak berbau, berwarna coklat kehitaman dan remah saat dipegang.

4. Ruang lingkup permasalahan sistem produksi pupuk kompos yang diidentifikasi terdiri atas tenaga kerja yang tidak menetap, kondisi cuaca yang semakin sulit diprediksi, dan polusi udara yang dirasakan masyarakat sekitar pabrik.

5. Aspek lingkungan dan aspek sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem.

6. Diagram kotak hitam disusun dengan variabel yang terdiri dari input, parameter rancangan sistem, output, dan manajemen pengendalian dan pengawasan produk.


(62)

Saran

1. Masyarakat sangat berpengaruh dengan keberadaan sistem produksi, untuk menanggulangi polusi yang ditimbulkan pabrik dapat dilakukan dengan mengatur tempat pengomposan lebih kebelakang, atau menutup pabrik.

2. Tenaga kerja adalah faktor produksi yang sangat penting diperhatikan, perbaikan sistem produksi terutama pada kelengkapan kerja diharapkan mampu menarik tenaga kerja baru untuk bekerja di dalam sistem.

3. Perlu dilakukan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan unsur mikro pupuk kompos.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

AgroMedia., 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN)., 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik

Domestik. SNI 19-7030-2004.

Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Djuarnani, N., Kristian., dan B. S. Setiawan., 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta

Eriyatno., 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press, Bogor

Gaspersz, V., 1992. Analisis Sistem Terapan. Penerbit Tarsiti, Bandung. Ginting, R., 2007. Sistem Produksi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hasibuan, B.E., 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herjanto, E., 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Indriani, Y. H., 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. Isroi dan N. Yuliarti. 2009. Kompos. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Komaruddin, 1991. Asas-Asas Manajemen Produksi. Bumi Aksara, Jakarta.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar; Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. Murbandono, L. 2009.Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Novizan., 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta.


(64)

Simamora , S., dan Salundik., 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Simatupang, T. M., 1994. Teori Sistem: Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi Offset, Yogyakarta.

Sofian., 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. AgroMedia Pustaka, Jakarta . Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta .

Tunas, B., 2007. Memahami dan Menyelesaikan Masalah dengan Pendekatan Sistem. Rakasta Samasta, Jakarta.

Whitten, J. L., Bentley, L. C., dan Ditman., 2004. Metode Desain dan Analisis Sistem. McGraw Hill Education-Andi, Yogyakarta.


(65)

Lampiran 1. Bagan alir penelitian

Penentuan Stakeholder

Analisis Kebutuhan

Identifikasi Masalah

Evaluasi Aspek Penyusunan Diagram Kotak

Hitam (Blackbox Diagram)

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Mulai

Lengkap


(66)

Lampiran 2. Flowchart pembuatan pupuk kompos Analisa laboratorium

Selesai Lengkap


(67)

Lampiran 3. Data Hasil Kuisioner

Persiapan Bahan

Pembuatan Lapisan Bahan

Pengomposan (5-7 hari)

Pembalikan I

Pembalikan II

Pembalikan III

Suhu ± 30 0-C

Tidak bau

Matang? Tidak


(68)

BAGIAN I

IDENTITAS RESPONDEN

No Pertanyaan Keterangan

1 Umur 15-17 19-23 35-40 >40

f 4 3 2 0

% 45 33 22 0

2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

f 9 0

% 100 0

3 Masa Kerja 1 Bulan 1 Tahun >1 Tahun

f 5 4 0

% 56 44 0

BAGIAN II

KEPUASAN KERJA

No. Pertanyaan Keterangan

1

Besarnya gaji yang saya peroleh per bulan

Sangat Tidak Puas

Kurang Puas

Cukup Puas

Puas

Sangat puas


(69)

2

Lingkungan fisik tempat saya bekerja Sangat Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat puas

f 0 2 2 5 0

% 0 22 22 56 0

3

Pengakuan pimpinan terhadap hasil kerja saya

Sangat Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat puas

f 0 0 2 7 0

% 0 0 22 78 0

4

Sikap teman-teman sekerja terhadap saya Sangat Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat puas

f 0 0 3 6 0

% 0 0 33 67 0

5

Ketenangan hati bekerja di perusahaan Sangat Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat puas

f 0 0 4 5 0

% 0 0 44 56 0

6

Kerjasama saya dengan teman-teman sekerja Sangat Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat puas

f 0 0 6 3 0


(1)

A. Bahan baku produksi

No Bahan Baku Satuan Total /Kg Harga (Rp) Total (Rp) 4 tumpuk

1 Kotoran lembu Kg 20.000 125/kg 10.000.000

2 Abu sekam Goni/30 80/2.400 2.000/goni 640.000. 3 Abu gergaji Goni/25 48/1.200 4.000/goni 768.000 4 Dolomite Goni/50 10/500 15.000/goni 600.000

5 Stardec Goni/50 50 35.000/goni 140.000

Total 24.100 23.446.000

Rata-rata biaya bahan baku per kg produksi = Rp 23.446.000: 50.000 = Rp 468,92/ kg

B. Bahan penunjang produksi

1. Goni (50 kg) 1000 lembar @ Rp 3400 = Rp 3.400.000 2. Benang jahit goni 10 roll @ Rp 7.500 = Rp 75.000 3. BBM mesin penghalus 40 liter @ Rp 4.500 = Rp 200.000

Total = Rp 3.675.000

Rata-rata biaya per kg produksi Rp. 73,5 C. Tenaga Kerja

Upah kerja diborongkan, meliputi : 1. Penumpukan dan Pelapisan Awal

2. Pembalikan tumpukan 1 minggu 1 x (3 x pembalikan)


(2)

4. Pengemasan dalam goni, penimbangan, dan dijahit

Total upah borongan adalah Rp. 1.300.000 (per tumpuk/ 12,5 ton) 5. Bongkar muat bahan baku dan pupuk jadi/ total Rp. 366.000 Rata-rata biaya tenaga kerja per kg produksi Rp. 133,28 Total harga pokok produksi per kg pupuk Rp. 675,7

Lampiran 5. Struktur Organisasi CV. Reksa Subur Sembada


(3)

Lampiran 7. Komposisi kompos CV. Reksa Subur Sembada di kemasan

No Unsur Satuan Nilai

1 C organik % 25,69

2 C/N 23,57

3 N % 20


(4)

5 K2O % 1,75

6 pH 7,3

7 Kadar air % 20

8 CaO % 2,96

9 Mg % 0,70

10 Fe % 0,32

11 S % 0,24

12 Cd ppm 84,96

13 Hg ppm 0,02

14 Mo ppm 3,00

15 Zn ppm 112,0

16 B ppm 59,89

17 Mn ppm 398,84

18 Cu ppm 9,99

19 Co ppm 77,96


(5)

(6)