Level Proteik Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor)

EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK
RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)
TESIS Oleh: ANDHIKA PUTRA 097040015
PROGAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN PRORAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK
RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)
TESIS Oleh: Andhika putra 097040015
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Progam Studi Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara
PROGAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN PRORAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

Judul
Nama Mahasiswa NIM Progam Studi

: EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)
: Andhika Putra : 097040015 : Ilmu Peternakan


Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Progam Studi

Dr. Ir. Ristika Handarini, MP. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar,MP.

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP.

Tanggal Ujian : 20 Januari 2012 Tanggal Lulus:

Universitas Sumatera Utara

Tesis ini telah diuji di Medan pada Tanggal : 20 Januari 2012 ______________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP.

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. Penguji : 1. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si.
2. Dr. Ir. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis EFEK LEVEL PROTEIN KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)adalah benar merupakan gagasan
dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis diperguruan tinggi lain.
Medan, Januari 2012 Andhika Putra
NIM 097040015
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
ANDHIKA PUTRA. Levels of crude protein concentrate on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer (Cervus unicolor). This research supervised by MA’RUF TAFSIN and RISTIKA HANDARINI.
Crude protein requirement of hinds during pregnancy has not been studied. The aim of this research was to evaluate the levels of crude protein concentrates on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer. This research conducted on deer captivity at University of Sumatera Utara started from September 2010 to July 2011. The six pregnant hinds used in this research. Experimental design was used randomized group design consists of three treatments and two groups. The levels of crude protein in the concentrate were: P1=16%, P2=19% and P3=22%. Concentrate given 1% of body weight. The three hind parameters were dry matter consumption, average daily gain and feed conversion ratio. The fawn parameters were birth weigth and morphometry of fawn body.
The result indicated that levels of crude protein showed no significant different effect (P≥0.05) on dry matter consumption, significant different effect (P≤0.05) on average daily gain in triwulan and no significant different effect (P≥0.01) on feed conversion ratio. It is concluded that increased consumption of crude protein will increase the daily weight gain in triwulan of hinds and no significant different effect (P≥0.05) of increasing birth weight gain of fawn. Keywords: level of crude protein, performance of pregnant sambar hind,
morphometry of fawn.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
ANDHIKA PUTRA. Level Protein Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor). Penelitian ini dibimbing oleh: MA’RUF TAFSIN dan RISTIKA HANDARINI.

Kebutuhan protein kasar rusa sambar selama masa kebuntingan belum diteliti. Tujuan penelitian ini untuk menguji level protein dalam konsentrat terhadap kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran Rusa Universitas Sumatera Utara, Medan mulai bulan September 2010 sampai bulan Juli 2011. Hewan penelitian yang digunakan 6 ekor rusa sambar betina bunting. Metode penelitian rancangan acak kelompok terdiri atas 3 perlakuan dan 2 kelompok. Perlakuan level protein dalam konsentrat masing-masing: P1=16%, P2=19%, P3=22%. Konsentrat diberikan 1% dari bobot badan dan hijauan. Peubah penelitian untuk induk: konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Peubah anak: bobot lahir dan morfometri anak rusa.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian beberapa level protein kasar pada induk rusa sambar selama pada masa kebuntingan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P≥0.05) terhadap konsumsi bahan kering, memberikan pengaruh nyata (P≤0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan pengaruh tidak nyata (P≥0.0 5) terhadap konversi ransum. Disimpulkan dari penelitian ini adalah dengan meningkatnya konsumsi protein kasar induk rusa sambar pada masa kebuntingan maka akan meningkatkan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot lahir anak rusa sambar. Kata Kunci : level protein kasar, performance induk bunting, rusa sambar, morfometri anak.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Level Proteik Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor)
Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP, selaku Ketua Progam Magister Ilmu Peternakan dan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya juga terima kasih kepada pihak penangkaran rusa usu yang telah memberikan izin dan tempat penelitian. Penelitian ini dibiayai oleh DIPA DIKTI/DIPA USU tahun 2010.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu selesainya penelitian ini.
Medan, Januari 2012 Andhika Putra
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Kegunaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Rusa Sambar Sistem Peternakan Rusa Sambar Pemeliharaan Rusa Sambar Pakan Rusa Sambar Hijauan Konsentrat Pemanfaatan Limbah Perkebunan dan Pertanian Bungkil Inti Sawit Dedak Padi Tepung Ikan Urea Ultra Mineral Performans Rusa Sambar Pertumbuhan Rusa Sambar Konsumsi Rusa Sambar Pertambahan Bobot Badan Kebuntingan Pada Rusa Kelahiran dan Kinerja Reproduksi Rusa
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Tahap I Daya Makan Sukarela Bahan dan Alat Penelitian Bahan Alat Peubah Penelitian

Halaman i
ii
iii
iv
vi
vii
1
1 2 2 2
3 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 10 11 11 12 13 13 17
19 19 19 19 19 19 20

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan Penelitian Penelitian Tahap II Perlakuan Pakan Bahan dan Alat Penelitian
Bahan Alat Rancangan Penelitian Peubah Penelitian Analisis Data Pelaksanaan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap I Daya Makan Seukarela Penelitian Tahap II Perlakuan Pakan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Konsumsi Protein Kasar Pertambahan Bobot Badan Konversi Pakan Morfometri Anak Rusa Sambar
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

20 21 21 21 21 22 24 24 25
27 27 28 28 31 33 35 36
39
40 46

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar berdasarkan palatabilitasnya

6

2. Kandungan gizi bungkil sawit

8


3. Kebutuhan mineral rusa timor

10

4. Kandungan mineral ultra mineral

11

5. kandungan bahan pakan berdasarkan bahan kering

22

6. Komposisi dan kandungan nutrisi konsentrat perlakuan

23

7. Rataan konsumsi daya makan sukarela hijauan rusa sambar betina dan persentase konsumsi dari bobot badan

27


8. Konsumsi bahan kering dan bahan segar hijauan, konsentrat dan total konsumsi dalam tiga triwulan

28

9. Rataan konsumsi protein kasar ransum induk rusa sambar selama masa kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari)

31

10. Rataan pertambahan bobot badan induk rusa selama masa kebuntingan dalam tiga triwulan (g/ekor/hari)
11. Konversi pakan induk rusa sambar selama kebuntingan dalam tiga triwulan
12. Morfometri anak rusa sambar
13. Persentase rataan bobot lahir anak dibandingkan dengan bobot akhir induk (%)

32 35
36
37

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Daya makan sukarela rusa betina dewasa

45

2. Bobot badan induk rusa/penimbangan

45

3. Rataan konsumsi hijauan segar/bulan kebuntingan (g/ekor/hari)

46

4. Rataan konsumsi hijauan dalam bahan kering/bulan kebuntingan

(g/ekor/hari)


46

5. Rataan konsumsi hijauan dalam bahan kering (g)

47

6. Rataan konsumsi konsentrat segar (g/ekor/hari)

47

7. Rataan konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g)

48

8. Rataan konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari)

48

9. Rataan konsumsi konsentrat dan hijauan dalam bahan kering (g)


49

10. Rataan konsumsi konsentrat dan hijauan dalam bahan kering

(g/ekor/hari)

49

11. Rataan konsumsi protein kasar hijauan (g)

50

12. Rataan konsumsi protein kasar konsentrat (g)

50

13. Rataan konsumsi protein kasar hijauan dan konsentrat dalam bahan

kering (g)


51

14. Rataan konsumsi protein kasar hijauan dan konsentrat dalam bahan

kering(g/ekor/hari)

51

15. Pertambahan bobot badan induk/selama kebuntingan (g/ekor)

52

16. Rataan peningkatan bobot badan indukselama kebuntingan

(g/ekor/hari)

52

17. Rataan peningkatan bobot badan induk selama kebuntingan

(g/ekor/hari)

53

18. konversi pakan induk/bulan kebuntingan

53

19. Rataan konversi pakan induk selama kebuntingan

53

Universitas Sumatera Utara

20. Rataan lama waktu kebuntingan (hari) 21. Rataan morfometri anak 22. Rataan persentase bobot lahir anak terhadap bobot induk 23. Analisis ragam persentase bobot lahir anak terhadap bobot induk 24. Denah kandang penelitian 25. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan I 26. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan II 27. Analisis SAS konsumsi hijauan (BK) triwulan III 28. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan I 29. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan II 30. Analisis SAS konsumsi konsentrat (BK) triwulan III 31. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan I 32. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan II 33. Analisis SAS total konsumsi hijauan dan konsentrat (BK)
triwulan III 34. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan I 35. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan II 36. Analisis SAS pertambahan bobot badan triwulan III 37. Analisis SAS konversi triwulan I 38. Analisis SAS konversi triwulan II 39. Analisis SAS konversi triwulan III 40. Analisis SAS konversi bobot lahir anak

54 54 54 55 56 57 58 59 60 61 62
63
64
65 66 67 68 69 70 71 72

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis LEVEL PROTEIK KASAR KONSENTRAT TERHADAP KINERJA INDUK BUNTING DAN ANAK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenaranya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memeroleh gelar pada program studi sejenis diperguruan
tinggi lain.
Medan, Januari 2012 Andhika Putra NIM 097040015
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
ANDHIKA PUTRA. Levels of crude protein concentrate on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer (Cervus unicolor). This research supervised by MA’RUF TAFSIN and RISTIKA HANDARINI.
Crude protein requirement of hinds during pregnancy has not been studied. The aim of this research was to evaluate the levels of crude protein concentrates on performance of pregnant hinds and fawn sambar deer. This research conducted on deer captivity at University of Sumatera Utara started from September 2010 to July 2011. The six pregnant hinds used in this research. Experimental design was used randomized group design consists of three treatments and two groups. The levels of crude protein in the concentrate were: P1=16%, P2=19% and P3=22%. Concentrate given 1% of body weight. The three hind parameters were dry matter consumption, average daily gain and feed conversion ratio. The fawn parameters were birth weigth and morphometry of fawn body.
The result indicated that levels of crude protein showed no significant different effect (P≥0.05) on dry matter consumption, significant different effect (P≤0.05) on average daily gain in triwulan and no significant different effect (P≥0.01) on feed conversion ratio. It is concluded that increased consumption of crude protein will increase the daily weight gain in triwulan of hinds and no significant different effect (P≥0.05) of increasing birth weight gain of fawn. Keywords: level of crude protein, performance of pregnant sambar hind,
morphometry of fawn.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
ANDHIKA PUTRA. Level Protein Kasar Konsentrat Terhadap Kinerja Induk Bunting dan Anak Rusa Sambar (Cervus unicolor). Penelitian ini dibimbing oleh: MA’RUF TAFSIN dan RISTIKA HANDARINI.
Kebutuhan protein kasar rusa sambar selama masa kebuntingan belum diteliti. Tujuan penelitian ini untuk menguji level protein dalam konsentrat terhadap kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran Rusa Universitas Sumatera Utara, Medan mulai bulan September 2010 sampai bulan Juli 2011. Hewan penelitian yang digunakan 6 ekor rusa sambar betina bunting. Metode penelitian rancangan acak kelompok terdiri atas 3 perlakuan dan 2 kelompok. Perlakuan level protein dalam konsentrat masing-masing: P1=16%, P2=19%, P3=22%. Konsentrat diberikan 1% dari bobot badan dan hijauan. Peubah penelitian untuk induk: konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Peubah anak: bobot lahir dan morfometri anak rusa.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian beberapa level protein kasar pada induk rusa sambar selama pada masa kebuntingan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P≥0.05) terhadap konsumsi bahan kering, memberikan pengaruh nyata (P≤0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan pengaruh tidak nyata (P≥0.0 5) terhadap konversi ransum. Disimpulkan dari penelitian ini adalah dengan meningkatnya konsumsi protein kasar induk rusa sambar pada masa kebuntingan maka akan meningkatkan bobot badan induk pada triwulan ketiga dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot lahir anak rusa sambar. Kata Kunci : level protein kasar, performance induk bunting, rusa sambar, morfometri anak.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan satwa asli Indonesia yang termasuk rusa tropik yang mempunyai bobot badan terbesar. Satwa ini memiliki habitat asli di berbagai daerah dan salah satunya adalah pulau Sumatera. Rusa sambar mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan kerena rusa sambar mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik berupa daging (venison), kulit maupun ranggah lunak atau velvet. Hingga saat ini, kebutuhan daging rusa belum bisa dipenuhi secara maksimal. Upaya pemenuhan kebutuhan produk ternak rusa dilakukan dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan produksi dan reproduksi rusa. Peningkatan produksi dan reproduksi merupakan suatu indikator keberhasilan dari usaha budi daya rusa (Garsetiasih, 2000). Salah satu langkah yang dapat dilakukan melalui pemberian pakan yang berkualitas dan mudah dicerna, sehingga proses asupan gizi pada rusa yang dibudidayakan dapat berjalan dengan efisien dan optimal. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan rusa adalah pemberian pakan. Seperti ternak lainnya, rusa memerlukan pakan dalam jumlah cukup, baik jumlah maupun kualitas (nutrisi). Masa pertumbuhan dan fase hidup rusa perlu diketahui karena berperan penting dalam menentukan jenis dan jumlah pakan yang akan diberikan. Pada masa pertumbuhan dan kebuntingan pada umumnya ternak membutuhkan pakan dengan kandungan protein lebih tinggi dibandingkan fase lain. Penelitian mengenai aspek pakan selama masa kebuntingan belum banyak dilakukan. Pada penelitian ini rusa selain diberi hijauan pakan (rumput dan legum) juga diberi pakan tambahan penguat (konsentrat). Kegunaan dari konsentrat ini adalah untuk meningkatkan produksi, reproduksi, dan kebutuhan pokok hidup (maintenance) selama kebuntingan. Salah satu nutrisi yang sangat berperan dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan adalah protein, protein berfungsi untuk membentuk bagian-bagian penting dari tubuh hewan, misalnya jaringan lunak, otot, jarinan ikat, kolagen, kulit, rambut, kuku, dan bulu. Protein darah berfungsi mengatur keseimbangan,
Universitas Sumatera Utara

tekanan osmosis, cadangan asam-asam amino, untuk pembekuan darah, pembawa oksigen dan pengangkut zat-zat pakan antara sel atau keseluruh tubuh. Selain dari itu protein juga berfungsi membentuk enzim dan hormon dalam tubuh.
Peningkatan pemberian protein kasar pada ternak dapat dilakukan dengan memberi pakan tambahan berupa konsentrat. Konsentrat merupakan susunan dari beberapa bahan pakan yang memiliki nilat nutrisi yang baik, memiliki tingkat daya cerna yang baik dan disukai oleh ternak.
Kebutuhan protein kasar untuk ternak dapat meningkat sesuai dengan kebutuhanya, misalnya pada masa pertumbuhan, pada masa pertumbuhan ranggah dan pada, masa kebuntingan dan pada masa menyusui. Pemberian konsentrat dapat meningkatkan konsumsi protein kasar. Melihat kondisi tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui kebutuhan protein kasar rusa sambar terutama pada masa kebuntingan.
Tujuan Penelitian Menguji penggunaan beberapa level protein dalam konsentrat terhadap
kinerja induk rusa sambar betina selama masa kebuntingan serta kinerja anak yang dilahirkan (bobot badan dan morfometri badan).
Hipotesis Penelitian Pemberian beberapa level protein dalam konsentrat memberikan
pengaruh positif terhadap performans rusa sambar selama masa kebuntingan dan kinerja anak setelah dilahirkan.
Kegunaan Penelitian Formulasi ransum yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi rujukan pemberian pakan rusa sambar selama masa kebuntingan dalam sistem pemeliharaan intensif sehingga kinerja induk dan anak dapat dioptimalkan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Rusa Sambar
Rusa sambar (Cervus unicolor brookei), termasuk dalam kategori hewan dengan fisik yang relatif besar. Rusa sambar mempunyai ukuran tubuh paling besar dibandingkan dengan spesies rusa Indonesia yang lain seperti rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axis kuhlii) dan muncak (Muntiacus muntjak). Rusa sambar yang ada di Kalimantan, mempunyai potensi untuk dikembangkan tidak saja penghasil daging yang berkualitas (venison), tetapi juga beberapa produk untuk pengobatan tradisional Cina. Produk bahan obat tradisional Cina yang telah diproduksi dari hasil tambahan peternakan rusa di Selandia Baru yaitu: royal deer velvet liqueur, dried deer antler velvet, deer horn and ginseng capsules, Versatile venison jerky, deer blood powder capsules, deer tails, dried pizzle and sinew (Bellaney, 1993). Produk peternakan rusa tersebut di ekpor dari Selandia Baru ke Cina, Hongkong, USA, Taiwan, Jepang dan Australia, yang dapat diandalkan menjadi sumber devisa negara. Gambaran produksi peternakan diatas, dapat dikatakan rusa sambar mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai industri peternakan.
Famili cervidae merupakan kelompok kompleks terbagi atas 57 spesies dan hampir 200 sub spesies. Rusa sambar (sambur, sambhur, Tamil: Kadaththi man) adalah nama umum untuk beberapa rusa Asia yang mempunyai ciri berwarna coklat gelap dan tinggi pundak mencapai 102-160 cm dengan bobot badan mencapai 546 kg (Nugent et al., 2001). Tinggi badan pada rusa jantan dapat mencapai 160 cm dengan berat badan antara 136 – 320 kg, sedangkan rusa yang betina mencapai 115 cm dengan berat badan 135 – 225 kg. Ukuran ini bervariasi tergantung pada sub spesies. Ada kecenderungan sub spesies rusa sambar yang berasal dari India dan Sri Lanka merupakan yang terbesar (Awal et al., 1992, Lewis et al., 1990). Peternakan rusa di Australia mencatat, rusa Sambar betina dapat mencapai berat badan 228 kg (Anderson, 1984).
Rusa sambar merupakan rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran di Indonesia terbatas di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau kecil di sekitar Sumatera (Whitehead, 1994). Tinggi gumba pada yang jantan dapat mencapai 160
Universitas Sumatera Utara

cm dengan berat badan antara 136 – 320 kg, sedangkan pada yang betina mencapai 115 cm dengan berat badan 135 – 225 kg, tergantung jenis kelamin.
Bulu rusa sambar umumnya berwarna coklat dengan peningkatan gadasi sampai agak kehitaman (gelap) pada rusa jantan atau yang telah tua. Ekor rusa sambar agak pendek dan tertutup bulu yang cukup panjang. Keadaan bulu termasuk kasar dan tidak terlalu rapat. Pada daerah leher bagian lateral, bulu membentuk suatu surai/malai (mane). Perubahan warna bulu dari coklat cerah menjadi lebih gelap, khususnya pada yang jantan dominan, sering terlihat bersamaan dengan masuknya pejantan ke musim kawin (Semiadi dan Nugraha, 2004).
Klasifikasi rusa Sambar berdasarkan tata nama ilmiah menurut (Eco India, 2008) sebagai berikut: kingdom: Animalia, pilum: Chordata, Class: Mamalia, ordo: Artiodactyla, sub ordo: Ruminantia, famili: Cervidae, Sub famili: Cervinae, genus: Cervus, spesies: C. unicolor, zoological name: Cervus unicolor.
Sistem Peternakan Rusa Sambar
Pemeliharaan Rusa Sambar Secara alamiah habitat rusa adalah hutan yang didominasi dengan vegetasi
atau padang rumput savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Vegetasi hutan selain sebagai sumber pakan juga digunakan sebagai tempat bernaung (istirahat), untuk perkawinan dan menghindarkan diri dari ancaman predator. Hutan sampai ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut dengan padang rumput merupakan habitat yang paling disukai oleh rusa terutama jenis rusa timor, kecuali rusa sambar yang sebagian besar aktivitas hariannya dilakukan di daerah payau (Garsetiasih dan Mariana, 2007). Daerah habitat asli rusa sambar berupa daerah payau atau berair, namun dengan berkembangnya wilayah perkebunan kelapa sawit di habitat rusa sambar, ternyata rusa mampu bertahan dan terbukti dapat berkembang dengan baik. Pakan Rusa Sambar
Pakan rusa sambar merupakan komponen yang paling penting, Ketersediaan pakan hijauan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya di musim hujan produksi hijauan berlimpah sedangkan di musim kemarau
Universitas Sumatera Utara

produksi hijauan berkurang. Pakan pokok rusa adalah hijauan berupa daun-daunan dan rumput-rumputan yang ketersediaannya kadang-kadang terbatas terutama di penangkaran sehingga dibutuhkan pakan tambahan (Garsetiasih, dan Mariana 2007). Namun guna mencapai produksi yang maksimal, penambahan konsentrat sebagai bentuk formulasi ransum pada pakan rusa merupakan satu usaha pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berkorelasi pada peningkatan produksi dan juga satu bentuk usaha domestikasi rusa dari segi pakannya.
Hijauan Hijauan adalah bahan pakan yang berbentuk daun-daunan, kadang-kadang
bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya diambil untuk kebutuhan manusia.
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1 – 2%, dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan sejenisnya terutama rumput merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Pilliang, 1997). Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar berdasarkan palatabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil penelitian Handarini et al. (2009) pada rusa sambar jantan menunjukkan palatabilitas yang tinggi pada beberapa spesies hijauan. Pemberian rumput dilakukan secara kafetaria sehingga rusa bebas memilih rumput yang diinginkan. Rumput dalam klasifikasi palatabilitas tinggi antara lain: Otochola nodusa, Eleusine indica, A. compresus, Otochola nodusa, P. conjungantum dan legume dalam klaisfikasi palattabilitas tinggi antara lain : Mikania scandes,
Asystasia, Pakis, D. trifolium, Ipomea Sp, Passiflora Sp, Commelina diffusa dan Pueraria javanica.
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Beberapa hijauan yang dapat diberikan pada rusa sambar berdasarkan palatabilitasnya

Hari Tinggi

Palatabilitas hijauan Sedang

Rendah

I Mikania scandes Otochola nodusa*

P. conjungatum*

Asystasia

Pakis Eleusine indica*

Passiflora Sp

II Otochola nodusa*

Ipomea Sp

Pakis

Eleusine indica

D. trifolium

Passiflora Sp

A. compresus*

III Eleusine indica*

A. compresus*

Passiflora Sp

D. trifolium

Pakis Cleome rutidosperma

Ipomea Sp

Asystasia

IV Ipomea Sp

Otochola nodusa*

Pakis

D. trifolium

4B

Commelina diffusa

P. conjungatum*

V Passiflora Sp

Cleome rutidosperma

Mikania scandes

Asystasia

P. conjungatum*

Commelina diffusa

Pakis Cyrticocum oxphilium* Otochola nodusa*

VI

Commelina diffusa

Mikania scandes

Asystasia

P. conjungantum*

Cleome rutidosperma

Pueraria javanica

Mikania Sp

Keterangan : tanda (*) adalah kelompok rumput-rumputan (Handarini et al., 2009).

Konsentrat Pakan merupakan komponen habitat yang paling penting, ketersediaan
pakan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya di musim hujan pakan berlimpah sedangkan di musim kemarau pakan berkurang. Pakan pokok rusa adalah hijauan berupa daun-daunan dan rumput-rumputan yang ketersediaannya kadang-kadang terbatas terutama di penangkaran sehingga dibutuhkan pakan tambahan (Takandjandji, 1993). Nilai gizi yang terkandung dalam hijauan tersebut, seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu ditambahkan pakan konsentrat berupa jagung untuk mencukupi kebutuhan gizi rusa. Pakan konsentrat biasanya disukai oleh rusa dan mengandung cukup energi

Universitas Sumatera Utara

sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan rusa (Garsetiasih, 1988). Protein dibutuhkan oleh ternak untuk pembentukan sel-sel jaringan baru dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak akibat usia tua dan penyakit (Prijono dan Handini 1998). Protein membentuk blok bangunan dari jaringan hewan. Bangunan blok tersebut adalah asam amino. Protein diperlukan untuk perawatan normal, seperti darah, penggantian sel tubuh, pertumbuhan, reproduksi, dan menyusui. Bahkan pertumbuhan ranggah membutuhkan protein, sebagai velvet sebelum mineralisasi hampir seluruhnya terbuat dari protein yang disebut kolagen, pakan penguat bagi ternak ruminansia dapat memberikan pertumbuhan yang baik. Selanjutnya Soegiri et al. (1981) menyatakan bahwa pakan penguat berupa jagung dan dedak padi mengandung kadar protein yang tinggi, palatabel dan mengandung vitamin B.
Kebutuhan protein sangat ditentukan oleh kualitas protein dari bahan pakan yang diberikan. Protein sangat diperlukan terutama pada masa periode pertumbuhan. Berdasarkan pakan yang diberikan terlihat bahwa jumlah protein pakan yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran kadar protein pakan yang di- perlukan rusa. Menurut Causey (2006), ternak rusa membutuhkan protein ransum pada masa pertumbuhan sebesar 16% – 20%.
Pemanfaatan Limbah Perkebunan dan Pertanian Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan yakni terjadinya
perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri (Djajanegara, 1999). Dilain pihak, menurut Kasryno dan Syafa'at (2000) bahwa sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30%. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah, untuk mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan, salah satunya adalah memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan sebagai bahan pakan ternak. dengan demikian untuk pengembangan ternak ruminansia di suatu daerah seharusnya dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian dan limbah perkebunan sebagai pakan dan bahan pakan penyusun konsentrat.
Universitas Sumatera Utara

Bungkil Inti Sawit Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dari hasil proses kimiawi atau mekanik. Walaupun kandungan proteinnya baik, tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah hanya cocok diberikan pada ternak ruminansia dan kurang cocok bila diberikan pada ternak monogastrik. Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan bobot badan per hari (daily weight gain) semakin besar, namun demikian pemberian optimal bungkil inti sawit dalam ransum sekitar 1,5% dari bobot badan domba. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi bungkil sawit

Uraian

Kandungan (%)

Protein kasar

15,4a

TDN

81,0b

Serat kasar

16,9a

Lemak kasar

2,4a

Bahan kering

92,6a

Ca 0,10c

P 0,22c

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak IPB, Bogor (2000). c. Siregar (2003).

Dedak Padi Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras
dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi, 1995). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan kandungan dalam dedak padi yang mempunyai nilai gizi yang tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat. Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12 - 13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%.
Dedak padi mempunyai kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput lapangan. Kandungan gizi yang tinggi memungkinkan dedak padi

Universitas Sumatera Utara

untuk dijadikan pakan tambahan rusa. Sumoprastowo (1980) menyatakan bahwa pemberian dedak padi sebagai pakan penguat ternak ruminansia dapat memberikan pertumbuhan yang baik, ternak cepat besar dan gemuk. Selanjutnya Soegiri et al. (1981) menyatakan bahwa dedak padi mengandung protein yang tinggi.
Tepung Ikan Tepung ikan merupakan bahan pakan asal hewani sebagai sumber protein
dan mengandung asam-asam amino yang esensial. Tepung ikan digunakan untuk menjamin pemenuhan keseimbangan asam-asam amino dalam formulasi pakan yang disusun, karena 90 – 94% bahan-bahan penyusun pakan berasal dari sumber nabati yang kurang mengandung methionine, lysine, tryptopan dan cystine. Keempat asam amino yang kurang ini dapat dipenuhi dengan pemberian tepung ikan (Rasyaf, 1992).
Urea Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang banyak digunakan untuk berbagai kepentingan di kawasan Eropa. Urea dengan nama carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan carbonyldiamine adalah senyawa organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik. Urea bila diberikan kepada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein hewani, karena urea tersebut disintesa menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen. Untuk itu pemberian urea harus diiringi dengan pemberian sumber energi seperti jagung atau molases (Anggorodi, 1979).
Ultra Mineral Zat-zat mineral di dalam tubuh ternak lebih kurang 3 – 5%. Hewan tidak
dapat membuat mineral, sehingga harus disediakan dalam pakannya. Mineral yang dibutuhkan ternak memang relatif sedikit, namun mineral sangat penting dan diperlukan kesempurnaan pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral, ternak
Universitas Sumatera Utara

ruminansia harus mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya kurang mengandung mineral (terutama di musim kemarau) maka umumnya ternak ruminansia di daerah tropis cenderung defisiensi mineral.
Menurut Anggorodi (1979) berdasarkan hasil penelitian dapat diterangkan bahwa mineral yang dibutuhkan ternak harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan mineral pada rusa timor tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan mineral rusa timor
No. Mineral
1. Kalsium (%) 2. Pospor (%) 3. Magnesium (%) 4. Selenium (%) 5. Kobal (%) 6. Besi (ppm) 7. Mangan (ppm) 8. Yodium (ppm) 9. Seng (ppm)
Sumber: Perkins (1991).

Kebutuhan
0.6 0.4 0.25 0.25 0.3 290 110 1 100

Terlalu banyak pemberian mineral juga dapat membahayakan individu, meskipun tidak sampai menimbulkan kematian, namun kesehatan ternak menjadi mundur sehingga menyebabkan kerugian secara ekonomis yang akan dialami oleh peternak (Anggorodi, 1979).
Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh ternak terbagi dalam dua kelompok, yakni mineral makro yang terdiri atas Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta mineral mikro yang terdiri atas Cu, Mo, Fe dan lain-lain. Kebutuhan akan mineral makro lebih banyak dibandingkan jumlah kebutuhan mineral mikro (Murtidjo, 1993). Kandungan beberapa mineral dalam ultramineral cukup tinggi terutama kandungan kalsium karbonat, phosphor dan sodium klorida (Tabel 4).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Kandungan mineral ultra mineral

No. Kandungan zat 1. Kalsium karbonat 2. Phospor 3. Mangan 4. Iodium 5. Kalium 6. Cuprum 7. Sodium klorida 8. Besi 9. Zn 10. Mg
Sumber: Eka Farma disitasi Warisman (2008).

Kadar zat (%) 50,00 25,00 0,35 0,20 0,10 0,15 23,05 0,80 0,20 0,15

Menurut Tillman et al. (1981) secara umum mineral makro dan mikro

berfungsi sebagai berikut: bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan

adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa

senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, aktivator

sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim dan mempunyai karakteristik

peka terhadap kerja otot dan saraf.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak,

antara lain: bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan

berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan

hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh ternak (Sumopraswoto, 1986).

Performans Rusa Sambar Pertumbuhan Rusa Sambar
Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi pakan dan terutama berasal dari energi yang terkandung dalam pakan. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju pertumbuhan (McDonald et al., 1995).
Rusa merah memiliki nilai pertambahan bobot badan dan daya makan sukarelanya sangat dipengaruhi oleh musim dibandingkan dengan rusa sambar yang relatif kurang dipengaruhi variasi musim. Rusa sambar mempunyai tingkat konsumsi yang lebih rendah tetapi mempunyai tingkat pertambahan bobot badan

Universitas Sumatera Utara

yang sama dengan rusa merah. Hal tersebut menunjukan bahwa rusa sambar mempunyai tingkat efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik dibandingkan dengan rusa merah. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat energi metabolis rusa sambar lebih rendah dibandingkan rusa merah. Hasil penelitian Semiadi (1998) menunjukkan bahwa rusa sambar mempunyai sifat yang endogenus terhadap daya makan sukarela, pertumbuhan dan sekresi hormon dengan variasi yang sedikit dipengaruhi oleh musim dibandingkan respon yang ditunjukkan oleh rusa merah. Rusa sambar mempunyai konversi pakan yang lebih baik dan kematangan seksual yang lebih dini pada bobot badan yang lebih kecil dibandingkan rusa merah.
Davies (1982) menyatakan bahwa jenis, kandungan gizi dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Sementara itu Suharno dan Nazaruddin (1994), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak dan gizi yang terkandung dalam pakan.
Konsumsi Rusa Sambar Tingkat konsumsi (Voluntary feed Intake) adalah jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh hewan bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Dalam mengkonsumsi pakan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan pakan, aktivitas ternak, bobot badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah sehingga bila kualitas pakan relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995). Selanjutnya, Tomazweska et al. (1993) menyatakan bahwa kualitas pakan berpengaruh terhadap konsumsi akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan.
Konsumsi bahan kering hijauan pada rusa yang dipelihara di kandang terbuka adalah 1.570 g/2 ekor/hari, lebih besar dibandingkan dengan yang dipelihara di kandang panggung, yaitu 1.440 g/2 ekor/hari. Perbedaan jumlah konsumsi tersebut dimungkinkan untuk mengganti energi yang dikeluarkan oleh
Universitas Sumatera Utara

rusa yang dipelihara di kandang terbuka. Pergerakan rusa yang dipelihara di kandang model panggung relatif terbatas sehingga pakan yang dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan rusa yang dipelihara di kandang terbuka (Mukhtar, 1996).
Pertambahan Bobot Badan Tingkat pertambahan bobot badan yang tinggi dapat dicapai jika ternak
tersebut memiliki potensi genetik yang baik dan ditunjang oleh kondisi lingkungan dan pakan yang menunjang munculnya potensi genetik tersebut. Perbedaan spesies akan mempengaruhi strategi pemanfaatan hijauan terutama ketika ketersediaan dan sebaran sumberdaya pakan melimpah, contohnya pada kambing dan camelidae akan mempertahankan kecernaan pakan dengan mengorbankan asupan pakan, sedangkan pada rusa merah akan mempertahankan asupan pakan. Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi pakan, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap pakan. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan (Kartadisastra, 1997).
Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan maksimal maka sangat perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas pakan. Pakan tersebut harus mengandung zat pakan dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang pertumbuhan maksimal (Yamin, 2002).
Konversi Pakan Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah inidikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan. Semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi,1979).
Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Pemberian kualitas pakan yang baik maka ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Martawidjaja et al., 1999).
Universitas Sumatera Utara

Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu, penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi dan tingkat energi pakan. Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan unit pertambahan bobot badan persatuan waktu. Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan (Martawidjaya et al., 1999).
Kebuntingan Pada Rusa Menurut Frandson (1982) kebuntingan berarti keadaan anak sedang
berkembang didalam uterus seekor hewan. Peternak menghitung periode kebuntingan pada umumnya dimulai dari perkawinan yang terakhir sampai terjadinya kelahiran anak secara normal.
Periode kebuntingan dimulai dari pembuahan dan berakhir dengan kelahiran anak yang hidup. Peleburan spermatozoa dengan ovum mengawali reaksi kimia dan fisika yang majemuk, bermula dari sebuah sel tunggal yang mengalami peristiwa pembelahan diri yang berantai dan terus menerus selama hidup individu tersebut. Pembelahan sel selanjutnya bersifat mitosis sehingga anak-anak sel hasil pembelahannya mempunyai kromosom yang sama dengan induk selnya. Peristiwa ini berlangsung sampai hewan menghasilkan sel kelamin (Salisbury, 1985). Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan ovum oleh spermatozoa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi sampai terjadinya implantasi, sedang periode embrio dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan alat alat tubuh bagian dalam. Periode ini disambung oleh periode fetus. Lamanya periode kebuntingan untuk tiap spesies berbeda-beda, perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik
Hewan yang tidak sedang estrus akan menolak untuk kawin. Pada hewan yang tidak bunting, periode estrus dimulai sejak dari permulaan estrus sampai ke permulaan periode berikutnya (Akoso, 1996). Gejala kebuntingan sapi setelah pelaksanaan perkawinan, sangat penting diketahui. Namun dalam praktek bukan berarti bahwa tidak timbulnya estrus pada sapi betina dapat dinyatakan bunting. Hal yang harus dicatat adalah bila sapi betina sudah dikawinkan mempunyai gejala berat tubuhnya meningkat, pertambahan besar dari dinding perut terlihat.
Universitas Sumatera Utara

Sapi betina menjadi lebih tenang, pada sapi betina yang baru pertama kali bunting terlihat adanya perkembangan ambing, terlihat adanya gerakan pada perut sebelah bawah, sisi kanan, dan belakang. Maka gejala kebuntingan positif (Murtidjo, 1990).
Pada rusa timor betina pada umur satu sampai dua tahun sudah dapat bereproduksi dengan lama kebuntingan antara 7.5 bulan sampai 8.3 bulan. Bila ditangani secara intensif satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor. Penangkaran rusa biasanya jumlah betina lebih banyak dibandingkan jumlah jantan karena satu ekor rusa jantan dapat mengawini beberapa betina. Seekor rusa tinor jantan dapat mengawini 2 ekor rusa betina atau rasio 1:2 (Takandjandji, 1993) dan menurut Garsetiasih dan Takandjandji (2007) rusa jantan dalam penangkaran dapat mengawini empat ekor rusa betina.
Perubahan alat kelamin betina selama kebuntingan berlangsung Menurut Partodiharjo (1982) hewan yang mengalami masa kebuntingan akan menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut: 1. Vulva dan vagina
Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bualan pada sapi dara akan terlihat adanya edema pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas edema vulva ini. Pada sapi yang telah beranak, edema vulva baru akan terlihat setelah kebuntingan mencapai 8,5 sampai 9 bulan. 2. Serviks
Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta menghasilkan lendir yang kental semakin tua umur kebuntingan maka semakin kental lendir tersebut. 3. Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya vaskularisasi pada endomertium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium, sedangkan kelenjar yang telah ada tumbuh lebih panjang dan berkelok-kelok seperti spiral.
Universitas Sumatera Utara

4. Cairan Amnion dan Allantois Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami
perubahan. Perubahan yang pertama adalah volumenya, dari sedikit menjadi banyak; kedua dari perbandingannya. Hampir semua spesies, cairan amnion menjadi lebih banyak dari pada volume cairan allantois, tetapi pada akhir kebuntinan cairan allantois menjadi lebih banyak. 5. Perubahan pada ovarium
Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi oleh darah yang dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum. Pada hari ke 5 sampai ke-6 korpus luteum telah terbentuk.
Dilaporkan bahwa kebuntingan hasil kawin alam pada hewan liar, termasuk rusa dapat mencapai 85-100% sedangkan menggunakan inseminasi buatan kebuntingan yang dihasilkan hanya mencapai 50-60% (Bainbridge dan Jabbour, 1998). Lama kebuntingan pada rusa sangat bervariasi karena dapat terjadi embryonic diapause, yaitu embryo berada dalam uterus beberapa waktu berdiam dan tergantung hidupnya dari uterine milk sebelum terjadi implantasi pada endometrium (Bainbridge dan Jabbour, 1998).
Angka kebuntingan tertinggi pada rusa betina dicapai saat pejantan menunjukkan tingkah laku rutting dan berada pada tahap keras. Lincoln (1992) mengemukakan bahwa pada rusa merah perkawinan atau introduksi rusa jantan pada kelompok rusa betina dilakukan selama musim panas (bulan September sampai Februari), pada tahap ini velvet sudah mulai digantikan dengan ranggah keras. Pejantan sangat agesif untuk memperebutkan betina dan perhatian secara khusus diberikan pejantan terutama pada betina yang sedang estrus. Di Scotlandia mayoritas kebuntingan rusa betina terjadi pada bulan Oktober dan kelahiran pada bulan Mei tahun berikutnya. Maka dapat diasumsikan bahwa pola reproduksi berkorelasi dengan tahap pertumbuhan ranggah.
Terdapat berbagai kemungkinan penyebab rendahnya produktivitas rusa sambar, antara lain rusa sambar betina bersifat non seasonal polioestrus artinya dapat birahi kapan saja sepanjang tahun dan bila tidak bunting akan birahi pada siklus berikutnya, sehingga dapat melahirkan sepanjang tahun (Semiadi, 2001). Bila rusa melahirkan pada musim dimana ketersediaan pakan terbatas, maka induk
Universitas Sumatera Utara

mempunyai beban yang sangat berat (English, 1992) yaitu terbatasnya produksi air susu, lambatnya pengembalian kondisi tubuhnya setelah melahirkan dan kembali birahi yang lambat yang menyebabkan postpartum anestrus yang panjang. Dampak pada anak yang dilahirkan yaitu pertumbuhan lambat, kematian anak tinggi karena air susu tidak mencukupi kebutuhan anak (Nelson dan Wolf, 1987; English dan Mulley, 1992). Penyebab rendahnya reprodukstivitas rusa yang kedua adalah karena rusa jantan mempunyai siklus reproduksi, yaitu pada saat ranggah luruh dan atau ranggah sedang tumbuh produksi spermatozoa minimal yang kemungkinan infertil (Haigh and Hudson, 1993; Dradjat, 2000; 2001; 2002; Handarini et al., 2004; 2005). Handarini (2006) melaporkan bahwa pada tahap ranggah velvet abnormalitas sperma secara individu pada rusa timor mencapai 96%.
Kelahiran dan kinerja reproduksi rusa Pada akhir masa kebuntingan rusa betina dewasa akan memisahkan diri
untuk melahirkan anak. Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan sebagai patokan mendekati waktu kelahiran pada rusa betina antara lain rusa terlihat agesif dan sering berteriak, ambing dan vulva membengkak empat minggu sebelum masa kelahiran.induk memisahkan diri dari kelompoknya dengan mencari tempat yang aman, tenang dan bersih. Tanda-tanda ini akan terlihat antara dua sampai 24 jam menjelang kelahiran. Pada rusa betina yang baru pertama kali melahirkan perkembangan ini tidak akan terlihat sampai dua minggu sebelum kelahiran (Cowie et al., 1985 dalam Haigh, 1993).
Stadium pertama kelahiran, uterus mengalami kontraksi ditamdai dengan aktivitas rusa yang berjalan mondar-mandir (gelisah) dan kandang-kandang rusa terlihat berguling-guling sampai dikeluarkannya fetus. Kelahiran yang normal akan berlangsung sekitar dua jam dari awal stadium sampai stadium dua saat kepala anak memasuki rongga pelvis. Membran fetus sobek dan anak akan lahir, pada situs normal longitudinal anterior dan posisi dorso-dorsal didahului kedua kaki depan diikuti dengan kepala. Stadium ketiga kelahiran, pelepasan dan pengeluaran selaput fetus sekitar empat jam setelah partus, secendinae akan dimakan oleh induknya. Gangguan terhadap betina pada saat partus akan menunda proses kelahiran itu sendiri (Haigh et al 1993).
Universitas Sumatera Utara

Berat lahir rusa bervariasi menurut spesies dan sub spesiesnya. Cervus timorensis mempunyai berat lahir 4 – 5 kg, Cervus unicolor 5 – 8 kg, Axis-axis 3,5 kg dan Axis kuhlii 1,2 – 1,7 kg ( Semiadi, 1998). Pada spesies red deer berat lahir anak 7.5 sekitar 1.0 kg (Guinness et al , 1971) dan waapiti sekitar 18 kg (Haigh, 1993). Berat lahir anak jantan lebih besar dibandingkan anak betina dan ini merupakan suatu patokan yang baik untuk mengethui kemampuan anak untuk bertahan hidup. Jika induk diberi makan terlalu banyak pada saat bu