Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan

(1)

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN ANTARA PENGGUNA TELEPON PINTAR DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN TELEPON PINTAR

PADA SISWA SMA ST. THOMAS 1 MEDAN

Oleh :

ARDYTIA LESMANA 080100049

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN ANTARA PENGGUNA TELEPON PINTAR DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN TELEPON PINTAR

PADA SISWA SMA ST. THOMAS 1 MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ARDYTIA LESMANA 080100049

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan

Nama : Ardytia Lesmana

NIM : 080100049

Pembimbing Penguji I

dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp. M dr. Sarah Dina, Sp. OG (K) NIP : 19640502 2005012 002

Penguji II

dr. Amira Permata Sari, Sp. P

NIP : 19691107 199903 2 002

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul :

Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar

Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan

Yang dipersiapkan oleh:

ARDYTIA LESMANA 080100049

Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui.

Medan, Desember 2011 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(5)

ABSTRAK

Latar belakang : Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, salah satunya adalah telepon pintar. Sehubungan dengan pemakaian telepon pintar yang semakin berlebihan, maka penelitian mengenai dampak penggunaan telepon pintar terhadap kesehatan mata menjadi semakin penting juga. Faktanya, orang-orang memegang telepon pintarnya pada jarak yang dekat dengan mata sehingga beban kerja pada mata akan bertambah besar untuk memfokuskan suatu objek. Hal ini akhirnya akan berdampak pada penurunan tajam penglihatan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.

Metode : Penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional yang diadakan pada bulan Agustus 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA St. Thomas 1 Medan yang didapat melalui teknik consecutive sampling. Data ketajaman penglihatan diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan Snellen Chart. Data yang telah terkumpul diolah secara komputerisasi kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square.

Hasil : Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 60 orang pengguna telepon pintar dan 58 orang bukan pengguna telepon pintar. Dari 60 responden yang menggunakan telepon pintar, didapati 13 responden yang tajam penglihatannya menurun, sedangkan pada 58 responden yang tidak menggunakan telepon pintar, didapati 6 responden yang tajam penglihatannya menurun. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh nilai Chi Square sebesar 2.798 dan nilai p value sebesar 0.094 dengan tingkat signifikansi 5%.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.


(6)

ABSTRACT

Background : Along with the times, communication technology has developed very rapidly, one of them, is smartphone. Due to extensive use of smartphones these days, it has become important to investigate its effects on the visual health of people using them. In fact, people are holding the devices at close distances means that the eyes have to work that much harder to focus on an object. In the end, this will have impact on declining of the visual acuity.

Objectives : This study aims to analyze whether there is a difference in visual acuity between the smartphone users and a non-smartphone users.

Methods : This research was a descriptive analytic study with a cross sectional design that was held in August 2011. The sample in this study were high school students of St. Thomas 1 Medan, obtained through a consecutive sampling technique. Visual acuity data obtained from direct measurement using the Snellen Chart. The data which has been collected was processed with computer and analyzed using Chi Square test.

Results : Samples were divided into two groups: 60 people smartphone users and 58 people non-smartphone users. From 60 smartphone users, 13 respondents had declined in visual acuity, whereas in 58 non-smartphone users, only 6 respondents had declined in visual acuity. From the results of Chi Square test, Chi Square values obtained for 2.798 and the p value for 0.094 with a significance level of 5%.

Conclusions : There is no difference in visual acuity between the smartphone users and a non-smartphone users.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Masa Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan program pendidikan S1 fakultas kedokteran USU.

Dengan selesainya laporan hasil penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing penulisan karya tulis ilmiah, dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp. M yang dengan sepenuh hati telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan penulisan sampai selesainya laporan ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat demi kelancaran pembuatan hasil penelitian ini. Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang mampu memberikan balasan terbaik kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.

Medan, Desember 2011 Penulis,

Ardytia Lesmana 080100049


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Mata ... 4

2.2. Proses Visual Mata ... 5

2.3. Tajam Penglihatan ... 7

2.3.1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan ... 7

2.3.2. Uji Lubang Kecil ... 9

2.3.3. Uji Pengkabutan ... 9

2.3.4. Uji Duokrom ... 10

2.3.5. Uji Dominan Mata ... 10

2.3.6. Uji Crowding Phenomenon ... 10

2.3.7. Penurunan Tajam Penglihatan ... 11


(9)

2.4.1. Definisi ... 11

2.4.2. Fungsi-fungsi Telepon Pintar ... 11

2.4.3. Kelebihan Telepon Pintar ... 12

2.4.4. Kekurangan Telepon Pintar ... 12

2.5. Tajam Penglihatan dan Telepon Pintar ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Definisi Operasional ... 18

3.3. Hipotesis ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3. Populasi dan Sampel ... 19

4.3.1. Populasi ... 19

4.3.2. Sampel ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Hasil Penelitian ... 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 24

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 25

5.2. Pembahasan ... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 29

6.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Nilai Tajam Penglihatan dalam Meter, Kaki dan Desimal 9 5.1. Distribusi Siswa-Siswi SMA St. Thomas 1 Medan Tahun

Ajaran 2011 / 2012

24

5.2. Distribusi Karakteristik Responden 24 5.3. Distribusi Silang Penggunaan Telepon Pintar Terhadap

Tajam Penglihatan

26

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Jaras Penglihatan 6


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 34

Lampiran 2 Lembar Penjelasan 35

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 37

Lampiran 4 Kuesioner 38

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian 39

Lampiran 6 Tabel Uji Chi Square 40

Lampiran 7 Surat Persetujuan Komisi Etik 41 Lampiran 8 Surat Keterangan Penyelesaian Penelitian 42 Lampiran 9 Tabel Data Induk Penelitian 43


(12)

ABSTRAK

Latar belakang : Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, salah satunya adalah telepon pintar. Sehubungan dengan pemakaian telepon pintar yang semakin berlebihan, maka penelitian mengenai dampak penggunaan telepon pintar terhadap kesehatan mata menjadi semakin penting juga. Faktanya, orang-orang memegang telepon pintarnya pada jarak yang dekat dengan mata sehingga beban kerja pada mata akan bertambah besar untuk memfokuskan suatu objek. Hal ini akhirnya akan berdampak pada penurunan tajam penglihatan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.

Metode : Penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional yang diadakan pada bulan Agustus 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA St. Thomas 1 Medan yang didapat melalui teknik consecutive sampling. Data ketajaman penglihatan diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan Snellen Chart. Data yang telah terkumpul diolah secara komputerisasi kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square.

Hasil : Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 60 orang pengguna telepon pintar dan 58 orang bukan pengguna telepon pintar. Dari 60 responden yang menggunakan telepon pintar, didapati 13 responden yang tajam penglihatannya menurun, sedangkan pada 58 responden yang tidak menggunakan telepon pintar, didapati 6 responden yang tajam penglihatannya menurun. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh nilai Chi Square sebesar 2.798 dan nilai p value sebesar 0.094 dengan tingkat signifikansi 5%.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.


(13)

ABSTRACT

Background : Along with the times, communication technology has developed very rapidly, one of them, is smartphone. Due to extensive use of smartphones these days, it has become important to investigate its effects on the visual health of people using them. In fact, people are holding the devices at close distances means that the eyes have to work that much harder to focus on an object. In the end, this will have impact on declining of the visual acuity.

Objectives : This study aims to analyze whether there is a difference in visual acuity between the smartphone users and a non-smartphone users.

Methods : This research was a descriptive analytic study with a cross sectional design that was held in August 2011. The sample in this study were high school students of St. Thomas 1 Medan, obtained through a consecutive sampling technique. Visual acuity data obtained from direct measurement using the Snellen Chart. The data which has been collected was processed with computer and analyzed using Chi Square test.

Results : Samples were divided into two groups: 60 people smartphone users and 58 people non-smartphone users. From 60 smartphone users, 13 respondents had declined in visual acuity, whereas in 58 non-smartphone users, only 6 respondents had declined in visual acuity. From the results of Chi Square test, Chi Square values obtained for 2.798 and the p value for 0.094 with a significance level of 5%.

Conclusions : There is no difference in visual acuity between the smartphone users and a non-smartphone users.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Telepon pintar (Smartphone) adalah telepon genggam yang memiliki sistem operasi untuk masyarakat luas, dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, menambah fungsi-fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon pintar merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon (Shiraishi et al, 2010).

Saat ini pemakaian telepon pintar di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama telepon pintar yang memiliki fasilitas chatting / instant messaging yang terintegrasi. Berdasarkan data statistik ITU (International Telecommunication Union, 2009), pada tahun 2002 pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 11,7 juta orang, lima tahun kemudian pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 93 juta orang, dan pada tahun 2009 mencapai 159 juta orang.

Sejak akhir 1990an, penggunaan telepon genggam diantara remaja terus meningkat. Pada tahun 2005, sebuah penelitian menemukan kurang lebih 33% remaja memiliki telepon genggam. Dari 33% remaja yang melaporkan memiliki telepon genggam tersebut, kurang lebih 64% mengatakan mereka secara rutin mengirimkan pesan singkat (Lenhart et al, 2005).

Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI) mencatat jumlah pengiriman telepon pintar meningkat dari hanya 6% (2009) menjadi 12% dari jumlah pengiriman semua model ponsel ke Indonesia pada 2010. Menurut Dian Siswarini, Sekretaris Jenderal ATSI, layanan data internet kini menjadi bagian dari aktivitas harian pelanggan ponsel di Indonesia. Ia mencatat sebagian besar pengguna telepon pintar dewasa ini menggunakan perangkat mereka untuk menelusuri internet, membaca berita online, bergaul di jejaring sosial, dan saling mengirim surat elektronik. Untuk itu, pengguna telepon pintar akan menghabiskan waktunya untuk menatap pada layar telepon dalam waktu yang lama dan jarak yang dekat.


(15)

Secara teori, menatap suatu target pada titik dekat dalam waktu yang lama dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan pada saraf otonom di mata dan otak. Hal ini biasanya mengarah pada penurunan daya akomodasi yang akhirnya menghasilkan fokus yang tetap pada satu titik dekat (“Focus Freezing Phenomenon”).

Berdasarkan hal-hal di atas, dampak penggunaan telepon pintar terhadap tajam penglihatan belum sepenuhnya dapat dibuktikan karena jarang sekali ada penelitian mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar. Adapun tempat yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian adalah SMA St. Thomas 1 Medan. Penulis memilih sekolah tersebut karena pada umumnya tingkat sosial ekonominya menengah ke atas dan juga sebagian besar populasinya menggunakan telepon pintar.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan satu pertanyaan pada penelitian ini, yaitu: “Apakah ada perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar?”

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui proporsi siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang menggunakan telepon pintar yang mengalami penurunan tajam penglihatan.


(16)

2. Untuk mengetahui proporsi siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang tidak menggunakan telepon pintar yang mengalami penurunan tajam penglihatan.

3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna pada penurunan tajam penglihatan siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang menggunakan telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi siswa SMA St. Thomas 1 Medan mengenai dampak penggunaan telepon pintar pada tajam penglihatan.

2. Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan penelitian.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama serta penjelasan teoretisnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Mata

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2007).

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2001).

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi


(18)

relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).

2.2. Proses Visual Mata

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006).

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina (Saladin, 2006).

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga


(19)

lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006).

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Jaras Penglihatan (Khurana, 2007)

2.3. Tajam Penglihatan

Tajam penglihatan merupakan padanan dari bahasa inggris "Visual Acuity" yang didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan yang bergantung pada tingkat kejelasan upaya pemfokusan di retina. Ketajaman penglihatan merupakan


(20)

kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, stuktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat (Riordan-Eva, 2009).

Tajam penglihatan dapat dibagi lagi menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity adalah tajam penglihatan yang berhubungan dengan detail dari huruf terkecil, angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak sebagai dua objek yang terpisah (Leat, 2009).

2.3.1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan setiap mata diperiksa terpisah (Ilyas, 2009).

Mata yang tidak dapat membaca satu huruf pun pada kartu Snellen diuji dengan cara menghitung jari. Jika tidak bisa menghitung jari, mata tersebut mungkin masih dapat mendeteksi tangan yang digerakkan secara vertikal atau horizontal. Tingkat penglihatan yang lebih rendah lagi adalah kesanggupan mempersepsi cahaya. Mata yang tidak dapat mempersepsi cahaya dianggap buta total (Riordan-Eva, 2009).

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti:


(21)

- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter.

- Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

Pada Tabel 2.2. dibawah ini terlihat tajam penglihatan yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki (Ilyas, 2009).


(22)

Tabel 2.1.

Nilai Tajam Penglihatan dalam Meter, Kaki dan Desimal Snellen (6 meter) 20 kaki Sistem desimal

6/6 20/20 1.0

5/6 20/25 0.8

6/9 20/30 0.7

5/9 15/25 0.6

6/12 20/40 0.5

5/12 20/50 0.4

6/18 20/70 0.3

6/60 20/200 0.1

2.3.2. Uji Lubang Kecil

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat dengan jelas. Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0.75 mm). Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan badan kaca, dan kelainan makula lutea (Ilyas, 2009).

2.3.3. Uji Pengkabutan (Fogging Test)

Uji pemeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatism dial (juring astigmatisme). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder diberikan sampai garis pada juring astigmatisme terlihat sama jelasnya (Ilyas, 2009).


(23)

2.3.4. Uji Duokrom (Uji Keseimbangan Merah Biru)

Pada mata emetropia sinar merah dibiaskan di belakang retina sedang sinar hijau di depan, demikian pula dengan mata yang telah dikoreksi dengan tepat. Penderita duduk dengan satu mata ditutup dan melihat pada kartu merah hijau yang ada huruf diatasnya. Pada pasien diminta untuk memberitahu huruf diatas warna yang tampak lebih jelas. Bila terlihat huruf diatas hijau lebih jelas berarti mata hipermetropia, sedang pada miopi akan lebih jelas huruf pada warna merah. Pada keadaan diatas dilakukan koreksi sehingga huruf diatas warna hijau sama jelas dibanding huruf diatas warna merah (Ilyas, 2009).

2.3.5. Uji Dominan Mata

Uji ini bertujuan untuk mengetahui mata dominan pada anak. Anak diminta melihat pada satu titik atau benda jauh. Satu mata ditutup kemudian mata yang lainnya. Bila mata yang dominan yang tertutup maka anak tersebut akan menggerakkan kepalanya untuk melihat benda yang matanya dominan (Ilyas, 2009).

2.3.6. Uji Crowding Phenomenon

Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya ambliopia. Penderita diminta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya crowding phenomenon pada mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia (Ilyas, 2009).

2.3.7. Penurunan Tajam Penglihatan

Penurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien. Tajam penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya usia seseorang. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan seseorang (Xu, 2005). Dari penelitian yang dilakukan di Sumatera, Indonesia,


(24)

didapat bahwa penyebab tertinggi terjadinya low vision atau visual impairment adalah katarak, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia, Age-related Macular Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma (Saw, 2003). Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter (Riordan-Eva, 2007).

2.4. Telepon Pintar (Smartphone) 2.4.1. Definisi

Belum ada kesepakatan dalam industri ini mengenai apa yang membuat telepon menjadi pintar, dan pengertian dari telepon pintar ini pun berubah mengikuti waktu. Telepon pintar adalah telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, terkadang dengan fungsi yang menyerupai komputer. Menurut David Wood, Wakil Presiden Eksekutif PT Symbian OS, telepon pintar dapat dibedakan dengan telepon genggam biasa dengan dua cara fundamental yaitu bagaimana mereka dibuat dan apa yang mereka bisa lakukan.

Telepon pintar merupakan telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi dan memiliki fitur canggih seperti kemampuan internet, membaca e-mail, kemampuan membaca buku elektronik (e-book), chatting/instant messaging serta mempunyai banyak aplikasi (Anderson, 2004).

2.4.2. Fungsi-Fungsi Telepon Pintar

Telepon pintar menawarkan akses langsung baik ke informasi yang dipublikasikan maupun sistem jaringan perusahaan seperti internet. Ketersediaan global dari jaringan telepon broadband dan aplikasi-aplikasi dapat mengubah penyampaian informasi kepada masyarakat bisnis, hukum dan komunitas peneliti (White, 2010).

Telepon pintar memiliki fungsi-fungsi antara lain, sebagai aplikasi multimedia dapat digunakan sebagai pemutar musik/music player, memiliki fungsi video kamera dan aplikasi personal lainnya. Untuk produktivitas profesional dan personal dapat dipakai untuk membuka aplikasi instant messaging/chatting dan jejaring sosial, membaca e-mail pribadi, memiliki


(25)

kemampuan navigasi/GPS (Global Positioning System) dan memiliki akses internet. Untuk produktivitas bisnis, digunakan untuk membaca e-mail, membuka aplikasi bisnis, melakukan voice calling atau corporate messaging. Telepon pintar juga memiliki kemampuan manajemen dan implementasi policy, gampang digunakan, dan dapat mengatur dan mengontrol aplikasi. Telepon pintar juga memiliki keunggulan dalam hal keamanan karena dapat menghapus data dari jauh serta enkripsi dan manajemen data (Signorini, 2010).

2.4.3. Kelebihan Telepon Pintar

Telepon pintar menawarkan beberapa manfaat signifikan bagi pengguna melalui kecanggihan telepon tersebut, khususnya kualitas layar dan penggunaan layar sentuh. Perubahan di dalam telepon bahkan lebih revolusioner, dengan ponsel sekarang memiliki browser yang kuat dan sistem operasi perangkat lunak yang menawarkan potensi pengembangan yang sangat besar bagi industri perangkat lunak. Perangkat lunak sendiri memiliki nilai yang luar biasa kepada pengguna. Memberikan informasi yang dapat diakses dan dimanipulasi oleh perangkat lunak, telepon pintar kini berubah menjadi perangkat informasi mobile yang kuat dan perangkat komunikasi yang mungkin mengubah cara pengguna mengakses informasi secara dramatis (White, 2010).

2.4.4. Kekurangan Telepon Pintar

Pada penggunaan telepon pintar, banyak isu keamanan dan kerahasiaan pribadi yang muncul berupa:

1. Kebocoran data

Telepon yang hilang atau dicuri dengan memori yang tidak dilindungi memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengakses data tersebut. 2. Penonaktifan yang kurang tepat

Telepon dibuang atau diberikan ke orang lain tanpa membuang data sensitif, mengijinkan orang lain untuk mengakses data tersebut.


(26)

Kebanyakan aplikasi memiliki pengaturan privasi, tetapi banyak pengguna yang tidak sadar akan hal itu. Data tersebut ditransmisikan tanpa sepengetahuan pengguna telepon pintar.

4. Phising

Orang lain dapat mencuri data-data penting kita seperti password, nomor kartu kredit menggunakan aplikasi palsu atau pesan (sms, email) yang kelihatannya asli.

5. Spyware

Telepon pintar yang memiliki spyware didalamnya memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengakses atau mengubah data pribadi pengguna telepon pintar.

6. Pencurian data menggunakan jaringan palsu

Penyerang menggunakan titik akses jaringan (network access point) palsu dan pengguna telepon pintar melakukan koneksi dengan jaringan tersebut. Hal ini menyebabkan penyerang dapat melakukan intersepsi atas komunikasi pengguna telepon pintar dan melancarkan aksi serangan lain seperti pencurian data.

7. Pengawasan

Mengawasi seseorang dengan menggunakan telepon pintar target. 8. Diallerware

Penyerang mencuri uang dari pengguna telepon pintar dengan cara menggunakan malware yang menggunakan pelayanan sms premium secara tersembunyi.

9. Financial malware

Malware yang secara spesifik didesain untuk mencuri nomor kartu kredit, data online banking atau mengalihkan transaksi online banking atau transaksi elektronik.

10.Kongesti jaringan

Beban jaringan berlebihan akibat penggunaan telepon cerdas yang berlebihan dan mengakibatkan terputusnya jaringan pengguna telepon cerdas (Hogben, 2010).


(27)

2.5. Tajam Penglihatan dan Telepon Pintar

Menurut Dian Siswarini, Sekretaris Jenderal ATSI, layanan data internet kini menjadi bagian dari aktivitas harian pelanggan ponsel di Indonesia. Ia mencatat sebagian besar pengguna telepon pintar dewasa ini menggunakan perangkat mereka untuk menelusuri internet, membaca berita online, bergaul di jejaring sosial, dan saling mengirim surat elektronik. Untuk itu, pengguna telepon pintar akan menghabiskan waktunya untuk menatap pada layar telepon dalam waktu yang lama dan jarak yang dekat (bekerja dalam jarak dekat).

Mata yang normal akan beristirahat pada saat melihat jauh sedangkan untuk melihat dekat, diperlukan usaha yang besar dari otot siliaris dalam mengatur bentuk dari lensa mata. Hal ini menempatkan otot siliaris berada dalam suatu keadaan stress. Kita dapat menganalogikannya seperti mengangkat beban. Dengan secara terus-menerus menambah beban yang kita gunakan untuk latihan, otot-otot yang kita gunakan akan berada pada kondisi stress yang berat. Otot-otot kita akan merespon dengan bertambah besar dan kuat sehingga beban yang diberikan dapat dilakukan dengan usaha yang lebih sedikit. Dengan kata lain, otot-otot kita akan beradaptasi (Jackson, 1970).

Hal yang serupa juga terjadi pada mata sewaktu akomodasi. Tetapi otot siliaris tidak bertambah besar atau kuat melainkan mengalami spasme sementara. Ini merupakan adaptasi mata untuk bekerja dalam jarak dekat. Bila kita terus-menerus bekerja dalam jarak dekat, spasme ini akan bertahan dalam beberapa bulan atau tahun. Spasme otot siliaris yang kronik akan menginisiasi pemanjangan dari axis bola mata (Jackson, 1970).

Hal yang menginisiasi pemanjangan dari axis bola mata adalah merupakan peran neuromodulator seperti dopamin, serotonin dan neuropeptida. Pelepasan neuromodulator akan menyebabkan perubahan struktur sklera yang dimodulasi oleh pembentukan proteoglikan. Meningkatnya jumlah proteoglikan menyebabkan penurunan pertumbuhan panjang axis bola mata. Sebaliknya, menurunnya jumlah proteoglikan menyebabkan peningkatan pertumbuhan panjang axis bola mata. Akibat dari spasme otot siliaris, maka tidak diperlukan lagi akomodasi sewaktu bekerja dalam jarak dekat sehingga akan menurunkan pelepasan dari


(28)

neuromodulator. Hal inilah yang mengakibatkan pemanjangan dari axis bola mata (Troilo, Nickla & Wallman, 2000).

Bertambah panjangnya axis bola mata bertujuan agar tidak diperlukan lagi usaha yang besar sewaktu bekerja dalam jarak dekat. Akan tetapi, setelah bola mata bertambah panjang, mata tidak akan dapat melihat dengan jelas sewaktu melihat jauh (Jackson, 1970). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Emily C. Woodman, dkk (2010), memang terbukti terjadi pemanjangan axis bola mata yang signifikan setelah bekerja dalam jarak dekat.

Penggunaan telepon pintar akan meningkatkan daya akomodasi mata yang akhirnya berdampak pada penurunan tajam penglihatan. Hal ini terjadi karena pengguna telepon pintar cenderung menatap layar telepon pintar pada jarak yang terlalu dekat sehingga beban kerja mata bertambah berat dalam melakukan akomodasi untuk menyesuaikan pemfokusan pada mata. Bahkan, efek lain penggunaan telepon pintar adalah penglihatan menjadi kabur, kelelahan pada mata dan sakit kepala (Rosenfield, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mark Rosenfield, D.O., Ph.D., seorang profesor optalmologi di Amerika Serikat, 130 relawan yang menjadi kelompok pertama dengan umur rata-rata 23.2 tahun, diminta untuk mengirim dan membaca SMS dari telepon pintar mereka. Kelompok kedua berjumlah 100 relawan dengan umur rata-rata 24.9 tahun, diminta untuk membaca situs internet melalui telepon pintar mereka. Peneliti kemudian mengukur jarak pandang antara layar telepon pintar ke mata relawan serta besarnya tulisan yang dibaca relawan (Rosenfield, 2011).

Hasil penelitian Rosenfield menunjukkan bahwa jarak pandang rata-rata mata relawan ke layar telepon pintar bertambah dekat dibandingkan dengan jarak pandang normal yang aman untuk mata. Pada saat mengirim dan membaca SMS, jaraknya hanya sekitar 14 inci (36 cm) dengan tulisan yang 10% lebih besar dari tulisan di surat kabar. Tetapi, ketika membaca situs internet melalui telepon pintar, jarak pandang rata-rata relawan adalah 12.6 inci (32 cm) dengan tulisan yang 20% lebih kecil dari besar tulisan di surat kabar. Sementara, jarak yang aman untuk mata saat membaca surat kabar, buku atau majalah adalah 16 inci (40 cm).


(29)

Hasil ini menunjukkan beban kerja mata pada pengguna telepon pintar lebih berat. Membaca pada jarak yang dekat memaksa mata untuk bekerja lebih keras dalam mempertahankan pemfokusan pada suatu objek. Membaca tulisan yang kecil juga akan menambah beban kerja mata. Makin beratnya mata dalam bekerja, maka makin bertambahnya resiko untuk terjadi regangan pada mata (eye strain) yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan.


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian, latar belakang dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Pengguna Telepon

Pintar

Bukan Pengguna Telepon Pintar

Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Visus Mata Pemeriksaan Tajam

Penglihatan

Visus Mata

Uji Statistik


(31)

3.2. Definisi Operasional

1. Tajam penglihatan didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan yang bergantung pada tingkat kejelasan upaya pemfokusan di retina. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari, lambaian tangan ataupun proyeksi sinar.

 Cara Ukur : Pemeriksaan Langsung  Alat Ukur : Snellen Chart, Hitung Jari  Hasil Ukur :

1. Tajam penglihatan normal : Visus mata 5/6 atau 6/6 2. Tajam penglihatan menurun : Visus mata dibawah 5/6  Skala Ukur : Nominal

2. Telepon pintar merupakan telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi dan memiliki fitur canggih seperti kemampuan internet, membaca e-mail, kemampuan membaca buku elektronik (e-book), chatting/instant messaging serta mempunyai banyak aplikasi.

 Cara Ukur : Wawancara  Alat Ukur : Kuesioner

 Hasil Ukur : berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dengan kategori :

1. Ya = Menggunakan telepon pintar (Smartphone)

2. Tidak = Tidak menggunakan telepon pintar (Smartphone)  Skala Ukur : Nominal

3.3. Hipotesis

Ada perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.


(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional, yang dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu saat (point time approach).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (Juli – September 2011) terhadap siswa SMA St. Thomas 1 Medan. Penulis memilih sekolah tersebut karena pada umumnya tingkat sosial ekonominya menengah ke atas dan juga sebagian besar populasinya menggunakan telepon pintar.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah siswa tingkat X, XI dan XII tahun pelajaran 2011/2012. Alasan penulis memilih tingkat tersebut adalah karena penulis mengganggap siswanya lebih mengerti mengenai telepon pintar sehingga proporsi yang menggunakan telepon pintar lebih banyak dibandingkan tingkat lainnya.

Kriteria inklusi populasi pada penelitian ini adalah:

a. Merupakan siswa tingkat X, XI dan XII SMA St. Thomas 1 Medan. b. Menyetujui untuk menjadi responden setelah diberikan penjelasan

mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian (informed consent).


(33)

d. Tidak mempunyai kelainan refraksi pada mata atau kelainan mata lainnya sebelum menggunakan telepon pintar.

Kriteria eksklusi populasi pada penelitian ini adalah: a. Tidak mengisi seluruh pertanyaan pada kuesioner.

b. Memakai alat bantu penglihatan seperti kacamata atau lensa kontak. c. Mempunyai riwayat trauma pada mata atau kepala.

d. Sering bekerja pada jarak dekat secara terus menerus.

4.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara mengambil sampel tidak acak (non-probability sampling) dengan teknik consecutive sampling, yaitu responden yang telah memiliki kriteria sampel yang diinginkan peneliti berkesempatan menjadi sampel penelitian hingga terpenuhinya jumlah sampel yang telah ditentukan peneliti. Menurut Sastroasmoro (2002), jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi, yaitu:

�1 = �2 = ����2��+����1�1+�2�2�

2 (�1−�2)2

dengan:

n1 : besar sampel minimum pada populasi pertama n2 : besar sampel minimum pada populasi kedua

Zα : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

Zβ : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu P1 : harga proporsi di populasi pertama

P2 : harga proporsi di populasi kedua P : 1/2 (P1+P2)

Q : 1-P Q1 : 1-P1 Q2 : 1-P2


(34)

Berdasarkan rumus tersebut, maka populasi n1 dan n2 dapat didapatkan dengan menggunakan nilai, Zα = 1.96 yang didapatkan dari tabel distribusi Z pada

α (2 arah) = 0.05. Zβ = 0.842, didapatkan dari tabel distribusi Z dengan power =

80%. P1 dan P2 ditetapkan oleh peneliti, P1 = 0.5 dan P2 = 0.25. P didapatkan dengan memasukkan rumus P seperti yang tertera diatas, sehingga didapatkan P = 0.375. Nilai Q juga didapatkan dengan memasukkan rumus Q seperti yang tertera diatas, sehingga didapatkan Q1 = 0.5, Q2 = 0.75, dan Q = 0.625. Dengan menggunakan nilai – nilai ini maka:

n1 = n2 =�1.96�2(0.375 . 0.625) + 0.842�(0.5 .0.5) + (0.25 .0.75)� 2 (0.5−0.25)2

n1 = n2 = 57.68 n1 = n2 = 58

Jadi besar sampel minimum yang diperlukan adalah 116 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari responden melalui wawancara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui apakah subyek menggunakan telepon pintar atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan visus mata menggunakan Snellen Chart.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini ialah data yang diperoleh dari SMA St. Thomas 1 Medan yaitu mengenai data absensi siswa kelas X, XI dan XII. Data ini diperlukan untuk menentukan siswa mana yang akan dijadikan sampel penelitian.


(35)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap ataupun ada kesalahan, maka data tersebut tidak digunakan. Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat yaitu dengan uji Chi Square untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna pada penurunan tajam penglihatan siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang menggunakan telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.


(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data penelitian berlangsung selama 4 hari, tepatnya pada tanggal 23 Agustus 2011 – 26 Agustus 2011 di SMA St. Thomas 1 Medan. Sebanyak 118 orang siswa dan siswi SMA yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian diberikan penjelasan lisan dan tertulis untuk kemudian menandatangani lembar informed consent.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Hasil Penelitian

Penelitian dengan judul “Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan” dilakukan di SMA St. Thomas 1 Medan. Adapun sekolah tersebut bernaung dibawah Yayasan Perguruan Katolik Don Bosco KAM.

5.1.1.1. SMA St. Thomas 1 Medan

SMA St. Thomas 1 Medan berdiri pada tahun 1955 dan berstatus sekolah swasta. SMA ini adalah milik Keuskupan Agung Medan dengan wewenang mengelola sekolah ini diserahkan mula-mula kepada Seksi Pendidikan dan Pengajaran Keuskupan Agung Medan sampai dengan tanggal 27 Nopember 1982. Sejak tanggal 27 Nopember 1982 tersebut hingga sekarang, SMA ini diserahkan kepada Yayasan Perguruan Katolik Don Bosco Keuskupan Agung Medan. Adapun sekolah yang dipimpin oleh Bapak Drs. Johannes O Fian telah terakreditasi dengan predikat A.

Secara demografis sekolah ini terletak di pusat kota Medan, yaitu di Jalan S. Parman No. 109 Medan. Pada bulan Agustus 2011 terdapat 1.214 siswa yang sedang menempuh pendidikan di SMA St. Thomas 1 Medan. Adapun rician jumlah siswa dan rinciannya bisa dilihat di tabel 5.1.


(37)

Tabel 5.1.

Distribusi Siswa-Siswi SMA St. Thomas 1 Medan Tahun Ajaran 2011 / 2012 Jumlah Siswa

Kelas Putra Putri Total Siswa

X 242 232 474

XI 175 198 373

XII 184 183 367

Total Siswa 601 613 1.214

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden Tabel 5.2.

Distribusi Karakteristik Responden

No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase 1 Jenis Kelamin

Laki-Laki 53 44.9

Perempuan 65 55.1

Total 118 100

2 Usia

15 tahun 16 13.6

16 tahun 61 51.7

17 tahun 41 34.7

Total 118 100

3 Penggunaan Telepon Pintar

Ya 60 50.8

Tidak 58 49.2

Total 118 100

4 Tajam Penglihatan

Normal 99 83.9

Menurun 19 16.1


(38)

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, sampel terbanyak pada penelitian ini adalah perempuan. Sampel yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 65 responden dengan persentase 55.1 dibandingkan jumlah seluruh sampel. Sedangkan sampel yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 53 responden dengan persentase 44.9 dibandingkan jumlah seluruh sampel.

Berdasarkan karakteristik usia, sampel terbanyak pada penelitian ini adalah yang berusia 16 tahun dengan jumlah 61 responden. Rata-rata usia sampel adalah 16.21 tahun dengan standar deviasi 0.665, dimana usia minimum adalah 15 tahun dan usia maksimum adalah 17 tahun. Median usia responden adalah 16 tahun.

Berdasarkan data penggunaan telepon pintar yang diperoleh melalui pengisian kuesioner, pada penelitian ini diperoleh sampel yang menggunakan telepon pintar berjumlah 60 responden, sedangkan sampel yang tidak menggunakan telepon pintar berjumlah 58 responden.

Berdasarkan data tajam penglihatan yang diperoleh melalui pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan Snellen Chart, dari 118 responden yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian, 99 responden memiliki tajam penglihatan yang normal yaitu 20/20 atau 20/25 dengan persentase 83.9, sedangkan sampel yang tajam penglihatannya menurun berjumlah 19 responden dengan persentase 16.1 dibandingkan jumlah seluruh sampel.

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.1. Distribusi Silang Penggunaan Telepon Pintar Terhadap Tajam Penglihatan

Pada penelitian ini, ingin dibuktikan apakah ada perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar. Dari 60 responden yang menggunakan telepon pintar, didapati 13 responden yang tajam penglihatannya menurun, sedangkan pada 58 responden yang tidak menggunakan telepon pintar, didapati 6 responden yang tajam penglihatannya menurun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.3.


(39)

Tabel 5.3.

Distribusi Silang Penggunaan Telepon Pintar Terhadap Tajam Penglihatan Tajam Penglihatan

Normal Menurun Total

Telepon Pintar Ya 47 13 60

Tidak 52 6 58

Total 99 19 118

Hasil pada tabel 5.3. kemudian diuji dengan uji Chi Square yang menunjukkan bahwa pada penelitian ini dapat menggunakan uji Chi Square karena tidak ada sel yang memiliki nilai ekspektasi kurang dari 5. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh nilai Chi Square sebesar 2.798 dan nilai p value sebesar 0.094 dengan tingkat signifikansi 5%. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa nilai p value > α = 5% sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar.


(40)

5.2. Pembahasan

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, struktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat (Riordan-Eva, 2007). Status ketajaman penglihatan mata seseorang dapat ditentukan dengan menggunakan Snellen Chart (Ilyas, 2009). Kriteria yang digunakan dalam menentukan apakah seseorang mengalami penurunan ketajaman penglihatan yaitu apabila nilai visus mata dari hasil pengukuran menggunakan Snellen Chart memiliki nilai < 0.8 (Gianini, 2004).

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square, dalam penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar yang ditandai dengan nilai p value > 0.05. Hal ini berarti penggunaan telepon pintar tidak berdampak pada penurunan ketajaman penglihatan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mark Rosenfield, D.O., Ph.D., seorang profesor optalmologi di Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa pengguna telepon pintar lebih beresiko untuk mengalami regangan pada mata karena mereka memegang telepon pintarnya lebih dekat ke mata daripada saat membaca surat kabar. Mereka juga membaca tulisan yang lebih kecil dari tulisan di surat kabar (Rosenfield, 2011).

Penggunaan telepon pintar akan meningkatkan daya akomodasi mata yang akhirnya berdampak pada penurunan tajam penglihatan. Hal ini terjadi karena pengguna telepon pintar cenderung menatap layar telepon pintar pada jarak yang terlalu dekat sehingga beban kerja mata bertambah berat dalam melakukan akomodasi untuk menyesuaikan pemfokusan pada mata. Bahkan, efek lain penggunaan telepon pintar adalah penglihatan menjadi kabur, kelelahan pada mata dan sakit kepala (Rosenfield, 2011).

Penelitian Rosenfield menunjukkan bahwa beban kerja mata pada pengguna telepon pintar lebih berat. Membaca pada jarak yang dekat memaksa mata untuk bekerja lebih keras dalam mempertahankan pemfokusan pada suatu


(41)

objek. Membaca tulisan yang kecil juga akan menambah beban kerja mata. Makin beratnya mata dalam bekerja, maka makin bertambahnya resiko untuk terjadi regangan pada mata (eye strain) yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan.

Penurunan tajam penglihatan juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu sarana media visual seperti televisi, komputer, maupun video game sehingga aktivitas melihat dekat dan lama lebih sering dilakukan. Terdapat teori yang menyatakan bahwa faktor gaya hidup yaitu aktivitas melihat dekat yang terlalu banyak, seperti membaca buku, melihat layar komputer, bermain video game, menonton televisi, dapat menyebabkan ketegangan otot siliaris mata sehingga mengakibatkan gangguan otot untuk melihat jauh. Menurut sebuah penelitian, menonton televisi lebih dari 2 jam sehari dengan jarak 2 meter dapat meningkatkan resiko terjadinya kelainan tajam penglihatan (Fachrian, 2009).

Pada penelitian ini memang tidak terbukti adanya perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar. Beberapa hal yang berpotensi menyebabkan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian terdahulu dan juga yang menjadi kelemahan penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian ini bersifat cross sectional, sehingga memperbesar peluang terjadinya selection bias dan confounding oleh karena pengumpulan data hanya satu kali dan pada satu waktu.

2. Penilaian kelainan refraktif pada mata responden bersifat subjektif sehingga dapat mengurangi sensitivitas data.

3. Penelitian ini merupakan penelitian univariat, yang hanya meneliti faktor resiko penggunaan telepon pintar, sehingga peneliti tidak memperhatikan banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar pada siswa SMA St. Thomas 1 Medan.

2. Proporsi siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang menggunakan telepon pintar yang mengalami penurunan tajam penglihatan adalah 21.7%. Dari 60 responden yang menggunakan telepon pintar, didapati 13 responden yang tajam penglihatannya menurun.

3. Proporsi siswa SMA St. Thomas 1 Medan yang tidak menggunakan telepon pintar yang mengalami penurunan tajam penglihatan adalah 10.3%. Dari 58 responden yang tidak menggunakan telepon pintar, didapati hanya 6 responden yang tajam penglihatannya menurun.

6.2. Saran

Beberapa rekomendasi dari peneliti sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, yaitu:

1. Peneliti mengharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai dampak penggunaan telepon pintar terhadap tajam penglihatan dengan metode penelitian yang lebih baik lagi misalnya penelitian prospektif.

2. Bagi peneliti lain yang hendak meneliti hal yang sama, sebaiknya turut memperhatikan berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, misalnya lama penggunaan telepon pintar, jarak pandang mata ke layar telepon pintar dan juga kebiasaan bekerja pada jarak dekat secara terus menerus (bermain komputer, membaca buku, menonton televisi).

3. Dalam menilai kelainan refraksi pada mata responden sebelum melakukan penelitian, sebaiknya dilakukan secara objektif karena hasilnya akan lebih akurat sehingga sensitivitas data akan tinggi.


(43)

4. Peneliti menyarankan bagi pengguna telepon pintar untuk menjaga jarak pandang mata ke layar telepon pintar agar jangan terlalu dekat, minimal 16 inci (sekitar 40 cm). Apabila ingin membaca situs internet, sebaiknya tulisannya diperbesar dengan cara zoom-in. Beberapa cara tersebut dapat mengurangi beban kerja mata sehingga kesehatan mata juga akan terjaga. 5. Tips untuk mencegah kelelahan pada mata bagi pengguna telepon pintar,

terapkanlah prinsip 20/20/20 yaitu berhenti setiap 20 menit untuk melihat objek lain yang letaknya 20 kaki selama setidaknya 20 detik.

6. Lakukanlah pemeriksaan mata secara teratur dan segera konsultasi ke dokter spesialis mata bila anda mulai merasakan gangguan pada penglihatan.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D.M., 2007. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 31st ed. Philadephia: Saunders.

Anderson, P., Blackwood, A., 2004. Mobile and PDA technologies and their future use in education. Bristol: JISC Technology and Standards Watch.

Fachrian, D., Rahayu, A.R., Naseh, A.P., dkk. 2009. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan Pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6.

Gianini, R.J., Masi, E., Coelho, E.C., Oréfice, F.R., Moraes, R.A., 2004. Prevalence of Low Visual Acuity in Public School’s Students from Brazil. Rev Saúde Pública 38(2).

Hogben, G., 2010. Smartphone security: Information security risks, opportunities and recommendations for users. Heraklion: ENISA - European Network and Information Security Agency.

Ilyas, H.S., 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 44-47; 64-68.

International Telecommunication Union, 2009. Information Society Statistical Profiles 2009 Asia and the Pacific. Bangkok: International Telecommunication Union.

Jackson, D.C., 1970. United Model for Accomodative Mechanism. American Journal of Ophthalmology 69 no. 6.


(45)

Khurana, A.K., 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Limited.

Leat, S.J., Yadav, N.K., Irving, E.L., 2009. Development of Visual Acuity and Contrast Sensitivity in Children. J Optom 2: 19-26.

Lenhart, A., Madden, M., Hitlin, P., 2005. Youth are leading the transition to a fully wired and mobile nation. Washington, D.C: Pew Internet & American Life Project.

Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P., 2009. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed. 17. Jakarta: EGC, 28-32.

Rosenfield, M., et al. 2011. Font Size and Viewing Distance of Handheld Smartphones. Optometry and Vision Science 88: 795-797.

Saladin, K.S., 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd ed. New York: McGraw-Hill.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 273.

Saw, S., et al. 2003. Causes of Low Vision and Blindness in Rural Indonesia. Br J Ophthalmol 87: 1075-1078.

Seeley, R.R., Stephens, T.D., Tate, P., 2006. Anatomy and Physiology. 7th ed. New York: McGraw-Hill.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed. 2. Jakarta: EGC, 161-166.


(46)

Shiraishi, Y., Ishikawa, D., Sano, S., Sakurai, K., 2010. Smartphone Trend and Evolution in Japan. Tokyo: Mobile Computing Promotion Consortium.

Signorini, E., Hochmuth, P., 2010. Consumerization of the Mobile Enterprise.

Massachusetts: Yankee Group.

Troilo, D., Nickla, D.L., Wallman, J., 2000. Choroidal thickness changes during altered eye growth and refractive state in a primate. Invest. Ophthal. Vis. Sci. 41: 1249-1258.

White, M., 2010. Information anywhere, any when: The role of the smartphone. London: Business Information Review.

Xu, L., et al. 2005. Visual Acuity in Northern China in an Urban and Rural Population: the Beizing Eye Study. Br J Ophthalmol 89: 1089-1093.


(47)

LAMPIRAN II

LEMBAR PENJELASAN Dengan Hormat,

Saya selaku mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Utara dengan: Nama : Ardytia Lesmana

Stambuk : 2008

akan melaksanakan penelitian dengan judul “Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan”.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon pintar dengan yang tidak menggunakan telepon pintar. Pada penelitian ini, diperlukan beberapa data yang akan dikumpulkan seperti nama lengkap, jenis kelamin, usia, gangguan penglihatan, penggunaan alat bantu penglihatan, pengguna smartphone atau bukan, nilai ketajaman penglihatan (visual acuity), serta riwayat trauma pada mata atau kepala.

Selain data ketajaman penglihatan, data-data lain yang telah disebutkan diatas didapatkan dari wawancara langsung dengan siswa oleh peneliti. Data ketajaman penglihatan akan dinilai menggunakan Snellen Chart, dimana siswa-siswi yang terpilih menjadi subyek penelitian akan diminta untuk membaca beberapa huruf yang terdapat pada Snellen Chart tersebut. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh tenaga ahli yang berkompetensi dalam melakukan pengukuran dan akan diawasi secara langsung oleh peneliti. Lamanya wawancara dan pengukuran mata untuk setiap anak akan memakan waktu sekitar 5 menit.

Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Identitas pribadi Saudara/i sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang telah diberikan


(48)

hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenakan baiaya apapun.

Apabila masih terdapat ketidakjelasan dalam hal pelaksanaan penelitian, segala pertanyaan yang ada dapat secara langsung ditanyakan kepada peneliti yang dapat dihubungi pada nomor telepon 087868501850. Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesediaan Saudara/i menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya menyampaikan terima kasih.

Medan, 2011 Peneliti,


(49)

LAMPIRAN III

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Umur : Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan dari peneliti tentang “Perbedaan Tajam Penglihatan Antara Pengguna Telepon Pintar Dengan Yang Tidak Menggunakan Telepon Pintar Pada Siswa SMA St. Thomas 1 Medan”, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Demikianlah surat pertanyaan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, 2011 Peserta Penelitian,


(50)

LAMPIRAN IV

KUESIONER

Nama :

Jenis Kelamin* : Laki-laki / Perempuan

Kelas :

Usia : tahun

Gangguan Penglihatan* : Ya / Tidak Alat Bantu Penglihatan* : Ya / Tidak Riwayat Trauma Mata* : Ya / Tidak Riwayat Trauma Kepala* : Ya / Tidak Pengguna Smartphone* : Ya / Tidak

Bila “Ya”, Sudah berapa lama: tahun Visual Acuity* : Snellen Chart / Hitung Jari / Lambaian Tangan /

Persepsi Cahaya

Oculi Dextra

Oculi Sinistra

* Coret yang tidak perlu

Nomor Sampel : Tanggal :

Pemeriksa,

Tanda Tangan Pemeriksa


(51)

(52)

LAMPIRAN VI

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 2.798a 1 .094

Continuity Correctionb 2.023 1 .155 Likelihood Ratio 2.859 1 .091

Fisher's Exact Test .133 .077

Linear-by-Linear Association

2.775 1 .096

N of Valid Cases 118

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.34 b. Computed only for a 2x2 table


(53)

(54)

(55)

LAMPIRAN IX

TABEL DATA INDUK PENELITIAN No.

Jenis Kelamin

Usia

(Tahun) Smartphone

Oculi Dextra

Oculi

Sinistra Tajam Penglihatan

1 Laki-Laki 17 Ya 0.5 0.7 Menurun

2 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

3 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

4 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

5 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

6 Laki-Laki 16 Ya 0.7 0.5 Menurun

7 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

8 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

9 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

10 Laki-Laki 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

11 Laki-Laki 16 Ya 0.8 1 Normal

12 Laki-Laki 17 Ya 0.8 1 Normal

13 Laki-Laki 17 Ya 0.7 0.7 Menurun

14 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

15 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

16 Laki-Laki 17 Ya 0.7 0.5 Menurun

17 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

18 Perempuan 16 Ya 0.8 0.8 Normal

19 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

20 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

21 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

22 Laki-Laki 17 Ya 0.8 0.8 Normal

23 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

24 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

25 Laki-Laki 16 Ya 0.8 0.8 Normal

26 Perempuan 17 Ya 0.5 0.7 Menurun

27 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

28 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

29 Perempuan 15 Ya 0.8 0.8 Normal

30 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

31 Perempuan 17 Ya 1 1 Normal

32 Perempuan 16 Ya 0.5 0.7 Menurun

33 Laki-Laki 16 Ya 0.8 1 Normal

34 Perempuan 17 Ya 0.8 1 Normal

35 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

36 Perempuan 17 Ya 0.7 0.7 Menurun


(56)

38 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

39 Perempuan 17 Ya 0.7 0.5 Menurun

40 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

41 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

42 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

43 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

44 Perempuan 15 Ya 0.8 0.8 Normal

45 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

46 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

47 Perempuan 15 Ya 0.8 1 Normal

48 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

49 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

50 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

51 Perempuan 16 Ya 0.8 0.8 Normal

52 Perempuan 16 Ya 0.5 0.7 Menurun

53 Perempuan 15 Ya 1 0.8 Normal

54 Laki-Laki 17 Ya 0.8 0.8 Normal

55 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

56 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

57 Laki-Laki 16 Ya 1 1 Normal

58 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

59 Laki-Laki 16 Ya 0.8 0.8 Normal

60 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

61 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

62 Perempuan 17 Tidak 0.8 1 Normal

63 Perempuan 16 Tidak 1 1 Normal

64 Perempuan 17 Tidak 1 0.8 Normal

65 Laki-Laki 17 Tidak 0.8 0.8 Normal

66 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

67 Laki-Laki 15 Tidak 0.8 0.8 Normal

68 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

69 Perempuan 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

70 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 1 Normal

71 Laki-Laki 15 Tidak 1 0.8 Normal

72 Perempuan 16 Tidak 1 1 Normal

73 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

74 Laki-Laki 16 Tidak 0.7 0.7 Menurun

75 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

76 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

77 Perempuan 17 Tidak 1 1 Normal


(1)

(2)

LAMPIRAN VI

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 2.798a 1 .094

Continuity Correctionb 2.023 1 .155 Likelihood Ratio 2.859 1 .091

Fisher's Exact Test .133 .077

Linear-by-Linear Association

2.775 1 .096

N of Valid Cases 118

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.34 b. Computed only for a 2x2 table


(3)

(4)

(5)

LAMPIRAN IX

TABEL DATA INDUK PENELITIAN No.

Jenis Kelamin

Usia

(Tahun) Smartphone

Oculi Dextra

Oculi

Sinistra Tajam Penglihatan

1 Laki-Laki 17 Ya 0.5 0.7 Menurun

2 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

3 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

4 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

5 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

6 Laki-Laki 16 Ya 0.7 0.5 Menurun

7 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

8 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

9 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

10 Laki-Laki 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

11 Laki-Laki 16 Ya 0.8 1 Normal

12 Laki-Laki 17 Ya 0.8 1 Normal

13 Laki-Laki 17 Ya 0.7 0.7 Menurun

14 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

15 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

16 Laki-Laki 17 Ya 0.7 0.5 Menurun

17 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

18 Perempuan 16 Ya 0.8 0.8 Normal

19 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

20 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

21 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

22 Laki-Laki 17 Ya 0.8 0.8 Normal

23 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

24 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

25 Laki-Laki 16 Ya 0.8 0.8 Normal

26 Perempuan 17 Ya 0.5 0.7 Menurun

27 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

28 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

29 Perempuan 15 Ya 0.8 0.8 Normal

30 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

31 Perempuan 17 Ya 1 1 Normal

32 Perempuan 16 Ya 0.5 0.7 Menurun

33 Laki-Laki 16 Ya 0.8 1 Normal

34 Perempuan 17 Ya 0.8 1 Normal

35 Laki-Laki 17 Ya 1 1 Normal

36 Perempuan 17 Ya 0.7 0.7 Menurun


(6)

38 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

39 Perempuan 17 Ya 0.7 0.5 Menurun

40 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

41 Perempuan 17 Ya 1 0.8 Normal

42 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

43 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

44 Perempuan 15 Ya 0.8 0.8 Normal

45 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

46 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

47 Perempuan 15 Ya 0.8 1 Normal

48 Perempuan 16 Ya 0.7 0.7 Menurun

49 Laki-Laki 15 Ya 0.8 0.8 Normal

50 Perempuan 16 Ya 1 0.8 Normal

51 Perempuan 16 Ya 0.8 0.8 Normal

52 Perempuan 16 Ya 0.5 0.7 Menurun

53 Perempuan 15 Ya 1 0.8 Normal

54 Laki-Laki 17 Ya 0.8 0.8 Normal

55 Laki-Laki 16 Ya 1 0.8 Normal

56 Perempuan 16 Ya 0.8 1 Normal

57 Laki-Laki 16 Ya 1 1 Normal

58 Perempuan 17 Ya 0.8 0.8 Normal

59 Laki-Laki 16 Ya 0.8 0.8 Normal

60 Perempuan 16 Ya 1 1 Normal

61 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

62 Perempuan 17 Tidak 0.8 1 Normal

63 Perempuan 16 Tidak 1 1 Normal

64 Perempuan 17 Tidak 1 0.8 Normal

65 Laki-Laki 17 Tidak 0.8 0.8 Normal

66 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

67 Laki-Laki 15 Tidak 0.8 0.8 Normal

68 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

69 Perempuan 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

70 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 1 Normal

71 Laki-Laki 15 Tidak 1 0.8 Normal

72 Perempuan 16 Tidak 1 1 Normal

73 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

74 Laki-Laki 16 Tidak 0.7 0.7 Menurun

75 Laki-Laki 16 Tidak 1 1 Normal

76 Laki-Laki 16 Tidak 0.8 0.8 Normal

77 Perempuan 17 Tidak 1 1 Normal