Karakteristik Kelumpuhan Okular Motor di RSUP H.Adam Malik Medan

(1)

KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR

MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh Gelar Magister kedokteran dalam Bidang Ilmu Kesehatan

Mata

Oleh

BOBBY RAMSES ERGUNA SITEPU

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS

ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

TAHUN 2012


(2)

Medan , Juli 2012

Tesis dengan judul

KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR MOTOR

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh komisi pembimbing

Ketua

Prof. dr. H. Aslim D. Sihotang, Sp. M (KVR)

Anggota

Dr. Suratmin, Sp. M (K) 19450714 196902 1 001

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Mata

Dr. Aryani A. Amra, Sp. M 19640504 199203 2 003


(3)

KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR

MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

TUJUAN

Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011.

METODE

Penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif observasional, dengan menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.

HASIL

Kelumpuhan okular motor berjumlah 24 pasien. 10 orang (41,6%) diantaranya mengalami kelumpuhan nervus III, 9 orang (37,5%) mengalami kelumpuhan nervus VI, dan 5 orang (20,8%) mengalami kelumpuhan multiple nervus kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai kelumpuhan nervus III dan nervus VI. Penyebabnya yang terbanyak disebabkan oleh trauma kepala (50%), selanjutnya oleh neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).

KESIMPULAN

Kelumpuhan okular motor terdiri dari kelumpuhan nervus III, IV dan VI. Yang termasuk penyebabnya adalah trauma kepala, neoplasma, dan aneurisma.


(4)

CHARACTERISTIC OF OCULAR MOTOR

PALSY IN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRACT

AIM

To determine characteristic of ocular motor palsy in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2011.

METHODS

The study was design as deskriptive observational with retrospective chart review. It perform by medical record from Neuro-Ophthalmology department of Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan in 2011.

RESULT

There were 24 patients with ocular motor palsy. Third nerve palsy was present in 10 patients (41,6%), sixth nerve palsy in 9 patients (37,5%), and multiple cranial nerve palsy in 9 patients (37,5%). None fourth nerve palsy without accompanying by third nerve palsy and sixth nerve palsy, which mean multipel cranial nerve palsy in 5 patients (20,8). The main cause is head trauma (50%), followed by neoplasm (20,8%) dan aneurysme (29,1%).

CONCLUSION

Ocular motor cranial nerve palsies consist of third, fourth, and sixth nerve palsies. The cause were include head trauma, neoplasm and aneurysm.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya serta dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan dalam menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister kedokteran dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan, khususnya tentang Karakteristik Kelumpuhan Okular Motor di RSUP H.Adam Malik Medan.

Dengan selesainya tulisan dan laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

• Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinis di Fakultas Kedokteran USU.

• Ketua Program Magister Kedokteran Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam memberikan bimbingan, nasehat dan petunjuk dalam pendidikan Magister Kedokteran Klinis ini.

• Prof. Dr. Aslim D. Sihotang, SpM (KVR) yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan tesis ini menjadi lebih baik.

• Dr. Suratmin, SpM (K) yang banyak memberikan ilmu yang bermanfaat selama pembuatan tesis ini, saya mengucapkan terima kasih.

• Dr. Delfi, SpM (K), Dr. Aryani A. Amra, SpM, sebagai Kepala Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinis.


(6)

• Teman sejawat di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah banyak memberikan saran dan masukan terhadap penelitian ini.

• Direktur RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan sarana untuk dapat melakukan penelitian ini.

Terima kasih buat istriku tercinta Irenia Vidia Brahmana, SE dan anak-anak yang kusayangi : Karyn Zefanya Sitepu dan Caleb Nygel Sitepu yang selalu setia mendampingi dalam suka dan duka, kasih sayang dan dorongan serta doa yang telah diberikan selama ini.

Akhirnya terima kasih kepada para Residen Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata, para tenaga medis, refraksionis dan administrasi SMF Mata RSUP H. Adam Malik serta pasien yang mau menjadi bagian dalam penelitian ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih akan melimpahkan berkatNya kepada kita semua. Amin.

Medan, Juli 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... III

ABSTRACT ... IV

KATA PENGANTAR ... V

DAFTAR ISI ... VII

DAFTAR TABEL... IX

DAFTAR GAMBAR ... X

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1LATAR BELAKANG ... 1

I.2 IDENTIFIKASI MASALAH ... 2

I.3 TUJUAN PENELITIAN ... 2

I.4 MANFAAT PENELITIAN ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 NEUROANATOMI NERVUS KRANIAL OKULAR MOTOR ... 4

2.2 OTOT-OTOT EKSTRA OKULAR ... 7

2.3 PERGERAKAN BOLA MATA ... 8

2.4 KELUMPUHAN OKULAR MOTOR ... 9

2.5 ETIOLOGI ... 11

2.6 PEMERIKSAAN KLINIS ... 12


(8)

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ... 18

3.1 KERANGKA OPERASIONAL ... 18

3.2 DEFENISI OPERASIONAL ... 18

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 19

4.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 19

4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... 19

4.3 POPULASI DAN SAMPEL ... 19

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI ... 19

4.5 IDENTIFIKASI VARIABEL ... 20

4.6 CARA KERJA ... 20

4.7 ANALISA DATA ... 21

4.8 PERTIMBANGAN ETIKA ... 21

4.9 PERSONALIA PENELITIAN ... 21

4.10 BIAYA PENELITIAN ... 21

BAB V HASIL PENELITIAN ... 22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 27


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular ... 5

Tabel 2.2. Fungsi Muskulus Ekstra Okular ... 5

Tabel 5. 1. Data pasien dengan kelumpuhan okular motor ... 22

Tabel 5. 2. Jumlah dan penyebab kelumpuhan okular motor ... 23

Tabel 5. 3. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus III ... 24

Tabel 5. 4. Jumlah terjadinya ptosis dan keterlibatan pupil pada kelumpuhan nervus III... 25

Tabel 5.5. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus VI ... 25


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius ... 5

Gambar 2. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral ... 5

Gambar 3. Jaras Pupil ... 6


(11)

KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR

MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

TUJUAN

Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011.

METODE

Penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif observasional, dengan menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.

HASIL

Kelumpuhan okular motor berjumlah 24 pasien. 10 orang (41,6%) diantaranya mengalami kelumpuhan nervus III, 9 orang (37,5%) mengalami kelumpuhan nervus VI, dan 5 orang (20,8%) mengalami kelumpuhan multiple nervus kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai kelumpuhan nervus III dan nervus VI. Penyebabnya yang terbanyak disebabkan oleh trauma kepala (50%), selanjutnya oleh neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).

KESIMPULAN

Kelumpuhan okular motor terdiri dari kelumpuhan nervus III, IV dan VI. Yang termasuk penyebabnya adalah trauma kepala, neoplasma, dan aneurisma.


(12)

CHARACTERISTIC OF OCULAR MOTOR

PALSY IN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRACT

AIM

To determine characteristic of ocular motor palsy in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2011.

METHODS

The study was design as deskriptive observational with retrospective chart review. It perform by medical record from Neuro-Ophthalmology department of Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan in 2011.

RESULT

There were 24 patients with ocular motor palsy. Third nerve palsy was present in 10 patients (41,6%), sixth nerve palsy in 9 patients (37,5%), and multiple cranial nerve palsy in 9 patients (37,5%). None fourth nerve palsy without accompanying by third nerve palsy and sixth nerve palsy, which mean multipel cranial nerve palsy in 5 patients (20,8). The main cause is head trauma (50%), followed by neoplasm (20,8%) dan aneurysme (29,1%).

CONCLUSION

Ocular motor cranial nerve palsies consist of third, fourth, and sixth nerve palsies. The cause were include head trauma, neoplasm and aneurysm.


(13)

BAB I

P E N D A H U L U A N

I. 1. LATAR BELAKANG

Lesi dari nervus okulomotor (III), trochlear (IV), dan abducens (IV) dapat berlokasi dimana saja mulai dari nuklei okular motor hingga ke terminasi saraf-saraf dari otot-otot ekstra okular pada bola mata. Kelumpuhan saraf okular motor secara klinis dapat ditemukan satu dari empat jalan, yaitu : (a) sebagai satu bagian saja atau komplit kelumpuhan saraf tanpa tanda-tanda neurologik lainnya dan tanpa gejala kecuali berhubungan dengan kelumpuhan saraf itu sendiri, (b) berhubungan dengan gejala seperti nyeri dan proptosis, tetapi tanpa tanda-tanda neurologik atau penyakit sistemik, (c) berhubungan dengan kelumpuhan saraf okular motor lainnya, tetapi tanpa tanda neurologik lainnya, (d) berhubungan dengan tanda-tanda neurologik.

Beberapa peneliti mendapatkan proporsi tertinggi dari kelumpuhan okular motor adalah kelumpuhan nervus abducens(VI) diikuti oleh nervus okulomotor (III), dan kemudian nervus trochlear (IV).

1

Mengetahui penyebab dan pengobatan dari disfungsi saraf kranial harus kritis karena tanpa pengobatan yang baik akan berakibat fatal. Sebagai contoh, kegagalan dalam mendeteksi dan mendiagnosa suatu aneurisma dapat menyebakan pecahnya aneurisma, atau kegagalan dalam mendeteksi kelumpuhan otot ektra okular dapat memperparah keadaan karena kelumpuhan tersebut dapat menjadi tanda pertama adanya tumor otak.

2,3,4,5


(14)

Pemeriksaan penunjang seperti radiologi sangat diperlukan dalam membantu mendiagnosa. Kelumpuhan okular motor yang diakibatkan trauma dan neoplasma dapat dilihat dengan CT Scan, yang diakibatkan stroke dan aneurisma dapat dibantu oleh Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Magnetic Resonance Angiography (MRA).

Beberapa penyakit sistemik yang pernah dilaporkan berperan dalam keterlibatan kelumpuhan okular motor, F Rowe dan VIS group UK melaporkan adanya hubungan dengan stroke, Pissit Preechawat melaporkan aneurisma kelumpuhan saraf III, M J Kupersmith melaporkan hubungan dengan myasthenia gravis, Alejandro Fernandez Coello melaporkan hubungan dengan cedera kepala yang minor.

5,6,7

Kerjasama beberapa disiplin ilmu sangat diperlukan dalam penanganan dan penatalaksanaan lebih lanjut untuk menekan morbiditas dan mortalitas.

4,6,8,9,10,11

I. 2. IDENTIFIKASI MASALAH

Berapa jumlah penderita kelumpuhan okular motor di RSUP H. Adam Malik.

I. 3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.


(15)

Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui penyebab dari kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.

• Untuk mengetahui penyebab dari kelumpuhan okular motor yang berhubungan dengan saraf okular motor yang lainnya.

• Untuk mengetahui apakah ada keterlibatan pupil and ptosis pada kelumpuhan nervus okulomotor (III)

I. 4. MANFAAT PENELITIAN

Dengan penelitian ini dapat dilihat penyebab dari kelumpuhan okular motor dan dapat menentukan pengobatan selanjutnya serta prognosis.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NEUROANATOMI NERVUS KRANIAL OKULAR MOTOR

Pergerakan okular diatur oleh enam otot ekstraokuler. Nervus cranial yang mempersyarafinya adalah nervus III (okulomotorius), nervus IV (troklearis) dan nervus VI (abdusens). Selain itu, Nervus III juga mempersyarafi levator palpebra dan muskulus sfingter pupil.

2.1.1 Neuroanatomi Nervus III ( Okulomotorius )

Area nuclear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea periakuaduktus mesensefali, ventral dari akuaduktus

1. Nukleus parasimpatis yang terletak di medial (nukleus Edinger-Westphal) yang mempersarafi otot-otot intraokular (m. sfingter pupil dan m. siliaris).

, setinggi kolikulus superior. Area ini memiliki dua komponen utama:

12,13

2. Kompleks nukleus okulomotorius, yang terletak lebih lateral yang mempersarafi empat dari enam otot-otot ekstraokular antara lain m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus medialis, m. obliqus inferior. Selain itu, juga mempersarafi m. levator palpebra.12,13

Fasikulus nervus okulomotorius keluar dari batang otak melewati sinus kavernosus dan memasuki rongga orbita melalui fissura orbitalis superior. Bagian parasimpatis saraf berjalan ke ganglion siliar. 12,13, 14


(17)

Gambar 1. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius

(dari http://www.rev.optom.com/handbook/ sect cc.htm.)15

Serabut motorik somatik nervus okulomotorius terbagi menjadi dua divisi. Divisi superior mempersarafi m. levator palpebra dan m. rektus superior. Divisi inferior mempersarafi m. rektus medialis dan inferior, serta m. obliqus inferior.12,13,14

Gambar 2. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral


(18)

REFLEKS PUPIL

Refleks Cahaya

Refleks cahaya terjadi konstriksi pupil yang seimbang dan terjadi bersamaan di kedua mata. Jalur pupil bersamaan dengan jaras penglihatan. Namun pada akhir traktus optic, serat pupil memasuki pretectal midbrain dan nucleus Edinger

Westphal. 12,13,14,17

Refleks melihat dekat

Refleks melihat dekat meliputi akomodasi, konstriksi pupil, dan konvergensi. 12,13,14,17

Gambar 3. Jaras Pupil

(dari fig 9.1, Kanski JJ, chapter 9. Ophthalmology. A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. 2006, p. 226) 18


(19)

2.1.2 Neuroanatomi Nervus IV ( Troklearis)

Nucleus syaraf troklearis terletak di dalam substansia grisea, dorsal dari otak tengah, berdampingan dengan nucleus syaraf okulomotor. Fasikulus nervus troklearis sangat pendek, mengandung 2000 serat syaraf.

Nervus troklearis merupakan satu-satunya syaraf cranial yang keluar dari batang otak, sehingga rentan terganggu oleh trauma kepala. Kemudian melewati sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior mempersyarafi m. oblique superior.

12

12

2.1.3 Neuroanatomi Nervus VI ( Abdusens )

Nervus abdusens berasal dari caudal pons, dibawah ventrikel IV. Nukleusnya mengandung 4000-6000 axon. Fasikulus keluar dari batang otak melewati fossa posterior dan berjalan di bawah ligamen petroklinoid (ligament gruber), selanjutnya memasuki sinus kavernosus dan fisura orbitalis superior mempersyarafi m. rektus lateralis.12

2.2. OTOT OTOT EKSTRAOKULER


(20)

Tabel 2.1. Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular

No

12,14

Origo insersi Inervasi

1

M. Rektus superior anulus zinii dekat fisura orbitalis superior

8 mm di belakang limbus

N III

2

M. Rektus Medialis anulus zinii 5 mm di belakang limbus

N III

3

M. Rektus Inferior anulus zinii 6 mm di belakang limbus

N III

4

M. Oblikus Inferior fossa lakrimal sklera posterior 2 mm dari kedudukan macula

N III

5

M. Oblikus Superior

anulus zinii sklera di belakang

temporal belakang bola mata N IV 6 M. Rektus Lateralis

anulus zinii di atas dan di bawah foramen optic

7 mm di belakang limbus

N VI

2. 3 PERGERAKAN BOLA MATA

Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah yang sama dan pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal melibatkan pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari garis tengah; satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan koordinasi persarafan kedua mata dan pada nuklei otot yang menpersarafi gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. Saraf yang mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu akomodasi, konvergensi, dan refleks cahaya pupil.12,13,14, 19


(21)

Tabel 2.2. Fungsi Muskulus Ekstra Okular

Otot

12,13, 14,19

Aksi primer Aksi sekunder Aksi tersier

M. rektus medialis

Adduksi - -

M. rektus lateralis

Abduksi - -

M. rektus superior

Elevasi Intorsi Adduksi

M. rektus inferior

Depresi Ekstorsi Adduksi

M. Oblikus superior

Intorsi Depresi Abduksi

M. Oblikus inferior

Ekstorsi Elevasi Abduksi

2.4 KELUMPUHAN OKULAR MOTOR

2.4.1 Kelumpuhan nervus III (okulomotorius)

A.Parese nervus okulomotorius dapat dibagi menjadi:

 Eksternal oftalmoplegia :

Kelumpuhan otot-otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius.

 Internal oftalmoplegia :

Reaksi pupil terganggu dan hilangnya refleks akomodasi m. siliaris.

 Kelumpuhan total nervus okulomotorius :

Semua otot intraokular dan semua otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius terkena, disertai dengan hilangnya refleks

akomodasi dan refleks cahaya pupil. Pupil midriasis, dan juga terdapat ptosis.

 Kelumpuhan parsial nervus okulomotorius

Paralisis otot-otot intraokular dan ekstraokular dapat terjadi secara terpisah.14,15,20,21


(22)

B. Sinkinesis okulomotor (Regenerasi aberan nervus okulomotorius)

o Diskinesia kelopak mata saat menatap horizontal akibat M. levator palp

ebra bekerja sewaktu M. rektus medialis bekerja. Fenomena ini ditandai oleh:

o Aduksi sewaktu berusaha melihat ke atas akibat M. rektus medialis

bekerja sewaktu M. rektus superior bekerja.

o Retraksi sewaktu berusaha melihat ke atas karena kedua rektus, yang

bersifat retractor bekerja.

o Pupil pseudo-Argyll Robertson, yaitu tidak ada respon cahaya, tidak ada

respon dekat pada posisi primer tetapi respon “dekat” pada aduksi atau aduksi-depresiakibat persarafan pupil dari M. rektus inferior atau medialis.

o Tanda pseudo-Graefe, dimana terjadi retraksi kelopak mata sewaktu

menatap ke bawah akibat persarafan kelopak dari M. rektus inferior.13,14,20,21

C.Kelumpuhan okulomotor siklik

Kelainan ini memperlihatkan spasme siklik setiap 10-30 detik. Selama selang waktu ini, ptosis membaik dan akomodasi meningkat. Fenomena ini berlanjut seumur hidup tetapi berkurang sewaktu tidur dan meningkat seiring tingkat kewaspadaan.13,14,20,21


(23)

2.4.2 Kelumpuhan Nervus IV (Troklearis)

Pasien mengeluh diplopia vertikal, terutama jika pasien mencoba untuk membaca. Diplopia vertikal makin memburuk jika melihat ke bawah. Pasien mungkin tidak bisa melihat ke bawah dan ke dalam. Kelumpuhan otot oblikus superior menyebabkan deviasi mata ke atas (hipertropia). Hipertropia meningkat sewaktu pasien melihat ke bawah dan pada adduksi. Kepala menjauhi sisi mata yang terkena (head tilt) untuk menghilangkan diplopia.13,14,19,20

2.4.3 Kelumpuhan Nervus Abduscens

Abduksi terbatas disebabkan oleh lemahnya otot rektus lateral. Pada posisi primer, terjadi strabismus konvergen oleh karena tidak adanya perlawanan terhadap kerja otot rektus medial. Pasien mengalami diplopia horizontal dan bertambah buruk saat melihat jauh. Wajah akan berpaling ke sisi yang terkena untuk mengurangi diplopia.13,14,19,20

2.5 ETIOLOGI

Penyebab ocular motor palsy antara lain:

- Kongenital, terjadi kelumpuhan otot-otot ekstraokular dan kadang disertai ptosis. Tidak terdapat internal oftalmoplegia.

- Trauma, dapat berupa trauma saat kelahiran ataupun akibat kecelakaan.

- Aneurisma, biasanya mengenai a. komunikans posterior atau a. karotis interna.

- Diabetes dan hipertensi, oleh karena arteriosklerosis.

- Neoplasma, misalnya tumor nasofaring, tumor kelenjar hipofisis, dan meningioma.12,13,1,20


(24)

2.6 PEMERIKSAAN KLINIS

A. Anamnesis

- Usia onset: merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang. Semakin dini onsetnya, semakin buruk prognosis untuk fungsi penglihatan binokularnya.

- Jenis onset: perlahan, mendadak, atau intermiten.

- Jenis deviasi: ketidaksesuaian penjajaran terjadi di semua arah atau lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu.

- Diplopia: pasien dewasa dengan strabismus paralitik/inkomitan akan mengeluh melihat dobel (diplopia), kecuali bila disertai ptosis. Tetapi apabila strabismus paralitik terjadi pada masa anak-anak keluhan

melihat dobel tidak ada karena terjadi

supresi pada bayangan kedua yang dilihatnya dan biasanya terjadi ambliopia.

- Riwayat penyakit: diabetes melitus, hipertensi, aneurisma, neoplasia, ata u trauma.

B. Pemeriksaan mata

- Tajam penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dinilai dengan menggunakan kartu Snellen atau pada anak dapat dinilai dengan menggunakan “E” jungkir balik (Snellen) atau gambar Allen.

- Pupil

Ukuran pupil, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung, reflex afferent papillary defect (RAPD).

- Deviasi


(25)

- Ptosis.

Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral, sedangkan pada ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik pada ptosis unilateral adalah pasien berusaha untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara merengut atau mengernyitkan dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya mengenai satu mata saja. 14,20,25

- Hirschberg reflection test

o memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan kornea.

Dengan tes ini adanya strabismus dapat dideteksi, setiap 1 mm penyimpangan sama dengan 15 prisma dioptri.

o Ortofori → bila masing -masing refleks cahaya pada kornea

berada di tengah-tengah pupil. Heterofori → bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak berada di tengah-tengah pupil.14,20

- Pergerakan mata

Memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien mengikuti pergerakan jari pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6 posisi kardinal (kanan, kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), keatas, dan ke bawah. 14,20

Pada saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu otot saja yang bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke bawah beberapa otot bekerja bersamaan sehingga sulit mengevaluasi kerja masing-masing otot. Oleh karena itu dalam menilai kelumpuhan otot-otot ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih bernilai diagnostik. Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik mata, baik secara horizontal ataupun vertikal.14,20


(26)

- Cover-uncover test

Tes ini bertujuan untuk menentukan sudut deviasi/sudut strabismus. Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya, kemudian amati mata yang tidak ditutup apakah mata tersebut bergerak untuk melakukan fiksasi atau tidak. Setelah itu buka penutup yang telah dipasang dan perhatikan apakah mata yang telah dibuka penutupnya melakukan fiksasi kembali atau tidak. 14,17,20

- Hess screen

Tes ini bertujuan untuk mengukur sudut deviasi/sudut strabismus.Untuk tes ini di depan salah satu mata pasien dipakaikan kaca berwarna merah dan kaca berwarna hijau pada mata lainnya. Kemudian pasien diminta untuk memegang tongkat dengan lampu hijau dan diminta untuk menunjuk cahaya merah yang terlihat pada layar dengan tongkat tersebut. Dengan tes ini masing-masing mata dapat dinilai sehingga dapat diukur arah dan sudut deviasinya.14,20

Penilaian dan pengukuran deviasi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah penting, tidak hanya untuk mendiagnosa otot ekstraokular mana yang terkena tapi juga sebagai patokan awal terhadap derajat kelumpuhan otot sehingga kemajuan pasien dapat dievaluasi dengan baik. 14,20

- Pemeriksaan sensorik


(27)

C. Pemeriksaan penunjang

Beberapa kasus yang berkaitan dengan strabismus paralitik / inkomitan mengarah pada gangguan neurologis yang serius, seperti pada parese N III yang disertai rasa nyeri, dicurigai akibat aneurisma pada Sirkulus Willisi. Pada kasus-kasus seperti ini pasien sebaiknya segera dirujuk pada ahli neurologi, tapi pada kasus-kasus yang tidak membutuhkan penganganan dengan segera dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu dalam mencari penyebab dan menegakan diagnosa, antara lain:

• Gula darah •Foto cranium

•Foto sinus paranasal dan orbita. •Tes fungsi tiroid dan autoantibody

•Tensilon (edrophonium) test, untuk menegakan diagnosa myasthenia gravis

•CT brain / MRI / angiografi karotis pada kasus-kasus neurologis.21,23

2.7 TERAPI

- Terapi untuk strabismus

Pada dasarnya terapi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah dengan mengatasi faktor penyebab timbulnya parese nervus okulomotorius. 23,24

- Terapi ambliopia.

Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Ada dua stadium terapi ambliopia, yaitu:


(28)

Terapinya adalah penutupan mata terus menerus. Bila ambliopianya tidak terlalu parah atau usia terlalu muda maka diterapkan penutupan paruh waktu.

o Terapi oklusi dilanjutkan bila tajam penglihatan membaik.

Penutupan sebaiknya tidak terus-menerus lebih dari 4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.

o Stadium pemeliharaan, terdiri dari penutupan paruh waktu yang

dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik melewati usia dimana ambliopianya kemungkinan besar kambuh (sekitar usia 8 tahun).23

- Prisma

Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis. Bentuk yang cukup nyaman adalah prisma plastik press-on Fresnel. Alat optik ini bermanfaat diagnostik dan terapeutik temporer.

- Terapi bedah 14,19

Tujuan terapi bedah adalah untuk mengeliminasi diplopia dalam lapangan pandang yang normal, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat. Terapi bedah dapat ditunda selambat-lambatnya sampai satu tahun dengan maksud memberi kesempatan untuk pemulihan dengan sendirinya. Terapi bedah biasanya dilakukan bila penglihatan binokular tidak kunjung membaik setelah otot-otot ekstraokular pulih, selambat-lambatnya sampai 6 bulan.24

Prosedur yang digunakan yaitu reseksi dan resesi. Sebuah otot

diperkuat dengan suatu tindakan yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke mata, biasanya di tempat insersi semula. Resesi adalah tindakan perlemahan. Otot dilepas dari mata, dibebaskan dari


(29)

perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut dijahit kembali ke mata pada jarak tertentu di belakang insersinya semula.24

B. Terapi untuk ptosis

Ptosis kongenital yang menghalangi penglihatan mata, terapi aksis visual harus dilakukan tanpa penundaan untuk mencegah perkembangan ptosis menjadi ambliopia. Selain itu, perkembangan visual dapat dimonitor dan tindakan operasi dapat dilakukan pada usia prasekolah, saat jaringannya masih berkembang sangat baik.

Tindakan operasi yang dilakukan berupa bedah retraksi dari kelopak mata atas, yang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin saat ditemukan adanya resiko berkembangnya gangguan penglihatan akibat ptosis. Resiko dari keratopati akibat terpapar harus di jelaskan kepada pasien dan kemungkinan kelopak mata dapat jatuh atau turun lagi Jika masalah keratopati terpaparnya cukup serius harus juga dijelaskan kepada pasien.

23,24

Antibiotik dan lubrikan diberikan saat pasca operasi sampai permukaan okular menjadi terbiasa dengan tinggi kelopak mata yang baru.

23,24


(30)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan tinjauan kepustakaan maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:

3.2 DEFENISI OPERASIONAL

Parese / palsy : kelumpuhan

Ptosis : kelopak mata atas lemah.

Neoplasma : tumor / keganasan

Ocular motor : pergerakan bola mata

Trauma kepala : cedera pada daerah kepala

Penyakit Vaskular : gangguan pada pembuluh darah

Umur : lamanya hidup

Kelumpuhan Okular

Motor

Karakteristik :

o

Trauma kepala

o

Neoplasma

o

Penyakit Vaskular


(31)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif observasional. Subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan.

4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

Populasi penelitian adalah semua penderita dengan gangguan neuro-oftalmologi yang datang ke Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-neuro-oftalmologi pada RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011.

Sampel penelitian diambil dan ditentukan berdasarkan hasil catatan rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi :

- Semua penderita yang mengalami gangguan fiksasi dan proyeksi yang menimbulkan gangguan gerakan mata, yang bersifat organik maupun fungsional.

- Pemeriksaan media refraksi baik dan segmen posterior normal.

- Penglihatan berganda dengan kedua mata.

- Usia >18 tahun


(32)

Kriteria eksklusi :

- Usia < 18 tahun

- Media refraksi keruh dan kelainan segmen posterior.

- Penglihatan berganda menetap dengan penutupan salah satu mata.

-4.5 IDENTIFIKASI VARIABEL

Tidak bersedia ikut dalam penelitian

- Variabel bebas adalah kelumpuhan okular motor yang terdiri dari parese nervus III yang melibatkan pupil dan ptosis, parese nervus IV, parese nervus VI dan parese nervus kranial multipel (parese III, IV dan VI).

- Variabel terikat adalah trauma kepala, neoplasma, aneurisma, umur.

4.6 CARA KERJA

Dilakukan penelitian retrospektif melalui catatan rekam medis penderita dengan gangguan gerakan bola mata yang memenuhi kriteria inklusi di Poliklinik Mata Rumah Sakit H. Adam Malik Medan tahun 2011. kemudian dilakukan pengumpulan dan pencatatan data berupa :

1. Identitas pasien, yg meliputi : nama, usia, jenis kelamin, nomor rekam medis, alamat, dan pekerjaan.

2. Hasil pemeriksaan mata :

- Keluhan utama : penglihatan berganda dengan kedua mata.

- Tajam penglihatan.

- Gerakan bola mata.

- Segmen anterior ; media refraksi, ukuran pupil, bentuk pupil, reflex cahaya/RC, relative afferent pupillary defect/RAPD, dan levator action.

- Segmen posterior/Funduskopi

- Tekanan intra okuler

3. Kelainan lain yang diderita, misalnya : tumor, trauma, hipertensi, diabetes mellitus, infeksi, dan kelainan susunan saraf pusat.


(33)

4.7 ANALISA DATA

Analisa data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.

4.8 PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini disetujui oleh Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

4.9 PERSONALIA PENELITIAN

Peneliti : Bobby Ramses Erguna Sitepu

4.10 BIAYA PENELITIAN


(34)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan di tahun 2011. Berdasarkan kriteria inklusi maka terkumpul 24 sampel penelitian.

Tabel 5. 1. Data pasien dengan kelumpuhan okular motor

No. Pasien Umur (thn)

Diagnosa Etiologi

1. MM 54 Kelumpuhan nervus III Neoplasma

2. M 21 Ptosis + Parese nervus III Neoplasma

3. PS 39 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala

4. LM 58 Kelumpuhan nervus III Penyakit

Vaskular

5. R 42 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala

6. S 46 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala

7. DT 53 Kelumpuhan nervus III Penyakit

Vaskular

8. GT 80 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Penyakit

Vaskular

9. LS 47 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma

10. M 20 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Trauma kepala

11. FG 63 Kelumpuhan nervus VI Penyakit

Vaskular

12. RS 20 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala

13. SP 23 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala

14. TP 56 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Penyakit


(35)

15. T 32 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala

16. SS 23 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma

17. RB 58 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma

18. TN 22 Kelumpuhan nervus III Trauma kepala

19. DM 29 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala

20. AB 49 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala

21. SR 60 Ptosis + Kelumpuhan nervus III, IV dan VI

Penyakit Vaskular

22. DS 31 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Trauma kepala

23. SN 70 Ptosis + Kelumpuhan nervus III, IV, VI Penyakit Vaskular

24. TS 48 Kelumpuhan nervus III Trauma kepala

Tabel 5. 2. Jumlah dan penyebab kelumpuhan okular motor

No. Kelumpuhan Okular Motor

Trauma Neoplasma Penyakit Vaskular

Total

1 Parese nervus III 5 2 3 10

( 41.6%)

2 Parese nervus IV - - - -

3 Parese nervus VI 5 3 1 9

(37,5%)

4 Multipel 2 - 3 5

(20,8%)

Total 12 5 7

99,9%


(36)

Kelumpuhan okular motor yang ditemukan di poliklinik Rumah Sakit H. Adam Malik selama tahun 2011 berjumlah 24 pasien. 10 orang diantaranya mengalami kelumpuhan nervus III, 9 orang mengalami kelumpuhan nervus VI, dan 5 orang mengalami kelumpuhan multiple nervus kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai kelumpuhan nervus III dan nervus VI. Oleh karena itu disebut juga kelumpuhan multiple nervus kranial.

Penyebab kelumpuhan okular motor terbanyak disebabkan oleh trauma kepala(50%), neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).

Tabel 5. 3. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus III

Penyebab Pasien Umur < 49

tahun

Umur ≥ 50 tahun

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 5 50 5 50 - -

Neoplasma 2 20 - - 2 20

Aneurisma 3 30 - - 3 30

Total 10 100 5 50 5 50

Penyebab dan hubungan kelumpuhan nervus III yang terbanyak ditemukan

disebabkan oleh trauma kepala sebanyak 50% dengan umur < 49 tahun. Sedangkan kelumpuhan nervus III yang disebabkan neoplasma sebanyak 20% dan aneurisma sebanyak 30% dengan umur ≥ 50 tahun.


(37)

Tabel 5. 4. Jumlah terjadinya ptosis dan keterlibatan pupil pada kelumpuhan nervus Okulomotor (III)

Penyebab Ptosis (+) Ptosis (-) Anisokoria Isokoria

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 4 50 1 50 3 75 2 33

Neoplasma 1 12 1 50 1 25 1 17

Aneurisma 3 38 - - - - 3 50

Total 8 100 2 100 4 100 6 100

Kelumpuhan nervus III yang dijumpai ptosis 50 %, diakibatkan trauma kepala, 12% karena neoplasma dan 38 % karena aneurisma. Anisokoria dijumpai 75 % pada trauma kepala, dan 25 % pada neoplasma.

Tabel 5.5. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus Trokhlear (IV)

Penyebab Jumlah pasien Umur < 49 tahun Umur ≥ 50 tahun

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 5 55 5 73 - -

Neoplasma 3 33 2 27 1 50

Aneurisma 1 12 - 1 50


(38)

Penyebab dan hubungan kelumpuhan nervus VI terbanyak ditemukan disebabkan oleh trauma kepala sebanyak 55% dengan umur < 49 tahun. Kelumpuhan nervus VI yang disebabkan neoplasma sebanyak 33% ditemukan pada umur < 49 tahun;27%, umur ≥ 50 tahun;50%, dan kelumpuhan yang disebabkan aneurisma sebanyak 12% ditemukan pada umur ≥ 50 tahun.

Tabel 5. 6. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial

Penyebab Jumlah pasien Umur < 49 tahun

Umur ≥ 50 tahun

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 2 40 2 100 - -

Neoplasma - - - -

Aneurisma 3 60 - - 3 100

Total 5 100 2 100 3 100

Penyebab dan hubungan kelumpuhan multipel nervus kranial disebabkan trauma kepala sebanyak 40 % dengan umur < 49 tahun dan kelumpuhan multipel nervus kranial yang disebabkan aneurisma sebanyak 60 % dengan umur ≥ 50 tahun.


(39)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat dijumpai beberapa hal yang harus diperhatikan.

• Pada kelumpahan saraf III yang diakibatkan trauma kepala banyak melibatkan ptosis dan pupil anisokoria.

• Pasien yang berumur ≥ 50 tahun leih beresiko terjadi kelumpuhan okular motor karena faktor penyakit vascular.

• Kelumpuhan okular motor yang diakibatkan oleh neoplasma sering terjadi pada kelumpuhan nervus VI.

• Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial yang sering terjadi adalah trauma kepala dan aneurisma.

6.2. SARAN

• Perlunya pemeriksaan penunjang seperti radiologi untuk membantu mendiagnosa dan penanganan kelumpuhan okular motor.

• Penyakit sistemik yang harus diperiksa secara baik dapat membantu dalam penatalaksaannya.

• Kerjasama beberapa disiplin ilmu sangat diperlukan dalam penanganan kasus kelumpuhan okular motor tersebut.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sergent JC. Walsh& Hoyts. Nuclear and Infranuclear ocular Motility Disorders. In: Clinical Neuro-Ophthalmology. Lippincott William and wilkins. Sixth Edition. Vol 1. 2005: 969-1040.

2. Rush JA, Young BR. Paralysis of Cranial Nerves III, IV, and VI: Cause and Prognosis in 1000 cases. J Arch Ophthalmol-vol 99. Jan 1981.

3. Tiffin PAC, MacEWEN CJ, Craig EA, et al. Acquired Palsy of The Oculomotor, Trochlear, and Abduscens Nerves. Royal College Of Ophthalmologist. Eye (Lond). 1996; 10: 377-384.

4. Rowe F. Prevalence of ocular motor cranial nerve palsy and associations following stroke. VIS group UK. Directorate of Orthoptics and Vision Science,

University of Liverpool

5. Akagi T, Miyamoto K, Kashii S, et al. Cause and Prognosis of Neurologically Isolated Third, Fourth, or Sixth Cranial Nerve Dysfunction in Cases of Oculomotor Palsy. Jpn J Ophthalmol. 2008: 52:32-35.

6. Coello AF, et al. Cranial Nerve Injury After Minor Head Trauma : Clinical Article. J Neurosurg. Vol 113 : 547-555, 2010.

7. Tabassi AR, Dehgani AR, Mosayebi H. Etiology of Oculomotor Nerve Paralysis. Tehran, Iran. Journal of Ophthalmic & Vision Research. 2006. Vol 1. No 1.

8. Kupersmith MJ, Ying G. Ocular Motor Dysfunction and Ptosis in Myasthenia Gravis : Effects of Treatment. Br J Ophthalmol. 2005: 85 (10) : 1330-1334.


(41)

9. Shrader EC, Louisville, Schlezinger NS. Neuro-Ophthalmologic Evaluation of Abducens Nerve Paralysis. Jefferson Medical College. J Arch Ophthalmol. 1960;63(1):84-91.

10. Bagheri A, Fallahi MR, Abrishami M, et al. Clinical Features and outcomes Of Treatment for Fourth Nerve Palsy. Journal of Ophthalmic and Vision Research. Vol 5. No. 1 2010.

11. Preechawat Pisit, et al: Aneurysmal Third Nerve Palsy J Med Assoc Thai 2004; 87(11): 1332-5.

12. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010: 97-99.

13. Japardi, Iskandar. Nervus III (Okulomotorius). Digitized by USU digital library. 2002.

14. Neuro-Ophtahlmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course, section 5. 2009-2010: 228-232.

15. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius. Dari :

16. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral. Dari :fig.21.36. Kanski JJ. chapter 21. 6th Ed. 2006 : 816.

17. Langston, Deborah Pavan. Neuro-Ophthalmology. In: Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. 2004. 393-397.

18. Jaras Pupil. Dari : fig 9.1, Kanski JJ, chapter 9. Ophthalmology. A Pocket Textbook Atlas. 2nd Ed. 2006. 226).


(42)

19. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2010-2011: 132-138.

20. Kunimoto, DY. Neuro-Ophthalmology. In: The Wills Eye Manual. Fourth edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. 2004. 204-206.

21. Newman, NM. Neuro-Ophthalmology: A practical Text. 1st edition.norwalk : Appleton & lange, Connecticut. 1992. 197-216.

22. Kheradmand A, David Z. Cerebellum and Ocular Motor Control. Volume 2. 2011. 2:53.

23. Noonan CP, Martin OC. Surgical management of third nerve palsy. British Journal of Ophthalmology 1995. 79: 431-434.

24. Caplan RL. Ptosis. Journial of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry. 1974. 37. 1-7.


(1)

Tabel 5. 4. Jumlah terjadinya ptosis dan keterlibatan pupil pada kelumpuhan nervus Okulomotor (III)

Penyebab Ptosis (+) Ptosis (-) Anisokoria Isokoria

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 4 50 1 50 3 75 2 33

Neoplasma 1 12 1 50 1 25 1 17

Aneurisma 3 38 - - - - 3 50

Total 8 100 2 100 4 100 6 100

Kelumpuhan nervus III yang dijumpai ptosis 50 %, diakibatkan trauma kepala, 12% karena neoplasma dan 38 % karena aneurisma. Anisokoria dijumpai 75 % pada trauma kepala, dan 25 % pada neoplasma.

Tabel 5.5. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus Trokhlear (IV)

Penyebab Jumlah pasien Umur < 49 tahun Umur ≥ 50 tahun Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 5 55 5 73 - -

Neoplasma 3 33 2 27 1 50

Aneurisma 1 12 - 1 50


(2)

Penyebab dan hubungan kelumpuhan nervus VI terbanyak ditemukan disebabkan oleh trauma kepala sebanyak 55% dengan umur < 49 tahun. Kelumpuhan nervus VI yang disebabkan neoplasma sebanyak 33% ditemukan pada umur < 49 tahun;27%, umur ≥ 50 tahun;50%, dan kelumpuhan yang disebabkan aneurisma sebanyak 12% ditemukan pada umur ≥ 50 tahun.

Tabel 5. 6. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial

Penyebab Jumlah pasien Umur < 49 tahun

Umur ≥ 50 tahun

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Trauma kepala 2 40 2 100 - -

Neoplasma - - - -

Aneurisma 3 60 - - 3 100

Total 5 100 2 100 3 100

Penyebab dan hubungan kelumpuhan multipel nervus kranial disebabkan trauma kepala sebanyak 40 % dengan umur < 49 tahun dan kelumpuhan multipel nervus kranial yang disebabkan aneurisma sebanyak 60 % dengan umur ≥ 50 tahun.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat dijumpai beberapa hal yang harus diperhatikan.

• Pada kelumpahan saraf III yang diakibatkan trauma kepala banyak melibatkan ptosis dan pupil anisokoria.

• Pasien yang berumur ≥ 50 tahun leih beresiko terjadi kelumpuhan okular

motor karena faktor penyakit vascular.

• Kelumpuhan okular motor yang diakibatkan oleh neoplasma sering terjadi pada kelumpuhan nervus VI.

• Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial yang sering terjadi adalah trauma kepala dan aneurisma.

6.2. SARAN

• Perlunya pemeriksaan penunjang seperti radiologi untuk membantu mendiagnosa dan penanganan kelumpuhan okular motor.

• Penyakit sistemik yang harus diperiksa secara baik dapat membantu dalam penatalaksaannya.

• Kerjasama beberapa disiplin ilmu sangat diperlukan dalam penanganan kasus kelumpuhan okular motor tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sergent JC. Walsh& Hoyts. Nuclear and Infranuclear ocular Motility Disorders. In: Clinical Neuro-Ophthalmology. Lippincott William and wilkins. Sixth Edition. Vol 1. 2005: 969-1040.

2. Rush JA, Young BR. Paralysis of Cranial Nerves III, IV, and VI: Cause and Prognosis in 1000 cases. J Arch Ophthalmol-vol 99. Jan 1981.

3. Tiffin PAC, MacEWEN CJ, Craig EA, et al. Acquired Palsy of The Oculomotor, Trochlear, and Abduscens Nerves. Royal College Of Ophthalmologist. Eye (Lond). 1996; 10: 377-384.

4. Rowe F. Prevalence of ocular motor cranial nerve palsy and associations following stroke. VIS group UK. Directorate of Orthoptics and Vision Science, University of Liverpool

5. Akagi T, Miyamoto K, Kashii S, et al. Cause and Prognosis of Neurologically Isolated Third, Fourth, or Sixth Cranial Nerve Dysfunction in Cases of Oculomotor Palsy. Jpn J Ophthalmol. 2008: 52:32-35.

6. Coello AF, et al. Cranial Nerve Injury After Minor Head Trauma : Clinical Article. J Neurosurg. Vol 113 : 547-555, 2010.

7. Tabassi AR, Dehgani AR, Mosayebi H. Etiology of Oculomotor Nerve Paralysis. Tehran, Iran. Journal of Ophthalmic & Vision Research. 2006. Vol 1. No 1.

8. Kupersmith MJ, Ying G. Ocular Motor Dysfunction and Ptosis in Myasthenia Gravis : Effects of Treatment. Br J Ophthalmol. 2005: 85 (10) : 1330-1334.


(5)

9. Shrader EC, Louisville, Schlezinger NS. Neuro-Ophthalmologic Evaluation of Abducens Nerve Paralysis. Jefferson Medical College. J Arch Ophthalmol. 1960;63(1):84-91.

10. Bagheri A, Fallahi MR, Abrishami M, et al. Clinical Features and outcomes Of Treatment for Fourth Nerve Palsy. Journal of Ophthalmic and Vision Research. Vol 5. No. 1 2010.

11. Preechawat Pisit, et al: Aneurysmal Third Nerve Palsy J Med Assoc Thai 2004; 87(11): 1332-5.

12. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010: 97-99.

13. Japardi, Iskandar. Nervus III (Okulomotorius). Digitized by USU digital library. 2002.

14. Neuro-Ophtahlmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course, section 5. 2009-2010: 228-232.

15. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius. Dari :

16. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral. Dari :fig.21.36. Kanski JJ. chapter 21. 6th Ed. 2006 : 816.

17. Langston, Deborah Pavan. Neuro-Ophthalmology. In: Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. 2004. 393-397.


(6)

19. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2010-2011: 132-138.

20. Kunimoto, DY. Neuro-Ophthalmology. In: The Wills Eye Manual. Fourth edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. 2004. 204-206.

21. Newman, NM. Neuro-Ophthalmology: A practical Text. 1st edition.norwalk : Appleton & lange, Connecticut. 1992. 197-216.

22. Kheradmand A, David Z. Cerebellum and Ocular Motor Control. Volume 2. 2011. 2:53.

23. Noonan CP, Martin OC. Surgical management of third nerve palsy. British Journal of Ophthalmology 1995. 79: 431-434.

24. Caplan RL. Ptosis. Journial of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry. 1974. 37. 1-7.