distrik Titipapan dan Timbang Deli. Kecuali zoning, rencana kota Medan 1974 tidak memperinci
lebih lanjut dengan floor area ratio, building set back, building coverage, ruang terbuka dan pola-
pola jalan sekunder, namun seleruhnya dapat dinegoisasi dan diubah antara pemerintahan
legislatif dan para pengusaha pemilik modal tanpa memperhitungkan kemaslahatan rakyat banyak.
Hampir dapat dikatakan perencanaan ini hanya alat untuk membuat negoisasi agar dapat diubah
kembali.
7. Pola Jalan dan Transportasi
Sejalan dengan rekomendasi desentralisasi dan dalam usaha membuat sistem transportasi di dalam
kota maka dikembangkan sistem jalan melingkar sebanyak tiga lapis, masing masing jalan lingkar
dalam, tengah dan luar, jalan lingkar ini kemudian dihubungkan oleh beberapa jalan radial yang
bergerak dari pinggiran sampai ke inti kota. Dengan pola jalan seperti itu, paling tidak terdapat tiga
keuntungan yang diharapkan, yang pertama, perkembangan kota dan perumahan akan
berkembang merata tidak hanya di satu daerah, dan yang kedua, lalu lintas yang langsung dari
pinggiran ke pinggiran yang lain tidak lagi harus melewati kota dan yang ketiga, kemudahan
pencapaian ke segala arah akan lebih mudah.
8. Kota Medan dalam Konteks
Mebidang Metropolitan Area MMA
Kota Medan dinyatakan berfungsi sebagai kota Orde I menurut RSTP Provinsi Sumatera Utara.
Selain memiliki arti ekonomi, fungsi itu memberi juga arti sosial, teknologi, dan fisik. Jika
pemenuhan fungsi itu tak tertampug secara fisik oleh Kota Medan saja, maka diperlukan pemikiran
membagi beban fungsi kepada kota-kota di sekitarnya yang langsung berhubungan. Inilah salah
satu pengertian dari perkotaan “metropolitan”.
Selanjutnya disebutkan strategi ini pada jangka menengah digunakan untuk menghadapi segitiga
pertumbuhan Medan-Penang-Phuket dan AFTA yang memerlukan segera penetapan strategi-strategi
investasi di Mebidang dalam rangka usaha mengambil manfaat sebesar-besarnya dari
kerjasama negara-negara ASEAN ini.
9. Tujuan dan Strategi MMA
Tujuan metropolitan Mebidang ini dapat dicapai dengan selalu mengupayakan perbaikan, perluasan,
dan peningkatan pada komponen-kompnen terpentingnya, yaitu; pertama, pencapaian pasar
internasional dan nasional oleh produk MMA. Kedua, pembinaan sumber daya manusia
penduduk MMA. Ketiga, pemupukan dan penarikan modal bagi investasi ke MMA. Keempat,
peningkatan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana kekotaan, dan terakhir, pengembangan
sumber daya alam MMA secara lestari. Dasar Penyusunan Prioritas Pengembangan MMA.
Strategi demikian itu dalam praktiknya berarti mengadopsi suatu sistem prioritas pengembangan
perkotaan dengan tekanan yang berbeda dari waktu ke waktu, jadi bukan “frontal attack”.
Pada masa-masa permulaan ditekankan peningkatan sumber daya manusia, pemanfaatan
sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestariannya, dan
peningkatan efisiensi pemanfaatan prasarana dan sarana. Sedangkan
usaha pencapaian pasar internasional maupun
pemupukan modal akan menjadi arah bagi kegiatan
tersebut, dengan memperhatikan “comparative advantage” yang dimiliki. Pada jangka menengah
akan ditekankan peningkatan usaha-usaha pencapaian pasar internasional dan pemupukan
modal di dalam MMA, bertumpu pada hasil-hasil fase pertama dan dengan tujuan semakin
meningkatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam domestik. Untuk jangka panjang,
ditekankan usaha integrasi, di mana peningkatan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan
investasi prasaranasarana, keseluruhannya diintegrasikan dengan pencapaian pasar
internasional dan pemupukan ketersediaan modal di MMA. Dengan kata lain, membina mekanisme
pertumbuhan kehidupan perkotaan metropolitan yang sehat dan mandiri.
10. Skenario Perkembangan
Ruang Kota dan Kawasan MMA
Peta “Strategi Pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidang” menggambarkan pokok-
pokok skenario perkembangan yang terpilih dari 8 opsi yang ada, yakni yang dianggap paling
mungkin terlaksana menuju tahun 2008. Tercatat acuan khusus kepada UU No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang, terutama Pasal 8 ayat 3, yang mendasari kewajiban dan kewenangan pihak
provinsi daerah tingkat I untuk menetapkan rencana umum yang bersifat antar-daerah dan integratif
semacam itu yang digambarkan sebagai berikut: 1. Pusat-Pusat Pertumbuhan
Sejumlah studi di tahun 1980-an menunjuk pentingnya mengurangi tekanan urbanisasi ke Kota
Medan dengan menyediakan alternatif pusat-pusat pertumbuhan di dalam kota MMA. Meskipun
ternyata pada beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan pusat Kota Medan meningkat dengan
tajam.
2. Pokok-Pokok Strategi Pemanfaatan
Kawasan Strategis Regional Wilayah Mebidang untuk waktu yang cukup
lama di masa depan diarahkan tetap mampu mendukung kombinasi dua macam kehidupan
Jurnal Teknik SI M ET RI K A
Vol. 4 No. 2 – Agustus 2005: 331 – 339 337
perkotaan: perkotaan yang padat dan pertanian yang berlandaskan lahan ekstensif. Alasan utama,
perlu memetik hasil investasi sistem irigasi Sungai Percut dan Sungai Ular yang beroperasi di bagian
timur laut MMA; tingginya nilai ekonomis, sosial, dan historis dari perkebunan; dan munculnya
keperluan menjaga kelestarian lingkungan
serta optimasi penggunaan sumber daya air. Perlu
diberlakukan kebijaksanaan positif, termasuk alokasi penduduk kepada tiap pusat pertumbuhan,
yang sesungguhnya
kota mandiri. Yaitu, arahan alokasi menggantikan projeksi
trend. Alasan
utama, perlunya pemerataan sasaran pembangunan, yang selama dekade terakhir justru mengakibatkan
Kota Medan menjadi berdaya tarik semakin besar. Dapat dikatakan kini Medan sudah “over invested”,
relatif jika dibandingkan dengan permukiman sekitarnya.
3. Daya Dukung Lahan Potensial Urban
Sebagai akibat dari strategi di atas, maka dari sudut semata-mata daya dukung lahan potensial
urban diketahui bahwa Pancur Batu dan Deli Tua sebaiknya tidak dijadikan perkotaan padat c.q.
pusat pertumbuhan. Sedangkan Lubuk Pakam menjadi pusat kota secara terbatas, karena limitasi
daya dukungnya. Kota Binjai, Tanjung Morawa, dan Simpang Sunggal ternyata surplus daya dukung
urban yang jauh lebih besar dari semua perkiraan. Demikian pula Batang KuisSerdang di sebelah
timur laut, serta Belawan dan Labuhan di Kota Medan, menyediakan potensi kelebihan daya
dukung yang cukup besar. Semua lokasi itu, dengan kombinasi investasi yang tepat dapat dikembangkan
sebagai kota mandiri atau pusat pertumbuhan. 4. Pembentukan Kota-Kota Mandiri
Direkomendasikan suatu komposisi perkotaan di Mebidang yang terdiri dari 9 sembilan Kota
Mandiri. Wataknya, berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang sengaja direncanakan untuk
saling melengkapi. Lokasi kesembilan Kota Mandiri ini menentukan wujud keseluruhan pola
pembangunan perkotaan yang dikehendaki di MMA. Setiap kota akan tumbuh dan didorong
tumbuh menjadi permukiman yang secara ekonomis dan sosial tidaklah terlalu tergantung
kepada Medan Kota Inti. Dengan penyiapan sumber daya lahan secara dini pada tingkat investasi yang
pantas mungkin investasi yang pertama diperlukan hanya suatu bentuk Perdaketentuan hukum pasti
tentang peruntukan lahan bagi perkotaan ini, serentak dapat diciptakan suatu kondisi penawaran
dan permintaan supply and demand lahan permukiman kota yang berimbang di seluruh
Mebidang. Harga tanah akan mengikut harga pasar yang wajar, sehingga penyiapan prasarana dasar
seperti air bersih, kemudian listrik dan telekomunikasi, serta jaringan transpor ke segenap
pintu Mebidang, ke simpul angkutan regional, dan
ke Medan Kota Inti sendiri, dapat diperhitungkan secara wajar.
Dengan demikian, kumpulan kota-kota mandiri ini akan benar-benar mampu menyerap sebagian
besar dari potensi pertumbuhan urbanisasi yang jika dibiarkan, akan selalu mengarah ke Medan Kota
Inti.
Setiap pusat pertumbuhan atau Kota Mandiri itu akan memiliki kombinasi pembangunan
industri, perumahan, pusat komersial, dan pusat
jasa, beserta dengan pelayanan umum yang baik.
11. Evaluasi terhadap Perencanaan dan Transportasi Kota Medan