Perencanaan dan Transportasi Kota Medan Perencanaan Kota Medan Konsep Perencanaan

Serdang untuk menjadi warga Kota Medan. Lanjutan… 3 Manajemen Lalu Lintas • Permasalahan Ruas • Permasalahan Simpang • On street parking • Manuver angkutan umum • Angkutan campuran mix traffic • Kurangnya lebar ruas jalan • Lokasi pemberhentian angkutan umum • Simpang kurang diatur • Pangkalan becak • Pengaturan setting lampu • Geometric persimpangan tidak menguntungkan. • Optimasi jumlah armada angkutan umum dengan pertukaran jumlahsudako dengan bus sedang • Penataan lokasi parkir • Optimasi trayek agr tidak tumpang tindih • Pembuatan penerapan lajur atau jalur khusus bus atau kenderaan tidak bermotor • Perbaikan geometric Persimpangan • Setting lampu lalu lintas sesuai dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas • Manajemen lalu lintas, dukungan transportasi terhadap perbaikan tata guna lahan secara komperhensip dan terkendali Sumber: Diolah dari makalah Walikota Medan pada Seminar yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Medan di Garuda Plaza tanggal 19 Oktober 2002. Berbagai porsoalan makro dan mikro lainnya, yang menjadi isu Medan sebagai kota metropolitan, di bidang transportasi, merupakan motivasi kuat bagi panitia, untuk mengajak pemerhati dan pemangku kepentingan di bidang transportasi, mencari solusi tepat mewujudkan sistem transportasi yang handal, modern, terpadu yang mendukung kebutuhan pelayanan transportasi bagi seluruh warga kota, yang berarti tak ada diskriminasi pelayanan transportasi, atau dengan kata lain “transportasi untuk semua”.

4. Perencanaan dan Transportasi Kota Medan

Medan memiliki luas Wilayah sekitar 26.510 ha, yang secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di bagian barat, timur dan selatan, serta Selat Malaka dibagian utara. Hinterland Medan merupakan daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam sedang Selat Malaka adalah salah satu jalur lalu lintas laut paling sibuk di dunia. sehingga kedua potensi alam tersebut ikut mempengaruhi perkembangan fisik Kota Medan dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik. Jumlah penduduk tetap diperkirakan sekitar 2 juta jiwa, dan jumlah penduduk tidak tetap sekitar 3 juta jiwa Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 dengan pertumbuhan sekitar 1,17 per tahun. Dengan konsentrasi penduduk yang demikian maka seyogianya tersedia sumber tenaga kerja yang besar yang sekaligus merupakan potensi pemasaran potensial. Pada tahun 2001, PDRB Kota Medan adalah sebesar Rp 14,2 Triliun sedang income per kapita penduduk adalah sebesar Rp 7.378.159 di mana pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sedang inflasi mencapai 15,5 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,17 per tahun.

5. Perencanaan Kota Medan

Perencanaan kota modern telah dilaksanakan oleh Belanda untuk pertama kali tahun 1930 di Polonia; yang kedua dilaksanakan oleh pemerintah daerah tahun 1974. Rentang waktu perencanaan kota yang dibuat tahun 1974 adalah 20-30 tahun dan telah dimodifikasi tahun 1991 tetapi tidak sempat dibuat sebagai peraturan daerah yang mengikat. Tujuan utama dari perencanaan kota ini adalah memperbaiki kualitas hidup penduduk kota Jurnal Teknik SI M ET RI K A Vol. 4 No. 2 – Agustus 2005: 331 – 339 335 dengan jalan menyediakan lapangan pekerjaan, fasilitas, dan utilitas kota yang lebih baik. Di samping itu, Medan diharapkan befungsi sebagai pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara dan bagian barat Indonesia dengan kata lain akan dijadikan sebagai salah satu kutub pertumbuhan.

6. Konsep Perencanaan

Konsep perencanaan kota Medan 1974 pada prinsipnya merujuk pada “central place theory” yang dikemukakan oleh Christaller pada tahun 1933 berdasarkan asumsi bahwa kota akan berfungsi sebagai pusat central place pelayananan dan kehidupan bagi daerah pinggiran di sekitarnya The Countryside Hinterland, yang terbentuk karena pencapaiannya yang mudah dari segala sisi karena terletak di tengah. Christaller mengatakan bahwa asumsi ini diperoleh dan dikembangkan berdasarkan pendapat Gradman 1916, yang menyatakan peran yang menonjol dari sebuah kota adalah menjadi pusat dari daerah pedesaan di sekitarnya, menjadi mediator perdagangan lokal dengan dunia luar, mengumpulkan dan mengekspor produksi lokal, mengimpor dan mendistribusikan barang dan jasa yang diperlukan oleh pedesaan di sekitarnya. Peran dan sentralitas yang dimiliki oleh sebuah kota tidak ditentukan oleh jumlah penduduknya, yang dimaksud dengan sentralitas dalam hal ini adalah tingkat pelayanan yang diberikan kepada daerah tangkapannya yang diukur dengan jumlah barang dan jasa yang dapat ditawarkan. Terdapat variasi kualitas dan kuantitas serta perbedaan tingkat dari barang dan jasa yang ditawarkan, beberapa di antaranya mahal dan pembeliannya jarang dan memerlukan jumlah populasi yang besar untuk menjamin jumlah pembeliannya; jenis yang lain diperlukan sehari-hari dan hanya menunutut jumlah populasi yang kecil untuk mempertahankan keberadaannya. Dari karakter barang tersebut timbul dua konsep. Yang pertama, jumlah ambang penduduk minimal yang diperlukan untuk mendukung penjualan barang atau pelayanan tertentu sehingga penawarannya bertahan, dalam istilah ekonomi permintaan minimum agar supply barang tersebut dapat dipertahankan. Jika penduduk pendukungnya kurang dari batas minimum tersebut maka barang tersebut tidak dapat lagi disediakan. Yang kedua, rentang jangkauan atas sebuah barang dan pelayanan, yaitu jarak maksimum yang akan ditempuh oleh penduduk untuk dapat membelinya di tempat yang memiliki sentralitas, jika lebih jauh dari jarak tersebut maka kenikmatan berperjalanan dari segi waktu, biaya dan kesulitan yang timbul akan melebihi nilai dan tingkat keperluan dari barang yang akan dibeli, dengan kata lain tidak akan terjadi pembelian. Rujukan lain dari rencana Kota Medan 1974 adalah konsep Garden City dari Howard yang memusatkan perhatian pada pembagian de- concentration, sehingga Kota Medan kemudian dibagi menjadi enam satelit yang berdekatan. Konsep tersebut diperjelas lagi kemudian pada perencanaan Medan yang lebih luas yang mencakup Medan, Binjai dan Deli Serdang pada tahun 1993. Menurut Howard keuntungan dari kota dan kehidupan di dalamnya dapat ditingkatkan secara maksimal dan kerugian yang ditimbulkannya dapat dibuat minimal jika pembangunannya didasarkan pada koperasi serta besarnya kota tersebut dibatasi hanya sampai 32.000 penduduk. Penduduk ini akan menggantungkan dirinya pada makanan dan sumber daya alam dari tanah pertanian yang ada di sekelilingnya, mereka akan membuat sendiri pelayanan dan industri yang integral dengan jalur transportasi yang secara rasional telah direncanakan sebelumnya. Jika diperlukan perluasan, tidak diizinkan mengembang- tumbuhkan kota yang sudah ada, atau memperluas pinggirannya tetapi membuat kota satelit baru yang serupa besarnya pada jarak yang optimal untuk tidak saling mengganggu. Pada praktiknya prinsip perencanaan kota tersebut selalu menyimpang dan dikhianati flouted and deceptive. The garden cities akhirnya diterjemahkan sebagai kota pinggiran yang dilengkapi dengan taman, dengan kepadatan penduduk yang rendah, direncanakan dengan baik, dan pada umumnya ditempati golongan penduduk kelas menengah dan sangat tergantung pada kota induk yang sudah ada sebelumnya sehingga akhirnya telah menciptakan kota yang sudah ada sampai terlalu luas sampai melewati batas toleransi. Dekonsentrasi Kota Medan dalam Konteks Kebijakan Anti-kota Dalam usaha mengatasi konsentrasi dan pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi di kawasan inti kota yang telah menyebabkan berbagai macam masalah genting maka perencanaan kota 1974 memberikan rekomendasi agar Medan dibagi menjadi sub-region tiga yang terdiri dari Belawan, koridor Medan-Belawan, dan Medan yang ketiga region ini selanjutnya dibagi lagi menjadi tujuh sub-sub region di mana salah satu di antaranya menjadi pusat kota. Setiap sub- sub region akan mengakomodasi penduduk sebesar 60.000 sampai 120.000 populasi yang kemudian dipecah-pecah lagi menjadi neighborhood yang dihuni oleh 5.000 sampai 10.000 orang. Kawasan Belawan dan koridor Belawan- Medan akan dipacu pertumbuhannya agar tekanan pada pusat kota dapat dikurangi. Daerah industri dikonsentrasikan di dua daerah, industri menengah dan kecil di distrik Maryland dan industri berat di Perencanaan Kota dan Transportasi…Moehammed Nawawiy LoebisWahyu Abdillah 336 distrik Titipapan dan Timbang Deli. Kecuali zoning, rencana kota Medan 1974 tidak memperinci lebih lanjut dengan floor area ratio, building set back, building coverage, ruang terbuka dan pola- pola jalan sekunder, namun seleruhnya dapat dinegoisasi dan diubah antara pemerintahan legislatif dan para pengusaha pemilik modal tanpa memperhitungkan kemaslahatan rakyat banyak. Hampir dapat dikatakan perencanaan ini hanya alat untuk membuat negoisasi agar dapat diubah kembali.

7. Pola Jalan dan Transportasi